Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Minggu 12 Agustus 2018 : Khotbah Hakim-Hakim 6 : 36-40

 

Invocatio

“ Tetapi dalam pengharapan, karena mahluk  itu sendiri juga akan  di merdekakan dari perbudahakan  kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemulian anak-anak Allah “ Roma 8:21.

Bacaan

Roma 6:12-14.

Khotbah

Hakim-hakim. 6:36-40.

Tema

Allah yang Membebaskan kita.

 Pendahuluan/Pembukaan.

Saudara-saudara yang terkasih, kita pasti pernah membaca sejarah tentang penjajahan di dunia ini termasuk bangsa Indonesia yang dijajah oleh bangsa yang lain, bangsa yang terjajah menjadi tertindas, mereka tidak dapat berbuat sesuai dengan apa yang mereka harapkan melainkan mereka harus berbuat sesuai dengan perintah bangsa yang menjajahnya. Menjadi tertindas berarti dan menjadi tidak bebas dalam melakukan segala sesuatu, ada kekangan-kekangan yang membatasi ruang gerak mereka. Kerinduan mereka adalah bebas dari penjajahan dan merdeka untuk menentukan masa depan mereka sendiri. Kita sebagai bangsa Indonesia sungguh bersyukur karena kita telah merdeka sejak Tahun 1945 (73 Tahun), dan Bangsa kita mengakui bahwa kemerdekaan ini adalah berkat Anugerah Dari allah (Pembukaan UUD 1945).

Di dalam renungan minggu ini kita membaca dan melihat bagaimana Rancangan Allah untuk membebaskan umatNya dari gangguan dan belenggu bangsa Midian.  Allah membebaskan bangsa Israel melalui seorang Hakim yang bernama Gideon (Gideon=Pejuang Perkasa), sebelum ayat bacaan khotbah Gideon merasa ragu dan takut untuk melakukan perjuangan tersebut sehingga Gibeon dua kali meminta tanda kepada Allah (bacaan khotbah) agar dia benar-benar yakin bahwa Allah akan menolongnya beserta pasukannya untuk mengalahkan bangsa Midian. Allah menunjukkan tanda yg ajaib yaitu guntingan bulu domba basah dengan air embun,  sementara tanah tetap kering, serta yang kedua guntingan bulu domba menjadi kering sementara tanah menjadi basah (Ayat 37,39). Allah memberikan tanda tersebut sehingga Gideon semakin yakin bahwa Allah sendiri akan ikut campurtangan untuk membebaskan umatNya.  Melalui peristiwa tersebut menunjukkan bahwa yang membebaskan Bangsa Israel adalah Allah sendiri melalui Gideon.

Alkitab juga banyak menyaksikan bahwa  bangsa Israel sering jatuh kedalam pembuangan, umumnya akibat dosa dan pelanggaran terhadap hukum Allah,  namun Allah berulang kali melepaskan bangsaNya dari penjajahan bangsa asing antara lain:

- Pembebasan Bangsa Israel dari belenggu Mesir.

- Pembebasan Bangsa Israel dari Pembuangan Babilon.

- Pembebasan Israel dari Asyur.

- dll.

Allah membebaskan umatnya dengan berbagai cara,  baik melalui para Nabi,  melaui Raja,  melalui Hakim bahkan melalui bangsa asing.  Pembebasan terhadap bangsa Israel yang berulang-ulang menunjukkan pemeliharan dan Kasih setia Allah terhadap umatNya. Allah tidak menginginkan umatNya jatuh kedalam belenggu/penjajahan yang mendatangkan penderitaan, namun sebelum Allah bertindak bangsa Israel harus terlebih dahulu menyesali dosa mereka.

Allah bukan hanya melepaskan bangsa Israel dari penjajahan dan pembuangan atas bangsa-bangsa, namun Allah juga melakukan pembebasan manusia dari hukuman maut akibat dari dosa yang awalnya dilakukan oleh Adam dan Hawa.  Dosa yang menguasai membuat kita tidak bebas melakukan hal-hal yang baik, bahkan dosa itu semakin menjauhkan kita dari Allah. Dosa-dosa ini selalu hadir menghantui dalam setiap kegiatan kita sehari-hari, sehingga kita dibuat semakin merasa bersalah dan jatuh lebih dalam ke dosa itu. Tentu saja dosa mendatangkan ketidak damaian/ketakutan/penderitaan  dalam kehidupan manusia. inilah yang disebut sebagai Puncak Pembebasan dilakukan melalui Yesus Kristus. Kita tidak lagi hidup dibawah bayang-bayang kuasa dosa.

Walaupun kuasa kematian sudah dikalahkan oleh Yesus Kristus namun, iblis tetap berupaya menggoda kita jatuh kedalam kuasa dosa,  oleh karenanya di dalam Roma. 6:12-14, Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Roma termasuk orang Kristen saat ini untuk tetap waspada terhadap  dosa yang akan membawa kita untuk melakukan kejahatan.

Refleksi.

1. Kita sungguh bersyukur atas karunia kemerdekaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada bangsa Indonesia,  namun Ada istilah yang menyatakan bahwa mempertahankan kemerdekaan lebih sulit daripada merebut kemerdekaan itu sendiri.  Kita diajak untuk menghayati makna kemerdekaan dan meningkatkan semangat nasionalisme serta tidak lupa mengisi kemerdekaan dan memupuk semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Saat ini banyak ancaman dan potensi perpecahan di tengah-tengah bangsa kita, SARA, politik praktis dan politik identitas, keinginan mengganti ideologi bangsa, dll. Kita harus menjadi pemersatu dan dapat hidup berdampingan dengan segenap suku agama dan golongan yang ada, meningkatkan toleransi antar umat beragama,  melalukan dialog sosial melalui gotong royong,  aksi sosial dll.

2. Walaupun bangsa Indonesia sudah 73 tahun merdeka sebenarnya masih banyak yang membelenggu bangsa kita, misalnya Kesenjangan ekonomi,  kebodohan, ketidak adilan dan kurangnya keberpihakan terhadap masyarakat miskin,  pembangunan yang belum merata, dll. Gereja harus hadir menjadi dan berkontribusi menjadi alat Allah untuk menjadi pembebas terhadap situasi yg dialami oleh bangsa kita.

3. Kuasa dosa tidak pernah berhenti dan terus berusaha untuk menggoyahkan iman percaya kita. untuk oleh karenanya kita membutuhkan pertolongan dari Allah untuk membebaskan kita dan memberikan kemerdekaan sejati, walaupun jasmani kita terpenjara karena iman terhadap Kristus kita tetap bersukacita.  pertolongan Allah selalu nyata dalam setiap langkah kita, meskipun kita sedang berada di titik yang paling dalam dalam hidup ini, Dia dengan kuasa-Nya yang ajaib akan mengangkat kita serta akan menempatkan kita pada keadaan yang baik sesuai dengan rencana-Nya. Pasrah berserah sepenuhnya kepada Tuhan dan jangan berpaling daripada-Nya, niscaya kita akan beroleh pembebasan itu.

    Pdt. Togu P. Munthe

    GBKP Runggun Cililitan

Minggu 05 Agustus 2018 : Khotbah 1 Raja-Raja 7 : 40-45

(Minggu X Kenca Trinitatis / Minggu Perawaten Inventaris Gereja)

Invocatio

“Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah

kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” (1 Korintus 3 : 17)

Bacaan

2 Tawarikh 7 : 11 – 22

 

Tema

“Yang memuliakan Rumah Tuhan, akan dimuliakan Tuhan”

(Si Mpehaga Rumah Pertoton, Ipehaga Tuhan Ka Me Kap Ia)

1.       KATA PENGANTAR

Setelah Israel dalam keadaan aman dan tentram, Allah membuat perjanjian dengan Daud bahwa salah satu keturunannya  – bukan Daud –  yang akan mendirikan Bait Suci.

Dalam 2 Tawarikh 22:6-10, Daud berkata kepada Salomo, bahwa dia bermaksud hendak mendirikan rumah bagi nama TUHAN, tetapi TUHAN tidak mengijinkannya, karena sudah sangat banyak darah yang ditumpahkannya dan sudah banyak peperangan besar yang dilakukannya. Seorang anak lelaki yang lahir bagi Daud, yang bernama Salomo, dimana sejahtera dan sentosa akan diberikan TUHAN atas Israel pada zamannya, dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama TUHAN.

Apa yang dinyatakan TUHAN kepada Daud dan dikatakan oleh Daud kepada Salomo, dilaksanakan oleh Salomo. Pada tahun 480 sesudah orang Israel keluar dari tanah Mesir, pada tahun keempat sesudah Salomo menjadi raja atas Israel, dalam bulan Ziw, yakni bulan yang kedua, Salomo mulai mendirikan rumah bagi TUHAN. (1 Raja-raja 6:1)

2.       ISI

1 Raja-raja 7:40-51, merupakan bagian mengisi perlengkapan Bait Suci, baik yang terbuat dari tembaga (ay.40-47) maupun yang terbuat dari emas (ay.48-50).

Hiram, seorang tukang tembaga yang penuh dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan akan pekerjaan tembaga (1 Raja-raja 7:14), membuat segala perlengkapan Bait Suci yang terbuat dari tembaga. Adapun perlengkapan yang terbuat dari tembaga adalah :

·         Dua tiang dengan dua bulatan ganja yang di kepala tiang itu.[1] Tiang ini bukanlah penopang bangunan, tetapi tiang yang berdiri sendiri. Pada masa itu, tiang semacam ini terdapat di pintu masuk kuil.

·         Jala-jala yang menutup kedua bulatan ganja. Jala-jala ini semacam kawat berpilin, semacam untaian rantai-rantai (ay.17).[2]

·         400 buah delima. Di zaman kuno, buah delima yang berwarna merah terang merupakan simbol kehidupan.

·         Kesepuluh kereta penopang  dan kesepuluh bejana pembasuhan yang di atas kereta itu.

·         “Laut” yang satu itu dan kedua belas lembu yang di bawah “laut” itu. Yang disebut “laut” adalah bejana besar berisi air yang mungkin digunakan para imam dalam upacara pembasuhan (2 Taw.4:6). Laut ini mungkin melambangkan pemisahan air yang menutupi bumi, untuk menjadikan langit, darat, dan laut dalam kisah penciptaan (Kej.1:6-10). Simbolisme bejana besar ini diduga berasal dari mitos penciptaan di Mesopotamia kuno, yang menggambarkan pertempuran antara dewa dengan monster laut : Chaos. Orang Ibrani kemudian memakai kisah kuno ini untuk menggambarkan pertarungan Allah melawan yang jahat.

·         Kuali-kuali, penyodok-penyodok dan bokor-bokor penyiraman.[3]

Adapun perlengkapan yang terbuat dari tembaga adalah :

·         Mezbah emas dan meja emas tempat menaruh roti sajian.

Roti sajian dipersembahkan kepada TUHAN dan merupakan simbol kehadiran TUHAN di Bait Suci. Roti ini diletakkan di sebuah meja khusus dan diganti setiap minggu (Im.24:5-9).

·         Kandil-kandil, kembang-kembang, lampu-lampu dan sepit-sepit

Setiap kandil terdiri atas satu batang bagian tengah dengan tiga cabang disetiap sisi. Disetiap ujung kandil itu dicantelkan semacam cawan penadah lampu (Kel.25:31-40). Cahaya dari lampu kandil itu melambangkan kemuliaan Allah (Kel.29:43).

Sepit dipakai untuk memadamkan lampu dengan cara menutupi nyalanya atau memotong sumbunya. Lih.Kel.25:31-40.

·         Pasu-pasu, pisau-pisau, bokor-bokor penyiraman, cawan-cawan dan perbaraan-perbaraan dan engsel-engsel pintu.

Bokor penyiraman dipergunakan untuk mempersiapkan kurban hewan.

Perbaraan adalah semacam panci besi untuk membakar kemenyan, membawa bara panas, dan membersihkan abu setelah upacara pengurbanan.

Demikianlah Salomo menyelesaikan pembangunan Bait Suci dengan segala perlengkapannya, dengan penuh kesungguhan dan ketelitian. Salomo juga memasukkan barang-barang kudus Daud, ayahnya, dan menaruh perak, emas dan barang-barang itu dalam perbendaharaan rumah TUHAN.

Lebih kurang tujuh tahun waktu yang dibutuhkan Salomo membangun Bait Suci, dalam tahun yang kesebelas pemerintahanya, dalam bulan Bul, yaitu bulan kedelapan (1 Raja-raja 6:38), sekitar tahun 960SM.

Dalam bahan bacaan : 2 Tawarikh 7:11-22, TUHAN berfirman kepada Salomo, bahwa TUHAN berkenan atas Bait Suci yang dibangunnya atas nama TUHAN. Mata TUHAN terbuka dan telinga-Nya menaruh perhatian kepada doa dari Bait Suci yang dibangun Salomo. TUHAN menguduskan Bait Suci yang dibangun Salomo sehingga TUHAN berkenan hadir di situ.

Namun TUHAN memperingatkan Salomo agar tetap hidup di jalan TUHAN, mengikuti setiap ketetapan dan peraturan TUHAN. Bila Salomo tidak mengikuti ketetapan dan peraturan TUHAN, maka TUHAN akan meninggalkan Salomo dan membuang dari hadapan-Nya, Bait Suci yang telah dikuduskan TUHAN bagi-Nya (2 Taw. 7:19-22)

Pada perjalanan kehidupannya, Salomo tidak setia kepada TUHAN. Ia berbalik dan meninggalkan segala ketetapan dan perintah TUHAN yang telah diberikan TUHAN kepadanya, dan pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya. Akibatnya, Bait Suci yang dibangun oleh Salomo dengan penuh kesungguhan dan ketelitian selama 7 tahun, dihancurkan oleh Nebukadnezar, Raja Babel dan orang Israel/Yehuda dibuang ke Babel selama 70 tahun (2 Raja-raja 25).

3.       APLIKASI

Bait Allah umat Israel adalah lambang kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya Israel. Demikian juga halnya dengan Gereja dalam kehidupan kita sekarang ini. Gereja merupakan lambang kehadiran cinta-kasih Tuhan bagi jemaat-Nya dan bagi masyarakat sekitar.  Untuk itu, tentu kita sebagai jemaat, harus memperhatikan :

1.       Diri dan kehidup kita yang adalah Gereja itu sendiri agar menjaga kekudusan dan menyatakan kasih Tuhan. Seperti dalam invocatio dikatakan, bahwa bait Allah itu adalah diri setiap anak Tuhan.

(bnd. 1 Korintus 3:16-17; 6:19-20). Mari kita bercermin dari kehidupan Salomo yang tidak menjaga kesetiannya kepada Tuhan.

2.       Berkaitan dengan Minggu, tanggal 05 Agustus 2018, yang oleh GBKP merupakan minggu perawatan inventaris Gereja, marilah kita menjaga keberadaan gedung Gereja berikut perbendaharaannya atau peralatanna dan juga lingkungan Gereja, sehingga membawa keindahan dan keteduhan bagi setiap orang yang datang dan beribadah. Keindahan, kebersihan dan keteduhan Gereja merupakan salah satu wujud kasih dan pengagungan kita kita kepada Tuhan kita yang Agung dan penuh kasih.

 Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung

 



[1] “bulatan ganja”, dalam  Alkitab edisi BIMK, ditulis “kepala tiang”; NIV : “bowl-shaped capitals”.

[2]  “jala-jala”, dalam Alkitab edisi BIMK, ditulis “berbentuk bunga bakung”; NIV : “network decorating”.

[3] “kuali-kuali, penyodok-penyodok dan bokor-bokor penyiraman”, dalam Alkitab edisi BIMK, di tulis “kuali-kuali, sekop-sekop dan mangkuk-mangkuk”; NIV : “the pots, shovels and sprinkling bowls”.

Minggu 22 Juli 218 : Khotbah : 1 Tesalonika 1 : 2-14

Invocatio    

    Sebab di dalam Dia kamu telah mejadi kaya dalam segala hal; dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan (1Korintus 1:5).

Bacaan

Ibrani 5:11-14

Tema

Jemaat yang Jadi Teladan

 

Pendahuluan

Puji dan syukur kita ucapakan kepada Allah kita yang masih memperkenankan kita untuk membahas Firman-Nya di Minggu GBKP Njayo saat ini.

Penjelasan/Isi Firman Tuhan

Perikop Firman Tuhan ini merupakan bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Surat ini berisi pujian sekaligus beberapa teguran untuk jemaat Tesalonika. Khusus dalam 1Tesalonika 1:2-10 ini Paulus menunjukkan bagaimana sukacita Paulus ketika ia mendengar tentang kehidupan jemaat Tesalonika yang bertumbuh dalam iman. Paulus bersyukur dan memuji Tuhan, dimana perjuangannya selama ini  untuk menyakinkan mereka hidup dalam Yesus Kristus ditengah kehidupan mereka yang awalnya sebagai penyembah berhala. Kondisi seperti itu tentunya bukan hal yang mudah bagi Paulus untuk menghadapinya terlihat dalam perkataan Paulus dalam ayat 5 bahwa jemaat Tesalonika tahu tentang apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Paulus.

Paulus menyadari hal yang utama dalam hidupnya sebagai orang yang sudah dipilih oleh Allah melalui kehadiran Yesus Kristus dalam hidupnya (bd. Kis. 9:1-19) dan menerima anugerah-Nya, maka Paulus merasa berkewajiban untuk mengubah prilaku kehidupan orang-orang di Tesalonika menjadi orang-orang yang hidup setia kepada Tuhan atas pertolongan Roh Kudus. Paulus menyadari hanya dengan mengandalkan Tuhan Yesus dan penyertaan Roh Kudus maka apa yang dia lakukan untuk memberitakan Injil tidak akan pernah menjadi sia-sia. Sebab kekuatan yang dipadukan dengan kesungguhan untuk memberikan yang terbaik dari pengetahuan dan kemampuan yang ada akhirnya Paulus menlihat hasil yang luar biasa. Dimana jemaat Tesalonika diubahkan menjadi orang-orang yang tidak hanya sebagai saksi Kristus bagi sesamanya tetapi juga sampai diluar Tesalonika (ayat 8).

Untuk menjadi jemaat yang bersaksi itu tidak mudah bagi jemaat Tesalonika sebab harus ada pengorbanan. Pengorbanan mengubah hidup dari seorang penyembah berhala menjadi penyembah Kristus. Untuk menerima sesuatu yang baru harus berani menanggalkan apa yang sudah melekat dalam kehidupan mereka selama ini (penyrmbah berhala). Selain itu ditengah ancaman sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus yang bias saja menjadi hambatan untuk mempertahankan iman tetapi mereka berani membuktikan bahwa mereka tidak takut dan malu untuk menyatakan siapa mereka sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus (bd. ayat 6) dan menjadi teladan (ayat 7)

Saudara/i yang dikasihi Tuhan, Firman Tuhan ini  menunjukkan bagaimana jemaat Tesalonika yang mampu untuk menjadi teladan dengan apa yang mereka miliki terlebih kehidupa yang sudah mendapatkan anugerah dari Tuhan. Di minggu 77 ttahun GBKP Njayo ini GBKP, tema kita memfokuskan pada sebuah keteladanan. Melalui perikop firman Tuhan ini ada 3 hal makna akan sebuah keteladanan dan hidup berjemaat.

1.       Jemaat atau Gereja harus menjadi teladan, dikarenakan umat Tuhan sudah menerima anugerah Tuhan baik secara pribadi, atau pun bersama-sama memang harus menjadi teladan, menjadi ccontoh, menjadi panutan bukan Cuma jadi sorotan saja. Sehingga jemaat/gereja yang sudah menerima Injil memang harus mampu mrmpunyai nilai lebih dari orang yang  belum menerima Injil. Agar keidupan kita sebagai penerima augerah tuhan tidak terjadi  seperti yang diaktakan TUhan Yesus seperti di dalam Matius 5:20 “Jika hidpu keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi. Sesugguhnya kamu tidak masuk dalam kerajaan surga”.

Kita adalah garam dan terang dunia (Matius 5:13), kita berbeda dengan dunia ini karena kita mampu untuk memberi rasa dan membawa perubahan yang lebih baik. Sperti Firman Tuhan dalam Invocatio 1Korintus 1:5 mengingatkan hidup kita sewajarnya harus membawa kebaikan dan pemulihan bagi orang lain untuk mengenal Yesus Kristus.

2.       Merayakan 77 tahun GBKP Njayo/mandiri berarti bertambahnya usia, bertambahnya usia identic bertambah besar. GBKP 77 Tahun sudah mandiri dengan proses yang tidak mudah dalam sejarahnya. Biasanya seseorang yang dikatakan mandiri jikalau ia sudah bias menopang hidupnya sendiri dengan baik secara materi dan mental.  Tetapi GBKP Njayo bukan karena sudah mandiri tapi ipejayokenkarena pengaruh perang Dunia ke 2. Orang Belanda termasuk para penginjil belanda harus meninggalkan Indonesia karena masuknya Jepang ke Indonesia, sehingga GBKP harus dipimpin oleh orang Karo sendiri padahal selama ini belum ada yang ditahbiskan untuk menjadi pemimpin gereja atau seorang pendeta dari orang karo. Adanya ‘desakan’ pemimpin gereja di Eropa pada tahun 1938 NZG mengirimkan 2 orang Guru Agaman orang Karo untuk sekolah Pendeta di Sipaholon dan tahun 1941 ditangkuhkan (Pdt. P Sitepu dan Pdt. Th. Sibero). Pada Sinode I tanggal 23 Juli 1941 dinyatakan bahwa GBKP sudah Njayo.

Dengan usia yang bertambah 77 tahun saat ini, pertanyaan yang paling penting bagi kita sebagai jemaat GBKP apakah dengan bertmanbhanya usia ini sudah bertambah juga keteladanan di tengah-tengah kehidupan kita? Lebih pantas untuk diteladani, di contoh? Baik sebagai Pedeta, pertua dan diaken terlebih sebagai umat Tuhan yang sudah mendapat keselamatan oleh Kristus, atau tidak?

Mestiya harus begitu, makin bertambah usia,, makin besar semakin kita harus menjadi contoh bagi orang lain. Hal ini yang menjadi kendala oleh penulis surat Ibrani (Bacaan). Kesulitan dan kendala itu terletak dalam diri orang-orang pembaca suratnya dikarenakan mereka lamban dalam mendengarkan dan tidak mau bertumbuh dalam kehidupan imannya. Akibatnya mereka tidak dewasa dalam iman, tidak bisa menjadi teladan. Seharusnya mereka sudah menjadi pengajar teryata masih harus diajar tentang hal-hal yang paling dasar tentang kekristenan sebab iman mereka tidak bertumbuh. Mereka tetap tinggal sebagai bayi dan tidak bertumbuh seperti sifat seorang bayi  bayi atau anak-anak yang ‘tidak pernah perduli dengan orang lain’ kapan pun ia haus mau jam 12 malam, 3 subuh ia akan menangis untuk minum susu dan ia tidak perduli apakah ibunya sudah lelah mengurus ia seharian tapi yang ia perlukan saat itu juga ia harus minum susu.

Orang yang dikatakan dewasa tidak besifat seperti anak-anak, orang dewasa sanggup memikirkan orang lain dan mampu berkorban bagi orang lain, memberi kepada orang lain. Salah satu tolak ukur seseorang dikatakan dewasa ialah bagaimana ia perduli kepada keberadaan orang lain dan mau berkorban bagi orang lain.

77 tahun GBKP Njayo tidak hanya berbicara tentang stuktur organisasinya sja tetapi tidak terlepas dari orang-orang yang ada didalamnya, jemaatnya yang mampu jadi teladan baik dalam perkataan, perbuatannya dalam mengaplikasikan Firman Tuhan dalam hidupnya. Tidak menjadi jemaat yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri dan menuntut orang lain untuk memberi perubahan atau berkat dalam pertumbuhan iman kita tetapi  mengandalkan kekuatan Roh Kudus yang memberi perubahan dalam hidup untuk mampu menjadi berkat.

3.       Jemaat atau gereja yang semakin berkembang terkadang tidak semakin dapat dicontoh, sebab banyak orang Kristen tidak lagi menyadari tugas dan keteladanannya di tengah-tengahmasyarakat, sehingga tidak mampu menjadi berkat makah sebaliknya menajdi beban dan batu sandungan bagi orang lain.  Melalui firman Tuhan ini kita diingatkan kembali akan tugas kita, misi dan kewajiban keteladanan kita sebagai warga gereja dan warga Kerajaan Allah terlebih sebagai warga negara Indonesia. Dimana posisi umat Kristen semakin sulit. Istilah-istilah Mayoritas dan Minoritas yang tidak ada dalam kamus negara Pancasila semakin sering disebut. Artinya kaarena orang Kristen minoritas maka wajarlah diberi peran yang minoritas juga. Tetapi istilah-istilah itu tidak akan menjadi masalah sebab yang terpenting bagi orang yang sudah mendapatkan kasih Tuhan bukan kuantitas yang terpentinh tetapi kualitas diri kita, iman kita ditengah-tengah yang mayoritas.

Keteladanan itu nyata tidak hanya omongan saja, tidak hanya dari penampilan, berwibawa tetapi nyata dalam perbuatan dan tindakan kasih. Eka Darmaputra mengatakan perbuatan kasih lebih bermakna dari 1000 khotbah.

Penutup

Ketekunan, kegigihan, tidak gampang goyah bagi orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam hidupnya untuk menghadapi tantangan dan kesulitan-kesulitan yang ada. Sebab melalui kesulitan-kesulitan yang kita  hadapi saat ini merupakan sebuah kesempatan atau ujian yang diberikan Tuhan untuk menunjukkan keteladanan kita, melalui ketekunan dan kegigihan kita (bd. 2Korintus 4:8-9). Di usia GBKP Njayo ke 77 tahun saat ini marilah sebagai jemaat kita dituntut dalam keberadaan kita masing-masing untuk mampu hadir sebagai jemaat yang menjadi berkat bagi orang lain, merasa bertanggungjawab untuk membawa perubahan bagi orang lain untuk lebih baik. Bertambahnya usia maka tidak hanya bertambah besar tapi bertambah hikmat dan bijaksana dalam melakukan perintah Tuhan.

Pdt  Mulianta Enaria br Purba

GBKP Runggun Cibubur

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate