Minggu Tgl 14 Maret 2021 ; Efesus 2 : 1 -10

Invocatio      : “Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali; dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa” (Yesaya 45:23)

Bacaan          : Bilangan 21:4–9 (Responsoria)

Kotbah          : Efesus 2:1–10       (Tunggal)

Tema             : Icidahken Dibata Lias AteNa (Ditunjukkan Allah Kemurahan Hati-Nya/Kasih Karunia-Nya)

Pendahuluan

           Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus.

Manusia memerlukan anugerah (Kasih Karunia Allah) oleh karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Dosa (Yunani: hamartia) seringkali digambarkan sebagai anak panah yang meleset dari sasaran yang hendak dicapai. Manusia diciptakan Allah untuk menggenapi tujuan-Nya. Akan tetapi, manusia memilih untuk memberontak dan tidak mau memenuhi tujuan Allah. Padahal tujuan Allah itu baik adanya, yaitu untuk menjadikan manusia sebagai gambar dan rupa Allah (imago Dei) yang menyatakan kehadiran Allah dan menata semesta ciptaan sebagai wakil dari Sang Raja Semesta. Dengan menjadi citra Allah yang sejati (true image of God), manusia menggenapi tujuan manusia diciptakan, yakni untuk mengasihi, menikmati, dan memuliakan Tuhan. Inilah yang menjadi renungan kita pada minggu ini.

Isi/Penjelasan Nats - Aplikasi

Kehidupan orang percaya, semuanya karena kasih karunia/kemurahan Allah. Seperti perikop di dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus, tepatnya di Ef. 2:1-10. Mari kita bersama-sama melihat perikop ini.

             Mengapa kehidupan ini adalah sebuah kasih karunia Allah? Bagaimana proses kehidupan atau perjalanan hidup sehingga dapat dikatakan mencapai suatu titik hidup adalah kasih karunia. Apa alasannya? Oleh karena itu, pada hari ini kita akan melihat bersama-sama tiga tahap perjalanan hidup hingga kita dapat mengakui bahwa hidup ini adalah kasih karunia Allah semata.

         Tahap pertama, kita fokus pada ayat 1-3. Di ketiga ayat pertama dalam pasal dua ini, Paulus melukiskan situasi dan cara hidup anggota jemaat yang berasal dari bangsa-bangsa non Yahudi (kafir) pada waktu dahulu, sebelum mereka bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Hingga Paulus memulainya dengan kalimat: Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu (ayat 1).  Sehingga pula dapat disinkronkan dengan konteks keadaan kota Efesus saat itu. Bahwa kota Efesus adalah kota penting dan besar pada zaman Paulus. Ahli-ahli arkeologi memperkirakan, bahwa kota Efesus adalah kota nomor empat dalam kerajaan Roma. Kota Efesus dikenal sebagai kota perdagangan yang sangat besar sehingga semangat materialisme merajalela luar biasa, dan bukan itu saja kota tersebut terkenal menjadi pusat penyembahan dewi Artemis (Yunani) atau dewi Diana (Romawi). Pelacuran disahkan bahkan dianggap sakral karena mereka yang mengadakan pelacuran menganggap hal itu merupakan ibadah kepada dewi itu. Ini mengakibatkan rusaknya sistem keluarga dan tempat pemancaran nuansa kejahatan begitu kuat di kota Efesus.

         Dalam Ef 2:1 ini Paulus mau membuka kepada dunia dan orang Kristen tentang realita dunia ini, sekaligus panggilan dan menuntut respon dari kita untuk mengerti apa yang menyebabkan kematian seperti itu. Manusia mati adalah karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa, karena kita telah melanggar Firman dan berdosa terhadap Allah. Manusia diciptakan oleh Tuhan seharusnya hidup untuk melayani Tuhan dan taat kepada Tuhan. Ketika kita melawan Dia disitulah kita berdosa dan upah dosa adalah maut. Manusia telah terpisah dari Allah, inilah kondisi kematian. Tidak ada satu lembaga rehabilitasi yang bisa menghentikan dosa manusia, termasuk penjara tidak bisa menghentikan dosa. Kita dapat belajar dari Adam dan Hawa. Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa (Kej. 3) yaitu ketika makan buah pengetahuan baik dan jahat. Memang kelihatannya tetap hidup tetapi sesungguhnya mereka sudah mati pada waktu makan buah pengetahuan baik dan jahat hanya kita tidak dapat melihat karena kondisi kematiannya dalam aspek spiritual.

         Kemudian kenapa hal-hal tersebut dapat terjadi dalam keturunan-keturunannya. Paulus mengatakan bahwa “kamu” yaitu orang-orang Non Yahudi hidup di dalamnya, hidup di dalam dosa. karena mereka mengikuti jalan dunia ini. Hidup mereka pada waktu yang silam bukanlah hidup yang bebas. Hidup itu mereka tempuh menurut ukuran (jalan) suatu kuasa yang tinggi, yang menguasai mereka. Dan kedua karena dikuasai oleh iblis (ayat 2). Kita dulu mati dalam dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran karena kita mengikuti jalan dunia ini (ayat 2a). Mengapa kita mengikuti jalan dunia ini? Karena kita menaati penguasa kerajaan angkasa (ayat 2b). Iblislah yang sedang menguasai orang-orang durhaka (ayat 2c). Di tempat lain Paulus menjelaskan bahwa iblis – sebagai ilah jaman ini – berusaha membutakan mata orang-orang di luar Kristus sehingga mereka tidak bisa melihat cahaya injil (2Kor 4:4).

         Ternyata bukan hanya orang-orang Kristen-non Yahudi saja yang hidup di dalam dosa. Orang-orang Kristen-Yahudi pun demikian. Hal itu diterangkan oleh Paulus dalam ayat 3: Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Mereka (orang-orang Kristen Yahudi) tidak lebih baik daripada orang-orang Kristen-non Yahudi. Mereka, demikian juga Paulus, "pada dasarnya adalah orang-orang yang dimurkai", "sama seperti yang lain". Sekali lagi, Paulus menyamakan orang-orang Kristen-Yahudi dengan "orang-orang lain", yaitu dengan orang-orang non-Yahudi. Sehingga tahap proses kehidupan manusia yang pertama ada pada HIDUP DI DALAM DOSA atau PELANGGARAN. Tanpa memandang engkau adalah kristen sejak kecil ataupun tidak, ataukah engkau terlahir sebagai anak pendeta, pertua, diaken, atau bukan. Saat engkau hidup bersama-sama dunia, engkau telah di kuasai oleh dosa.

         Tahap kedua, karena awalnya kita hidup di dalam dosa maka kita butuh yang namanya keselamatan dari Allah. Ada sebuah Alkisah, demikian ceritanya, terdapat seekor kera yang sangat terampil berlompatan dari satu pohon ke pohon yang lain. Dia selalu menang lebih cepat dibandingkan kera-kera lainnya. Tetapi pada suatu hari, cabang yang dipegangnya patah sehingga dia terjatuh ke sebuah rawa-rawa yang dalam. Kera-kera sahabatnya berusaha menolong dia, tetapi sayang mereka tidak berhasil menolongnya. Kera yang malang itu berusaha untuk mengangkat dirinya dari rawa-rawa tersebut, tetapi makin dia berusaha dia makin tenggelam. Dia berusaha sekuat mungkin menarik diri ke atas, tetapi dia makin tenggelam. Akhirnya yang tampak di atas rawa-rawa hanyalah kedua tangannya. Ilustrasi tersebut mau mengajarkan bahwa keadaan dan kodrat umat manusia pada prinsipnya tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya dari kuasa dosa. Segala upaya rohani, keagamaan, ritual, perbuatan baik, amal, dan berbagai kepercayaan tidak dapat menolong manusia untuk keluar dari belenggu kuasa dosa yang telah menguasainya.

         Oleh karena itu Allah bertindak. Ia tidak membiarkan manusia binasa dalam dosanya. Ia menyelamatkannya dari kematian-nya. Itulah yang diberitakan oleh Paulus. Ia mulai dengan: Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita (ayat 4). Kata “tetapi” menjadi sebuah mempertentangkan antara keadaan manusia yang tanpa pengharapan dengan karya Allah yang berdaulat atau manusia ini adalah objek murka Allah namun karena kasih karunia-Nya, Dia memperlihatkan belas kasihan-Nya kepada manusia. Kita yang telah mati, dihidupkan kembali bersama-sama Kristus oleh Allah. Kita yang sebagai budak dibangkitkan Allah menjadi yang terhormat dengan mendudukkan kita disebelah tanganNya. Jadi Allah telah mengambil tindakan untuk membalikkan 180 derajat keadaan kita yang sebenarnya sudah jatuh ke dalam dosa.

         Artinya seluruh jemaat, baik orang-orang Kristen-Yahudi maupun orang-orang Kristen-non Yahudi. Mereka semua, yang "telah mati karena pelanggaran-pelanggaran mereka" telah Allah hidupkan bersama-sama dengan Kristus. Itulah kabar baik yang Paulus mau sampaikan kepada mereka, anggota-anggota jemaat di Efesus. Begitu besar kasih Allah kepada orang-orang berdosa, sehingga anak-Nya sendiri Yesus Kristus: Ia serahkan ke dalam maut untuk keselamatan mereka. Akan tetapi, mungkinkah itu? Mungkinkah murka dan Kasih Allah disebutkan bersama-sama dalam suatu kalimat? Paulus katakan: Mungkin! Justru di situlah letaknya kebesaran kasih Allah. Hal itu dinyatakan kepada Paulus oleh Yesus Kristus. Yesus Kristus ini telah memasuki kematian kita, supaya dengan jalan itu kita boleh dihidupkan kembali.

         Itulah tahap kedua bahwa posisi kehidupan manusia sekarang ada pada HIDUP DI DALAM KESELAMATAN, tidak lagi hidup di dalam pelanggaran (bdk. Bacaan Bilangan 21:4-9).

         Jadi dengan penebusan Kristus, manusia dibenarkan Allah karena tindakan imannya. Sebab iman kepada Kristus itulah yang menyelamatkan manusia. Di Efesus 2:8-9 dinyatakan dengan tegas, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. "Jangan kamu memegahkan diri" artinya: Jangan kamu menyangka bahwa pekerjaan yang kamu kerjakan di dalam atau di luar jemaat itu adalah suatu jasa, dan bahwa karena itu keselamatanmu dapat kau peroleh berdasarkan jasa-jasamu, ataupun berdasarkan kesalehan melakukan ketentuan-ketentuan Taurat itu sehingga kamu mengharapkan segala sesuatu dari dirimu sendiri. Semuanya adalah kasih-karunia Allah. Dalam hal ini dinyatakan bahwa kita diselamatkan oleh tindakan iman kepada Kristus, tetapi pada sisi lain juga dinyatakan bahwa iman tersebut bukanlah hasil usaha kita, tetapi iman kepada Kristus merupakan hasil dari pemberian Allah. Kesimpulannya: iman kepada Kristus merupakan iman anugerah. Allah yang memberikan anugerah iman kepada umat pilihanNya.

            Tahap ketiga, di dalam Ef 2:10, Tuhan tidak hanya menyelamatkan kita. Keselamatan bukan titik akhir. Di dalam ayat 9-10 Paulus mulai bermain kata dengan mengatakan kalau kamu diselamatkan jangan sombong itu bukan hasil kerjamu tetapi hasil kerja Allah. Kita dikerjakan di dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Disini kerja dikontraskan bukan kita yang berinisiatif. Tapi kerja kita adalah hasil inisiatif Allah. Setelah itu Tuhan menuntut kita untuk kerja yang baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Penjelasan ini memberikan kepada kita totalitas dari inti panggilan kita sebagai manusia. Berdasarkan konsep ini kita mengerti siapa sebenarnya manusia dan apa maksud Tuhan ketika kita diselamatkan. Yang dikenal dengan istilah Covenant of work.

         Kita diselamatkan bukan titik akhir dari tujuan hidup kita melainkan kita diselamatkan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Inilah misi kerja yang menjadi panggilan Tuhan pada kita. Jadi kita dipanggil untuk bekerja. Konsep ini sudah ada sejak manusia belum jatuh dalam dosa (lihat Kej 2:15) yaitu Tuhan mencipta kita untuk bekerja. Jadi kerja adalah keharusan. Menghentikan orang dari bekerja berarti membuat orang mati.

         Saudara sekalian tidak diselamatkan oleh pekerjaan/perbuatan baik, tetapi diciptakan dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan/perbuatan baik. Keselamatan itu bukan pekerjaan/perbuatan manusia, tetapi pekerjaan/perbuatan Allah. Segala sesuatu, yang kita butuhkan untuk keselamatan kita, Ia berikan. Malahan keselamatan kita sendiri adalah pemberian-Nya. Tugas kita ialah: menerima pemberian itu dan - sebagai tanda pengucapan syukur kita meneruskannya kepada (membagi-bagikannya dengan) orang lain. Untuk itu Ia telah mempersiapkan pekerjaan/perbuatan baik bagi kita, supaya kita boleh hidup di dalamnya. Tahap yang terakhir yang harus kita lakukan adalah HIDUP DI DALAM PENGUCAPAN SYUKUR (bdk. Invocatio).

         Bagaimana dengan saya, saudara/i, dan kita semua saat ini? Apakah kita masih hidup di dalam dosa ataukah kita hidup di dalam pengucapan syukur atas penebusan yang dilakukan oleh Allah? Sudahkah kita mengucap syukur atas hidup ini ataukah kita selalu menyesal, menyesal, dan menyesali hidup ini? Marilah saudara/i kita menghormati dan menghargai karya penebusan Allah yang sangat mulia dengan selalu bersyukur kepadaNya. Dahulu kita adalah sampah namun sekarang kita adalah mutiara yang berharga oleh karena telah Ditunjukkan Allah Kemurahan Hati-Nya (tema). Biarlah Firman ini menjadi rhema bagi kehidupan kita. Amin. Tuhan Yesus memberkati.

Pdt. Abdi Edinta Sebayang, M.Th.

GBKP Runggun Graha Harapan

Minggu 28 Februari 2021 ; Roma : 18 - 24

Invocatio    : “Karena dari kepenuhanNya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yoh. 1 : 16)

Bacaan         :  Mazmur 22 : 23 - 27  (Responsoria)

Khotbah       :  Roma  4 : 18 – 24  (Tunggal)

Tema            :  “Allah Memperhitungkan Iman Orang Percaya”

      Pendahuluan

Jemaat yang dikasihi Tuhan, kita bersyukur akhirnya bapak Presiden Jokowi mengusulkan Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri. Bila tidak ada aral melintang, maka pak Listyo akan menjadi Kapolri kedua yang Kristen setelah menunggu 47 tahun lamanya. Beliau sekalipun non Islam dipertimbangkan, diperhitungkan dan dianggap memenuhi syarat oleh pak Jokowi untuk menjadi orang nomor 1 di Polri. Tidaklah mudah untuk bisa menjadi orang pertama di tubuh Polri. Ada banyak jendral polisi yang bagus-bagus dan berprestasi. Tetapi dia yang yang diperhitungkan pak presiden. Saudara-saudari yang terkasih, bukan hanya untuk mendapat tempat dan jabatan ada perhitungan-perhitungan. Ternyata Allah juga punya perhitungan dalam menerima kita. Ada yang Allah perhitungkan agar kita bisa dekat denganNya, menerima anugerahNya dan hidup dalam perkenananNya. Apakah yang Allah perhitungkan dalam diri kita?  Mari melihatnya bersama-sama dari Firman Tuhan sebagai khotbah kita.   

      ISI

Allah memperhitungkan iman Abraham sebagai kebenaran (ayat 18 – 22)

