Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Minggu 15 Maret 2020 ; Roma 8 : 18-25

Invocatio      : “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1 Kor. 15:19)

Bacaan         :  Mazmur 25:15-22

Khotbah       :  Roma 8:18-25

Tema           : “Dibata Ingan Erpengarapen / Tuhan Tempat Berpengharapan”

PENDAHULUAN

Dari seluruh ciptaan Allah hanya manusialah yang memiliki pengharapan di dalam hidupnya, meskipun tidak semuanya manusia berpengharapan kepada Allah. Adapun pengharapan itu seperti, orang tua yang berpengharapan kepada  Allah tentang pendidikan dan pekerjaan anak-anaknya, ibu yang berpengharapan kepada Allah agar kebutuhan sehari-hari di rumah selalu cukup, siswa-siswi berpengharapan kepada Allah agar memperoleh nilai yang baik, seorang pemuda/pemudi yang berpengharapan kepada Allah agar mendapat pendamping yang baik dan setia, dan pengharapan lainnya. 

Harapan pasti akan ada di dalam diri dan jiwa seseorang apabila dia percaya dan yakin akan kesetiaanNya. Sering terjadi malah kita yang tidak setia kepada Allah itu hal wajar, tetapi jika Allah tidak setia kepada kita pasti itu tidak wajar. Maksudnya adalah Allah selalu setia kepada janjiNya dan kasihNya, hanya saja kita tidak tau kapan dan dimana itu terjadi tetapi iman kita dapat merasakan hal itu.

Paulus mengingatkan kembali melalui suratnya agar jemaat memiliki pengharapan hanya kepada Allah saja, meskipun ada banyak pengetahuan dan perkembangan yang terjadi pada waktu itu. Hal itu ditentang secara tidak   langsung dengan pernyataan; Jangan pernah berpengharapan kepada dunia ini, sebab dunia ini boleh saja memberikan tawaran yang sangat luar biasa namun akhirnya tidak tahu kepastiannya. Hanya Allah saja yang memberikan kepastian yaitu kebangkitan Yesus Kristus dari kematian dan naik ke sorga menyediakan tempat bagi kita. Pengaharapan kepada Allah merupakan sikap yang benar dan harus tetap dipertahankan di dalam iman percaya kepada Yesus Kristus.

PENDALAMAN NAS

Pengharapan dapat kita artikan sebagai permohonan, minta ,keinginan supaya sesuatu terjadi dan sesuatu itu biasanya hal yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan(Bnd. Ibrani 6:19-20). Jadi Pengharapan tidak berdiri sendiri tapi bersanding  dengan iman, karena iman membuat orang memiliki pengharapan kepada Allah.

Yang harus kita pahami, pengharapan berbeda dengan keinginan . Menginginkan adalah sesuatu yang kita mau untuk memuaskan diri kita pribadi. Sedangkan pengharapan adalah sikap dan cara hidup yang mengandalkan pada apa yang Allah kehendaki. Hidup dalam pengharapan adalah hidup yang mendasarkan diri pada anugerah keselamatan Allah di dalam diri Tuhan Yesus Kristus, karena di dalam diri-Nya ada pengharapan kehidupan.

Banyak orang  kecewa, marah dengan keadaan atau penderitaan yang dialami dalam kehidupannya. Mereka mulai menyalahkan Tuhan atas apa yang dialami. Dengan kekecewaan yang kita  alami. Akhirnya kita melakukan tindakan  yangtidak logis  untuk keluar dari permasalahan yang ada, apa pun caranya, tidak peduli apakah jalan yang ditempuhnya nanti berujung pada kesia-siaan, seperti tertulis:  “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Itu terjadi karena kita di dalam berpengharapan hanya “suam-suam kukuoh Kudus.

Hidup oleh Roh di samping hidup dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi hidup itu memiliki orientasi atau juntrungan akan pengharapan dari  Allah selama kita hidup bahkan pada saat kemuliaan dinyatakan pada kita. Pemuliaan inilah tujuan pengharapan sejati di dalam Kristus.  Hal inilah yang Paulus ajarkan.Tetapi pengharapan sejati  tidak membuat kita terbebas dari penderitaan.

Setelah mempelajari tentang makna dan penyebab hidup oleh Roh, Paulus mulai menjelaskan tentang hubungan erat antara hidup oleh Roh dengan pengharapan sejati anak-anak Allah di ayat 18 s/d 25. Hidup oleh Roh bukan hanya hidup dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi hidup itu memiliki arah pengharapan yang pasti karena Allah Pribadi Ketiga yang memimpin hidup kita sampai kepada akhir hidup kita. Inilah kepastian hidup Kristen yang tidak mungkin dimiliki oleh orang-orangnon-Kristenlainnya.Penderitaan yang dipaparkan oleh Paulus pada ayat 17 sebagai salah satu janji Allah yang kita terima tidak berhenti hanya di dalam penderitaan, tetapi berlanjut sampai kepada pemuliaan. Pemuliaan inilah tujuan pengharapan sejati di dalam Kristus. Sehingga dengan penuh iman, di pasal 8 ayat 18, Paulus mengajarkan, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”. Kata “yakin” di dalam ayat ini tidak berarti beriman, karena beberapa terjemahan menerjemahkan bukan believe, tetapi : reckon (berharap/menganggap) dalam King James Version ; consider (menganggap/memperhatikan/memikirkan) dalam English Standard Version, International Standard Version, New American Standard Bible dan New International Version. Lalu, apa yang kita harapkan di dalam penderitaan? Di dalam penderitaan, kita bukan berfokus pada penderitaan sesaat, tetapi berfokus kepada Kristus dan hidup oleh Roh, sehingga hidup kita dipenuhi dengan sukacita Kristus ketika menghadapi penderitaan. Oleh karena itu, Paulus dengan berani menyatakan pengharapannya bahwa penderitaan (atau bisa diterjemahkan: kesukaran) zaman sekarang ini tidak bisa dibandingkan (atau bisa diterjemahkan: tidak layak dibandingkan) dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.Mata iman Paulus bukan mata yang memandang kepada kesementaraan, tetapi kepada kekekalan dan jaminan hidup kekal. Agama palsu duniawi tidak akan pernah mampu menjamin keselamatan umat manusia kelak di Surga, karena mereka tidak memiliki kunci ke sana, tetapi puji Tuhan, Kristus itu adalah kunci ke Surga telah tersedia bagi umat pilihan-Nya yang percaya, sehingga mereka tidak lagi terkatung-katung di dalam penderitaan semu dunia, tetapi memiliki pengharapan yang pasti bahwa kelak mereka pasti bersama-Nya di Surga.

Di ayat 19, Paulus menjelaskannya, “Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan”. Pengharapan sejati ini ada karena adanya pemuliaan anak-anak Allah yang akan terjadi di dalam kekekalan. Kata “makhluk” di dalam ayat ini adalah ciptaan (creature). Dengan kata lain, ayat ini mengajarkan bahwa semua ciptaan dengan sangat rindu menantikan pemuliaan anak-anak Allah. Sungguh menarik, di dalam ayat ini, anak-anak Allah bukan memuliakan diri, tetapi dimuliakan. Inilah keKristenan. Melihat keKristenan harus melihat Kristus sebagai pusat, karena keKristenan tanpa Kristus adalah sia-sia/mati.
Kemudian, Paulus menapak tilas kondisi awal manusia dan ciptaan lainnya dengan mengatakan di ayat 20, “Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya”
.Kata “makhluk” di dalam ayat 19 (juga ayat 20) ditafsirkan sebagai dunia (world) oleh Geneva BibleTranslation Notes. Karena manusia berdosa, seluruh ciptaan Allah juga rusak total. Inilah efek tragis dosa manusia. Dosa juga mengakibatkan seluruh dunia/ciptaan juga menjadi sia-sia. Kata “sia-sia” diterjemahkan KJV : vanity (=keadaan yang tidak berguna lagi) ; ESV dan NASB : futility (=kesia-siaan/kehampaan) ; dan dalam bahasa Yunani : mataiotēs (artinya: inutility {=tidak berguna}, secara figuratif berarti transientness {=kesementaraan}, secara moral berarti depravity {=kerusakan}). Kesia-siaan ini timbul dalam berbagai bentuk, misalnya sesama hewan saling memangsa, membunuh, hewan juga takut dengan manusia, begitu juga sebaliknya. Semua bentuk itu menunjukkan bahwa makhluk hidup di dunia hidup dengan kesia-siaan tanpa arti diakibatkan oleh dosa manusia (lihat Kejadian 3:17-19). Lalu, kesia-siaan atau kerusakan dunia ini diizinkan oleh kehendak Allah. Allah mengizinkan dosa terjadi di dalam dunia, tetapi ingat, bukan Allah sebagai penyebab dosa. Lalu, mengapa Allah mengizinkan dosa? Karena Allah ingin menunjukkan betapa rapuh dan rusaknya manusia tanpa-Nya. Hal ini seharusnya menyadarkan kita betapa kita tak berharga dan tak memiliki hidup yang bermakna jika tanpa-Nya.

Tetapi, di tengah-tengah ketiadapengharapan, di ayat 21, Tuhan melalui Paulus mengingatkan, “tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), kata “ciptaan” sejak dari ayat 19 diterjemahkan : “alam”. Kembali, karena manusia sudah berdosa dan rusak total, maka alam semesta juga rusak dan hancur, tetapi puji Tuhan, Allah menganugerahkan keselamatan bagi umat pilihan-Nya yang berdosa di dalam Kristus, dan tentunya keselamatan ini bukan hanya keselamatan manusia, tetapi juga keselamatan dan pemulihan alam semesta. Penebusan dan keselamatan alam semesta ini menjadi “tempat” persiapan kita hidup di dalam langit dan bumi yang baru kelak di mana tidak ada lagi penderitaan, ratap tangis, dll (Wahyu 21). Di dalam langit dan bumi yang baru ini, semua ciptaan dan umat pilihan-Nya akan disempurnakan dan dimuliakan bersama-sama, di mana khususnya umat pilihan-Nya (anak-anak Allah) diberi tubuh baru yang tak bisa lagi berdosa (Augustinus menyebutnya : non-possepeccare). Inilah pengharapan kedua yang diterima oleh anak-anak Allah, yaitu hidup bersama-sama di dalam langit dan bumi yang baru.

Lalu, apakah pengharapan sejati ini membutakan kita dan mengakibatkan kita tidak perlu menderita ? TIDAK. Paulus kembali menyatakan hal ini di dalam ayat 22 s/d 23, “Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. Seluruh dunia/ciptaan/alam meskipun memiliki pengharapan kelak, mereka tetap harus mengeluh dan menderita seperti perempuan yang sakit bersalin. Bukan hanya alam, kita yang dikatakan telah menerima karunia sulung Roh pun harus menderita dan mengeluh di dalam dunia yang fana ini. Sungguh menarik, kita disebut telah menerima karunia sulung Roh. Pernyataan “karunia sulung” dalam KJV diterjemahkan firstfruits (=buah pertama) dan bahasa asli (Yunani)nya menerjemahkan aparchē yang berarti a beginningofsacrifice (=permulaan/awal penebusan/pengorbanan). Ini berarti anak-anak Allah adalah umat pilihan-Nya yang pertama kali menerima karunia sulung Roh Kudus yang menjadikan mereka anak-anak Allah di dalam Kristus. Mengapa disebutkan pertama kali? Karena penebusan pertama berlaku pada manusia pilihan-Nya, dan kedua berlaku pada kosmos/dunia (penebusan kosmis) sebagai efek dari penebusan manusia. Ini menandakan bahwa manusia pilihan-Nya yang memiliki status yang lebih tinggi dari alam pun tetap harus mengeluh dan menderita di dalam dunia ini. Meskipun kita memiliki pengharapan akan kemuliaan kita di dalam kekekalan, kita tetap harus rela menderita di dalam dunia yang semu ini. Sambil menderita, Paulus mengingatkan kita untuk terus merindukan tempat kediaman Surgawi jauh melebihi tempat kediaman kita di dunia ini. Dengan demikian, hidup dan keselamatan Kristen bersifat paradoks, yaitu sudah (already) dan belum (not yet). Kita sebagai umat pilihan-Nya hidup di dalam dua dunia, yaitu dunia kita sekarang yang fana dan dunia kekekalan. Kita juga menjadi warga negara di dalam dua dunia ini, sehingga kita dituntut untuk bertanggungjawab di dalam dunia yang fana ini dengan perspektif dunia Surgawi.

Inilah status kita sebagai anak-anak Allah, yang lahir dari Allah (1 Yohanes 3:9). Kita memang adalah anak-anak Allah karena Roh Kudus mengadopsi kita di dalam Kristus menjadi anak-anak Allah, tetapi status kita masih belum sempurna, karena status kita menjadi anak-anak Allah sempurna ketika kita semua berada di dalam kekekalan (1 Yohanes 3:2). Itulah sebabnya mengapa Paulus di ayat 23 ini mengatakan, “...sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita”. Kata “pembebasan” dalam pernyataan “pembebasan tubuh” seharusnya diterjemahkan penebusan tubuh (KJV : theredemptionofourbody ; ESV dan ISV : theredemptionofourbodies), karena pernyataan “pembebasan tubuh” bisa salah ditafsirkan dan seolah-olah mirip dengan ajaran filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa keselamatan adalah pembebasan jiwa dari tubuh.

Kemudian, di ayat 24 s/d 25, Paulus menjelaskan ayat 23 yaitu “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun”. Kalaupun harus menderita, Paulus tetap mengingatkan dan menghibur orang Kristen bahwa mereka diselamatkan dalam pengharapan. Dengan kata lain, kata “diselamatkan” bisa berarti diselamatkan dalam ketegangan paradoksikal, yaitu sudah dan belum (lihat penjelasan di atas). Saya sampai pada kesimpulan ini, karena kalimat selanjutnya menjelaskan bahwa pengharapan ini bukanlah pengharapan yang dilihat, karena pengharapan yang dilihat bukanlah pengharapan, tetapi pengharapan ini adalah sesuatu yang tidak dilihat. Inilah pengharapan sejati ketiga yaitu kita berharap kepada sesuatu yang tidak dilihat. Pengharapan ini disertai dengan iman yang teguh. Pengharapan pasti kepada yang tidak dilihat ini mengakibatkan kita hidup terus-menerus ingin memuliakan Allah, karena kita berharap kepada Allah yang layak dipercaya (trustworthy) dan akan memuliakan kita bersama-Nya.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita hari ini mau bertekun menantikan pengharapan sejati di dalam Kristus yang akan memimpin setiap langkah hidup kita melalui Roh Kudus ? Pengharapan itulah yang akan dinikmati oleh setiap anak-anak Allah yang hidup menurut Roh. Sudahkah kita hidup menurut Roh dan mengalami pengharapan yang pasti yang tidak dilihat ini?

APLIKASI

Meskipun kita memiliki pengharapan akan kemuliaan kita di dalam kekekalan, kita tetap harus rela menderita di dalam dunia yang semu ini. Hidup dan keselamatan Kristen bersifat paradoks, yaitu sudah (already) dan belum (not yet).Pengharapan itulah yang akan dinikmati oleh setiap kita yang hidup menurut Roh. Sudahkah kita hidup menurut Roh dan beriman akan pengharapan yang pasti?Setiap kita pasti selalu berharap bahwa perjalanan hidup kita baik-baik saja tanpa hambatan yang merintangi.  Demikian pun Tuhan selalu ingin kita menjadi kuat seperti rajawali, yang meskipun harus melewati badai tetapi  mampu terbang tinggi.Tuhan tidak pernah membiarkan kita bergumul seorang diri, Dia sangat peduli dan sanggup memberikan pengharapan yang pasti dan tidak pernah mengecewakan!Kita harus yakin dan berpengharapan bahwa di dalam Tuhan bahwa “pasti ada jalan keluar.” Sesulit apapun persoalannya, jalan keluar selalu tersedia. Yang perlu diingat, kesulitan adalah bukan akhir dari segala-galanya.

Tekun dan penuh motivasi   dalam berpengharapan  merupakan syarat untuk bisamemiliki pengharapan yang berkemenangan.Tantangan kehidupan adalah sebuah harapan bahwa di balik sebuah tantangan, selalu ada makna, hasil sesuatu yang didapatkan. Berserah kepada kehendak Tuhan Filipi 4:13 menyaksikan bahwa “segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

Hidup sebagai orang percaya bukanlah hidup yang hanya untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan.

Hidup berpengharapan dapat mengandung sikap dan tindakan yang percaya akan pengharapan janji Tuhan dalam kemuliaan.Sikap dan tindakan hidup yang terus menerus berjuang menuju kesempurnaan walaupun susah kita tetap berusaha.Hidup yang terus memandang ke depan kepada rencana Allah.

Saudaraku marilah kita berpegang teguh pada pengharapan yang kita imani, sebab Dia yang kita imani itu adalah setia. Telah teruji dari dunia perjanjian lama sampai saat ini. Masihkan kita bimbang akan hal itu? Jika tidak bimbang, mengapa masih ada diantara kita yang tidak mau bangkit dari setiap masalah-masalah dan pergumulan hidupnya?

Bagaimana kita yang mempunyai masalah agar mempunyai pengaharapan hanya kepada Allah yang setia saja? Mungkin kita tidak cukup disuguhkan dengan kata-kata yang bermuara pasti Tuhan Yesus menolong, memberikan jalan keluar, dsb. Tetapi jangan salah, yang pasti Allah tau dan sudah merancang kebaikan bagi kita yang mempunyai masalah dan pergumulan hidup di dalam pengharapan kita kepada Dia. Untuk itu, marilah kita teguhkan kembali pengharapan kita pada dasar yang setia yaitu Yesus Kristus. 

Ibrani 10:23 “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia”. 

Pdt. Irwanta Brahmana

(GBKP Rg. Surabaya)

Minggu 09 Maret 2020 ; Roma 5 : 1 - 11

Invocatio      : Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia (Yohanes 1:16)

Bacaan         : Keluaran 17:1-7 

Khotbah       : Roma 5:1-11

Tema           : Kasih Karunia Allah

Pendahuluan

Siapakah diantara kita yang tidak pernah berbuat salah ? Adakah diantara kita yang tidak pernah berbuat dosa ? Kesaksian Alkitab jelas bahwa “upah dosa adalah maut”, Orang yang berbuat salah sudah selayaknya dihukum, orang yang berdosa sudah dibawah cengkeraman maut.

Tetapi syukur pada Tuhan yang sudah memberikan kasih karunia kepada kita, sehingga kesalahan, pelanggaran  serta dosa-dosa  kita tidak di perhitungkan oleh Tuhan (bd. Rm. 4:7-8).  Dia tidak memberikan hukuman setimpal dengan kesalahan dan pelanggaran kita, tetapi justru Dia rela mati untuk menebus dosa kita, Dia rela digantung di kayu salib agar tidak ada tempat bagi kita di kayu salib, Dia rela meninggalkan surga agar kita punya tempat di surga.

Seberapa dalam kita merasakan Kasih Karunia Allah  ? Untuk memahami betapa besar dan dalamnya kasih karunia Tuhan, kita harus tahu siapa kita sebelum menerima kasih karunia. Setelah kita tahu bagaimana hidup kita sebelum dan sesudah menerima kasih karunia, akan melahirkan pikiran  dan tidakan yang benar  sebagai respon atas kasih karunia itu.

Pembahasan  Rm. 5:1-11

Ay. 1-2 Dibenarkan Karena Iman

Yohanes 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.  Yesus datang ke dunia adalah inisiatif Allah mrnjadi “persembahan penganpunan dosa manusia”, siapa yang percaya dosanya akan diamupuni tetapi yang tidak percaya akan binasa.

Hal ini juga yang di tekankan Paulus pada jemaat di Roma, bahwa manusia dibenarkan oleh iman, bukan karena perbuatan baik manusia, bukan karena manusia sudah  kudus karena dengan sempurna melakukan semua hukum Tuhan. Paulus jelas mengatakan bahwa “tidak ada  yang benar seorang pun tidak (bd.Rm.3:10-18).

Buah pembenaran adalah “hidup damai sejahtera dengan Allah. Pemberontakan manusia terhadap perintah Allah membuat manusia menjadi seteru Allah.  Oleh karena pelanggaran Adam dia “diusir” dari taman eden, manusia menjadi takut bertemu dengan Allah, banyak konsekwensi dosa yang harus di tanggung manusia bahkan harus menanggung :kematian”.

Perseteruan dengan Allah menimbulkan penderitaan bukan saja ketika hidup di dunia “sakit melahirkan, berpeluh mencari nafkah yang lebih luar biasa si ujung kehidupannya sudah menunggu kematian.  Coba kita bayangkan jika ada “dua pihak yang sedang bertikai jika mereka bertemu di suatu tempat, kira-kira bagaimana perasaan mereka” demikin juga perasaan manusia ketika dia berseteru dengan Tuhan, tidak ada damai sejahtera.

Oleh kasih karunia ini kita dapat berdiri dan bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Artinya melalui iman kita dibenarkan dan melalui iman kita masuk ke dalam kasih karunia Allah dan dengan iman juga kita bermegah dalam pengharapan menerima kemuliaan Allah.

Ay. 3-5  Iman Membuat Bernegah dalam Kesengsaraan

Adakah manusia yang bermegah dalam kesengsaraan ? ya mungkin ada tetapi sedikit dan itu juga karena terpaksa, tidak ada pilihan lain.  Pada umumnya manusia memilih jalan hidup sukacita damai sejahtera dan kalau boleh tidak ada menemukan tentangan dan penderitaan. Berbeda dengan itu, justru Yesus memberi syarat menjadi pengikut-Nya, harus menyangkal diri, memikul salib dan berjalan mengikutinya, di jalan kesengsaraan (jalan salib/ via dolorosa). Hanya dengan iman kita dapat melihat “Allah bekerja dalam kesengsaraan kita untuk mendatangkan kebaikan”.  Paulus mengatakan bahwa oleh karena iman kita “bermegah” dalam kesengsaraan, karena disana akan diproses pertumbuhan iman, membuat kita tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan dan pengharapan tidak mengecewakan.

Ay. 6-11 Kristus Mati Untuk Kita Orang Durhaka.

Cerita Malinkundang anak durhaka yang di kutuk menjadi batu,  mengajarkan kita supaya jangan menjadi anak durhaka. Karena anak durhaka itu memang sangat wajar dikutuk. Manusia melakukan pemberontakan kepada Allah  Paulus mengidentikkan dengan “orang durhaka”. Kasih karunia Allah membuat Dia tidak mengutuk manusia, tetapi justru rela menanggung kutukan itu dengan mati di kayu salib.

Tidak mudah mencari orang yang mau mati untuk orang yang benar,  disini Paulus lebih menekankan lagi tentang “kasih Karunia” Tuhan, karena untuk orang yang benar saja tidak ada yang mau berkorban apa lagi untuk orang “durhaka”, sesuatu yang mustahil, tetapi itulah yang dilakukan oleh Yesus Kristus.

Menanggung kutuk dosa manusia durhaka ditanggungnya bukan setelah manusia itu bertobat dan sudah melakukan apa yang baik di mata Tuhan. Allah menunjukkan KasihNya Dia rela mati ketika kita masih berdosa, sebagai korban perdamaian.

Pointer Aplikasi

Minggu-minggu Pasion ini kita dibawa untuk merenungkan makna “kesengsaraan” yang kita rasakan. Dengan iman kita jalani kesengsaraan itu suatu “kasih karunia” Tuhan untuk membentuk kita menjadi pribadi yang tahan uji dan berpengharapan.

Kasih karunia Allah kepada kita diberikan bukan karena kebaikan kita tetapi semata-mata karena kasih karunia Allah itu sendiri (bdk. Invocatio Yo. 1:16 “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia“

Sebagai pribadi yang sudah menerima kasih karunia Allah, selayaknyalah kita bersyukur dalam segala hal. Bukan seperti umat Israel  yang terus bersungut-sungut, walaupun mereka sudah di bebaskan dari perbudakan di Mesir dan berjalan menuju negeri “kasih Karunia yang berlimpah susu dan madu”.

Untuk memantapkan langkah hidup kita menuju negeri kasih karunia tataplah berdoa dan berseru, Remeniscere :Ingatlah segala rahmat dan kasih setiaMu, ya TUHAN

Pdt. SAUL GINTING, S.Th. M.Div

GBKP Rg. BEKASI

Minggu 01 Maret 2020 ; Matius 9 : 27 -31

Invocatio      : Aku membaringkan diri lalu tidur, aku bangun, sebab Tuhan menopang aku (Masmur 3 : 5)

Ogen            : Masmur 91 : 14-16 

Kotbah         : Matius 9 : 27-31

Tema            : Aku memanggil nama Tuhan, Dia menjawabku

Kata pengantar

          Apakah setiap kita memanggil nama Tuhan, akan dijawab oleh Tuhan? Sering kita bertanya terhadap diri sendiri, apakah Tuhan mendengar dan akan menjawab doa permohonanku? Mengapa Tuhan tidak mendengar dan menjawab doaku? Bagaimana caranya agar Tuhan mendengar dan menjawab doaku? Tentu sebagai anak-anak Tuhan, kita sering bergumul tentang penderitaan. Terkadang dalam kehidupan ini, kita sering berseru kepada Tuhan, namun Tuhan belum memberikan jawaban terhadap pergumulan kita.

Penjelasan teks kotbah

Ay 27, Ketika Yesus meneruskan perjalanan dari sana, dua orang buta mengikutiNya sambil berseru-seru dan berkata “Kasihanilah kami, hai Anak Daud”. Dalam hal ini, tidak selamanya pertolongan Tuhan datang seketika itu. Dimana ketika Yesus meneruskan perjalanannya dari sana, dua orang mengikutiNya sambil berseru-seru dan berkata “Kasihanilah kami hai Anak Daud.” Dapat kita bayangkan bahwa Yesus sedang berjalan, kemudian dua orang buta sedang berjalan mengikuti Yesus. Kedua orang tersebut memanggil nama Yesus adalah Anak Daud. Anak Daud mengacu kepada Matius 1 : 1 yaitu Mesias yang artinya adalah yang di urapi. Panggilan kedua orang buta terhadap Yesus menunjukkan bahwa mereka sungguh mengenal Yesus dalam kehidupannya.

Ay 28, Setelah Yesus masuk kedalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepadaNya dan Yesus berkata kepada mereka “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?” mereka menjawab “Ya Tuhan kami percaya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa pada saat kedua orang buta berseru-seru kepada Yesus, seruan mereka tidak didengar dan seruan mereka diabaikan oleh Yesus itu sendiri. Itulah sebabnya pertolongan Tuhan tidak datang seketika itu. Mengapa? Karena pada ayat 28 dikatakan “Setelah Yesus masuk kedalam rumah datanglah kedua orang buta itu kepadaNya dan Yesus berkata kepada mereka “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?”. Dalam hal ini Yesus mau melihat kesetiaan kedua orang buta. Tetapi pertanyaan untuk kita, ketika kita berdoa pada Tuhab dan doa kita tidak dijawab oleh Tuhan, apakah iman kita tidak goyah? Masihkah kita tetap mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah yang menyembuhkan? Atau walaupun kita terus menerus berdoa dan pergumulan kita tetap tidak pernah selesai? Apakah kita terus berharap pada Yesus Kristus? Inilah yang menjadi pergumulan iman kita. Perlu kita renungkan tentang pertanyaan Yesus “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa yang terpenting sejauh mana kita memiliki iman atau kepercayaan kepada Yesus Kristus. Kita sering berdoa kepada Tuhan namun kita belum mengandalkan hidup kita kepada  Tuhan.

Ay 31, Tetapi mereka keluar dan memasyurkan Dia keseluruh daerah itu.

Orang buta yang disembuhkan Yesus, walau Yesus melarang mereka untuk tidak menceritakan kepada orang banyak, namun pengalaman hidupnya bersama Yesus, membuat orang buta tersebut memasyurkan Yesus keseluruh daerah tersebut. Namun kenyataan gereja pada saat ini bahwa, jemaat disuruh untuk mengabarkan kabar keselamatan justru penolakan yang sering kita dengar dengan berbagai alasan.

Aplikasi

          Kita sering memanggil nama Tuhan dan kita berdoa meminta pertolongan Tuhan, namun setelah kita berdoa, dan doa kita belum dikabulkan oleh Tuhan, yang sering terjadi adalah kuatir, bosan, dll, namun yang diharapkan Tuhan dari permohonan kita adalah sikap kita yaitu kesetiaan dan kepercayaan kita terhadap doa permohonan kita. Kita harus percaya bahwa Yesus pasti mendengar permohonan kita, kemurahannNya akan tetap diberikan kepada orang-orang yang percaya dan setia terhadap pertolongan Tuhan.

Pdt Abel Sembiring

GBKP  Rg Tambun 

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate