Invocatio : Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka muliutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seprti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. (Yesaya 53:7)
Bacaan : Ibrani 10:19-29
Kotbah : Matius 27:45-56
Tema : “Eli, Eli Lama Sabakhtani”.
Kata Pengantar
Setelah Yesus disalibkan pasukan Romawi dan ahli Taurat, orang farisi serta orang banyak yang telah dihasut imam-imam untuk meneriakkan penyaliban Yesus, mereka menjaga dan menyaksikan Yesus yang tersalib, dengan hati yang penuh tanda tanya dan membenarkan diri, apakah Yesus yang mengaku Anak Allah, raja orang Yahudi dapat turun dari salib itu. Apakah Allah akan datang menolong Yesus AnakNya itu. Menurut mereka Yesus telah gagal, mengaku diri Anak Allah tetapi tidak mendapat pertolongan dari Allah. Masakan Allah tidak peduli kepada keprihatinan yang dihadapi AnakNya? Mereka merasa telah berhasil membuktikan bahwa kesaksian Yesus tentang diriNya Anak Allah adalah palsu dan merekalah yang benar. Dengan menangkap mengadili dan menghukum Yesus mereka merasa dirinya jauh lebih mulia dan lebih kudus, mereka merasa berjasa memerankan dirinya sebagai penjaga dan yang menegakkan kebenaran. Dengan menyalibkan Yesus diapit ke dua penjahat besar yang disalibkan di sebelah kanan dan kiri Yesus, mereka menyamakan Yesus dengan penjahat yang penuh dosa. Saat saat penyaliban itu semakin menegangkan dan memprihatinkan.
Pembahasan dan pemberitaan
Mulai jam dua belas, saat saat dimana biasanya matahari persis berada di posisi atas dan bersinar bebas, dunia terang benderang tetapi tiba tiba kegelapan meliputi semua wilayah itu sampai jam tiga sore hari. Peristiwa menjadi gelap itu tentunya sangatmencekam, mendebarkan hati dan menakutkan. Sepertinya dunia berkabung atas kejamnya manusia ciptaan Allah yang menyalibkan Tuhannya. Pastilah orang orang yang ada di situ menghubungkan kegelapan itu dengan peristiwa penyaliban Yesus. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu pastilah bertanya-tanyadan gelisah, apakah yang akan terjadi. Kira-kira jam tiga berteriaklah Yesus dengan suara nyaring “Eli, Eli lama sabakhtani?” artinya “Allah-Ku, Allah-Ku mengapa engkau meninggalkan Aku?” Seruan Yesus itu bukanlah ucapan seperti orang yang mengigau karena menghadapi beratnya tekanan dan sakitnya penyiksaan. Tapi Firman Tuhan menjelaskan betapa beratnya beban dosa yang ditanggungkan kepada Yesus sebagai Juruselamat. Yesus mengalami penderitaan fisik karena penyiksaan penyiksaan dan penyaliban. Ia juga mengalami penderitaan batin sebab dihianati dan di tinggalkan murid muridNya yang sudah mengatakan janji setia sampai mati dan juga karena orang banyak yang telah menikmati pelayanan Kerajaan Allah dari setiap pelayanan dan mujizat yang dilakukan Yesus yang meminta Yesus di salibkan dan Barabas di bebaskan. Yesus juga mengalami penderitaan rohani, bahwa dalam setiap pelaayananNya Yesus selalu disertai Bapa tetapi di atas kayu salib Allah Bapa meningalkan Yesus dan Ia harus menggung sendiri segala beban dosa dunia dari sepanjang jaman yang sangat berat dan mematikan yang harus dipikulnya, berjuang sendiri dan sampai kepada puncaknya Ia menyerahkan nyawaNya kepada Bapa.
Seruan Yesus “Eli, Eli lama sabakhtani?” adalah seruan betapa beratnya penderitaan rohani yang hanya dapat di mengerti dari pemahaman rohani yang dalam. Karena itu orang banyak tidak memahaminya, sebab mereka hanya melihat penderitaan fisik sehingga mereka mengira Yesus memanggil Elia untuk menolongNya. Alkitab jelas memberitakan Yesus berseru dengan suara nyaring, suara yang jelas dan pasti maka orang yang mengira Yesus memanggil Elia-lah yang salah mengartikan seruan Yesus itu.
Tidaklah mudah memahami penderitaan rohani yang ditanggungkan kepada Yesus sebab kecenderungan mata jasmani hanya memahami penderitaan fisik, penyaliban fisik dan kematian fisik. Firman Tuhan yang kita baca hendak membawa kita kepada pemahaman melampaui pemahaman penderitaan fisik dan batin, sebab jika demikian cukuplah manusia menanggapinya dengan berkata; “Sungguh berat penderitaan Yesus” atau “Kasihan Yesus”.
Penderitaan rohani adalah pengajaran kayu salib bagi orang percaya dan dunia. Oleh karena penderitaan rohanilah maka Yesus dari atas kayu salib memohonkan kepada Bapa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34). Sebelum Yesus disalibkan, ketika perempuan-perempuan Yerusalem menangisi dan meratapi Dia, kepada mereka Yesus mengatakan “Hai putri-putri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiari dan anak-anakmu!” (Luk. 23:28).
Memahami perkataan Yesus “Eli, Eli lama sabakhtani?” kita dapat membandingkan dengan ketidak setiaan Israel, ketika mereka menyembah berhala dan hidup di dalam moral etika yang memberontak kepada Firman Allah, sehingga Tuhan Allah meninggalkan mereka. Bahwa karena begitu banyaknya dosa yang di tanggungkan kepada Yesus dan karena kejijikan dosa, maka Allah Bapa meninggalkan Yesus. Dosa menyebabkan kematian, dan kematian rohani adalah putusnya hubungan dengan Allah. Meski Yesus tidak berbuat dosa tetapi Allah memperlakukanNya sebagai orang berdosa, tetapi Yesus terus menjalaninya sebab ketaatanNya kepaada Allah Bapa.
Yesus mengalami kematian fisik sebab dosa dunia yang sudah di tanggungkan kepadaNya dan dosa telah dibayar lunas oleh kesetiaan Yesus di atas kayu salib. Karena itu kematian Yesus justru membuahkan kehidupan. Tabir Bait Allah terbelah dua dari atas sampai ke bawah; melambangkan bahwa hubungan manusia dengan Allah yang di gambarkan terputus, tertutup tirai antara ruang penyembahan dengan ruang maha kudus di dalam Bait Allah telah terhubung langsung. Dosa yang di tebus di dalam kematian Yesus menyebabkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah dapat terjalin kembali di dalam Yesus Kristus. Pada peristiwa kematian Yesus terjadi gempa bumi dan yang menyebabkan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit.
Peristiwa salib mengubah pemahaman jasmani menjadi pemahaman rohani. Kepala pasukan dan prajurit-prajurit yang menjaga Yesusbertanya-tanya kebenaran apakah Yesus anak Allah dan dengan mengalami goncangan gempa bumi oleh kematian Yesus akhirnya mereka mengakui dan berkata “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.” Kematian Yesus telah menyebabkan kehidupan rohani bagi kepala pasukan dan prajurit prajurit.
Penutup
Dosa adalah penyebab penderitaan dan kekacau balauan. Dosa membuat terputusnya hubungan dengan Allah dan dosa adalah penyebab kematian yang mengerikan seperti yang dialami Yesus. Persoalan dosa adalah perkara yang sulit dan tidak mungkin di selesaikan, tapi di dalam Yesus semua telah di atasi, kekuatan dosa telah di lumpuhkan. Penebusan di atas kayu salib menjadikan generasi orang percaya menjadi generasi perjanjian baru adalah orang-orang yang telah dibebaskan dari kuasa dosa sehingga Allah tidak akan meninggalkan anak-anak yang dikasihiNya. Kita tidak akan berteriak “Eloi, Eloi lama sabakhtani?” tapi kita akan terus memuji-muji Tuhan. Kita adalah generasi pemuji Tuhanyang dapat leluasa berdoa bersekutu dengan Allah dan membangun kehidupan rohani yang intim dengan Allah.
Melalui bacaan Firman Tuhan Ibrani 10:19-29 mengajar kita bahwa dengan penebusan oleh darah Yesus membuat kita dengan penuh keberanian dapat masuk ke tempat kudus Tuhan dan Yesus menjadi Imam Besarkita yang Agung. Kita harus menjaga kekudusan kita sebab jika kita sengaja berbuat dosa sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (26). Kita harus menghidupkan kesetiaan Yesus di atas kayu salibdi dalam semua aspek kehidupan kita.
Tetap setia!
Pdt Ekwin W.Ginting Manik
Ketua Klasis Bekasi – Denpasar