Khotbah Minggu tgl 07 Juli 2019 : Bilangan 28 : 26-31

Invocatio    : Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu. (Amsal. 3:9)

Khotbah       : Bilangan 28:26-31.

Tema         

Persembahen Ulih Peranin./ Persembahan Hasil Panen. 

Pembukaan.
Setiap orang yanh melakukan pekerjaan atau usaha yang dikerjakan pasti mengharapkan hasil yang baik,  misalkan seorang petani yang menanam tanaman, pastilah mengharapkan agar tanamannya tumbuh subur, dan menghasilkan buah yang banyak serta harga jualnya tinggi di pasaran. Untuk memperoleh hasil yang baik,  tentu saja petani tersebut melakukan proses yang benar,  mulai memilah benih, merawat serta memupuk tanamannya, serta menjaga tanaman itu agar tidak dirusak hama serta aman dari pencuri tanaman.  Apakah usaha itu sudah cukup..?,  tentu saja sebagai orang Kristen kita tidak boleh mengabaikan hal yang penting sekali yaitu tetap berdoa dan berpengharapan kepada Allah sebagai penentu hidup dan usaha kita. Berpengharapan kepada Allah menunjukkan pengakuan iman kita bahwa Allah lah yang memberkati segala pekerjaan anak-anakNya (Bdk. Maz. 27:3).

Minggu ini adalah minggu Kerja Rani GBKP,  Kerja Rani adalah salah satu pesta iman dalam kalender gereja kita,  dimana setiap jemaat kita akan mempersembahkan sebahagian dari hasil usaha/pekerjaan kita  sebagai bentuk ucapan syukur kepada Allah sumber dari segala berkat yang kita terima. 

Kegiatan ini bukanlah rutinitas tahunan dalam gereja kita,  namun merupakan sarana peneguhan iman dan mendukung pelayanan Runggun secara lokal dan GBKP secara sinodal,  oleh karenanya kita harus melakukan Atau mempersiapkannya  dengan sungguh-sungguh dan mendasarinya dengan Firman Tuhan dan pertolongan Roh Kudus.

Kitab Bilangan (dari bahasa Yunani: Αριθμοί, Arithmoi; bahasa Inggris: Book of Numbers, dari bahasa Latin: Numeri; bahasa Ibrani: במדבר‎, Bəmidbar, "di padang gurun") adalah kitab keempat Taurat dalam Tanakh atau Alkitab Ibrani, juga dalam Perjanjian Lama yang ditulis oleh Musa,  Kitab ini menceritakan peristiwa peristiwa yang dialami oleh bangsa Yahudi ketika berada selama 38 tahun di padang pasir dalam perjalanan dari tanah Mesir ke tanah Kanaan. Di dalam kitab ini banyak menyajikan angka-angka,  baik sensus penduduk,  penanggalan upacada keagamaan serta jumlah besaran dalam aturan keagamaan umat pilihan. 

Ada beberapa pointer khotbah kita berdasarkan teks renungan kita pada minggu ini.

1. Kitab Bilangan sebagai salah satu Panduan waktu dan Teknis Pelaksanaan Perayaan-perayaan Umat Pilihan. 

Di dalam melaksanakan upacara keagamaan,  harus dilaksanakan dengan sungguh sungguh dan disiplin.   Kitab Bilangan 28:26-31, merupakan petunjuk waktu (cronos), dan teknis pelaksanaan upacara Persembahan Pesta Panen (bdk. Imamat 23:15-22). kitab ini  mengarahkan agar umat Allah memberikan persembahan yang menyenangkan Tuhan, baik dalam kualitas dan kwantitasnya. Bahan-baham atau  material dari persembahan itu adalah yang terbaik serta pelaksanaannya didasari dengan iman dan ucapan syukur bersama-sama dengan umat percaya di dalam acara kebaktian/ibadah.

2. Persembahan Sebagai Wujud Ucapan Syukur dan kepatuhan kepada Allah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mengingatkan umat Israel bahwa Tuhanlah yang memelihara umat PilihanNya, yang telah memimpin mereka dari Mesir ke Kanaan,  yang telah menganugerahkan tanah yang penuh dengan susu dan madu serta yang tetap melindungi, memberkati dan menghapuskan dosa dan pelanggaran mereka. Melalui persembahan Pesta Panen ini,  umat Allah mengakui otoritas Tuhan dan pemeliharaanNya dalam kehidupan mereka beserta keturunannya. Melalui upacara ini,  umat  mengingat kembali karya Allah dalam kehidupan mereka dan tetap bergantung kepadanNya, niscaya Allah akan memberikan anugerah yang lebih luar biasa lagi pada masa mendatang. 

3. Memberikan persembahan, sebagai upaya pengendalian diri terhadap mamon (harta,  kekayaan).  Manusia hidup di dunia ini membutuhkan harta/uang, namun harta dan uang janganlah menjadi tujuan hidup,  tetapi sebagai sarana/alat untuk kesejahteraan. Di dalam Kitab Matius 6:19-21, kita diingatkan agar jangan mengabdi kepada dua tuan, yaitu Mamon dan Allah, karena mamon tidak kekal dan tidak memberikan keselamatan namun hanya Allah yang dapat memberikan kebahagiaan dan keselamatan sejati. Dengan memberi persembahan kita membuktikan bahwa uang atau harta bukalah segalanya, kita tidak merasa rugi walaupun harta/uang kita berkurang ketika mempersembahkannya kepada Allah. Bahkan kita sangat bersukacita ketika masih diberikan waktu untuk memberi persembahan.

4.  Persembahan Sebagai Sarana Mendukung Pelayanan Gereja.  Persembahan Pesta Panen dilaksanakan sekali dalam setahun,  adalah salah satu sumber pemasukan keuangan Gereja kita, menurut aturan keuangan GBKP, pembagian persembahan ini adalah 60 persen untuk Runggun,  40 persen disetorkan ke kas Umum GBKP.  Seluruh Jemaat harus memahami bahwa persembahan ini bukan hanya untuk gereja lokal tetapi untuk GBKP secara sinodal, melalui persembahan yang kita berikan,  banyak kegiatan pelayanan yang terlaksana, oleh karenanya harus kita dukung dan sukseskan demi kemuliaan Tuhan.  Amin. 

Pdt Togu Persadan Munthe

GBKP RG Cililitan

Khotbah Minggu TGl 04 Agustus 2019 : Ezra 8 : 24-30

 

 

Invocatio      : Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan ; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. (Mazmur 84:2)

Khotbah       : Ezra 8:24-30

Thema

Jagalah Perkakas Rumah Pertoton

I.                   I. Pendahuluan

Dalam sebuah artikel (www.republika.co.id per 18 Juni 2019) kami membaca bahwa Jepang yang sempat dikenal sebagai salah satu negara produsen elektronik terbesar di dunia ternyata saat ini mengalami pukulan keras dan kemunduran atas perusahaan-perusahaan yang selama ini dianggap mapan dan besar. Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa perusahaan elektronik Jepang tersebut kini telah kalah pamor dan kalah profit dari perusahaan-perusahaan elektronik asal Korea Selatan yang masih terbilang muda dan baru dalam industri tersebut. Mengapa kemapanan yang demikian dapat terganggu sedemikian rupa dan bahkan membuat perusahaan yang dulu digdaya terancam merugi bahkan ditutup?

Artikel tersebut dan juga referensi lain menyatakan bahwa hal itu terjadi dikarenakan Perusahaan Jepang yang terlambat dalam membaca perubahan pasar, terlena dengan kemapanan mereka sebagai bangsa yang besar, bahkan tidak menjalankan pembaruan sistem dalam tubuh perusahaan mereka. Tampaknya mereka lupa untuk memetakan kelemahan dan peluang yang sangat mungkin terjadi di dunia yang setiap hari mengalami perubahan ini. Sungguh sebuah kelalaian yang sangat disayangkan sebab mendatangkan dampak yang buruk bagi bangsa dan Negara. Belajar dari peristiwa yang dialami oleh perusahaan di Jepang ini, kita dapat menarik sebuah hikmah, bahwa kesuksesan, keberlangsungan maupun perubahan yang membawa kebaikan ditentukan oleh ketepatan dalam memetakan segala sesuatu yang dibutuhkan, kesetiaan untuk terus belajar yang membuat kita tidak terlena dalam kenyamanan, bahkan kesediaan untuk terus bekerja dengan baik sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Gereja dalam hal ini tentu bukanlah (dan tidak dapat dibandingkan dengan) sebuah perusahaan. Bila kita belajar dari sejarah gereja terutama kelahiran gereja perdana, gereja membutuhkan organisasi dan pengelolaan yang baik dalam penatalayanannya sehingga gereja dapat  melayani sesuai dengan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia ini. Demikian juga tetap berlaku dan diperlukan hingga saat ini bahwa gereja dalam organisasinya harus memiliki struktur, sistem dan manajemen yang menunjang penatalayanan gereja (termasuk di dalamnya inventarisasi barang-barang gereja). Apabila kita melihat dalam Kel. 27:20-21 diperlihatkan gambaran bahwa Allah kita adalah Allah yang teratur sehingga dalam keteraturan para hambaNya melayani Allah dapat dijumpai dan dirasakan kehadiranNya. Dengan demikian bila tidak ada keteraturan dan pengelolaan yang baik, gereja “gagal” melaksanakan tugas dan fungsinya bagi umat dan bagi dunia.

II. Pendalaman Nats

A.       Ezra 8: 24-30

1.       Ezra sebagai pemimpin bangsa melakukan pengaturan dengan jeli. Dia memperhitungkan dan menginventarisir kekuatan yang ia miliki di tengah bangsa-bangsa yang pulang bersama-sama dari Tanah Babel. Setiap suku didaftarkan dengan jelas (bdk. Ezra 8:1-20). Bukan saja menginventarisir jumlah, nama dan asal suku, pekerjaan dan latar belakang orang-orang tersebut juga didaftarkan dengan jelas. Dari daftar tersebut didapati dengan jelas, hal-hal apa yang menjadi kekurangan mereka (bdk Ezra 8: 15 dimana orang-orang dari bani Lewi yang memegang peranan penting tidak diketemukan dalam kelompok tersebut).

2.       Ezra sebagai pemimpin bangsa merendahkan dirinya di hadapan Tuhan (bdk. Ezra 8: 21-22). Dia menyadari bahwa selama perjalanan yang ditempuh tentu banyak rintangan yang menghadang langkah mereka yang rindu untuk pulang ke Yerusalem. Salah satunya adalah faktor keamanan, sangat mungkin mereka dihadang oleh perampok apalagi mereka membawa barang-barang berharga bersama dengan mereka. Karena itu Ezra mengajak bangsa Israel untuk menetapkan hati bahwa hanya dengan berdoa dan berpuasa dengan penuh kerendahan hati di hadapan Tuhan bangsa Israel dapat mencapai tujuan mereka yaitu tanah leluhur, tanah perjanjian Tuhan bagi mereka. Dapat kita lihat kelanjutan perjalanan mereka pada pasal-pasal berikutnya, betapa akhirnya dalam penyertaan Tuhan yang mendengar doa mereka, bangsa Israel akhirnya benar-benar tiba di Yerusalem dengan bersorak-sorai.

3.       Sikap keteladanan ditunjukkan oleh Ezra sebagai pemimpin bangsa yakni dia dengan tepat membagi tugas dan tanggung jawab diantara bangsa Israel sesuai dengan porsinya masing-masing. Hal ini diperlihatkan dari perintahnya untuk menimbang dengan tepat segala barang berharga yang dipersembahkan guna Tuhan (bdk. Ezra 8:24-27). Dengan demikian tugas-tugas penting dapat dieksekusi dengan efektif dan efisien. Hal ini juga sejalan dengan Maz. 84:2 sebagai Invocatio kita, bahwa yang memampukan Ezra dan bangsa Israel mengatur segalanya sedemikian rupa karena rasa sukacita dan cinta akan rumah Tuhan yang melebihi segala-galanya.

4.       Yang menjadi landasan penting dari segala sikap dan keputusan-keputusan Ezra adalah pemahaman bahwa Allah kita merupakan Allah yang kudus. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dipersembahkan untuk Tuhan dan Rumah Tuhan juga merupakan hal-hal yang kudus dan dikhususkan sehingga harus dijaga, dikelola dan dipergunakan dengan jujur, benar-benar hanya demi memuliakan Allah yang kudus (bdk. Ezra 8: 28-30). Dalam penjagaan dan penggunaan yang baik tercermin sebuah spiritualitas yang memuliakan Tuhan dan menguduskan rumah Tuhan.

B.       Lukas 19: 45-48

Bagian dalam Firman Tuhan ini menunjukkan betapa orang-orang yang datang ke Rumah Tuhan “merusak” fungsi dan kekudusan Rumah Tuhan dengan perilaku yang sungguh tidak terpuji dan mencari keuntungan sendiri. Karenanya Yesus marah kepada mereka dan mengatakan: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” Rumah Tuhan bukanlah tempat/ ajang bisnis dan transaksi ekonomi. Rumah Tuhan adalah tempat yang suci dimana kita beribadah, berdoa  dan merasakan hadirat Tuhan. Karena itu hendaknya kemegahan Rumah Ibadah, ketersediaan sarana maupun prasarananya sinkron dengan perilaku umat dan pengelolanya. Kita disadarkan oleh perkataan Yesus ini untuk tetap menjaga bahkan mengembalikan rumah Tuhan pada fungsinya yaitu tempat perjumpaan dengan Tuhan bagi semua orang.   

III. Aplikasi.

1.       Mengenali potensi gereja dengan tepat akan sangat menolong untuk menentukan hal-hal apa, ataupun inventaris seperti apa yang dapat menolong gereja mencapai sasaran dengan baik, dan juga jemaat dapat terlayani dengan baik. Dengan demikian setiap inventaris yang diadakan akan tepat sasaran.

2.       Kita perlu mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang menyenangi keteraturan. Pengelolaan dan pemeliharaan Inventaris gereja sendiri mencerminkan kita juga adalah umat yang teratur yang dengan kesungguhan hati menyembah Allah yang teratur. Keteraturan adalah sebuah spiritualitas yang dapat mengantar kita  berjumpa dengan Allah. Dalam keteraturan baik dalam pelayanan, dalam inventarisasi/administrasi terlihat kejujuran dan kesungguhan kita melayani Tuhan.

3.       Dalam rangka menjaga rumah Tuhan dan pelayanan yang berlangsung di dalamnya, penting untuk dilakukan secara bersama-sama baik pemimpin maupun jemaat. Belajar dari firman Tuhan dalam kitab Ezra, bukan hanya pemimpin melainkan semua komponen bangsa Israel yang pulang bersama-sama turut ambil bagian dalam keberhasilan mereka tiba di Yerusalem. Karena itu perawatan inventaris yang ada  menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota komunitas jemaat yang terhisab di dalamnya. Kebersihan yang terjaga, ketertiban dan ketenangan dalam ibadah, pemakaian fasilitas gereja dengan bertanggung jawab menjadi sebuah iklim pelayanan yang menunjukkan gereja adalah rumah Tuhan bagi semua orang.

  Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)

GBKP Perpulungen Kupang

 

 

 

Khotbah Minggu Tgl 21 Juli 2019 : 1 Tesalonika 4 : 9-12

78 Tahun GBKP Mandiri

Invocatio      : “Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu!

Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11).  

Khotbah       : 1 Tesalonika 4 : 9 - 12

Thema

Kemandirian yang membanggakan (Njayo Eme Kemegahen)

I.        Pendahuluan

Hidup untuk menyenangkan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Target kehidupan harus mengacu kepada kehendak Allah atas hidup kita. Dan tentu saja, Allah mengharapkan agar orang Kristen tidak egois. Mengubah keegoisan manusia adalah dengan menanamkan iman percaya pada pengorbanan Yesus yang rela mati bagi banyak orang. Ternyata kasih Kristus sangat efektif mentransformasi hidup banyak orang, termasuk jemaat Tesalonika.

Kisah tentang Paulus tinggal di Tesalonika di muat dalam Kisah Para Rasul 17:1-10. Bagi Paulus, apa yang terjadi di Tesalonika sungguh amat penting. Ia berkhotbah di rumah ibadah (sinagoge) orang Yahudi selama tiga kali hari Sabat (Kis. 17:2) yang berarti bahwa masa tinggalnya di kota itu tidak lebih lama dari tiga pekan. Ia mendapatkan sukses yang luar biasa sehingga orang-orang Yahudi marah dan menimbulkan banyak kesukaran, sehingga Paulus harus diseludupkan keluar ke Berea karena ancaman terhadap jiwanya. Paulus berada di Tesalonika hanya tiga pekan tetapi memberi kesan yang begitu dalam sehingga iman Kristen dapat tertanam dalam dan tidak mungkin lagi dapat dicabut. Jemaat Tesalonika adalah contoh atau model gereja yang bertumbuh dan berkembang. Paulus sangat bangga akan pertumbuhan dan perkembangan jemaat Tesalonika, ia selalu bersyukur dan membanggakan jemaat Tesalonika. Ia mengharapkan jemaat lain meneladani pertumbuhan iman dan kasih jemaat Tesalonika.

Kehidupan yang menahan diri untuk tidak berdosa tidak cukup bagi orang Kristen, perjuangan tidak berhenti pada melawan dosa. Kehidupan Kristen harus berpacu dalam keaktifan menabur kasih tiada henti dan terus berkembang. Kasih semestinya disebar luaskan, makin hari semakin banyak orang merasakannya.

II.        Pendalaman Nats

Paulus memberi dorongan kepada jemaat Tesalonika. Karena Paulus tahu bahwa tentang mengasihi, mereka sudah paham sekali, tentu karena mereka telah merasakan dan mempraktekkannya. Alasan Paulus, “karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah” (ay. 9). Merupakan alasan yang sangat kokoh, sebab siapakah pengajar terhebat? Tentunya Allah yang adalah kasih, Dia yang paling memenuhi kualifikasi mengajarkan kasih. Allah bukan sekedar memberikan ajaran berupa teori. 1 Yohanes 4:19 “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”. Bukti kasih Allah Bapa tidak terbantahkan yaitu “Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Dan cara Allah mengaktifkan kasih dalam hidup orang percaya sangat efektif yaitu “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5). Pendapat Paulus benar, bahwa orang yang percaya kepada Yesus sebenarnya tidak perlu lagi diajarkan tentang kasih, karena mereka sudah merasakan kasih yang terbaik di dalam Yesus.

Justru karena pada mereka ada dasar hidup dalam kasih maka Paulus mendorong mereka supaya lebih maju di dalam kasih. Supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya (ay. 10). Harapan Paulus bukan bertumpu pada kekuatan jemaat Tesalonika, tetapi pada Allah yang memberi kasih dengan berlimpah. Sehingga Paulus telah mendorong mereka dengan doanya. 1 Tesalonika 3:12 “Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu”.

Invocatio juga mendorong jemaat Korintus untuk merampungkan pengakuan kasih mereka dengan aksi nyata. “Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11). Jemaat Korintus menunjukkan kasih yang terhambat dan tertunda. Secara materi jemaat Korintus mampu, tetapi hati mereka masih perlu dikuatkan untuk memberi dengan sukacita. Mereka telah didahului jemaat Makedonia dalam mempraktekkan kasih, karena dorongan kasih dari hati mereka lebih deras.  

Kasih merupakan “sistem peredaran darah” dalam Tubuh Kristus. Dalam hal ini, otot-otot rohani kita perlu dilatih sehingga peredaran darah berfungsi dengan baik. Perlu latihan dari memberi dalam bantuan yang kecil, makin lama makin bertambah dan meningkat karena merasakan memberi itu bukan merugikan tetapi bermanfaat bagi sipemberi dan penerima.

Paulus sangat sensitif memperhatikan pertumbuhan jemaat Tesalonika. Sebab Paulus memperhitungkan suatu ajaran yang masuk ke Tesalonika bisa menghambat atau menghentikan gerak kasih jemaat. Dan Paulus memberi nasehat karena sudah ada beberapa jemaat yang terpapar ajaran sesat, yang membuat mereka berhenti bekerja, hanya menantikan kedatangan Tuhan. Mereka beranggapan bekerja bukan merupakan tindakan iman menantikan Tuhan. Padahal bekerja merupakan persiapan untuk menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.

Bekerja adalah hidup dalam kehormatan karena kita dimampukan untuk memberi. Hidup yang menggantungkan diri pada bantuan orang lain, mempermalukan Tuhan kita dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan bacaan kita Ulangan 15 : 6 – 11 yang sangat menekankan memberi pinjaman dan memberi bantuan. Allah memberkati pekerjaan dan usaha supaya umat-Nya dimampukan untuk meminjamkan atau memberi.

III.        Pointer Aplikasi

GBKP berdiri sendiri sebagai Gereja sejak Sidang sidang Sinode Pertama pada tanggal 21-23 Juli 1941 di Sibolangit. Tidah berselang lama, GBKP mengalami masa sulit karena terpaksa mandiri. Pada bulan Maret 1942 beberapa bulan setelah tentara Jepang menduduki Indonesia, semua tenaga Belanda di tahan dan semua bantuan dana berhenti. Jemaat-jemaat yang baru mulai belajar membelanjai diri sendiri untuk biaya-biaya para penginjil pribumi memang bukan hal yang mudah. Sebelumnya semua biaya tenaga penginjil ditanggung langsung oleh Badan Zending (NZG). Pergumulan ini diatasi dengan menggalang solidaritas warga jemaat mengumpulkan beras/ padi atau dana untuk para guru jemaat mereka. Ada yang berhasil karena usaha-usaha jemaat dan kegigihan para pelayan, tapi ada juga yang kurang berhasil atau gagal karena ada tercatat 13 orang Guru Injil yang meninggalkan pekerjaannya dalam tahun pertama sesudah pendudukan Jepang. Namun telah 78 tahun GBKP mandiri sampai sekarang, masih mampu berdiri, bertumbuh dan berkembang. Kemandirian GBKP merupakan bukti bahwa Tuhan turut bekerja mendatangkan kebaikan, GBKP mampu melalui masa-masa krisis karena Tuhan yang memampukan.

Memajukan sebuah jemaat dengan cara meneguhkan mereka di dalam kasih, memberi mereka tanggungjawab, bukan memanjakannya. Paulus menasehati jemaat Korintus karena tidak bersegera melaksanakan kasih mereka. Paulus juga mendorong jemaat Tesalonika untuk lebih sungguh-sungguh mempraktekkan kasih. Bahwa kasih tidak boleh berhenti tetapi harus terus berkembang sehingga makin banyak orang merasakannya.

Kita mengakui bahwa agama lain juga mengajarkan dan mempraktekkan kasih, tetapi kasih yang mereka punyai tanpa Kristus. Sedangkan kasih yang diajarkan dan dipraktekkan orang Kristen bersumber daripada Kristus, memberitakan Kristus dan menarik orang pada Kristus. Intinya kasih kekristenan mengandung keselamatan sebab mengarahkan orang yang kita kasihi kepada Kristus. Karena faktor penting inilah maka kasih Kristus harus terus diberitakan untuk mentransformasi kehidupan.

Mengasihi merupakan bukti  iman percaya kita pada Allah. 1 Yohanes 4:10-12 “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita”. Mengasihi membuat kehadiran Allah semakin nyata dan dirasakan banyak orang. Seseorang dapat memberi tanpa mengasihi tetapi orang yang mengasihi tidak mungkin tidak memberi. Memberitakan Kristus yang utama, pemberian adalah pendukung dari pemberitaan kita. Kita tetap perlu disempurnakan di dalam kasih, maka kita perlu terus berlatih hidup dalam kasih. Merenungkan kasih Kristus merupakan kebutuhan kita, membagikan kasih Kristus adalah memberi untuk memenuhi ketubuhan orang lain. Kasih kita harus mengarah atau pun mengalir keluar. Amin.

Pdt. Sura Purba Saputra, M. Th

GBKP Harapan Indah

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate