Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Suplemen PA Moria : Hosea 11 : 4 ; Tgl 11-17 April 2021

THEMA                  : ANAK KEKELENGENKU

BAHAN OGEN       : HOSEA 11:4

TUJUAN:

1.  Ngusih perbahanen Dibata ibas engkelengi bangsaNa

2.  Megenggeng i bas ngarak-ngarak ras mpebelin-belin anak

PENGANTAR

Dalam sebuah sharing pelayanan, ada sepasang orangtua yang menceritakan pengalaman mereka. Mereka mengisahkan bagaimana mereka memiliki sebuah kerinduan (seperti layaknya kerinduan yang dimiliki setiap orangtua) agar anak semata wayang mereka bisa berhasil dalam dalam sekolahnya serta mencapai cita-cita yang mulia untuk kehidupannya. Segala daya upaya dan dukungan yang bisa mereka berikan mereka usahakan dengan semaksimal mungkin demi anak yang sangat mereka kasihi. Bila mereka mengalami kesulitan sekalipun, mereka akan tetap berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan dan tuntutan anaknya itu. Suatu sore, kedua orangtua ini pun menerima sebuah panggilan telepon dari sekolah tempat anaknya menuntut ilmu. Informasi yang disampaikan melalui percakapan itu sungguh mengejutkan bagi mereka berdua karena ternyata selama ini anaknya telah lama tidak masuk sekolah dan pendidikannya terbengkalai. Bahkan pihak sekolah mengatakan tidak ada jalan lagi untuk memperbaiki kesalahan itu sehingga anaknya pun dikeluarkan dari sekolah. Dengan putus asa orangtua tersebut mengatakan; rasanya tidak ada lagi yang kurang karena semua untuk anak akan kami penuhi. Dalam kasih orangtua yang demikian besar, sang anak ternyata tidak mengingat jerih lelah orangtuanya dan berbelok dari tujuan semula. Memang tak asing saat pepatah mengatakan: kasih orangtua sepanjang jalan, tetapi kasih anak sepanjang galah.

PENDALAMAN TEKS

Dalam kitab Hosea diberikan sebuah gambaran yang menarik mengenai hubungan antara Allah dengan umatNya. Bila dalam pasal-pasal 1-3 hubungan Allah dan bangsaNya digambarkan sebagai relasi antara suami dan istri, maka pada pasal 11 relasi Allah dan Israel (Efraim) digambarkan dalam relasi antara Bapa dan anak. Mengapa Tuhan menggambarkan hubungan-Nya dengan umat-Nya seperti bapa-anak, bukan sebagai suami-isteri sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1-3? Mari kita coba pikirkan sejenak tentang perbedaan antara "suami-isteri" dengan "hubungan bapa-anak". Hubungan suami-isteri tidak selalu mencerminkan hubungan yang abadi. Hubungan itu  karena satu dan lain hal bisa terputus, tetapi hubungan antara bapadan anak tetap abadi dan tidak ada yang dapat memutuskannya, sekalipun oleh perceraian. Dari sini kita dapat melihat demikian besarnya kasih Allah kepada bangsaNya sekalipun dalam banyak hal bangsa/anak yang dikasihiNya seringkali melupakan kebaikan dan kasih setia Allah dalam sejarah hidup mereka.

Dalam Hosea 11:1 kita melihat tahap penurunan keimanan/kerohanian bangsa Israel. Ayat 1 ini menunjuk kepada peristiwa pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir. Keadaan Israel ketika mereka dibebaskan dibandingkan dengan keadaan anak yang masih kecil (bdk. Pasal 1-4 dan Ay.3). Ketika Allah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir, mereka seperti anak kecil yang perlu terus diajar dan dibimbing oleh Allah. Ketika itu, Allah membebaskan mereka, tetapi mereka justru melawan Allah dengan menyembah kepada ilah lain/berhala. Tetapi Allah sebagai Bapa yang baik tetap menunjukkan kesabaran dan kasihNya. Dia mengajar “anak kecil” itu berjalan, Allah menggendong mereka dalam kesusahan, Allah hadir dalam setiap ketakukan, setiap luka yang dialami Israel. Israel kemudian bertumbuh dari fase anak kecil yang belajar kepada fase anak muda yang mulai menunjukkan perlawanan dan pemberontakan kepada Allah. Mereka menolak dan berpaling dari Allah dengan menyembah berhala serta mencari bantuan dan kekuatan militer dari Mesir untuk menjamin keselamatan mereka dari serangan bangsa Assyur (bdk. Ay. 2-ay.5).

Tidak hanya sampai di situ saja, dalam bagian awal kitab Hosea kita melihat sesungguhnya kehidupan bangsa Israel dalam konteks kitab Hosea ini ada dalam kondisi sejahtera. Ayat-ayat seperti 2:8 dan 10:1 mengindikasikan kesejahteraan yang baik melalui hasil panen yang melimpah dan kekayaan yang diperoleh dari keberhasilan panen itu. Kondisi yang baik itu justru dipermasalahkan oleh Hosea. Hosea melihat kesuksesan materi tidak berjalan seiring sejalan dengan kesuksesan moral/keimanan umat. Dengan memakai bahasa sekarang, kesuksesan materi tersebut adalah justru bukti dari keserakahan. Keserakahan tersebut membuat orang melupakan Allah, padahal Allah adalah sumber dari kesuksesan tersebut. Sebagai hukuman dari dilupakannya Yahweh itu, 2:13 menyebutkan tentang pembalikan keadaan dari sejahtera ke keadaan seperti di padang gurun. Padang gurun itu dapat dipahami sebagai keadaan yang serba sulit. Oleh karena itu, kita dapat menangkap bahwa kondisi padang gurun itu lebih baik bagi bangsa Israel daripada hidup berkelimpahan. Bahkan ketika padang gurun itu berarti sebuah hidup yang penuh penderitaan, itu tetap lebih baik ketimbang hidup dalam kelimpahan namun membuat orang lupa akan Tuhan. Di 13:5-8 padang gurun dilukiskan seperti semacam tempat pendidikan bagi Israel untuk mengenal kekuasaan Tuhan. Sebagai konsekuensi dari perilaku yang menjauh dari Allah maka Allah pun marah dan bermaksud memberikan penghukuman atas ketidaksetiaan bangsa Israel. Bila kita teruskan pembacaan kita pada ayat-ayat selanjutnya, maka Allah akan menempatkan Israel kembali ke Mesir dengan Assyur sebagai raja mereka. Tetapi dalam kemarahanNya, pada ayat 8 dikatakan hati Allah berbalik kembali atas anak (Israel) yang selama ini dikasihiNya sehingga Allah berkata: Bagaimana mungkin Aku menyerah atas Israel? Dalam kasih seorang Bapa, hati Allah berbalik dari hukuman yang sedianya akan ditimpakan kepada Israel menjadi sebuah rangkulan kasih untuk kembali membimbing dan memulihkan kehidupan anak-anakNya.

       APLIKASI/PENUTUP

1.   Tentu sebagai orangtua, kita mengasihi anak-anak yang telah Tuhan percayakan kepada kita. Dalam kasih kita kepada anak-anak, tentu kita berjuang dalam berbagai cara untuk membuat anak-anak kita merasakan dan mengerti akan kasih dan didikan dari orangtua. Karena itu seperti kasih Allah kepada Israel, kita perlu belajar menyatakan kasih kita bukan hanya dalam sikap permisif/ memaklumi, tetapi juga melalui tindakan disiplin/ teguran. Tentu teguran disini dimaksudkan dalam taraf pengajaran/ hukuman (konsekuensi) yang bersifat membangun dan mendidik anak-anak kita.

2.   Tuhan memberikan berbagai kebaikan kepada Israel, termasuk kesejahteraan, tetapi ternyata kecukupan itu tidak serta merta membuat seseorang menjadi pribadi yang menyembah Tuhan dan berjalan sesuai kehendakNya. Hidup kerohaniannya  ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan kemakmuran yang mereka alami. Karena itu pentinglah kita terus memperkenalkan Tuhan dan mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak kita sebagai bukti kasih kita kepada mereka sekarang dan kelak. Tentu kita tidak mau bila anak-anak kita nantinya akan bertumbuh menjadi orang yang pintar secara kognitif, tetapi tidak mendatangkan kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya serta bagi dunia ini. Pada kenyataannya para orangtua seringkali lebih menitikberatkan pendidikan formal daripada pendidikan iman kepada anak-anak mereka. Alangkah luar biasa bila kelak anak-anak kita menjadi orang yang berhasil dan di atas keberhasilannya, dia menjadi penyembah Tuhan yang luar biasa.

3.   Dalam mengasihi anak-anak, tentu banyak tantangan yang kita rasakan, terlebih dalam menghadapi anak zaman sekarang kita bisa lelah secara mental dan emosional. Karena itu sebagai orangtua kita pun perlu mengambil waktu untuk berefleksi tentang bagaimana cara kita menghadapi anak-anak kita. Allah sendiri mengambil waktu dan karena itu Allah mengatakan hatiNya berbalik untuk Israel. Dengan mengambil waktu berefleksi, berdoa dan memohon tuntunan Tuhan, kita akan dimampukan untuk  mengambil dan melakukan sikap terbaik yang bisa kita lakukan dalam menghadapi anak-anak yang kita kasihi.                     

Pdt.Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)

 GBKP Perpulungen Kupang

Suplemen PA Mamre : Perbahanen Rasul-rasul 27 : 34-36 ; Tgl 04 - 10 April 2021

Nggeluh Sehat (Pola Hidup Masa Pandemic)

Ogen   : Perbahanen Rasul-rasul 27:34-36

Tema   : Jagai Kesehaten (menjaga Kesehatan)

Tujun   : Gelah Mamre:

1.      Meteh erti pentingna njagai kesehaten (mengetahui pentingnya Kesehatan)

2.      Ngasup njagai kesehaten guna keselamaten ras peningkaten pelayanen di masa pandemic (sanggup menjaga Kesehatan untuk keselamatan dan peningkatan pelayanan di masa pandemic)

KATA PENGANTAR

            Sudah lebih dari 1 tahun lamanya kita hidup di masa pandemic Covid-19. Selama pandemic covid-19, kita sering mendengar salam (sapaan) yang di ucapkan oleh orang lain, yaitu; “SALAM SEHAT”. Istilah salam sehat ini, sebenarnya sudah lama muncul bahkan sebelum masa pandemic. Hanya saja lebih popular pada masa pandemic. Sugesti dari kata salam sehat merujuk kepada kita, agar mementingkan Kesehatan. Baik Kesehatan tubuh, Kesehatan jiwa (pikiran) dan Kesehatan iman. Kadang kala kita mengucapkan salam sehat, tapi pikiran kita tidak sehat terhadap sesama, walau tubuh tampak sehat. Atau kita mengucapkan salam sehat, tapi kita tidak tahu, apakah kita benar-benar sehat. Tubuh, jiwa (pikiran), dan Roh (iman percaya) adalah bagian dari kehidupan kita, jikalau salah satu bagian tersebut tidak sehat, maka akan mempengaruhi system kekebalan imunitas kita.

TAFSIRAN

Dikisahkan terdapat 276 jiwa berada dalam satu kapal yang sedang mengalami pencobaan yang sangat berat saat menempuh perjalanan menuju Roma.  Kapal tersebut terkena angin sakal sehingga terombang-ambing di tengah lautan.  Lebih mengerikan lagi, saat kejadian berlangsung langit dalam keadaan gelap gulita sampai-sampai mereka tidak melihat matahari selama hampir 14 hari.  Begitu dahsyatnya angin sakal dan gelombang laut yang menghantam kapal, orang-orang menjadi tawar hati dan hilang pengharapan.  "Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami."  (ayat 20).  Alkitab menyatakan, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).

     Ketika orang-orang sudah sangat pesimistis dan merasa sudah tidak memiliki harapan untuk selamat, rasul Paulus yang kebetulan menjadi salah satu penumpang di kapal itu-, memiliki sikap hati yang berbeda.  Di tengah kepanikan yang hebat rasul Paulus mampu menguatkan orang banyak itu:  "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini."  (Kisah 27:22).  Dengan penuh iman ia berkata, "Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya."  (Kisah 27:34b).

Rasul Paulus mengerti apa artinya tabah. Dalam pelayaran menuju Roma untuk menghadapi persidangan karena imannya kepada Yesus, Paulus mengetahui dari malaikat bahwa kapalnya yang diamuk badai akan tenggelam. Namun, Paulus tetap memberi semangat kepada semua orang yang bersamanya di kapal itu. Paulus menyuruh semua orang di kapal untuk makan karena “hal itu perlu untuk keselamatan mereka” (ayat 33-38). Normal menghadapi situasi tantangan kesulitan yang berat dalam hidup kita, kita lupa makan. Mau makan pun juga susah, tidak ada keinginan. Kita lihat manusia di tengah stress situasi kapal itu mereka tidak makan sampai empat belas hari lamanya tidak rasa apa-apa. Tetapi makan tidak makan, kamu juga tidak bisa merubah apa-apa; kamu tetap berada di atas kapal terombang-ambing. Namun ini yang penting dan perlu kita perhatikan, Paulus bilang makanlah karena ini perlu untuk keselamatanmu. Mungkin mereka berpikir, “buat apa makan? Toh sebentar lagi kita semua akan mati”. Makan, karena engkau perlu itu untuk keselamatanmu. Tuhan sudah janji untuk menyelamatkan mereka. Mereka hanya perlu satu hal: siap-siap berenang dan berjuang untuk bisa hidup. Mau berenang, engkau perlu kuat. Mau kuat, engkau perlu makan. Tidak selamanya Tuhan mengerjakan segala sesuatu untuk kita; tidak selamanya Tuhan angkat kita dengan cara ajaib mengeluarkan kita dari kesulitan itu. Tetapi bisa jadi Tuhan bekerja MELALUI kita, melalui segala kekuatan yang Tuhan beri kepada kita. Tetapi pada saat kita perlu “berenang keluar dari kapal yang karam itu” kita mungkin tidak selamat kalau kita tidak punya kekuatan untuk berenang sampai ke pantai. Itu sebab Paulus bilang, kita semua perlu makan. Tidak punya nafsu makan? Jelas tidak ada nafsu makan. Tetapi dengan Paulus memecah-mecahkan roti di hadapan mereka semua, mengucap syukur kepada Allah, itu menjadi satu kesaksian yang indah, lalu dia makan sehingga orang lain menjadi kuat hatinya dan juga ikut makan.

APLIKASI

Senina-senina Mamre, ketika melapetaka datang, kita cenderung mengharapkan Allah akan segera membereskan semuanya. Namun, Allah memberikan iman agar kita tetap tabah, bertekun, dan bertumbuh. Paulus menulis kepada jemaat di Roma, “Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (ketabahan dalam terjemahan lain)” (Roma 5:3). Kita yang mengetahui hal tersebut dapat menguatkan satu sama lain untuk tetap mempercayai Allah di masa-masa sulit. Di masa pandemic Covid-19, kita terkadang lebih memikirkan hal-hal yang buruk dari pada yang baik, lebih memikirkan hal negative yang terjadi pada kita dari pada hal yang positif. Terkadang muncul kepanikan yang berlebihan dari diri kita. Panik adalah serangan takut mendadak dan membuat kita sulit berpikir tenang. Biasanya, hal ini terpicu oleh sebuah situasi genting, mengancam, dan muncul tiba-tiba. Dalam keadaan seperti ini, kita kerap bertindak di luar akal sehat dan menjadi tidak tenang. Dari pengalaman Paulus, kita melihat kekuatan firman Allah. Firman Allah bisa menyalurkan energi penenang saat kita menghadapi masalah. Ia mampu membuat kita tabah dalam mengatasi masalah di tengah situasi genting. Bukan hanya menolong diri sendiri, firman Allah juga mampu menguatkan orang lain. Nast kali ini mengajak kita menghayati dan menghidupi firman Allah. Bahwa harus ada keseimbangan antara tubuh, jiwa dan Roh dalam diri kita agar kita bisa merasakan kesehatan yang prima. Kesehatan yang prima dimaksudkan yaitu (tubuh pikiran dan Iman). Persekutuan dalam Gereja menjadi akses kita untuk mendapatkan Kesehatan tersebut. Kegiatan gereja memfasilitasi kita untuk share mengenai beban hidup kita, saling memberikan solusi, saling mendoakan (Galatia 6:2, 10). Maka berkat Tuhan akan mengalir bagi kita dalam saling menjaga Kesehatan.

 Pdt. Anton keliat

Runggun Semarang.

Suplemen PA Mamre : Perbahanen Rasul-rasul 27 : 34-36 ; Tgl 04 - 10 April 2021

Nggeluh Sehat (Pola Hidup Masa Pandemic)

Ogen   : Perbahanen Rasul-rasul 27:34-36

Tema   : Jagai Kesehaten (menjaga Kesehatan)

Tujun   : Gelah Mamre:

1.      Meteh erti pentingna njagai kesehaten (mengetahui pentingnya Kesehatan)

2.      Ngasup njagai kesehaten guna keselamaten ras peningkaten pelayanen di masa pandemic (sanggup menjaga Kesehatan untuk keselamatan dan peningkatan pelayanan di masa pandemic)

KATA PENGANTAR

            Sudah lebih dari 1 tahun lamanya kita hidup di masa pandemic Covid-19. Selama pandemic covid-19, kita sering mendengar salam (sapaan) yang di ucapkan oleh orang lain, yaitu; “SALAM SEHAT”. Istilah salam sehat ini, sebenarnya sudah lama muncul bahkan sebelum masa pandemic. Hanya saja lebih popular pada masa pandemic. Sugesti dari kata salam sehat merujuk kepada kita, agar mementingkan Kesehatan. Baik Kesehatan tubuh, Kesehatan jiwa (pikiran) dan Kesehatan iman. Kadang kala kita mengucapkan salam sehat, tapi pikiran kita tidak sehat terhadap sesama, walau tubuh tampak sehat. Atau kita mengucapkan salam sehat, tapi kita tidak tahu, apakah kita benar-benar sehat. Tubuh, jiwa (pikiran), dan Roh (iman percaya) adalah bagian dari kehidupan kita, jikalau salah satu bagian tersebut tidak sehat, maka akan mempengaruhi system kekebalan imunitas kita.

TAFSIRAN

Dikisahkan terdapat 276 jiwa berada dalam satu kapal yang sedang mengalami pencobaan yang sangat berat saat menempuh perjalanan menuju Roma.  Kapal tersebut terkena angin sakal sehingga terombang-ambing di tengah lautan.  Lebih mengerikan lagi, saat kejadian berlangsung langit dalam keadaan gelap gulita sampai-sampai mereka tidak melihat matahari selama hampir 14 hari.  Begitu dahsyatnya angin sakal dan gelombang laut yang menghantam kapal, orang-orang menjadi tawar hati dan hilang pengharapan.  "Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami."  (ayat 20).  Alkitab menyatakan, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).

     Ketika orang-orang sudah sangat pesimistis dan merasa sudah tidak memiliki harapan untuk selamat, rasul Paulus yang kebetulan menjadi salah satu penumpang di kapal itu-, memiliki sikap hati yang berbeda.  Di tengah kepanikan yang hebat rasul Paulus mampu menguatkan orang banyak itu:  "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini."  (Kisah 27:22).  Dengan penuh iman ia berkata, "Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya."  (Kisah 27:34b).

Rasul Paulus mengerti apa artinya tabah. Dalam pelayaran menuju Roma untuk menghadapi persidangan karena imannya kepada Yesus, Paulus mengetahui dari malaikat bahwa kapalnya yang diamuk badai akan tenggelam. Namun, Paulus tetap memberi semangat kepada semua orang yang bersamanya di kapal itu. Paulus menyuruh semua orang di kapal untuk makan karena “hal itu perlu untuk keselamatan mereka” (ayat 33-38). Normal menghadapi situasi tantangan kesulitan yang berat dalam hidup kita, kita lupa makan. Mau makan pun juga susah, tidak ada keinginan. Kita lihat manusia di tengah stress situasi kapal itu mereka tidak makan sampai empat belas hari lamanya tidak rasa apa-apa. Tetapi makan tidak makan, kamu juga tidak bisa merubah apa-apa; kamu tetap berada di atas kapal terombang-ambing. Namun ini yang penting dan perlu kita perhatikan, Paulus bilang makanlah karena ini perlu untuk keselamatanmu. Mungkin mereka berpikir, “buat apa makan? Toh sebentar lagi kita semua akan mati”. Makan, karena engkau perlu itu untuk keselamatanmu. Tuhan sudah janji untuk menyelamatkan mereka. Mereka hanya perlu satu hal: siap-siap berenang dan berjuang untuk bisa hidup. Mau berenang, engkau perlu kuat. Mau kuat, engkau perlu makan. Tidak selamanya Tuhan mengerjakan segala sesuatu untuk kita; tidak selamanya Tuhan angkat kita dengan cara ajaib mengeluarkan kita dari kesulitan itu. Tetapi bisa jadi Tuhan bekerja MELALUI kita, melalui segala kekuatan yang Tuhan beri kepada kita. Tetapi pada saat kita perlu “berenang keluar dari kapal yang karam itu” kita mungkin tidak selamat kalau kita tidak punya kekuatan untuk berenang sampai ke pantai. Itu sebab Paulus bilang, kita semua perlu makan. Tidak punya nafsu makan? Jelas tidak ada nafsu makan. Tetapi dengan Paulus memecah-mecahkan roti di hadapan mereka semua, mengucap syukur kepada Allah, itu menjadi satu kesaksian yang indah, lalu dia makan sehingga orang lain menjadi kuat hatinya dan juga ikut makan.

APLIKASI

Senina-senina Mamre, ketika melapetaka datang, kita cenderung mengharapkan Allah akan segera membereskan semuanya. Namun, Allah memberikan iman agar kita tetap tabah, bertekun, dan bertumbuh. Paulus menulis kepada jemaat di Roma, “Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (ketabahan dalam terjemahan lain)” (Roma 5:3). Kita yang mengetahui hal tersebut dapat menguatkan satu sama lain untuk tetap mempercayai Allah di masa-masa sulit. Di masa pandemic Covid-19, kita terkadang lebih memikirkan hal-hal yang buruk dari pada yang baik, lebih memikirkan hal negative yang terjadi pada kita dari pada hal yang positif. Terkadang muncul kepanikan yang berlebihan dari diri kita. Panik adalah serangan takut mendadak dan membuat kita sulit berpikir tenang. Biasanya, hal ini terpicu oleh sebuah situasi genting, mengancam, dan muncul tiba-tiba. Dalam keadaan seperti ini, kita kerap bertindak di luar akal sehat dan menjadi tidak tenang. Dari pengalaman Paulus, kita melihat kekuatan firman Allah. Firman Allah bisa menyalurkan energi penenang saat kita menghadapi masalah. Ia mampu membuat kita tabah dalam mengatasi masalah di tengah situasi genting. Bukan hanya menolong diri sendiri, firman Allah juga mampu menguatkan orang lain. Nast kali ini mengajak kita menghayati dan menghidupi firman Allah. Bahwa harus ada keseimbangan antara tubuh, jiwa dan Roh dalam diri kita agar kita bisa merasakan kesehatan yang prima. Kesehatan yang prima dimaksudkan yaitu (tubuh pikiran dan Iman). Persekutuan dalam Gereja menjadi akses kita untuk mendapatkan Kesehatan tersebut. Kegiatan gereja memfasilitasi kita untuk share mengenai beban hidup kita, saling memberikan solusi, saling mendoakan (Galatia 6:2, 10). Maka berkat Tuhan akan mengalir bagi kita dalam saling menjaga Kesehatan.

 Pdt. Anton keliat

Runggun Semarang.

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate