Khotbah Minggu Sabtu Pengarapan ;Tgl 03 April 2021 ; Lukas 23 : 50-56

Invocatio    : “Sebab biar pun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang tetapi kasih setiaku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang firman Tuhan yang mengasihi engkau.” (Yesaya 54:10)

Bacaan       : Keluaren 14:22-31 (Tunggal)

Kotbah        : Lukas 23:50-56 (Tunggal)

Tema          : Kuasa Yesus Dahsyat Luar Biasa (Kuasa Jesus Tetap Mbisa)

I.             PENDAHULUAN

Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Jika pengharapan adalah sauh maka sauh tersebut harus ditambatkan pada sesuatu yang kokoh sehingga perahu tidak akan terbawa hanyut oleh gelombang. Pengharapan orang percaya haruslah tertambat kokoh pada janji Allah yang tidak berubah dahulu sekarang dan selamanya. Pengharapan umat Kristen tertambat dengan pasti kepada Yesus Kristus yang telah menebus kita sekali untuk selamanya dalam peristiwa kematian, kebangkitan dan kenaikkanNya kesurga. Sabtu pengharapan mengingatkan bahwa kita tidak berhenti pada satu titik yang namanya kematian karena dalam iman ada pengharapan pada Yesus yang akan bangkit di hari yang ketiga.

II.           PENDALAMAN TEKS

Yusuf dari Arimatea adalah seorang anggota Majelis Besar yang memutuskan hukuman penyaliban atas Yesus. Dia seorang  dari 70 anggota Sanhedrin dan satu (?) anggota yang tidak setuju dengan putusan yang tidak adil tersebut, dan secara khusus Lukas menyebutnya sebagai seorang yang baik lagi benar dan yang menanti-nantikan Kerajaan Allah. Anggota Majelis Besar yang tidak setuju terhadap putusan akan melakukan tindakan seperti tidak hadir saat pelaksanaan hukuman atau memprotes atau  menentangnya namun tentu saja protes ini tidak akan berhasil mempengaruhi putusan karena itu yang dilakaukan oleh Yusuf dari Arimatea adalah pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus (ay 52).  Pilatus sepertinya segera mengabulkan permintaan Yusuf karena mengetahui undang-undang Yahudi tentang penguburan, Ulangan 21:23, “maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga…”

Sikap dan tindakan yang dilakukan Yusuf dari Arimatea beresiko tinggi, dia menentang putusan tidak hanya dalam perkataan namun dalam tindakan juga yang dapat merusak reputasi dan kedudukannya. Tapi resiko tersebut tidak menghentikannya untuk memperlakukan Yesus, yang terhukum sebagai penjahat, sebagai pribadi yang terhormat dalam penguburanNya. Ayat 53, menurunkanNya dari salib; mengapaninya dengan kain lenan; membaringkan dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, dimana belum pernah dibaringkan mayat. Perlakuan terhadap jenazah Yesus adalah penuh hormat dan kasih. Demikian juga tindakan ini dilakukan sebelum dimulainya persiapan hari sabat dan perayaan hari paskah maka dapat disebut tindakan ini adalah sikap penyangkalan diri karena dengan mereka kontak dengan jenasah membuat mereka Nazis dan harus melakukan penyucian diri selama tujuh hari sesuai aturan agama. Dengan demikian mereka-mereka yang berkontak langsung dengan jenazah Yesus tidak bisa ambil bagian dalam perayaan paskah yang agung. Mereka melakukan pengorbanan yang dibutuhkan untuk Yesus, yang tidak berani dilakukan oleh murid-muridNya, dilakukan oleh Yusuf Arimatea dan timnya juga dibantu oleh Nikodemus (Yoh 19:39).

Injil yang lain menyebutkan nama Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, Salome  tapi Injil Lukas menyebutkan sekelompok perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea. Mereka setia menjadi saksi bagaimana jenazah Yesus diturunkan hingga dikuburkan, mencari tahu kuburan Yesus sehingga nanti bisa mengununginya kembali dengan membawa rempah-rempah dan minyak mur, setelah hari sabat lewat.Niat para perempuan ini adalah untuk merempahi jenazah Yesus, tidak satu pun diantara mereka yang membayangkan bahwa Yesus akan bangkit dan menampakkan diri pertama kali kepada mereka.

III.         APLIKASI

Penguburan Yesus terlaksana jumat sebelum matahari terbenam (dimulainya persiapan hari sabat) dan para perempuan yang mengikuti Yesus sepertinnya bergegas berbelanja rempah sebelum matahari terbenam juga. Saat sabat tersebut (tepat pada perayaan paskah) semua orang yang tadinya berkumpul di bukit golgota menghujat dan menghukum Yesus akan berkumpul di synagoge untuk mengikuti ibadah; para ahli taurat dan orang-orang Farisi, yang memvonis Yesus bersalah, akan mengajar dan berkhotbah tentang arti Paskah yang dikaitkan dengan pembebasan bangsa Israel. Dimana para murid Yesus? Tidak ada catatan tentang itu, mungkin kembali ke penginapan atau bergabung dalam perayaan sabat. Dan para perempuan yang mengikuti Yesus mungkin menghibur diri bahwa setidaknya mereka bisa menunjukkan rasa hormat besoknya dengan rempah dan minyak yang mereka persiapkan. Yusuf Arimatea (dan Nikodemus) mungkin sedang istirahat dengan tenang tanpa penyesalan karena telah menunjukkan rasa hormat dan kasihnya pada Yesus walau tidak bisa bergabung merayakan hari sabat atau sedang menyesal karena tidah mengakui secara terbuka iman mereka, tidak ada tercatat tentang ini sehingga semua itu menjadi bagian yang ada pada imajinasi kita.

Sabtu Pengharapan memperlihatkan kedahsyatan kuasa Allah yang tidak dihentikan oleh kematian karena Dia sanggup menggerakkan banyak hati tertuju padaNya dan bahkan dalam proses turun kedalam kerajaan maut dan mengalahkanya. Suasana tenang yang tampak pada sabtu pengharapan benar-benar menumbuhkan pengharapan akan keselamatan yang sekali untuk selamanya. Mungkin dapat digambarkan seperti saat-saat suasana laut yang tenang sebelum tsunami besar, namun bedanya tsunami besar membawa kehancuran namun saat tenang di sabtu pengharapan akan diikuti oleh kemenangan dahsyat Tuhan Yesus atas maut. Keberanian yang dimiliki oleh Yusuf Arimatea dan para perempuan merupakan bukti bahwa kuasa Tuhan tetap bekerja dengan luar biasa. Kuasa Allah yang dahsyat diperlihatkan saat menyelamatkan bangsa Israel ketika menyeberangi laut merah namun kuasa Yesus saat menyelamatkan manusia dari dosa juga adalah sangat dahsyat. Tuhan Allah tak berubah dulu sekarang dan selamanya.

Pdt. Erlikasna Purba, M.Th.
GBKP Runggun Denpasar

Khotbah Minggu Tgl 28 Maret 2021 ; Lukas 19 : 28-38

Invocatio     :“Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-soraklah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai beban yang muda.” (Zak. 9:9).

Bacaan         : Mazmur 31 : 8 – 16

Khotbah       : Lukas 19 : 28 – 38

Tema            : Bersorak Memberikan Pujian Bagi Tuhan (Ersurak Nehken Pujin Man Dibata)

I.             PENDAHULUAN

Pada minggu ini kita memasuki Minggu Passion ke VII, Minggu Passion yang terakhir sekaligus kita akan memasuki Jumat Agung dan Paskah. Minggu Palmarum ini mengingatkan kita yaitu peristiwa Tuhan Yesus disambut gembira di gerbang Jerusalem dengan daun palma dan sorak sorai yang meriah “HOSANA’. Makna dari minggu Palmarum yaitu, penghayatan akan arti penderitaan Kristus juga sebagai pemuliaan nama Tuhan Yesus yang membuat semua manusia bersorak memberikan pujian bagi Tuhan.

II.           PENDALAMAN TEKS

Invocatio Zakaria 9:9, merupakan Nubuatan tentang kedatangan Mesias. Pada awal pasal 9 ucapan ilahi menyatakan tentang hukuman terhadap bangsa-bangsa di sekitar Israel, yaitu Tirus, Askelon, Gaza, Ekron, Asdos, Filistin, dst. Hukuman tersebut adalah dimana bangsa-bangsa ini akan menghadapi situasi yang berat dan sulit. Tetapi, Mesias akan datang bagi Sion dan Jerusalem yang membuat mereka sangat bersukacita, penuh sorak-sorai dengan nyaring untuk menyambut raja yang adil dan lembut. Raja tersebut akan datang dengan mengendarai keledai, yang menyatakan kerendahan, kesederhanaan, namun penuh kejayaan. IA akan menghadapi semua musuh-musuh Yerusalem dan mengaruniakan kekuasaan bagi mereka. IA adalah raja yang menguasai segala-galanya. Inilah yang melatarbelakangi nabi Zakaria menyerukan bagi Sion dan Yerusalem untuk menyambut sang raja Mesias dalam kehidupan dengan bersukacita dan bersorak-sorak untuk menyambut Raja Adil.

Bacaan Mazmur 31:8-16, secara keseluruhan pasal 31 isinya merupakan pengalaman pribadi yang dialami oleh pemazmur Daud. Mazmur ini adalah doa yang amat pribadi yang mengungkapkan kesusahan dan ratapan karena musuh (ay. 5,9), penyakit (ay. 10-11}, dan ditinggalkan teman-teman {ay.12-14}. Namun Daud memohon pengasihan Tuhan dan percaya akan pertolongan Tuhan baginya {ay.10,15). Dalam nats ini Daud mengungkapkan, ekspresi perasaanya yang akan bersorak-sorak dan bersukacita karena kasih setia Tuhan baginya (ay.8-9}.

Kemudian Daud juga mengungkapkan permohonannya kepada Tuhan dan Daud juga menyadari bahwa hidupnya masih terus berjuang untuk bebas dari semua beban penderitaannya. Daud mengungkapkan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, keluh kesahnya, kesakitan juga kedukaannya, begitu juga ancaman-ancaman yang datangnya dari luar yang masih hendak mencelakakan dirinya (ay. 10-14). Namun Daud percaya kepada Tuhan, bahwa hidupnya ada didalam tangan Tuhan dan Daud yakin akan pertolongan Tuhan yang akan melepaskannya dari semua musuh-musuhnya yang hendak mengejar dan mencelakakannya. Daud menyerahkan bahwa masa hidupnya ada didalam tangan Tuhan (ay. 15-16).

Renungan Lukas19:28-38, nats ini merupakan penggenapan nubuat Tuhan di kitab Zakaria 9:9 (invocatio). Kampung Beftage yaitu sebuah kampung atau desa dekat Bukit Zaitun tetapi masih merupakan bagian kota Yerusalem, bagian terluar barangkali lebih tepat disebut demikian. Dan di dekat Betania yang berada 3 km di sebelah timur Yerusalem. Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya (Injil Markus mencatat: "yang belum pernah ditunggangi orang"). Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegor kamu (Injil Markus: mengatakan kepadamu: "Mengapa kamu lakukan itu"), jawablah begini: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini. Mereka menemukan (Injil Markus: seekor) keledai muda tertambat di depan pintu di luar, di pinggir jalan, lalu melepaskannya. Dan beberapa orang yang ada di situ (Injil Lukas mencatat termasuk orang yang empunya keledai itu) berkata kepada mereka: "Apa maksudnya kamu melepaskan keledai itu?" Lalu mereka menjawab seperti yang sudah dikatakan Yesus: "Tuhan memerlukannya." Maka orang- orang itu membiarkan mereka. Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya.

          Binatang keledai dalam tradisi timur merupakan lambang binatang yang damai, tidak seperti kuda, yang melambangkan binatang peperangan. Karenanya, seorang raja akan datang menunggangi kuda jika hendak berperang dan naik keledai jika hendak menunjukkan bahwa ia datang dengan damai. Yesus datang menunggangi keledai melambangkan kedatangan-Nya sebagai Raja Damai, bukan untuk berperang. Dengan memasuki Yerusalem diatas seekor keledai, dihadapan umum Yesus mengungkapkan bahwa Ia adalah Raja Israel dan Mesias yang dinubuatkan. Kedatangan Yesus yang sederhana ini adalah suatu tindakan simbolis yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini dan bahwa Ia tidak datang untuk memerintah dunia ini dengan paksaan dan kekerasan. PenolakanNya untuk bertindak seperti seorang penakluk militer yang menang menunjukkan bahwa kerajaan-Nya itu bersifat rohani.

Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon (Injil Markus: ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang) dan menyebarkannya di jalan. Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang. Mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!". Seruan itu diambil dari Kitab Mazmur yaitu Mazmur 118:24- 26, “Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan! Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran! Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan! Kami memberkati kamu dari dalam rumah Tuhan”. Kata Hosana berasal dari istilah Ibrani hosyiana artinya, “kami mohonselamatkanlah kami!” Atau “kami mohon bebaskanlah kami!”. Jadi seruan mereka adalahsuatu permohonan keselamatan dan suatu pengakuan bahwa Yesus mampu menyelamatkan/membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Tapi Yesus datang ke Yerusalem untuk menggenapi nubuat Tuhan pembebasan keselamatan bagi manusia.

III.         APLIKASI

Tema: “Bersorak Memberikan Pujian Bagi Tuhan”. Bersorak menunjukkan tanda gembira dan sukacita. Tentu ada alasan mengapa kita harus bergembira dan bersukacita memberikan pujian bagi Tuhan.

1.       Walaupun dalam minggu Passion (minggu sengsara), khususnya Minggu Palmarum ini, kita masih menghayati masa-masa kelam dan suram karena Yesus akan segera mengalami siksaan, tapi kita tetap meyakini bahwa Allah tetap setia. Karena itu, kita diajak untuk menaikkan pujian dan syukur atas semua perbuatan Tuhan bagi kita.

2.       Sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Daud, Ia mengingat segala perbuatan Tuhan dan menjadikan-Nya sebagai benteng pertahanan dan kubu perlindungan. Tuhan adalah setia dalam kasih dan kuasa-Nya. Raja Daud pun memuji Tuhan, bersorak-sorai dalam pengakuannya. Oleh karena itu, kita pun diajak untuk terus percaya akan kuasa Allah serta memuji-Nya dengan sorak-sorai.

3.       Situasi pandemi covid 19 mengakibatkan banyak aspek kehidupan yang berdampak menjadi tantangan yang berat, walaupun ada juga aspek yang jadi keuntungan, namun dalam situasi ini, kita diajak agar tetap yakin akan janji dan penyertaan Tuhan, sebagaimana Tuhan juga telah menggenapi nubuat-NYA dengan nyata, inilah alasan mengapa kita harus bersorak menyambut kedatangan Mesias sang pembebas dan penyelamat manusia.

4.       Generasi muda gereja GBKP mau bergerak berkarya melalui tenaga, pikiran dan talenta yang ada dalam rangka missi pelayanan di segala aktivitas kehidupannya yang berguna bagi semua orang walau banyak tantangan tapi tetap semangat seperti Daud karena janji Tuhan selalu tepat. Inilah alasan yang mengharuskan generasi muda gereja GBKP bersorak memberikan pujian bagi Tuhan.

Amin. Tuhan memberkati.

 Pdt. Nur Elly Tarigan, M.Div

GBKP Runggun Karawang

Minggu Tgl 21 Maret 2021 ; Ibrani 5 : 5 -10

Invocatio      : ”KataNya: Ya Abba, Ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan ini dari padaKu, tapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehndaki” Mrk.4:36)

Bacaan          : Yeremia 31:31-34 (Tunggal)

Khotbah        : Ibrani 5:5-10 (Tunggal)

Tema             : Yesus Taat Dalam Penderitaan (Jesus patuh ndalani kiniseranNa)

A.Pendahuluan

Ketaatan kepada Allah adalah hal penting sekaligus syarat bagi pertumbuhan rohani kita sebagai orang Kristen. Tapi persoalannya adalah mudah untuk taat, ketika Allah memberikan apa yang menjadi keinginan kita, namun akan berbeda jika rancangan Allah berbeda dengan apa yang kita inginkan, akan terasa sulit untuk hidup dalam ketaatan. Atau yang lebih berat adalah jika ketaatan kepada Allah menimbulkan penderitaan bagi kita. Mungkin kita pernah merasakan ketaatan terhadap kebenaran Tuhan menjadi sumber penderitaan yang membuat hidup terasa berat. Hidup yang dijalani tidak selamanya mudah untuk dijalankan. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, bagaimana kita memandang dan menerima penderitaan melalui ketaatan kepadaNya. Kita juga tidak mengagung-agungkan penderitaan (askese atau penyiksaan diri). Mari kita belajar dari sikap hidup Yesus yang melalui penderitaan yang hebat mampu menyelesaikan misiNya yaitu menjadi sumber atau dasar keselamatan kekal.

B. Isi

Invocatio:Markus 4:36: Menjelang penyalibanNya Yesus berdoa di taman Getsmani. Markus mengambarkan pergumulan Yesus dengan sangat tajam: Ia sangat takut dan gentar, hatiNya sangat sedih seperti mau mati rasanya. Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh sampai merebahkan diri ke tanah. Tetapi Ia tetap memilih kehendak Bapa bukan kehendakNya.

Bacaan:Yeremia 31:31-34: Tuhan senantiasa terus menerus menyertai umatNya, dengan menjaga semua keberadaan dan memelihara semua yang telah diciptakanNya. Mengarahkan umatNya agar tetap berada dalam tujuanNya. Demikianlah Allah tetap memilih umatNya Israel. Hukum Taurat tidak lagi menjadi pengikat, melainkan penuntunyang harus dihidupi sebagai jalan melakukan kehendak Allah.

Khotbah:Ibrani 5:5-10

Ayat 5-6        :Penulis surat Ibrani mengambarkan banhwa Yesus sama seperti Harun diangkat Allah menjadi Imam Besar. Namun keImamatanNya diambil dari garis Melkisedek (tokoh Imam Melkisedek muncul dalam Kejadian 14, sebelum zaman keimamaman Lewi). Sebagai Imam Besar Agung, Yesus menunjukkan kualitas kehidupan yang berbeda  dengan para imam besar yang berkuasa pada saat itu. Dalam diri Yesus tidak ada keinginan untuk memuliakan diriNya. Hal ini sejajar yang dikatakan Paulus dalam Pilipi 2:6-9..”Yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan mengosongkan diri Nya sendiri dan mengambil rupa sebagai seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya Nama diatas segala nama”.

Ayat 7           :Dalam hidupNya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Bapa yang sanggup menyelamatkan Dia dari maut. Agaknya penulis kitab Ibrani menunjukan penderitaan Yesus di taman Getsmani, dimana Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh ketika menghadapi kematian. Yesus sangat menderita dan sungguh-sungguh meratap kepada Bapanya. Peristiwa itu mengambarkan seseorang yang benar-benar putus asa. Dalam penderitaanNya sebagai manusia Yesus memperlihatkan bagaimana Ia tetap membangun hubungan yang erat dengan Bapa.

Ayat 8-10      :Yesus adalah Anak Allah,ahli waris segala sesuatu dan jauh lebih tinggi dari pada Malaikat. Tetapi sebagai Anak, Yesus taat kepada kehendak BapaNya. Ketaatan itu berarti penderitaan yang hebat. Meskipun demikian Yesus taat sampai akhir, sehingga Ia dibangkitkan dari kematian dan menjadi Imam Besar selamanya. Dengan kata lain Yesus benar-benar belajar, bukan hanya secara teori, tetapi belajar melalui pengaalaman apa artinya bersikap taat dalam menghadapi penderitaan. Dan Dia disempurnakan melalui ketaatanNya, kesempurnaan tersebut adaalah penggenapan Karya Yesus sebagai Juruselamat.

C. Aplikasi

1. Penderitaan merupakan suatu realitas yang tak terelakkan dan terus menghantui hidup manusia. Nabi Yeremia mengungkapkan dalam Yerimia 15:18a...” Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan?”. Ada beberapa orang yang tidak siap untuk menderita, melarikan diri, bahkan jatuh kedalam dosa akibat tidak sanggup menghadapi penderitaan.

2. Minggu Passion ke VI mengajak kita kembali mengingat dan merenungkan ketaatan Yesus kepada Bapa yang Ia praktekkan dalam penderitaan di kayu salib. Kehendak bebas yang Tuhan berikan kepada manusia memberi celah untuk tidak taat dalam penderitaan, Untuk berlaku taat saja tidak gampang, apalagi ketaatan itu menimbulkan penderitaan. Tidak taat dalam penderitaan sering juga dipengaruhi oleh banyak pertimbangan (terlalu banyak yang ingin kita pertahankan:harga diri, kesenangan, keluarga, pekerjaan dll). Sudah pasti ketidak taatan akan memberi penderitaan tambahan kelak, dan sebaliknya ketaatan dalam penderitaan akan membuahkan keselamatan dan kekekalan.

3. Sering kita mendengar orang berkata:Untuk apa taat dalam penderitaan, kalau segala sesuatunya bisa dimudahkan atau mengapa selalu ada penderitaan? (bnd. Dengan situasi pandemi covid 19). Mari kita melihat ketaatan dalam penderitaan tidak hanya dari sudau pandang manusia, tetapi belajar dari sudut pandang Allah. Jurgen Molmann mengatakan:Penderitaan Kristus adalah penderitaan Allah, karena melaluinya Allah campur tangan dan mengalami sendiri atas nama kita, menyelamatkan kita pada titik dimana kita berdiri tapi tenggelam dalam kehampaan. Solidaritas, kekuatan dan kelahiran kembali adalah dimensi Ilahi dalam penderitaan Kristus yang didalamnya kita adalah ciptaan baru. Selanjutnya  Moltmann mengatakan kita bisa melihat kebaikan bagi setiap manusia (umatNya) dibalik setiap bentuk penderitaan yang di izinkanNya. Dengan demikian penderitaan dirancang untuk membuat kita lebih peka untuk mencapai tujuanNya, meninggalkan kekuatan diri sendiri kepada hidup oleh iman kepada Allah. Kita disadarkan bahwa kita tidak sendiri dalam ketaatan , Allah senantiasa mau mengulurkan tanganNya (bnd.Bacaan).

4. Kualifikasi iman yang benar adalah terlihat dari ketaatan kepada Allah, sekalipun harus melalui penderitaan. Dengan memandang penderitaan secara baru, muncullah pengharapan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Penderitaan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan hidup yang menuju kepada kesempurnaan.

Pdt. Rena Tetty Ginting

GBKP Rg Bandung Barat

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate