Minggu 31 Mei 2020 ; Yesaya 63 : 11 -14

Invocatio      : “Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Lukas 1: 35

Bacaan         : Galatia 5: 16-26  

Khotbah       : Yesaya 63: 11-14 

 Tema           : “Tuhan Menuntun Umat-Nya”

Pengantar

Roh Kudus adalah Pribadi ketiga Allah Tri-Tunggal. Dalam Kisah Para Rasul 2 tertulis Roh Kudus dicurahkan atas rasul-rasul pada hari Pentakosta (Pentakosta Yahudi adalah hari raya panen). Namun ini bukan berarti Roh Kudus baru diciptakan pada saat Pentakosta. Roh Kudus tidak terpisahkan dari Allah Bapa dan Allah Anak. Meskipun peran-Nya terlihat signifikan dalam Perjanjian Baru khususnya saat kita membaca Kisah Para Rasul dan surat-surat, Roh Kudus sebetulnya sudah bekerja sejak kekal. Minggu ini kita memperingati Hari Turunnya Roh Kudus, yang menurut kalender gerejawi 50 hari setelah kebangkitan Tuhan Yesus. Kita memperingati dan merayakan. Jangan kita memahami Roh Kudus bolak-balik naik dan turun sehingga ada Pentakosta kedua, ketiga, dan seterusnya. Roh Kudus yang turun itu sudah berkarya sejak dulu, sekarang dan sampai Maranatha. Bahan khotbah kita adalah satu bukti keikutsertaan Roh Kudus dalam karya penyelamatan sejak Perjanjian Lama.

Pembahasan Teks

Yesaya 63: 11-14 adalah bagian Trito-Yesaya, masa sesudah kembali ke Yehuda dari pembuangan Babel. Di sini pergumulan yang dihadapi umat adalah kehidupan saat kembali ke Yerusalem dan usaha membangun kembali Bait Allah. Apa yang terjadi saat mereka kembali? Yerusalem tidak seperti dulu lagi. Ada perasaan asing sekalipun mereka kembali ke “rumah” sendiri.Identitas sebagai bangsa pilihan seperti dipertanyakan kembali. Mereka mengalami krisis iman. Perasaan bahwa Tuhan jauh dari mereka. Di masa ini Yesaya tampil memberikan pengharapan, dengan mengingat perbuatan Tuhan di masa lampau.Pada ayat 10 dikatakan Tuhan berubah menjadi musuh umatnya, berperang melawan mereka, karena mereka memberontak dan mendukakan Roh Kudus. Umat merindukan masa-masa dimana Tuhan berperang bagi mereka, bukan berperang melawan mereka. Saat itulah umat tersadar betapa mereka perlu Tuhan. Mereka mengingat Tuhan. Mereka bertanya: “Dimanakah Dia…..?” Mereka mencari Tuhan. Tuhan yang sejak zaman dahulu kala, zaman Musa, selalu memberikan pertolongan bagi umat-Nya. Mereka mencari Tuhan yang menaruh Roh Kudus dalam hati umat-Nya (ay 11).

Peristiwa yang tidak pernah terlupakan oleh orang Israel salah satunya adalah saat Tuhan membebaskan mereka dari Mesir. Tuhan sendiri yang menyelamatkan mereka menyeberangi laut Merah, dengan membelahnya menjadi dua hingga bisa dilintasi. Mereka melintasi samuera raya seperti kuda melintasi padang gurun. Tidak tersandung dalam perjalanan. Sampai ke tempat perhentian.Roh Tuhan membawa mereka ke tempat perhentian. Tempat yang aman dan nyaman setelah perjalanan yang melelahkan. Semua ini hanya bisa terjadi saat Tuhan ada di pihak umat-Nya.Pola teologi seperti ini sangat kuat terlihat dalam kitab nabi-nabi. Saat umat bertindak sebagai pemberontak, Allah bertindak sebagai musuh bagi mereka. Ketika umat berseru memohon pengampunan, Allah kembali menunjukkan kasih setia-Nya pada mereka.Dalam doa pengakuan dan permohonan ini, Yesaya mewakili bangsa Yehuda memohon agar Tuhan memimpin kembali umat-Nya. Bangsa Yehuda memang sudah terbebas dari masa pembuangan, mereka sudah menempuh perjalanan kembali ke tanah terjanji itu. Tetapi mereka merindukan jaminan bahwa Allah ada di pihak mereka. Ada kerinduan agar hubungan Allah dengan umat-Nya dipulihkan, dan Yerusalem pun dipulihkan.

Semua karya Tuhan yang menyelamatkan manusia, adalah untuk nama abadi bagi-Nya (ayat 12 dan 14). Bangsa Israel sering berpaling dari Tuhan dan menyembah ilah lain. Namun Tuhan selalu menunjukkan kepada mereka kuasa-Nya yang melebihi kuasa ilah manapun. Maksud Tuhan menyelamatkan bukan supaya manusia bisa memegahkan diri, melainkan memegahkan Tuhan. Yang seharusnya kita persaksikan adalah nama Tuhan. Perbuatan-Nya yang tidak bisa dilakukan allah manapun. Dan itu yang membuat kita mengakui tanpa penyertaan Tuhan Allah kita bukan apa-apa.

Poin Aplikasi

ü  Mengingat karya Allah dimasa lampau, menolong kita untuk tetap berpengharapan pada masa kini. Sebab Allah tidak berubah. Itulah kenapa Alkitab tetap relevan. Sekalipun konteks pergumulan yang dihadapi oleh bangsa Israel berbeda dengan yang kita hadapi, Tuhan Allah yang dipersaksikan teks Alkitab ini adalah Allah yang sama dengan yang kita sembah. Kita berusaha berefleksi dari jatuh bangunnya iman percaya orang Israel. Kita juga selalu bisa berefleksi dari masa lalu kita sendiri. Tentunya kita pun sudah mengalami Tuhan dalam hidup kita. Kadang kita seperti bangsa Yehuda, tidak setia menjalankan perintah Tuhan. Lalu saat kesulitan menghimpit, kita kembali mencari Tuhan. Saat itulah kita harus betul-betul bertobat dan menyerahkan hidup dipimpin oleh Tuhan. Tuhanlah yang memimpin dan mengarahkan hidup kita.

ü  Pentakosta bagi orang Kristen adalah peringatan akan peristiwa turunnya Roh Kudus atas para rasul. Jadi bukan hari ini kita baru menerima Roh Kudus. Ia telah, sedang, dan akan terus menemani kita. Roh Kudus menolong dan membimbing, menopang dan meneguhkan. Kita yang hidup dalam tuntunan Roh Kudus, tidak akan mengikuti keinginan daging. Hidup dalam Roh, berarti dipimpin oleh Roh. Jangan mengaku hidup dalam Roh kalau kita masih hidup sebagai pemberontak. Hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus berarti dari hidup kita tercermin buah dari Roh Kudus itu. Dalam diri kita pastilah ada kasih, ada sukacita, ada damai sejahtera, ada kesabaran, ada kemurahan, ada kebaikan, ada kesetiaan, ada kelemahlembutan, dan penguasaan diri (bdk bacaan Galatia 5: 16-26). Roh Kudus tidak terbatas hanya hadir di gereja, dalam ibadah dan doa, tetapi IA hadir setiap saat. Saat kita bekerja, saat kita bergaul, saat kita bersama keluarga. Apakah kita sudah hidup dalam tuntunan Roh Kudus?

Ilustrasi: Seorang anak kecil ketakutan menyeberangi sebuah jembatan gantung. Ia berjalan bersama Ayahnya. Tangannya yang kecil berpegangan namun karena berkeringat menjadi licin, dan genggamannya terlepas. Ayahnya meraih tangan kecil itu dan memegangnya dengan kokoh. Mereka berjalan bersama menyeberangi jembatan itu tanpa ada halangan. Inilah gambaran Tuhan memegang tangan kita dan menuntun langkah kita. Tangan kita lemah, genggaman kita bisa terlepas.Tetapi tangan Tuhan kuat dan kokoh. Tangan itulah yang menopang kita agar tidak jatuh ke dalam dosa. Tangan itulah yang mempunyai kekuatan agar kita tidak berputus asa dalam kesulitan. Maka kita bernyanyi: “Peganglah tanganku, jangan lepaskan. Kaulah harapan dalam hidupku..” Penopang yang kokoh itu hadir dalam hidup kita, Dialah Roh Kudus.

Pdt Yohana br Ginting

GBKP Samarinda 

Minggu 10 Mei 2020 ; Wahyu 12 : 10 -17

Invocatio      : "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3 : 16)

Bacaan         : Ulangan 31 : 14 - 22

Kotbah         : Wahyu 12 : 10 - 17

Tema          : “Allah Mengasihi Bangsa-Nya”

PENDAHULUAN

Minggu ini, dalam bahasa Latin disebut Minggu Kantate, yang berarti “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan“, dikutip dari Mazmur 98 : 1. Kita menaikkan kidung pujian kepada Tuhan, karena kita meyakini dan mengamini akan karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dan perlindungan serta penyertaan Allah bagi kita.

Puji-pujian kepada Allah, tujuannya untuk membantu kita mengasah kepekaan pada karya Allah, dan membantu kita menghayati apa yang sudah Allah kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini.

Isaac Watt, yang dijuluki Bapak Kidung Pujian di Inggris, mengatakan: “Orang yang menolak memuji Tuhan, berarti dia tidak pernah mengenal Tuhan.”

I  S  I

Perikop Wahyu 12:10-12, oleh Lembaga Alkitab Indonesia, diberi judul “Nyanyian Kemenangan” yaitu Kemenangan Allah dan Kristus. "Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya” (ay.10). Keselamatan itu dinyatakan karena sang pendakwa (iblis) dan kematian telah dikalahkan oleh darah Anak Domba. Yesus adalah Anak Domba Allah yang darah-Nya telah tercurah di Kalvari dan pada hari ketiga telah bangkit dari antara orang mati. Maut telah ditelan dalam kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Kematian yang merupakan realitas kehidupan yang menakutkan, oleh kebangkitan Yesus menjadi realitas yang dihadapi dengan tenang sebab  seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Roma 14:8, “Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”. Karena itu bersukacitalah orang-orang yang percaya kepada Kristus dan celakalah orang-orang yang berada di dalam kuasa kegelapan. Di ayat 12, orang-orang yang percaya kepada Kristus digambarkan dengan orang-orang yang diam di sorga, sedangkan orang-orang yang celaka adalah orang-orang yang berada di bumi dan laut. Bumi dan laut merupakan gambaran tentang kuasa kegelapan (iblis) dan semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Inilah yang melandasi kita menaikkan nyanyian atau kidung pujian kepada Allah. Allah yang telah mengasihi dan menyelamatkan bangsa-Nya atau umat-Nya, yaitu Orang-orang yang percaya dan memberi diri kepada penebusan Yesus Kristus. Nyanyian syukur merupakan bagian dari kehidupan umat pilihan Allah. Di Perjanjian Lama, ketika Israel dibebaskan dari Mesir dan selamat dari kejaran orang Mesir, mereka bernyanyi oleh karena keselamatan dari Tuhan (bdk.Kel.15). Demikian juga, kita umat percaya diajak untuk bernyanyi karena keselamatan dari Tuhan.

Nyanyian yang kita naikkan kepada Tuhan, yang membantu kita menghayati apa yang sudah Tuhan kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini, kiranya membawa kita untuk tetap setia beriman kepada Tuhan. Kita bisa bercermin dari bangsa Israel yang dituliskan dalam bacaan yang pertama, Ulangan 31 : 14 – 22, dimana Allah mengatakan kepada Musa dan Yosua bahwa bangsa Israel akan berkhianat kepada Allah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri kemana mereka akan masuk. Negeri yang dijanjikan Allah kepada nenek moyang mereka. Sehingga Allah menyuruh Musa menuliskan nyanyian tentang kebaikan dan kasih penyertaan Allah terhadap bangsa Israel. Dan nyanyian tersebut akan menjadi saksi bagi anak cucu mereka akan kebaikan dan kasih serta keadilan Allah.

REFLEKSI

Marthin Luther mengatakan, gereja yang hidup adalah gereja yang bernyanyi. Untuk itu, di Minggu Kantate ini kembali kita diingatkan untuk kita bernyanyi bagi kemuliaan Allah. Bernyanyi bagi kemuliaan Allah berarti nyanyian kita terpusat pada Allah bukan terarah pada diri kita. Itu sebabnya kita perlu hati-hati, jangan sampai kita berdosa saat menaikkan pujian kepada Allah. Kenapa? Karena kita menaikkan pujian untuk memperlihatkan kepiawaian kita bernyanyi dan menonjolkan diri. Sebagai contoh, setelah kebaktian usai, seorang penyanyi rohani mendatangi seorang pendeta, dan bertanya: “Menurut bapak, suara saya tadi bagaimana? Bagus, khan?” Kita bisa berefleksi melalui pertanyaan ini. Masihkan Allah yang menjadi pusat atau sudah bergeser kepada penonjolan diri.

Walaupun nyanyian kita terpusat pada Allah, untuk kemuliaan Allah,  bukan berarti bila kita tidak memuji Allah, maka hilang kemuliaan Allah. Bukan berarti Allah baru hadir jika kita memuji-Nya terlebih dahulu. Tanpa pujian kita pun, Dia tetap Allah yang mulia. Allah itu penuh kasih dan baik dan kita memuliakan Allah karena kasih dan kebaikanNya. Tapi tidak berarti Allah baik dn penuh kasih supaya kita memuliakan Dia. Itu salah. Allah sungguh sempurna, hingga tak membutuhkankan segala pujian kita. Tanpa puji-pujian kita, Allah pada hakikatnya memang sudah mulia. Kemuliaan Allah tidak bertambah hanya karena pujian kita. Marthin Luther pernah berkata, “Puji-pujian berguna untuk orang percaya, bukan untuk Tuhan” (Adiprasetya, 2016 :44).

Kiranya, Roh Kudus memampukan kita sehingga dengan segala kerendahan hati kita bernyanyi untuk kemuliaan Allah dan melalui nyanyian yang kita naikkan, kita semakin peka dan menghayati apa yang sudah Tuhan kerjakan dalam hidup kita dan dunia ini.

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung

Minggu 03 Mei 2020 : 1 Tawarikh 19 : 31 -36

Invocatio      : "Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-    sorailah dan bermazmurlah!” (Mazmur 98 : 4)

Bacaan         : Efesus 5 : 15 - 21

Khotbah       : 1 Tawarikh 16 : 31 - 36

Tema          : “Bersorak-sorailah Dihadapan Tuhan”

I.    PENDAHULUAN

Minggu ini, kita memasuki minggu keempat Paskah. Masa Paskah dirayakan 50 hari lamanya, dimulai dengan perayaan malam Paskah dan berlangsung terus sampai dengan hari raya Pentakosta. Masa Paskah adalah masa untuk menyanyikan sukacita Paskah, sukacita atas kebangkitan dan kemenangan Tuhan kita Yesus Kristus.

Minggu keempat Paskah, dalam bahasa Latin disebut Minggu Jubilate yang artinya bersoraklah. Minggu yang mengajak kita untuk bersorak atas kemenangan Yesus, Sang Juruselamat kita, yang menyelamatkan kita bukan karena kebaikan kita, tetapi karena kasih karunia Allah.

II. I  S  I

Daud dan segenap umat Israel bersukacita dan bersorak-sorai ketika Tabut Perjanjian dibawa ke Yerusalem. Nats kita 1 Tawarikh 16 : 31-36 adalah bagian dari nyanyian syukur bagi TUHAN, yang dinyanyikan oleh Asaf dan saudara-saudara sepuaknya dihadapan Tabut Perjanjian atas suruhan Daud.

Sebelumnya selama 20 tahun Tabut Perjanjian ditempatkan di Kiryat-Yearim (bdk.1 Sam.7:1-2).

Tabut Perjanjian merupakan tempat di mana Allah bertemu dengan umat-Nya (bdk.Kel.25:22) dan juga merupakan tanda kehadiran Allah di antara umat Israel. (bdk.Bil.10:32;Yos.3:11). Tabut Perjanjian berisi dua loh batu yang berisi Sepuluh Perintah Allah, Gulungan Kitab Taurat, satu buli-buli emas berisi manna dan tongkat Harun yang pernah bertunas.

Daud dan segenap umat Israel bernyanyi menaikkan syukur karena merasakan penyertaan dan hadirat Allah di tengah-tengah mereka. Seluruh semesta dipanggil untuk melihat perbuatan Tuhan yang besar bagi umat-Nya, untuk menyaksikan bahwa Allah mereka adalah Allah yang hidup, Pencipta langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada. Seluruh semesta dipanggil untuk berlutut dihadapan-Nya dengan penuh hormat dan menaikkan pujian dan kemuliaan bagi nama-Nya. Kembalinya Tabut Perjanjian ke Yerusalem adalah suatu simbol Allah bertakhta di Sion, menjadi Raja atas segala semesta. TUHAN yang berkuasa adalah TUHAN yang baik, yang untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Kasih setia Allah sungguh nyata melalui Yesus Kristus yang rela mati untuk menyelamatkan manusia. Untuk itu, Rasul Paulus mengajak jemaat di Efesus agar hidup di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus telah mengasihi dan menyerahkan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia. Agar nyata kasih Allah di dalam hidup umat-Nya, maka Rasul Paulus mengingatkan agar memperhatikan dengan seksama bagaimana menjalani kehidupan dan mempergunakan waktu yang ada. Sebab bila waktu tidak dipergunakan dengan baik, maka waktu yang ada akan berlalu tanpa makna bahkan bisa menimbulkan kejahatan. Oleh karena itu, di dalam menjalani kehidupan, Rasul Paulus mengingatkan supaya:

1.    Berusaha untuk mengerti kehendak Tuhan

2.    Menjauhi kemabukan dan hawa nafsu yang merusak

3.    Hidup dalam tuntunan Roh

4.    Berkata-kata satu dengan yang lain dengan penuh hikmat melalui mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani

5.    Bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan dengan segenap hati

6.    Mengucap syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan

7.    Dan merendahkan diri seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

III.   REFLEKSI

Bersorak-sorai dihadapan Tuhan merupakan sebuah sikap hidup penuh syukur atas kebaikan dan penyertaan Tuhan. Terlebih lagi atas anugerah keselamatan yang diberikan kepada kita, yang sesungguhnya kita tidak layak menerimanya. Namun, karena Allah penuh kasih dan untuk selama-lamnya kasih setianya, IA mengaruniakan keselamatan bagi kita melalui Yesus Kristus.

Sikap hidup penuh syukur mengkondisikan kita untuk berusaha melihat kebaikan Tuhan di setiap sisi kehidupan kita dan fokus pada hal-hal yang positif.

Ada seorang ibu meminta anak sulungya membeli sebotol minyak. Di jalan ketika pulang si sulung terjatuh. Minyak dalam botol tumpah separuh. “Bu, tadi saya jatuh dan menumpahkan minyak setengah botol,” katanya. Beberapa hari kemudian, giliran si bungsu yang diminta sang ibu membeli minyak. Kejadian yang sama terulang, di jalan pulang si bungsu terjatuh dan minyak yang dibawanya tumpah separuh. “Bu, tadi saya jatuh dan minyaknya tumpah, tapi saya berhasil menyelamatkan separuhnya,” katanya. Kejadiannya sama, tetapi responnya berbeda. Si sulung melihat secara negatif, sedangkan si bungsu melihat secara positif. Bila kita berusaha fokus pada hal-hal yang positif maka kita mampu mengucap syukur kepada Tuhan dalam segala hal dan kita tetap memiliki pengharapan di dalam menjalani kehidupan. Pak Andar Ismail mengatakan “Kita berpengharapan selama kita hidup, dan kita hidup selama kita berpengharapan.” Dan pengharapan kita tidak sia-sia sebab sumber pengharapan kita yaitu Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih, dan bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Bersorak-sorailah bagi Tuhan, sebab IA baik, bahwasanya untuk selama-lamnya kasih setia-Nya.

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate