Khotbah Minggu Tgl 11 April 2021 ;Kisah Rasul 4 : 17-20)

Quasimodogeniti : Bagi Anak Si Mbaru Tubuh/ Seperti Bayi Yang Baru Lahir

Invocatio    : “karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih,  satu jiwa, satu tujuan,” (Flp. 2:2)

Bacaan       : Amsal 17:17-20 

Kotbah        : Kisah Para Rasul 4:32-37

Tema          : Ersada Ukur Ersada Penggejapen/ Satu Hati Satu Perasaan

1.    Bagian Kis. 4:32-37 ini merupakan hal yang persis sama dengan apa yang telah diceritakan dalam 2:42-47. Sebelumnya di 4:1-22 diceritakan terjadi penolakan para pemimpin umat Israel, tetapi tidak membuat jemaat mundur. Tetapi justru ditengah tantangan dari luar tersebut membuat mereka “sehati dan sejiwa” secara khusus dalam cara memandang milik mereka, yaitu sebagai milik bersama. Apa yang terdapat dalam nats kita ini, sebagai gelombang lanjutan atas hari Pentakosta, yang membuat rasul Petrus bersemangat memberitakan Injil. Semangat dari Roh Kuduslah yang menjadikan Petrus berani berhadapan dengan Mahkamah Agama. Ditengah ancaman masuk penjara Petrus dan Yohanes jika tetap memberitakan Injil, tetapi mereka memilih lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Kekuatan para rasul dan komunitas jemaat mula-mula ada pada saat mereka saling mendukung satu dengan yang lainnya. Sehingga, kuantitas jemaat mula-mula bertambah signifikan kira-kira tiga ribu orang (2:41) atau lima ribu orang (4:4). Jemaat mula-mula memiliki kehidupan kerohanian yang baik, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul, memecah roti dan berdoa bersama. Bahkan tanda-tanda mujizat terjadi pada waktu tersebut, Petrus juga mengawali tanda-tanda mujizat tersebut. Tetapi kehidupan berbagi kasih adalah bagian yang tidak kalah penting pada waktu itu. Dan inilah kekuatan dari gereja sesungguhnya sampai saat ini. Mereka mampu bertahan ditengah penganiayaan ketika mereka saling menanggung beban masing-masing. Mereka berbagi tanpa merasa dirugikan. Secara kuantitas mereka bertambah, diiringi juga kualitas yang baik.

2.    Meski seolah diceritakan ulang, tetapi dalam nats ini diberi tekanan mengenai cara mereka memperlakukan harta kepunyaan mereka. Sikap mereka terhadap harta mereka tersebut didasari karena mereka “sehati dan sejiwa”. Luar biasanya, hal ini menjadi kesaksian bagi kalangan Yahudi maupun Yunani. Bagi kalangan Yahudi misalnya dalam Ul. 15:4 “Maka tidak akan ada orang miskin di antaramu,...” cita-cita Yahudi seperti ini menjadi kenyataan di jemaat perdana di Yerusalem karena masing-masing mereka membuka tangan mereka lebar-lebar/ mau berbagi (baca Ul. 15:8,11). Sekaligus bagi orang Yunani pun hal ini menjadi kesaksian yang hidup, karena dalam pemikiran orang Yunani bahwa sahabat yang “sejiwa” itu dibuktikan dengan “segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”. Sehingga cara hidup jemaat mula-mula ini menjadi kesaksian yang hidup baik bagi orang Yahudi maupun orang Yunani.

3.    Kebangkitan Kristus merupakan pusat penggerak kehidupan jemaat serta anugerah Allah yang berlimpah-limpah menjadi nyata dalam persekutuan mereka. Anugerah Allah menjadi nyata dalam sikap jemaat merespon terhadap mereka yang berkekurangan. Dorongan untuk peduli satu dengan yang lain karena Kristus telah lebih dahulu mengasihi kita. Kasih Kristus yang memampukan manusia mengasihi dengan benar. Kristus yang dinyatakan oleh para rasul adalah kekuatan jemaat mula-mula dan juga sumber kelimpahan mereka. Mereka menyerahkan harta kepunyaan mereka untuk kepentingan bersama. Bukan sebaliknya, kepentingan sendiri diutamakan. Meski, kemudian ada juga dampak negatif dari cara hidup ini. Cara hidup jemaat perdana ini muncul di antara mereka di Yerusalem, barangkali karena mereka mengharapkan kedatangan kembali Yesus Kristus dalam waktu dekat. Oleh sebab itu, mereka tidak memikirkan hari depan keluarga-keluarga mereka. Perilaku ini kemudian menjadi penyebab kemiskinan di jemaat itu (bdk. Rm. 15:26) Akan tetapi, bagi Lukas penulis Kisah Para Rasul ini hal ini yang penting ia menceritakan cara hidup ini sebagai pengarahan dan teladan menempatkan kepentingan persekutuan dibanding kepentingan pribadi.

Saat ini penting kita memberi diri bagi orang yang membutuhkan, tetapi memikirkan juga hari depan. Perlu juga kita memikirkan perbedaan antara membagikan serta menghabiskan begitu saja.

4.    Kesadaran segala sesuatu adalah milik Tuhan mendorong mereka menjadi berkat bagi sesama mereka. Terlepas ada penafsiran yang mengatakan bahwa jemaat mula-mula merasa Kristus akan segera datang kembali sehingga mereka menjual harta kepunyaan mereka, tetapi lebih dari hal itu, alasan utama tidak demikian! Alasan utamanya adalah karena banyaknya orang lain yang memerlukan (Kis. 4:35 “dibagi-bagikan ...sesuai keperluannya”). Mereka berbagi karena begitu banyak orang miskin di sana. Mungkin karena penganiayaan atau alasan lain. Tetapi kepekaan akan kebutuhan orang lain adalah menjadi salah satu ciri utama kesehatian jemaat mula-mula. Keyakinan bahwa apapun yang Allah berikan kepada kita merupakan sebuah penatalayanan. Kita hanya dipercaya oleh Allah untuk mengurus pemberian itu secara bijaksana. Posisi kita lebih ke arah “pengatur” (manajer) daripada “pemilik” (owner), kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban.

5.    Tidak egosentris, mereka tidak mengukur segala sesuatu dari kepentingan, kesenangan, dan selera diri sendiri. Tidak seorang pun yang berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri dan hanya dirinya sendiri yang berhak menikmati (ay. 30). Dalam persekutuan jemaat perdana, semua orang itu menjadi saluran berkat dan kasih bagi sesamanya. Dan tujuan orang percaya adalah bukan hanya menerima berkat, melainkan juga menyalurkan berkat. Tanpa diwajibkan tetapi mau berbagi. Kerinduan seperti itu harusnya ada dalam persekutuan orang percaya. Kerinduan seperti ini didorong karena sehati dan sejiwa, sehingga tanpa diatur-atur atau tanpa disuruh mereka dengan sukarela dan sukacita tetap berbagi.

6.    Memberi/ berbagi tidak harus memiskinkan diri dan tidak memuat kita semakin miskin. “Semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual...” (ay. 34). Kata semua orang dalam terjemahan Yunani “hosoi gar ktetores” secara harafiah bisa diterjemahkan “banyak pemilik” (bhs. Karo, “kalak si lit”) itu berarti bahwa sebenarnya ada kebebasan untuk menjual atau tidak (bdk. 5:4). Jelas pula bahwa ibu Markus, warga jemaat, mempunyai rumah di mana jemaat dapat berkumpul bersama (12:12). Rumah ini tidak dijual, tetapi menjadi “milik bersama” dalam arti dapat dipakai jemaat sebagai tempat perkumpulan. Inilah juga suatu cara untuk mewujudkan hal “kepunyaan bersama”. Jadi masalah menjual harta kepunyaan tersebut bukan peraturan yang mengikat, tetapi jiwa dari aksi tersebutlah menjadi teladan bagi kita saat ini. Ada kebiasaan negatif bagi sebagian orang pada gereja mula-mula, bahwa ada juga yang memiskinkan dirinya dengan menjual harta kepunyaannya untuk orang lain dan kemudian pergi ke padang gurun untuk beraskese, mengasingkan diri dari kehidupan yang nyata. Seharusnya tidak demikian, kita justru diutus untuk terjun menjadi berkat ditengah-tengah dunia ini, bukan malah mengasingkan diri.

7.    Tidak hanya teori tetapi nyata dalam aksi. Jemaat mula-mula tidak hanya luar biasa di dalam pemberitaan dan kotbah, melainkan juga jemaat yang hebat dalam perbuatan. Persekutuan mereka yang indah dan baik menjadi salah satu sarana kesaksian yang kuat untuk orang di sekitar mereka. Mereka bersaksi di luar (ay. 21, 23) dan bersekutu di dalam (ay. 32, 37). Itu berarti mereka tidak hanya jemaat yang rutin mendengar pengajaran para rasul/ tidak hanya mengerti doktrin yang benar, tidak hanya gigih berdoa. Tetapi mereka peduli satu dengan yang lain. Saling memperhatikan. Memang kita perlu pemahaman Alkitab yang benar, kita perlu berdoa tanpa jemu-jemu, kita juga perlu memberitakan Injil. Tetapi tidak akan berguna sama sekali menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain, tanpa ada kasih. Meritaken berita si meriah ningen kari, tapi terjeng berita ngenca, si meriahna lalap la dat. Tentu tidak tepat demikian! Sebaliknya, kasih kepada sesama tanpa doktrin yang benar, tanpa doa, tanpa pemberitaan Injil akan menjadi kasih yang buta yang tidak membangun dan mungkin tidak diperkenan Tuhan, sehingga bisa saja membuat gereja sama seperti lembaga-lembaga sosial lainnya. Jadi seharusnya gereja itu harus utuh, baik pemberitaan, pengajaran, juga dalam kasih yang benar.

8.    Tidak lebih penting uang daripada manusia. Tidak penting pemilik harta, melainkan sikap orang percaya terhadap harta. Penjualan harta tersebut dilakukan untuk keperluan bukan syarat resmi menjadi orang percaya. Menjual harta milik dan membagi-bagikannya sebagai bentuk kesehatian. Rasul atau bahkan Tuhan sendiri tidak mewajibkan hal tersebut untuk dilakukan. Namun, itu bisa terjadi karena ada kesehatian dan kesejiwaan di antara mereka. Mereka mengalahkan egoisme diri mereka, dan dengan sendirinya merasakan kerinduan atau dorongan untuk saling berbagi. Mereka merasa resah jika mereka mempunyai banyak sekali harta, sedangkan saudara mereka tidak memiliki apa-apa. Di dalam ayat 36 dan 37 dikatakan bahwa bantuan yang diberikan oleh Barnabas sangat besar. Dia menjual tanahnya dan memberikan semuanya untuk persembahan. Dia tidak memberi sekadarnya, asal terlihat sudah memberi sudah cukup (ingat dan percayalah, orang pelit pun tidak suka dengan orang pelit). Dia rela mempersembahkan semuanya karena kebutuhan yang begitu besar dan mendesak diperlukan oleh saudara-saudara seimannya pada waktu itu. Ayat ini tidak hanya menyatakan jumlah saja. Ayat ini mengajarkan bahwa bagi Barnabas orang lain lebih penting daripada uang sendiri. Motivasinya dalam memberi hartanya adalah tulus dan murni oleh karena Kasih, bukan untuk memperoleh nama, pujian dan status. Sama hal seperti Yesus Kristus menganggap orang lain lebih penting daripada kemuliaan-Nya sendiri sehingga Dia rela menjadi manusia yang begitu lemah dan miskin. Yesus Kristus menganggap orang lain lebih penting daripada nyawa-Nya sendiri sehingga Dia rela mati bagi orang lain.

9.    Kesehatian tidak seperti Ananias dan Safira. Segera ditengah kebaikan jemaat mula-mula ditampilan langsung bahwa masih ada orang seperti Ananias dan Safira. Dosa mereka bukan terletak pada penguasaan atas hasil penjualan itu, melainkan pada  yang telah mereka rencanakan jauh sebelumnya. Kebaikan mereka menjadi kesaksian bagi orang lain, sedang hukuman bagi Ananias dan Safira menjadi peringatan bagi komunitas Kristen. Ditengah kebaikan akan tetap ada permasalahan yang muncul, mengajar kita kesehatian Ananias dan Safira bukan kesehatian yang layak ditiru. Mereka sehati tetapi untuk mengelabui.

10. Perbedaan pendapat tidak menghilangkan perasaan sejiwa dan sehati. Ini merupakan ciri jemaat perdana. Hal ini tidak berarti bahwa mereka selalu cocok dan sependapat dalam setiap hal. Itu tidak mungkin sebab tidak ada orang yang bisa terus-menerus seperti itu. Namun, perbedaan pendapat tidak harus berarti tidak lagi bisa sejiwa dan sehati. Kita bisa berbeda atau bahkan berdebat, tetapi tujuan kita tetap sama. Kita mungkin mempunyai kecepatan berjalan yang berbeda, tetapi menuju tujuan yang sama. Artinya, meski ada banyak perbedaan dalam komunitas perdana tetapi perbedaan itu tidak memisahkan atau menghalangi untuk tetap sehati dan sejiwa melakukan visi dan misi bersama.

11. Bersama-sama belum tentu saling memikirkan kepentingan bersama-sama. Sada kiniteken tapi lenga tentu siteken (satu kepercayaan belum tentu saling mempercayai). Kebersamaan sesungguhnya dimulai dari hati dan diwujudkan melalui kebiasaan berbagi. Dimulai dari pengajaran yang benar, doa yang benar. Tanpa motivasi tulus dari dalam hati pemberian bantuan hanyalah keterpaksaan atau pencitraan.

12. Para rasul juga menjadi orang yang bisa dipercayai dan mampu mengatur untuk kebutuhan orang yang membutuhkan. Sehati sejiwa tetapi tetap juga harus transparan. Betapa penting jemaat-jemaat memiliki kepercayaan terhadap para rasul dan para rasul juga menjadi orang yang bisa dipercaya termasuk dalam hal keuangan. Jangan lupa bahwa “akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman...” (1 Tim. 6:10). Jemaat mula-mula mempersembahkan pemberian mereka kepada para rasul tetapi bukan untuk para rasul, tetapi untuk mereka yang membutuhkan (ay. 35). Jemaat mula-mula tidak mau mengatur persembahan mereka sendiri. Tetapi kemudian, para rasul mengatur persembahan itu untuk kebaikan orang lain, bukan untuk kebutuhan diri sendiri.

13. Minggu Quasimodogeniti, seperti bayi yang baru lahir. Begitu turunya Roh Kudus ada banyak orang-orang percaya baru yang bertambah setiap hari. Ada banyak orang-orang yang lahir baru, memberi diri untuk menjadi Kristen. Pada saat jemaat mula-mula dipenuhi oleh Roh Kudus pada Hari Pentakosta (2:1-11) dan banyak orang bertobat melalui khotbah Petrus (2:37-41), kumpulan orang percaya tersebut juga menunjukkan kebiasaan baru (2:42-47). Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul, persekutuan, sakramen dan doa. Lahir kembali di dalam Kristus menjadikan munculnya kebiasaan baru. Ula kari enggo ndekah jadi Kristen, tapi Keri Sitik Mis Tensin.

Kehadiran Roh Kudus dalam komunitas Kristen membawa transformasi dalam berbagai sisi. Ada kebiasaan baru yang positif. Tercipta sebuah kebiasaan baru yang melampaui kebiasaan pada zaman atau umumnya. Jadi, Roh Kudus bukan hanya memberikan karunia-karunia rohani yang terlihat spektakuler atau harus wah!! Dia juga memampukan setiap orang percaya untuk memainkan mengambil bagian dalam kehidupan sesama. Orang yang dipenuhi Roh Kudus hatinya ditarik ke arah vertikal (bagi Allah) dan horizontal (bagi orang lain).

14. Kebiasaan baru muncul bukan karena emosi sesaat. Ada banyak orang yang tiba-tiba baik, tiba-tiba murah hati, dsb. Kebiasaan berbagi di 4:34-37 bukan sebuah respons spontan yang emosional belaka. Jemaat mula-mula secara sadar melakukanya. Mereka berbagi bukan karena ada materi saja, tetapi mereka juga karena memiliki hati yang benar, dasar/ doktrin yang benar, doa yang tiada henti dan lebih lagi anugerah Kristus.

Salam

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip, S.Th

 

GBKP Rg. Palangka Raya

 

Khotbah Minggu Tgl 18 April 2021 ; Mazmur 106 : 1-5

Misericordias Domini: Kasih Setia Tuhan (Lias Ate Jahwe)

Invocatio: Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia! (Mazmur.67:8).

Bacaan :     Kis. 3:12-19.

Khotbah :   Mazmur. 106:1-5.

Tema :       Hidup di Dalam Kasih Allah.

Pembukaan.

Saudaraku yang terkasih di dalam Kristus, kita mengucap syukur hari ini kita bisa bersama-sama beribadah, bersekutu untuk memuliakan Allah melalui nyanyian pujian dan menerima kebenaran firman Tuhan pada minggu Misericordias Domini yang artinya; Allah yang penuh Kasih setia bagi umat yang dikasihiNya.

Hari ini Adalah hari yang bersejarah bagi Gereja GBKP, dimana pada Tgl. 18 April 1890 yang lalu, Injil diberitakan kepada orang Karo di Buluhawar dan sampai hari ini Injil sudah 131 tahun tumbuh, berkembang dan berbuah banyak, semua ini Adalah wujud dari Kasih Setia Allah bagi kita bagi gerejaNya.

Minggu ini Kita diajak untuk menghayati besarnya kasih karunia yang telah dinyatakan alat bagi kita dari dahulu sekarang dan dan masa yang akan datang. Dengan menyadari kasih Allah yang telah kita terima kita diajak untuk menunjukkan respon kita yaitu: Mengucap syukur bagi Allah dan dan melakukan kan apa yang berkenan bagi dia.

Pembahasan Alkitab.

Nats khotbah Minggu ini ini adalah nyanyian pujian pemazmur yang menyatakan besarnya kasih Allah terhadap seluruh ciptaannya. Dalam nyanyiannya Pemazmur berseru kepada umat Israel  untuk bersyukur kepada Tuhan karena Ia baik dan kasih setia-Nya abadi (1). Di sini pemazmur dengan gamblang mengungkapkan bahwa kebahagiaan akan dimiliki oleh mereka yang senantiasa berpegang pada hukum Allah dan berlaku adil (3). Pemasmur juga memohon belas kasihan Allah untuk mendatangkan pertolongan dalam segala Pergumulan serta beroleh kebahagiaan dalam janji Allah untuk umat PilihanNya.

Saudaraku yang terkasih, Bacaan penghantar khotbah (ogen) yang tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul 3:12-19, Rasul Petrus bersaksi bahwa Semua mujizat yang terjadi dalam pelayanan mereka adalah bersumber dari Kuasa Yesus Kristus yang telah disalibkan, mati dan Bangkit dari Kematian itulah yang telah menyembuhkan orang yang sakit itu. PenderitaanNya adalah wujud dari kasih Allah untuk keselamatan manusia yang berdosa. Balasan dari kasih Allah itu adalah Pertobatan dari dosa.

Bangsa Israel memang dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk, bahkan Allah sendiri pun menyatakan demikian (Kel. 32:9). Berulang kali mereka menyaksikan dan mengalami karya Tuhan dalam kehidupan mereka, tetap saja mereka memberontak kepada Allah. Mukjizat demi mukjizat mereka lihat dan alami, namun hal itu seolah-olah tidak membekas di hati dan pikiran mereka. Tak terhitung banyaknya pertolongan dan kemurahan Allah atas kehidupan umat-Nya. Kenyataannya, bukan rasa terima kasih yang keluar dari hati mereka, melainkan sungut-sungut dari mulut mereka. Walaupun mereka dikenal sebagai bangsa yang bebal, tetapi hal itu tidakmenghalangi Allah untuk berkarya dalam menyelamatkan mereka.

Meskipun dosa Israel sangat besar, kasih setia Tuhan tetap dinyatakan bagi  mereka. KasihNya tidak berubah walaupun  bangsa Israel tidak setia. Hukuman yang menimpa umat pilihan adalah teguran atas ketidak setiaan mereka, Tuhan menginginkan umat-Nya untuk berbalik/bertobat dan menyesali segala dosa-dosa yang diperbuat dengan menunjukkan  pembaruan dalam hidup mereka.

Renungan.

Hidup sebagai umat Allah bukanlah kehidupan yang  benas pergumulan, Sejarah gereja sepanjang jaman mencatat  banyak sekali i hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus. Namun janji penyertaan Allah tetap nyata bagi kita sehingga ketika gereja seangkin dibabat, gereja semakin merambat. Demikian juga kehidupan kita sebagai  warga  Gereja,  kita selalu  menghadapi suka dan Duka di dalam kehidupan, kita tidak bisa memilih sukacita saja atau menolak atau lari dari dukacita, semua harus dihadapi dengan Iman. Saat kita mendapatkan berkat tentu kita bahagia, bersukacita, disaat yang lain ketika kita mendapatkan atau mengalami pergumulan bagaimanakah sikap kita, kalau diperhadapkan dengan firman Tuhan tentu saja kita harus tetap bersukacita karena disana dikatakan bersukacitalah senantiasa.

Hal ini bukanlah sesuatu yang yang mudah seperti membalikkan telapak tangan namun membutuhkan kan Iman pengharapan yang teguh dan tentu saja dengan pertolongan roh Kudus sehingga kita tetap merasakan kebaikan Tuhan walaupun sedang berada ditengah badai pergumulan hidup.

Jika kita bercermin pada Alkitab, ada banyak tokoh disana yang tetap mampu memandang lewat iman ketika masalah menghadang mereka. Lihatlah Ayub yang memuji Tuhan meski mengalami penderitaan (Ayub 1:20-22). Selanjutnya Daud, yang pada suatu ketika dikejar, hendak dibunuh oleh Saul dan terjebak di dalam gua. Apa yang dilakukan Daud? Dia malah memuji Tuhan dan bermazmur! (Mazmur 57:1-12). Lalu apa yang terjadi ketika Paulus dan Silas tengah dipasung dalam penjara? Mereka bukannya menyesali nasib, namun malah berdoa dan menyanyikan puji-pujian pada Allah dengan lantang, hingga semua orang dipenjara itu mendengarkan. Apa yang terjadi selanjutnya? Terjadilah gempa sehingga semua pintu dan belenggu terbuka membebaskan mereka. Bukan itu saja, namun terjadi pertobatan pada diri kepala penjara dan keluarganya. (Kisah Para Rasul 16:19-40). Lihatlah bukti kasih setia Tuhan, Dia tetap menyertai dalam segala hal. Tidak ada yang harus kita takutkan. Yang harus kita lakukan adalah tetap mengucap syukur dan melantunkan puji-pujian. "We are never alone even in the deepest trouble".

Penutup Khotbah.

Saudaku yang terkasih, Kehidupan rohani bangsa Israel mencerminkan kehidupan kita sebagai orang percaya pada masa kini. Kita sering terlena dengan keduniawian, zona nyaman yang membawa kita jauh dari kehendak Allah. Sulit sekali bangkit dari keterpurukan karena berbagai kegagalan dan bencana. Karena itu, jangan pernah melupakan Bahwa Allah kita Penuh dengan Kasih setia, kita hidup dalam pemeliharaanNya, RancanganNya selalu mendatangkan kebaikan bagi kita.  Tetaplah setia memegang teguh iman percaya kita dalam segala suasana, tetap bekerja jangan berpangku tangan,  serta Mengucap syukur atas kasih setia Tuhan yang dilimpahkan kepada kita. Lebih dari itu, hendaknya penyesalan, pertobatan, dan komitmen kita dihadapan Tuhan menjadi kenyataan. Dengan demikian, barulah kita bisa menghargai besarnya anugerah Tuhan dalam kehidupan kita. Amin

Pdt.Togu Persadan Munthe

Rg. GBKP Cililitan

Khotbah minggu Tgl 04 April 2021 : Markus 16 : 9-18

Invocatio     : Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya. (Wahyu 20:6)

Bacaan         : Yohanes 20 : 1-10

Khotbah       : Markus 16:9-18

Tema : Kuasa Kebangkitan Yesus

Saudara-i yang dikasihi Tuhan, Paskah kerap kita peringati sebagai tanda Yesus menyatakan kuasaNya mengalahkan upah dosa yakni maut dan memberikan jalan keselamatan bagi manusia yang percaya. Kebangkitan Yesus menjadi inti iman Kristen, yang walaupun dipercayai dan diimani oleh umat Kristen, namun cukup hangat diperbincangkan dan juga kebenarannya sering diperdebatkan. Orang-orang yang ahli mencoba meneliti dan mencari bukti, untuk mengungkap ‘misteri’ ini. Karena nyatanya masih banyak yang menyanggah dan tidak percaya bahwa Yesus itu sungguh-sungguh bangkit. Hal ini sangat wajar karena kebudayaan maupun agama masyarakat mulai zaman kuno, tidak mengajarkan ataupun mempercayainya.

Untuk memahami hal ini, banyak orang mengharapkan catatan historis dan hal penting lainnya sebagai sebuah pembuktian. Namun dalam iman percaya, kita tidak dapat melupakan pentingnya kerendahan hati. Yang menolong seseorang dapat tetap mengakui dan melihat, bahwa keberadaan manusia sangat terbatas untuk menjangkau atau memahami Allah dengan sempurna. Peristiwa kebangkitan ini pun diimani oleh kita orang percaya, bahwa di dalam peristiwa tersebut, Allah turut menyatakan kehendak dan kuasaNya dalam rangka keselamatan manusia. Hal ini menjadi pergumulan iman tentang bagaimana kita dapat mengalami Tuhan dalam hidup kita? Apa dampaknya kuasa kebangkitan Yesus, saat ini bagi kita dalam respon iman?

Markus 16:1-18 merupakan bagian yang menceritakan peristiwa penting pasca kematian Yesus. Seperti apa yang telah dinubuatkan, bahwa Yesus dibangkitkan tiga hari setelah kematianNya. Pada waktu itu tiba, pertama sekali Yesus menampakkan diriNya kepada perempuan-perempuan yang datang ke kubur dan berpesan, agar mereka menyampaikan hal ini kepada murid lainnya. Ke Galilea mereka harus pergi, karena di sana Yesus akan menemui mereka (ay 7). Beberapa kali Yesus juga menampakkan diri kepada para murid agar menjadi kesaksian pemberitaan bagi banyak orang. Yesus meneguhkan hati mereka yang saat itu dirudung ketakutan dan gentar.

Menjadi saksi tentunya bukan perkara mudah. Karena seorang saksi haruslah mampu meyakinkan orang lain atas apa yang dilihatnya, didengar atau dirasakannya. Menyampaikan bahwa pesan itu benar adanya. Tentunya dalam posisi ini, Maria Magdalena, murid perempuan lainnya yang ikut datang ke kubur Yesus, dua murid dalam perjalanan ke Emaus yang menyaksikan kebangkitan Yesus, mengalami dilema yang sama. Ditengah perkabungan dan duka atas kematian Yesus yang baru beberapa hari, mereka dikagetkan dengan apa yang dilihatnya (Bdk Yoh 20:1-10).

Ada berbagai perasaan campur aduk antara terkejut, takut, takjub, bersukacita untuk menyampaikan pesan kepada orang-orang. Apalagi dalam posisi ini, apa yang mereka sampaikan juga tidak mudah dimengerti apalagi dipercayai. Khususnya konteks pandangan masyarakat Yahudi tentang kesaksian perempuan sebagai kaum kedua dalam masyarakat (beberapa murid perempuan turut menyaksikan dan memberitakan) dan juga kebangkitan orang yang mati dalam tradisi Yahudi menjadi sesuatu hal yang sulit diterima (ay 9-13).

Pada saat kebangkitan Yesus dinyatakan banyak orang bahkan para murid pun tidak percaya. Sehingga Yesus menampakkan diri kepada kesebelas orang itu (murid yang dipilih Yesus) dan Yesus mencela kedegilan hati mereka. Sebab masih ada keraguan, ketidakpercayaan, keangkuhan, yang bisa saja timbul dari pandangan murid yang masih kecewa dan patah hati karena Yesus harus mati dan tidak menjadi mesias seperti yang diharapkan. Atau bahkan memandang rendah orang-orang yang menyaksikan dan memberitakan berita kebangkitan lebih dulu. Sehingga ‘teguran’ ini disampaikan Yesus.

Saat hati mereka menerima arti kebangkitan yang sesungguhnya, mengerti arti Yesus sebagai Juruselamat maka para murid siap diutus untuk memberitakannya. Kuasa kebangkitan Yesus menunjukkan otoritas ilahi, mengubahkan kedegilan hati, ragu, takut menjadi ketetapan hati untuk turut melakukan aksi. Bahkan mereka diberikan kuasa melakukan tanda mujizat, pelayanan, penyembuhan. Dengan melakukan hal ini, semakin banyak orang turut mengalami kuasa kebangkitan Yesus, sekalipun tidak lagi secara langsung menyaksikannya.

Lalu apa yang menjadi pergumulan orang percaya saat ini dalam mengingat kembali peristiwa kebangkitan Yesus? Tentunya tidak mau memiliki kedegilan hati. Dimana kehidupan kita tidak mau melihat dan merasakan kuasa Tuhan yang sesunggunya. Banyak orang mengaku percaya, hidup dekat dengan Tuhan, melayani Tuhan, bercakap-cakap tentang Tuhan, malahan memiliki hati yang keras dan tertutup tanpa mengalami kuasa Tuhan, seperti para murid. Agak sulit diterima mengapa malah para murid yang dekat dan selalu turut pelayanan Yesus menerima celaan atas ketidakpercayaan. Oleh sebab itu dalam paskah ini, kita yang mengaku percaya haruslah benar-benar mengalami kuasa Tuhan, diawali pengertian bahwa :

1. Kuasa kebangkitan Yesus mengubahkan hati

Kuasa Roh Kudus menolong kita mengerti arti kebangkitanNya. Seperti apa yang dialami para murid Yesus, mungkin iman kita pun kadang goyah atau terlalu dangkal untuk melihat kemahakuasaan Allah dalam karya keselamatan Yesus. Kuasa inilah yang akan membukakan kedegilan hati yang awalnya tidak percaya, takut, ragu menjalani hidup menjadi semakin mengalami (merasakan kehadiran) Tuhan itu sendiri.

Kuasa ini diterima sebagai pemberian Tuhan saat kita mau mendengar, mempelajari dan merenungkan Firman Tuhan dengan sungguh. Setiap orang yang mau, baginya akan diberikan ‘hati yang baru’. Ada pengertian, sukacita, kedamaian walaupun saat ini kita masih menantikan janji Tuhan dinyatakan, dalam penantian itu tidak ada lagi kecemasan, ragu, takut dan bimbang dalam menjalani kehidupan. Berikanlah hati kita untuk menyaksikan sendiri, bagaimana Tuhan membuktikan Dia Allah yang berkuasa diatas segalanya, termasuk untuk mengubah hati manusia. Tidak perlu repot-repot selalu menilai keberadaan hati orang lain, namun mulailah dulu dari diri sendiri. Merasakan bahwa pengenalan akan Tuhan memberi energi baru dalam pertumbuhan iman.

2. Kuasa kebangkitan Yesus membuatku turut bersaksi

Tidak mudah memberitakan sesuatu tanpa mengalami atau menyaksikannya sendiri. Namun berbicara tentang berita kebangkitan Yesus, seorang menjadi percaya, tidak selalu harus melihat langsung (seperti kesempatan spesial yang dimiliki para murid). Saat ini kuasaNya masih dapat kita rasakan karena tidak terbatas zaman. Kuasa Yesus pun memberikan pengertian untuk tahu apa yang dilakukan dalam memberitakannya sekalipun tidak melihatnya. Karena kuasa Allah  memiliki otoritas dalam hidup manusia yang bukan sekedar memberi perintah tapi juga membekali kita untuk bertindak dan melakukan.

Tentu bersaksi tentang kuasa kebangkitan tidak harus selalu dengan kata, kesaksian lisan atau tulisan, atau bermodalkan tingginya ilmu atau pengalaman spiritual. Tetapi kesaksian yang paling menyentuh, saat orang lain dapat merasakan melalui sikap hidup hari lepas hari. Mulai dari hal sederhana sekalipun.

Kesaksian akan kuasa Yesus intinya adalah menyatakan kebenaran Firman Tuhan dalam setiap kemampuan dan kesempatan hidup masing-masing. Cara bersaksi tidak harus selalu sama bagi setiap orang. Juga bukan berbicara tentang penilaian atas bagus atau tidaknya. Melainkan banyak tanda yang dapat disampaikan sesuai dengan panggilan masing-masing yang Tuhan berikan bagi kita. Berilah diri untuk selalu dipakai Tuhan dalam pelayanan yang mengubahkan, dimulai dari diri kita. Amin

Setelah peristiwa Kebangkitan Yesus,

kuasaNya tidak mengubah situasi yang ada

tapi menjadi suatu kesempatan dan cara Tuhan mengubah diri kita

Pdt.Deci br Sembiring

Rg GBKP Balikpapan

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate