Ogen : Lukas 2:41-52
Tema : Aku Arus I Rumah BapangKu
Tujun : Gelah Mamre:
1. Meteh maka budaya Jahudi mereken ruang man anak-anak ibas Rumah Pertoton
2. Mamre mendukung anak singuda muat bagin ibas pelayanen Gereja.
1. Bagian ini merupakan cerita tentang Yesus yang berusia 12 tahun tentang pertumbuhan-Nya secara fisik dan rohani. Teks ini merupakan satu-satunya catatan Alkitab tentang kehidupan Yesus antara masa bayi sampai Dia memulai pelayanan-Nya. Tanpa teks ini kita tidak akan mengetahui dengan apa yang dilakukan Yesus ketika Ia remaja. Penulis Injil Lukas sedang menggambarkan kepada kita bahwa Yesus mengalami pertumbuhan sama seperti anak-anak pada umumnya, sekaligus menegaskan identitas Yesus yang merupakan anak Yusuf dan Maria sekaligus pada saat yang sama Dia adalah Anak Allah, dan memaparkan bahwa Yesus bertumbuh di dalam keluarga yang saleh.
2. Menurut ketentuan agama Yahudi, laki-laki dewasa pergi tiga kali setahun ke Yerusalem untuk ikut serta dalam tiga perayaan besar (Kel. 23:14-17; Ul. 16:16). Orang-orang jauh dari Yerusalem, seperti Yusuf dan Maria biasanya pergi sekali setahun, yaitu pada hari raya Paskah (ay. 41). Anak-anak yang berumur 13 tahun dianggap dewasa dalam hal ketentuan-ketentuan agama. Pada saat itu seorang laki-laki menjadi “anak Taurat”, artinya bahwa ia selanjutnya wajib memelihara segala ketentuan-ketentuan undang-undang agama. Dalam tahun-tahun sebelumnya, Taurat diajarkan kepada mereka dan mereka dibiasakan dan dilatih untuk menaati perintah-perintah itu, mula-mula yang mudah dan akhirnya antara usia 12 tahun dan 13 tahun yang paling berat. Itulah sebabnya mengapa Yesus ketika berumur 12 tahun ikut pergi ke Yerusalem untuk merayakan hari raya Paskah (ay. 42). Sebab tahun berikutnya Ia wajib turut merayakannya dengan cara yang tepat sebagai “anak Taurat”. Menariknya, di ay. 43 ini ada satu kata Yunani yang tidak diterjemahkan dalam Alkitab Bahasa Indonesia dan Karo, yaitu kata pais yang seharusnya diterjemahkan “anak laki-laki”. Kata ini merupakan kata yang penting, karena Lukas ingin menunjukkan pertumbuhan Yesus (2:40, 52) dari bayi (brephos, 2:16), anak kecil (paidion, 2:40) sampai menjadi anak laki-laki (pais, 2:43).
3. Keluarga Yahudi sangat ketat dan hati-hati menerapkan sistem pendidikan Yahudi bagi anak-anak mereka. Sebelum seorang anak dapat berbicara, orangtua harus memperkenalkan anak pada Mezuzah. Apabila seorang ayah tidak mampu mengajar anaknya, ia dapat menyewa seorang rabi untuk memenuhi tanggungjawab pendidikan anak-anaknya. Anak-anak Yahudi dipersiapkan dengan baik, agar pada usia 13 tahun, mereka dapat merayakan Hari Raya Bar-Mitzvah, dan sudah boleh disebut sebagai Bar-Mitzvah / Ben-Torah atau anak Taurat.
4. Kedisiplinan tradisi Yahudi tidak terlepas dari kecintaan mereka terhadap hukum Taurat dan Bait Sucinya. Pola pendidikan spritual anak-anak Yahudi direncanakan dengan sangat baik oleh orangtua sehingga setiap anak mendapat hak dan kewajiban tepat pada waktunya. Secara turun-temurun mereka mempelajari Kitab Suci sesuai tradisi pendidikan spritual yang disebut Kabbalah.
5. Biasanya perjalanan dari Galilea ke Yerusalem melalui seberang sungai Yordan sekitar 4-5 hari. Perjalanan umumnya dilakukan dalam rombongan besar yang terdiri dari orang sekampung atau sedaerah. Meski perjalanan itu berat, tetapi kumpulan itu merupakan arak-arakan yang gembira dan banyak nyanyian yang dinyanyikan dalam perjalanan. Alasan utama mereka bepergian secara kelompok adalah berjaga-jaga dari serangan para penyamun yang memang sering mengintai di sekitar pegunungan (Mzm 121:1; Luk 10:30). Dalam rombongan besar ini anak-anak biasanya berada bersama anak-anak yang lain. Pada waktu sore hari tiba mereka harus berkumpul dengan orang tua masig-masing. Yusuf dan Maria mula-mula berpikir bahwa Yesus bersama dengan keluarga atau kenalan yang lain (ayat 44a).
6. Dalam perjalan pulang inilah terjadi sesuatu salah paham. Yusuf dan Maria mungkin menyangka bahwa Yesus telah menggabungkan diri dengan rombongan tersebut, sekalipun mereka tidak melihat-Nya. Barangkali, Yusuf mengira bahwa Yesus berjalan bersama-sama Maria, dan sebaliknya. Tetapi pada malam hari di tempat persinggahan mereka sangat terkejut: Yesus tidak ada! Hari berikutnya diperlukan mereka untuk menempuh perjalanan kembali ke Yerusalem (ay. 45). Pada hari ketiga mereka menjumpai Dia (bdk. Mrk. 8:31).
7. Mereka mendapati Yesus di Bait Allah, kemungkinan di dalam ruangan samping di pelataran luar. Rabi-rabi Yahudi pada umumnya memberi pengajaran di sana, sedang pada hari-hari besar mereka mengadakan percakapan tanya-jawab. Dikatakan di ay. 46 bahwa Yesus menjadi pusat perhatian sekelompok rabi yang mendengar pengajaran-Nya. Yesus “mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan” dan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka (ay. 46, 47), artinya, Ia berlaku sebagai pelajar, bukan sebagai pengajar. Sebab tanya jawab antara guru dan murid adalah termasuk metode pengajaran dari guru-guru agama orang Yahudi. Tetapi mengingat usia-Nya, Yesus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang begitu baiknya dan memberi jawaban-jawaban yang begitu bijaksananya sehingga orang menjadi tercengang-cengang(existemi: merupakan kata yang menggambarkan kualitas keheranan yang luar biasa).
8. Objek keheranan mereka adalah kecerdasan dan jawaban-jawaban Yesus (ayat 47b). Terjemahan “kecerdasan” di sini sebenarnya lebih mengarah pada kemampuan intelektual (IQ), padahal kata Yunani synesei dalam Alkitab seringkali dipakai dalam arti “pemahaman” (Yes 11:2; 1Taw 22:12; 1Kor 1:19; Ef 3:4; Kol 1:9; 2:2; 2 Tim 2:7). Jawaban-jawaban yang diberikan Yesus menunjukkan bahwa Dia sangat menguasai kitab suci. Kalau sampai guru-guru agama pun dibuat sangat heran, berarti jawaban Yesus benar-benar luar biasa.
9. Respon Yusuf dan Maria dibahasakan “tercengang” (ay. 48. ekplesso. Kata ini seringkali dipakai untuk rasa takjub terhadap suatu ajaran (Mat 7:28; 13:54; 19:25; 22:33; Mrk 1:2; 6:2; 7:37; 10:26; 11:18; Luk 4:32; 9:43; Kis 13:12). Dari arti ini terlihat bahwa rasa heran yang meliputi orang tua Yesus berbeda dengan rasa heran dalam diri guru-guru agama). “Mengapa engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Reson Yesus (ay. 49)“Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"Jawaban Yesus di ayat 49 menunjukkan bahwa Dia bukan hanya anak Yusuf (ayat 48b “bapamu”), tetapi Dia juga Anak Allah (band. 1:32). Allah adalah Bapa-Nya, karena itu Ia harus berada dalam rumah Bapa-Nya. Jika Yesus memang Anak Allah, seharusnya Yusuf dan Maria sudah tahu bahwa sebagai Anak Allah Yesus sangat wajar bila berada di dalam rumah Allah. Ternyata, jawaban ini tidak dapat dimengerti oleh Yusuf dan Maria (ayat 50). Bukan berarti mereka tidak mengetahui bahwa Yesus adalah Anak Allah (bdk1:32), tetapi mereka tidak dapat menangkap perkataan di ayat 49 bahwa sebagai Anak Allah Yesus harus berada di dalam rumah Bapa-Nya. Meski Yesus berkata demikian dan orangtua-Nya tidak mengerti akan itu, tetapi Ia ikut pulang e rumah bersama-sama Yusuf dan Maria dan menghormati mereka dengan rendah hati. Dia bukan hanya menurut ketika diajak pulang ke Nazaret, tetapi Dia terus-menerus menuruti mereka sampai akhirnya Dia menjadi dewasa dan memulai pelayanan-Nya pada usia 30 tahun (Luk 3:23).Dan bagian ini ditutup dengan ay. 52 yang menyatakan bahwa pertumbuhan Yesus secara jasmani dan rohani semakin berkembang. Sehingga dikatakan Dia makin dikasihi Allah dan manusia (bdk. 1 Sam. 2:26)
10. Meski tukang kayu tetapi memberi teladan yang baik. Penulis Lukasmemberikan beberapa gambaran kepada para pembacanya untuk melihat bahwa orang tua Yesus adalah orang-orang yang saleh. Mereka menyunatkan Yesus tepat pada waktunya (ay. 21; bdk. Flp 3:5a) dan menyerahkan Dia ke bait Allah untuk pentahiran (ay. 22-24). Mereka secara rutin menghadiri Hari Raya Paskah (ay. 41 “tiap-tiap tahun”) untuk memperingati peristiwa di Keluaran 12:1-36. Maria ikut bersama mengikuti Paskah (ay. 41-42 “mereka”), walaupun tidak ada keharusan bagi perempuan untuk mengikuti Paskah di Yerusalem. Mereka sudah mengajak Yesus menghadiri perayaan Paskah pada usia 12 tahun (ay. 42), walaupun menurut tradisi waktu itu anak usia 12 tahun hanya perlu diajarkan tentang makna hari raya dan baru pada usia 13 tahun mereka ikut serta dalam perayaan. Mereka juga mengikuti seluruh rangkaian perayaan Paskah yang memakan waktu 7 hari (ay. 43 “sehabis hari-hari perayaan itu”), walaupun yang diwajibkan hanya 2 hari saja.
11. Kehadiran keluarga bagi anak-anak. Kehadiran dalam kebersamaan keluarga ditampilkan oleh Maria dan Yusuf bersama-sama mencari Yesus ke Yerusalem. Itu berarti tanggungjawab pendidikan harusnya diemban oleh orangtua berdua. Sokrates berkata: “apa gunanya engkau menggali setiap inci tanah untuk menemukan emas di dalamnya, tetapi kehilangan anakmu?”
12. Yusuf dan Maria tutus atena ngepkep bagepe ngajarken Yesus e kitik-kitik nari. Bagepe Yesus reh belinna secara fisik reh pentarna Ia, ula kari belin e ngenca tambah pentar e lang. Daging e ngenca reh burna, pentar lang! Kita berharap pertumbuhan spritual juga pertumbuhan fisik. Spritual: Ula kari spiritna la keke, si keke tualna ngenca. Fisik dan rohani itu sama seperti dua sisi rel kereta api, adi lang berarti lit si salah.
13. Pentingnya pendidikan sejak dini, sama seperti pola pendidikan Israel di poin 3 & 4 di atas. Saya mengutip apa yang disebut “a life of preparation” dari Debbie Keller dalam proses pendidikan. Para tokoh dalam Alkitab menjalani proses a life preparation. Misalnya:
a. Samuel (Elkana-Hana-Penina) yang memiliki a life preparation yang sangat singkat dalam asuhan ibunya yang saleh dan tekun berdoa, telah memberi pengaruh positif bagi hidup dan karakter Samuel. A life preparation di rumah Tuhan di Silo dalam asuhan imam Eli, sampai saatnya dia melayani Tuhan. Teladan kesalehan ibunya dan nuansa ibadah yang disaksikannya di Tabernakel, memberinya inspirasi dan kesiapan hati untuk bertumbuh dewasa, saleh dan menjadi nabi Tuhan yang berintigeritas. (untuk menjadi seorang ahli musik dan atlit yang berhasil, pasti membutuhkan masa pelatihan dan penempaan yang cukup lama. Demikian juga untuk menjadi seorang dengan karakter Kristus, membutuhkan sebuah komitmen untuk mempunyai karakter serupa dengan Kristus dan suatu proses pendidikan dan pembiasaan yang melalui waktu tertentu, untuk membentuk karakter menjadi serupa Kristus, ini yang disebut sebagai a life preparation).
b. Yohanes Pembabtis, mempunyai orangtua yang saleh (Zakharia dan Elisabet), telah menyerahkan hidupnya bagi Tuhan sejak lahir. A life preparation yang dijalaninya bersama orangtuanya sangat singkat, dilanjutkan selama bertahun-tahun di padang belantara, sebelum dia menjalankan tugas panggilannya.
c. Timotius (Lois nenek dan Eunike ibu), menjalani a life preparation dengan pendidikan spritual yang berfokus pada firman Tuhan, dalam asuhan ibu dan neneknya yang tekun dalam iman. Dia bertumbuh menjadi hamba Tuhan dengan karakter dapat diteladani dan dipercaya menjadi rekan pelayanan mendukung misi Paulus.
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip,
Palangka Raya