      Abraham adalah bapa iman. Ia sebagai contoh bagi semua baik orang Yahudi maupun orang Yunani (non Yahudi) dalam hal beriman kepada TUHAN. Abraham menerima janji Allah bahwa dia akan diberikan anak dan banyak keturunan di saat dia dan istrinya belum punya seorang anakpun (ayat 18; Kej. 13:16; 15:5). Allah menyampaikan kembali janjiNya kepada Abraham beberapa tahun kemudian ketika Abraham masih belum menerima anak sebagai pewarisnya. Ia dan istrinya saat itu sudah melewati masa-masa yang baik dan kuat membesarkan anak. Hal ini karena usianya sudah 100 tahun dan Sarah 90 tahun (ayat 19; Kej. 17:17). Selain Sarah sudah tua dan mandul, rahimnya juga sudah tertutup. Tetapi Abraham tetap kukuh beriman kepada Allah. Walaupun tidak ada dasar untuk berharap secara logika tetapi Abraham berharap juga dan percaya. Imannya tidak menjadi lemah walau ia mengetahui bahwa tubuhnya sudah sangat lemah. Tetapi terhadap janji Allah, Abraham tidak bimbang. Ia tidak meragukan kuasa dan kemahabenaran Allah. Malahan ia diperkuat dalam imannya untuk memuliakan Allah. Ia dengan penuh keyakinan percaya bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah ia janjikan. Karena iman percaya Abraham yang demikianlah Allah memperhitungkannya sebagai kebenaran. Artinya Abraham bukan benar tetapi dianggap benar atau dibenarkan karena imannya terhadap janji Allah. Sesungguhnya tidak ada manusia yang benar termasuk Abraham di hadapan Allah karena semua manusia telah  berdosa (bnd. Roma 3:9-20). Tetapi sekali lagi karena imannya, Abraham dibenarkan Allah.  

      Bukan usaha, jasa, pahala dan perbuatan kita yang diperhitungkan Allah membenarkan kita. Bukan juga kekuatan dan kemampuan kita yang membuat kita hidup berkenan kepadaNya. Tetapi iman kita kepada Dia yang dalam Tuhan Yesus menyelamatkan kita. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang-orang Yunani (bdk. Roma 1:16). Iman seperti iman Abraham. Iman yang berpegang teguh kepada janji Allah. Iman yang percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah (bdk. Lukas 1:37). Iman yang mengimani bahwa Allah maha kuasa dan berkuasa melaksanakan janjiNya. Iman yang berharap sekalipun tidak ada alasan untuk berharap. Iman yang tahan uji, teruji dan terbukti. Iman yang bertahan sekalipun ada tantangan, bahkan permasalahan dan penderitaan. Iman yang percaya bahwa Tuhan sanggup dan berkuasa mengubah keadaan menjadi lebih baik.   

     Alah juga memperhitungkan iman kita (ayat 23 – 25) 

     Rasul Paulus dengan tegas mengatakan bahwa Allah tidak hanya memperhitungkan iman Abraham sebagai kebenaran. Kata-kata ‘Allah memperhitungkan iman sebagai kebenaran’ tidak hanya ditulisken bagi Abraham saja. Hal itu tidak hanya berlaku bagi Abraham saja. Tetapi juga bagi kita semua baik Yahudi maupun Yunani yang beriman kepada Allah yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita dari antara orang mati. Iman kita jelas kepada Allah yang membangkitkan Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita. Allah yang kita sembah adalah Allah yang spesifik yaitu Allah yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari kematian. Allah yang telah menyerahkan Yesus karena pelanggaran kita, dan yang telah membangkitkan Yesus karena dan untuk pembenaran kita.          

     ‘Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat’ (Ibrani 11:1). Iman adalah satu-satunya cara dan jalan untuk diterima Allah dan mendapat anugerahNya. Kita bersyukur karena Allah meperhitungkan iman kita juga. Tuhan tidak menerapkan standar ganda atau berbeda dalam menilai kita. Karena kasih dan kemurahanNya, semua kita diperhitungkan karena iman kita. Marilah beriman seperti Abraham. Marilah mengikuti teladan iman Abraham. Jangan memegahkan kemampuan dan perbuatan kita. Jangan pernah mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Jangan andalkan kepintaran, kehebatan dan kekuatan kita. Tetapi andalkanlah kasih karuniaNya dalam hidup kita. ‘Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri’ (Ef. 2:8, 9). Kita tidak bisa dan tidak dapat membenarkan diri kita di hadapanNya. Hanya Dia yang bisa membenarkan kita oleh karena iman kita kepada Tuhan Yesus. Selanjutnya marilah tetap beriman kepadaNya sekalipun pada saat ini susah dan sulit. Sudah mampir 1 tahun kita di kepung oleh Covid 19. Tetap beriman bahwa Tuhan berkuasa dan maha kuasa mengubah segalanya. Tetap percaya dan setia kepadaNya. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tunjukkan iman kita sekuat batu karang. Semakin dihempas ombak, semakin dalam dan kuat.   

                   Tema: “Allah Memperhitungkan Iman Orang Percaya”

            Allah tidak memperhitungkan seberapa banyak harta kekayaanmu. Allah tidak memperhitungkan kecantikan dan ketampananmu. Allah juga tidak memperhitungkan pangkat dan jabatanmu yang tinggi. Allah juga tidak memperhitungkan prestasi duniamu, jasa dan pahalamu. Hanya satu yang Ia perhitungkan yaitu imanmu. Imanilah Dia yang telah mengutus PutraNya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus sebagai penebus dosa. Percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita dan hiduplah di dalam anugerahNya. Imani dan aminkan janji dan kuasaNya di dalam semua segi kehidupan kita. Seperti pemasmur, mari masyhurkan namaNya dan memuji-muji Dia di tengah-tengah jemaatNya. Bersaksilah dan ajak saudara seiman untuk memuji dan memuliakan Dia. Maka Allah memperhitungkan iman kita yang berbuah yaitu yang murah hati dan rela memberi (Mazmur 22:23-27).   

 Penutup/ kesimpulan

       Apapun yang terjadi saat ini dalam hidup kita marilah terus beriman kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Penanganan dan pengendalian Covid 19 masih terus berjalan. Covid 19 masih terus membayangi dan mengintai kehidupan kita. Sayap-sayap maut masih melayang di sekitar kita. Bayang-bayang terjangkit dan kematian setiap saat dan setiap waktu bisa mendekati kita. Di tambah lagi dengan dampak Covid 19 dalam berbagai segi kehidupan kita: kesulitan ekonomi, kehilangan pekerjaan, KDRT, kriminalitas, dst. Apapun yang terjadi dan apapun yang kita alami saat ini, susah-senang, sakit-sehat, suka-duka, untung-malang marilah tetap beriman. Percayalah bahwa anugerah Tuhan Yesus cukup bahkan berlimpah bagi kita (Yo. 1:16). Kasih karunia demi kasih karuniaNya akan menyertai kita semua yang beriman kepadaNya. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Pdt. Juris Tarigan, MTh;  GBKP RG Depok - LA

Minggu 21 Februari 2021 ; Kejadian 9 : 8 -17

Invocatio    : “Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas. Mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan menjawab mereka. Aku akan berkata: Mereka adalah umat-Ku, dan mereka akan menjawab: TUHAN adalah Allahku!” (Za.13:9)

Bacaan         : 1 Petrus 3 : 18 - 22

Khotbah       :  Kejadian 9 : 8 - 17

Tema        : “Janji Dan Kuasa Allah”

Keselamatan yang dialami Nuh dan anak-anaknya dari air bah menandai suatu era kehidupan baru. Bumi telah dibersihkan dari dosa. Umat yang berdosa telah menolak untuk bertobat dan berjalan dalam kebenaran Tuhan, sehingga Dia memutuskan untuk membinasakan mereka dengan air bah. Saat Nuh dan anak-anaknya keluar bahtera dan menginjak tanah, sesungguhnya mereka berada di bumi yang baru. Mereka kini memiliki peran dan kemungkinan baru dalam episode sejarah keselamatan yang Allah sediakan. Dengan respon iman yang tepat, Nuh mengawali episode baru tersebut dengan mempersembahkan persembahan syukur kepada Allah. Ketika Allah mencium persembahan yang harum itu, Dia berfirman, “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan” (Kej. 8:21).

Nuh dan anak-anaknya memilih untuk mengawali era kehidupan baru dengan sikap merendahkan diri dan mengucap syukur atas kasih karunia Allah agar mereka dimampukan berjalan dalam kebenaranNya. Mereka tidak menganggap keselamatan dari bencana air bah sebagai hukuman Allah tersebut sekadar peristiwa kebetulan, tetapi dengan sadar dihayati sebagai wujud rencanaNya yang memanggil mereka untuk menjadi berkat dan keselamatan bagi umat manusia selanjutnya. Tidaklah mengherankan jika Allah mengawali era kehidupan baru tersebut dengan mengadakan perjanjian keselamatan dengan Nuh. Perjanjian keselamatan Allah dengan Nuh tersebut didasarkan pada janji firmanNya, yaitu bahwa Allah tidak akan membinasakan lagi segala yang hidup, walaupun yang ditimbulkan hati mereka adalah jahat dari sejak kecilnya. Perjanjian keselamatan Allah dengan Nuh sama sekali didasarkan pada anugerah pengampunanNya. Dalam konteks ini, Allah tampil lebih sebagai seorang Penyelamat daripada pembinasa umat manusia. Tujuannya adalah agar seluruh umat manusia yang lahir dari keturunan Nuh dapat berjalan dalam kebenaranNya.

Namun, perlu juga diingat bahwa Allah memilih Nuh karena selama ini, ia terbukti mampu hidup benar di tengah masyarakat dan umat yang begitu jahat. Itu sebabnya, Kejadian 6:9 menyaksikan, “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah”. Pola kehidupan Nuh sangat kontras dengan pola hidup manusia sezamannya yang amoral dan melakukan berbagai kekerasan dan kejahatan. Nuh mampu bertahan dengan hidup suci dan konsisten berjalan dalam kebenaran Tuhan. Ia berhasil menghadapi pengaruh dan tekanan zaman dengan penyerahan hidup yang selalu taat pada firman Tuhan. Karena itu, ciri menonjol dalam kepribadian Nuh adalah integritasnya, sehingga ia adalah satu-satunya orang yang tamim (dalam Bahasa Ibrani berarti hidup benar dan tidak bercela di hadapan Allah dan sesamanya).

Nuh senantiasa hidup dalam prinsip iman yang menempatkan kehendak Allah sebagai yang terutama dan termulia. Di sisi lain, pola keteladanan hidup Nuh tersebut dalam kehidupan sehari-hari justru sering kita abaikan. Kehendak Allah dan firmanNya justru sering kita anggap hanya sekadar menjadi salah satu bagian yang melengkapi berbagai kebutuhan religius dan psikologi kita. Bukankah kehidupan sehari-hari kita sering tidak menempatkan kehendak Allah dan firmanNya sebagai satu-satunya fondasi yang paling utama dan mulia? Kita sering terlalu cepat dan mudah untuk menyerap atau mengadaptasi setiap trend yang berkembang tanpa sikap kritis dan selektif, apalagi bila trend tersebut didukung banyak orang atau teman di sekitar kita.

Sendi-sendi kehidupan kita sesungguhnya dijalin, dipintal dan bertumbuh karena relasi eksistensial. Relasi eksistensial yang dimaksud meliputi relasi dengan Allah, sesama, lingkungan dan diri kita sendiri. Putusnya salah satu aspek relasi tersebut akan menghambat atau merusak proses pertumbuhan dan sendi-sendi kepribadian kita. Akibatnya, pertahanan diri kita akan rapuh dan mudah terbelenggu oleh pergaulan yang makin menyeret kita ke arah yang negatif dan destruktif. Hakikat relasi dengan Allah, sesama, lingkungan dan diri sendiri bukan sekadar suatu kebutuhan sosial dengan “pihak lain”, melainkan juga dasar untuk menciptakan pemaknaan terhadap hidup ini. Pemaknaan tersebut akan mendorong kita untuk menciptakan arah dan tujuan hidup tertentu. Itu sebabnya, apabila relasi kita retak, khususnya dengan Allah, sesama dan diri sendiri, kita akan kehilangan makna dan tujuan dari hidup ini. Pada saat itulah, kita akan mengalami kehidupan yang tanpa arti dan tujuan. Hidup terasa gelap dan kelam.

Pada posisi demikian, setiap orang yang mengalaminya akan sangat mudah untuk ditarik ke dalam pusaran duniawi yang sebelumnya sangat ia tolak. Sekali ia memasuki kawasan duniawi, sangat sulit baginya untuk keluar dengan selamat. Ia merasa telah kepalang basah. Dengan pemahaman demikian, kita dapat mengerti mengapa seseorang yang telah terjebak dalam suatu perbuatan dosa sangat sulit untuk dinasihati atau dikritik. Jadi, sangat keliru apabila kita berlaku kasar dan menyudutkan sesama yang sedang jatuh dalam dosa, agar ia bertobat dan menyesal, karena ia akan makin mengeraskan hati dan membenamkan diri lebih dalam ke berbagai perbuatan dosa. Yang sangat ia butuhkan adalah relasi yang penuh kasih dan pengertian, sehingga sedikit demi sedikit ia dapat memulihkan relasi eksistensial yang terputus. Dalam konteks demikian, Allah berkenan menyatakan anugerah kasihNya, sehingga relasiNya dengan manusia diikat oleh perjanjian keselamatan.

Di era baru setelah air bah, Allah tidak lagi mengambil solusi hukuman untuk membinasakan umat manusia, tetapi mengikutsertakan manusia sebagai mitraNya dalam perjanjian keselamatan. Dalam Kejadian 9:12-12, Allah berfirman, “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala mahkluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: BusurKu Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi”. Tanda perjanjian keselamatan Allah yang penuh anugerah dinyatakan dalam simbol busur (qeset). Semula, busur yang dilengkapi dengan anak panah dipakai Allah untuk memanah tiap orang berdosa, sehingga mereka binasa. Tetapi, setelah bumi dibersihkan dari perbuatan dosa, Allah mengambil keputusan untuk menempatkan kasih karuniaNya yang memperbarui kehidupan umat yang berdosa. Karena itu, simbol busur yang dilambangkan dalam wujud pelangi bermakna tumbuhnya pengharapan dan keselamatan yang baru. Busur Allah yang pernah membinasakan kehidupan umat kini berubah fungsi menjadi busur Penebus dan Penyelamat orang berdosa.

Sebagai Penebus dan Penyelamat, Allah menggunakan busur dan senjataNya untuk menjaga dan melindungi umat agar mereka terjaga dari serangan kuasa maut. Itu sebabnya dosa yang begitu besar tidak lagi menghalangi kasih karunia Allah yang terus bekerja dalam kehidupan ini, sehingga umat dikaruniai pengharapan dan kesempatan untuk bertobat. Busur Allah yang ditampilkan dalam bentuk pelangi juga mengingatkan umat agar mereka selalu ingat akan kasih karuniaNya yang menjaga dan melindungi mereka, sehingga umat dapat menjaga diri dari dorongan dan daya tarik dunia seperti yang pernah dilakukan orang pada zaman Nuh.

Jalan kebenaran Allah hanya dinyatakan kepada orang yang rendah hati. Spiritualitas kerendahan hati itulah yang menjadi pintu utama karya keselamatan Allah. Melalui karya penebusan Kristus, Allah mendamaikan diri kita yang berdosa agar dapat menjadi orang yang dibenarkan. Dalam 1 Petrus 3:18 dikatakan, “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi Ia yang telah dibangkitkan menurut Roh”.

Karya penebusan Kristus bagi orang berdosa tidak dilakukan dengan cara menghukum atau membinasakan umat dengan air bah sebagaimana yang dilakukan Allah pada zaman Nuh. Hal itu dilakukan Kristus dengan cara menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi umat manusia melalui kematian dan kebangkitanNya. Akar dosa tidak dipotong dengan mematikan kehidupan umat manusia, tetapi dengan cara mengurbankan diriNya. Tepatnya, Kristus datang untuk memberi kehdiupan agar orang berdosa dapat memperoleh hidup dalam kelimpahan rahmat Allah. Bahkan lebih jauh lagi, 1 Petrus menyaksikan bahwa karya keselamatan Kristus juga menjangkau roh-roh manusia yang dahulu dibinasakan Allah pada zaman Nuh. Surat 1 Petrus 3:19-20 mengatakan, “Dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepad roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”. Karya keselamatan Kristus yang memberi hidup pada hakikatnya merupakan perwujudan dari busur Allah, sehingga melalui kematian dan kebangkitanNya, Kristus mematahkan kuasa maut. Selain itu, dengan kematian dan kebangkitanNya, Kristus juga telah memanahkan ribuan “anak panah” kasih Allah yang menghancurkan tiap hati yang keras dan mereka yang terbelenggu kuasa dosa. Dengan demikian melalui dan di dalam Kristus, terbukalah kini jalan Tuhan yang transformatif. Apabila umat manusia sejak semula selalu gagal untuk berjalan dalam kebenaran Allah karena dicengkeram oleh kuasa dosa, kini di dalam Kristus, kita dimampukan oleh kuasa anugerahNya sehingga kita dapat hidup sebagai anak-anakNya.

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate