Suplemen PA Moria ; Amsal 22 : 6 ; 17-21 ; Tgl 25 April - 01 Mei 2021
THEMA : MENGAJARKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN
BAHAN OGEN : AMSAL 22:6; 17-21
TUJUAN:
1. Gelah Moria meteh kerna kearusen nggeluh eme pentar, tek man Tuhan, mehuli ras benar
2. Ngajarken man anak kearusen nggeluh erpalas budaya Karo
PENGANTAR
Ada sebuah adegan yang khas dari sebuah film legendaris berjudul Godfather. Bagi sebagian orang saat mendengar judul film ini mungkin yang terbayang dalam benak mereka adalah film ini penuh dengan kekerasan dan penghianatan. Film ber-genre kriminal yang diproduksi tahun 1972 ini memang menceritakan kerasnya kehidupan dan perjuangan di kota New York. Dibalik cerita yang ada, terdapat sebuah adegan dimana sang ayah (Vito Corleone) memberikan nasihat-nasihat kepada anaknya (Michael Corleone) dengan tujuan mengajar dan memberikan pemahaman kepada anaknya tentang bagaimana sang anak mesti berlaku sehingga kelak sang anak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi. Dalam nasihatnya, sang ayah juga menyampaikan agar anaknya tidak sekedar tahu, tapi juga bisa berwaspada terhadap berbagai karakter orang-orang yang ada di sekelilingnya. Tentu sang ayah memiliki kerinduan anaknya berhasil di kemudian hari. Dan pada akhirnya memang sang anak berhasil memenangkan pertarungannya dan menjadi pemimpin yang diakui dalam kelompoknya. Ternyata mendengarkan pengajaran dan nasihat mendatangkan hasil yang baik dalam kehidupan.
PENDALAMAN TEKS
Bacaan kita mengarahkan kita melihat pentingnya mengajarkan dan meneruskan pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan kepada anak-anak kita. Ayat 6 menekankan agar dalam memberikan pengajaran, kita bukan hanya sekedar memberitahu nilai-nilai kehidupan, tetapi mendorong anak-anak kita agar nilai kehidupan yang baik itu menjadi karakter yang melekat erat dalam hati serta menjadi sebuah kebiasaan hidup yang baik. Hal ini diperlukan sebab tidak ada karakter/ kebiasaan yang baik datang sendiri tanpa praktek dan pengajaran yang berulang-ulang.
Beberapa penafsir menyampaikan pandangan bahwa Amsal 22:17-21 ini memiliki sebuah kesamaan dengan salah satu dokumen kebudayaan yang terkenal dari Mesir yaitu Pengarahan Amenemope. Amenemope adalah seorang pejabat Mesir yang mengepalai bidang pertanian dan perpajakan. Dia menulis sebuah surat yang berisi arahan kepada putra bungsunya. Arahan itu berisi tentang kunci sukses dalam kehidupan dan dalam pekerjaan. Ayat 17 dibuka dengan sebuah ajakan untuk mendengarkan dan memberikan perhatian kepada pengajaran. Ada tiga motivasi yang disampaikan untuk mengajak kita mendengarkan pengajaran dan supaya kita mengerti pentingnya pengajaran itu dalam hidup kita; yaitu:
1. Mendengarkan dan menyimpan pengajaran dalan hati membawa kesenangan bagi kita (bdk. Ay.18)
2. Melalui pengajaran, iman percaya kita kepada Tuhan akan semakin mendalam (bdk. Ay.19)
3. Kita akan menjadi pribadi yang dapat dipercaya sebab kita menggengam kebenaran pada tangan kita (bdk. Ay. 20)
Dalam hal ini nantinya akan diperjelas lagi pada ay. 21 dimana dikatakan kita diajarkan kebenaran dan kesungguhan agar kita dapat memberikan jawaban yang tepat kepada orang-orang yang kita temui dalam kehidupan kita. Bila kita meneruskan bacaan kita pada ayat 22-29, kita akan menemukan bagaimana pengajaran yang disampaikan kepada kita meliputi seluruh aspek kehidupan kita. Bagian ini biasa disebut dengan 30 pengajaran hikmat. 30 pengajaran ini dapat dirangkum menjadi 4 bagian besar yaitu: bagian pertama mengajarkan hikmat dan pengetahuan tertinggi kita dapatkan melalui takut akan Tuhan, sementara bagian kedua menyampaikan bagaimana untuk bersikap/berlaku bijaksana dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekeliling kita, baik tua maupun muda. Bagian ketiga menyoroti pentingnya kita hidup dengan memihak kepada keadilan dan menolong orang yang tertindas. Bagian keempat (terakhir) menunjukkan pengajaran yang membimbing kita untuk tidak kalah dengan godaan ketidakpuasan dan godaan hidup yang korup/ tidak memiliki integritas.
Demikianlah pengajaran ini disampaikan dengan tujuan membangun dan mengarahkan kehidupan kita kepada kehidupan yang berkarakter baik, secara spiritual, mental maupun sosial-budaya. Bayangkan bila pengajaran ini diterapkan oleh masing-masing kita, maka tentu masyarakat kita menjadi masyarakat yang sehat, takut akan Tuhan serta masyarakat/keluarga yang terus mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Bila terjadi demikian, maka sejahteralah kehidupan kita.
APLIKASI/PENUTUP
1. Dewasa ini dalam kehidupan anak-anak muda kita, semakin banyak aspek kehidupan yang bersifat prinsip mereka hadapi dengan sikap permisif dan bebas karena mengikuti tren perkembangan dalam masyarakat. Dalam hal berpakaian, etika pergaulan, berinteraksi dengan orang yang lebih tua dan dalam banyak hal lain sikap bebas dan permisif ini akan banyak kita jumpai. Untuk itu peran kita diperlukan sebagai orangtua yang tidak henti-hentinya mengajarkan dan memperkatakan nilai-nilai kehidupan yang baik berdasarkan pengajaran Firman Tuhan dan nilai-nilai budaya yang baik. Tanpa perhatian dan pengajaran dari orangtua maka mereka bisa menjadi generasi yang hilang arah. Walaupaun terkadang sulit dalam menghadapi dan mengajar anak-anak kita, janganlah kita berhenti membimbing mereka sehingga pada waktunya mereka tumbuh menjadi pribadi yang takut akan Tuhan dan dapat diandalkan.
2. Nilai budaya/adat Karo perlu kita teruskan kepada anak-anak kita. Selain sebagai sarana untuk mewariskan budaya, nilai-nilai budaya/adat Karo juga ikut ambil bagian dalam pembentukan karakter diri anak-anak. Karena itu budaya/adat merupakan salah satu aspek yang dapat menolong mereka untuk semakin mengenali identitas dan jati diri mereka. Dengan pengenalan yang baik akan jati diri mereka, tentu mereka dapat mencapai potensi maksimal dalam hidup mereka.
3. Dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan/ kearusan nggeluh kepada anak-anak kita tentu kita tidak hanya menyampaikan kata-kata kepada anak-anak kita, tetapi terlebih dahulu kita menunjukkan niali-nilai hidup yang baik itu melalui tindakan hidup orangtua sehari-hari. Ada ungkapan yang mengatakan; “taburkanlah ide, maka petiklah perbuatan. Taburkanlah perbuatan maka petiklah sebuah kebiasaan. Taburkanlah kebiasaan maka petiklah sebuah karakter.” Melalui ungkapan ini kita melihat ada proses panjang untuk membentuk karakter seseorang. Karena itu janganlah kita lelah memberikan teladan yang baik, karena teladan hidup baik kelak hasilnya akan manis bagi kehidupan anak-anak kita.
Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)
GBKP Perpulungen Kupang