Kebaktian Pekan Keluarga Wari Keempat 2021 : Pengkotbah 3:12-15

(KESEHATAN DAN EKONOMI KELUARGA)

Invocatio    : “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang  patah mengeringkan tulang. Amsal 17:22

Bacaan I     : Lukas 15:20-32

Khotbah      : Pengkhotbah 3:12-15

Tema          : Keluarga Yang Merasakan Berkat Tuha

                     (Jabu Singenanami Pemere Dibata)

Pendahuluan

Musa berdoa dalam Mazmur 90, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay.12). Dan Paulus menulis, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:15-16). Dan Salomo berkata, “Untuk segala sesuatu ada waktunya” (Pkh. 3:1).

Musa, Paulus dan Salomo tentu setuju bahwa mempergunakan waktu yang ada secara bijak bukanlah soal hanya sebatas mengatur jadwal dengan bermacam-macam kegiatan. Keadaan bisa saja mengharuskan kita untuk mempunyai jadwal yang padat atau sebaliknya. Tetapi Firman Tuhan mengingatkan bagaimana kita bisa mempergunakan waktu dengan bijaksana dan memberi arti dari setiap waktu yang kita miliki. Bagaimana kita mempengaruhi kehidupan ini dengan dampak yang kekal ketika kita mengisi waktu yang ada dengan kekuatan dan anugerah dari Kristus, terkhusus dengan orang-orang terdekat kita, keluarga. Melalui Pekan Kebaktian Keluarga GBKP Tahun ini, kita diingatkan untuk menjadi JABU SI MEHULI (Keluarga Baik), salah satunya adalah dengan bersama keluarga mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk merasakan/menikmati setiap berkat yang Tuhan berikan, baik melalui kesehatan, pekerjaan, rezeki, dsb.

Pembahasan Nas

Secara tradisional orang-orang Yahudi meyakini bahwa penulis Kitab Pengkhotbah adalah Salomo. Keyakinan ini terlihat dari berbagai petunjuk. Penerjemah LXX (Septuaginta) sengaja meletakkan Kitab Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung setelah Mazmur dengan pertimbangan bahwa tulisan anak (Salomo) sudah seharusnya mengikuti tulisan bapak (Daud). Sumber kerabian yang lain bahkan menjelaskan bahwa Kitab Kidung Agung ditulis Salomo waktu ia masih muda karena menekankan cinta, Kitab Amsal pada usia menengah ketika menghadapi berbagai problem praktis kehidupan, Kitab Pengkhotbah pada waktu usia lanjut.

Dalam teks dijelaskan bahwa Pengkhotbah sangat mengetahui bahwa Tuhan memang benar-benar baik! KebaikanNya ditunjukkan lewat segala sesuatu yang Dia lakukan sesuai dengan waktunya; ada waktu yang Dia berikan bagi kita untuk mencurahkan segala tenaga, keringat, dan air mata dalam melakukan pekerjaan juga ada pula waktu yang Dia berikan bagi kita untuk bersukacita bersama dengan keluarga atau sahabat; menikmati hasil dari pekerjaan yang kita kerjakan selama ini.

Pengkhotbah 3:12-15 berbicara tentang menikmati jerih payah yang Tuhan berikan. Menurut Pengkhotbah, tak ada yang lebih baik selain makan, minum, dan bersenang-senang sebagai bagian dari menikmati hasil jerih payah dalam berkat Tuhan. Jika tanpa berkat Tuhan, sekuat apa pun seseorang berusaha, hasilnya bisa menguap dalam sekejap. Tak ada yang dapat merasakan makan, minum, atau menikmati hidup di luar Dia. Namun, dalam menikmati berkat yang Tuhan berikan, baik untuk makanan, minuman, atau hiburan, tetaplah ada batasan yang perlu kita perhatikan. Konsumsi berlebihan akan menyebabkan penyakit dan juga tidak semua hiburan manusia berkenan di hadapan Allah.

Setiap keluarga Kristen harus menyadari bahwa Tuhan yang memberikan berkat, dalam hal ini keuangan juga kesehatan, supaya kita dapat menikmati hasil jerih payah kita di dalam Dia. Tak ada yang salah dengan menikmati berkat Tuhan, selagi masih dalam takaran normal dan tidak melanggar kebenaran firman Tuhan. Mari bersyukur atas berkat yang Tuhan berikan. Bersyukurlah, bersukacitalah, bersenang-senanglah, dan nikmatilah berkatNya bersama dengan orang yang kita kasihi, dalam hal ini adalah keluarga kita. Sebab ini semua juga menjadi ”obat” bagi kita dalam menjalani kehidupan ini (Invocatio: Amsal 17:22).

Namun, tetap harus kita ingat saat kita diizinkan menikmati hasil dari pekerjaan yang kita kerjakan selama ini, jangan sampai kita melupakan Tuhan melainkan sempatkan waktu untuk menaikkan ucapan syukur dalam doa; karena kita masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bekerja dan menikmati hasil dari pekerjaan yang kita kerjakan selama ini. Selain itu, berbagilah juga dengan sesama.

Ilustrasi Khotbah

Ada dua orang bersaudara bernama Rina dan Rani. Keduanya adalah anak seorang pengusaha yang sukses. Kedua-duanya bersifat periang, murah senyum, dan mewarisi bakat orang tuanya. Di usia 36 tahun, keduanya sudah memiliki beberapa perusahaan yang berkembang dengan cepat. Namun mereka mempunyai kebiasaan yang berbeda dalam menghabiskan waktu luang mereka. Rina suka sekali berolahraga dan berkumpul dengan keluarga dan teman-temannya di saat senggang. Sedangkan Rani lebih suka melewatkan waktu dengan terus bekerja dan bekerja sampai larut malam bahkan kadang sampai menjelang pagi. Ia sangat terobsesi untuk mendapat lebih banyak pemasukan lagi dan menjadi lebih sukses lagi dalam karirnya.

Dua tahun kemudian Rani terserang penyakit darah tinggi, yang mengharuskannya istirahat di tempat tidur selama dua bulan. Sebaliknya Rina tampak sangat sehat dan dapat bekerja serta beraktivitas seperti biasa. Setiap hari secara bergiliran anggota keluarga dan teman-teman mengunjungi Rani di rumahnya, untuk menghibur dan mengecek kondisi kesehatan Rani. Waktu istirahat selama dua bulan itu membuat Rani menyadari betapa berharganya kesehatan tubuh, anggota keluarga dan teman-temannya. Setelah dokter menyatakan Rani cukup sehat untuk kembali bekerja dan beraktivitas, Rani pun mengubah kebiasaannya. Rani mulai berolah raga, dan juga menikmati saat-saat kebersamaan dengan keluarga dan teman-temannya.

Kadangkala saat kita berada di puncak kesuksesan, kita terobsesi untuk terus melakukan lebih dan lebih banyak lagi pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi. Obsesi ini membuat kita lupa untuk berhenti sejenak, bersyukur dan menikmati semua yang Tuhan berikan kepada kita. Menjadi kaya itu baik karena kita bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain. Namun apalah artinya kekayaan materi jika kita tidak bisa menikmatinya? Kesehatan tubuh, anggota keluarga dan teman-teman adalah berkat Tuhan yang tidak ternilai harganya. Tanpa ketiga hal di atas, kita tidak bisa menikmati kekayaan materi yang Tuhan berikan. Jangan terobsesi bekerja keras tanpa berhenti.
Penutup (Refleksi)

Perikop ini mau menunjukkan otoritas Tuhan di dalam kehidupan manusia. Segala sesuatu  yang terjadi dalam kehidupan manusia, ada waktunya. Setiap  kenikmatan hidup yang kita peroleh di tengah-tengah keluarga, baik kesehatan dan rezeki adalah pemberian dari Tuhan, yang datang hanya pada saat kita memasuki hubungan yang benar dengan Dia dan sungguh-sungguh tunduk kepada Dia selaku Tuhan Allah kita. Maka Ia memberi sukacita dalam segala hal yang kita lakukan.

Pointer

1.Untuk segala sesuatu di dunia ini ada waktunya. Setiap keluarga mari mempergunakan waktu bersama dengan bijaksana.

2.Jabu simehuli (tema umum PKK) adalah keluarga yang mampu merasakan berkat-berkat Tuhan dalam kehidupannya, dan menghadirkannya itu di tengah-tengah keluarga juga orang-orang di sekitarnya.

3.Menyadari bahwa segala sesuatu yang ada pada dirinya dan keluarga, baik kesehatan dan rezeki adalah pemberian Tuhan (berkat).

4.Memanfaatkan waktu kebersamaan dengan sebaik mungkin (bdk. Ayah yang menerima kembali anak yang hilang, Bacaan I: Lukas 15:20-32)

5.Harus ada pengampunan kepada saudara seburuk apapun yang dilakukannya, memanfaatkan waktu yang ada (Bacaan I: Lukas 15:20-32)

Pdt. Melda Tarigan

GBKP Rg. Pontianak

Kebaktian Pekan Keluarga Wari Ketelu 2021 : Amsal 17:24-28

(Komunikasi Keluarga)

Invocatio :“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang    hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” Yakobus 1:19

Bacaan    : 1 Petrus 3:1-3

Khotbah   : Amsal 17:24-28

Thema      : Keluarga Yang Bijaksana (Jabu Si Beluh Rukur)

I.             Pendahuluan

Yang mencirikan keluarga bukanlah komposisinya, melainkan komitmennya. Dalam keluarga orang berkomitmen untuk saling terima, saling memahami, saling setia, saling didik, saling memperbaiki, saling tegur, saling memaafkan, saling setia, saling tolong, dsb. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Itu ciri kualitas keluarga, dan ini juga yang dinamakan keluarga yang bijaksana/berhikmat. Menerima seseorang berarti menerima dia sebagaimana adanya, dengan segala keunggulannya dan kelemahannya. Bukan menerima dia sebagaimana yang kita idealkan, melainkan sebagaimana kondisinya. Mengapa kita menerima dia? Oleh karena Kristus pun sudah menerima kita. Kristus menerima kita sebagaimana kita adanya.

II.           Isi

Bahan Invocatio Yakobus 1:19 memberikan pesan bagi kita semua tentang menjadi bijak dalam menjalani hidup, khususnya dalam menempatkan komunikasi. Dalam ucapan tradisi leluhur Yahudi ada empat sifat di kalangan orang terpelajar. Cepat mendengar dan cepat melupakan; artinya: cepat memperoleh sesuatu, tetapi juga cepat hilang. Lambat mendengar dan lambat melupakan: lambat memperoleh sesuatu, tetapi apa yang didapatnya bertahan. Cepat mendengar dan lambat melupakan: inilah orang yang bijaksana. Lambat mendengar dan cepat melupakan; inilah orang yang jahat. Seorang penyair Romawi yang bernama Publius Ovidius Naso yang dikenal sebagai Ovid mengatakan agar manusia lambat menghukum, tetapi cepat memberikan apresiasi. Philo juga mengatakan agar manusia cepat dalam bertindak demi kebaikan orang lain dan lambat untuk mencelakakan orang lain. Inilah nasihat Surat Yakobus yaitu bahwa kita juga harus lambat untuk marah. Barangkali ia menghadapi beberapa orang yang beralasan supaya ada tempat untuk melampiaskan kemarahan yang sedang bergelora. Hal ini tak diragukan lagi kebenarannya. Dunia akan bertambah miskin tanpa orang-orang yang bergelora dalam menentang penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-sewenangan dosa. Tapi, hal ini kerap kali dijadikan alasan bagi orang untuk cepat marah dan jengkel pada diri sendiri. Seorang pemimpin akan diuji kesabarannya dengan lambat untuk marah terhadap kemalasan bawahannya. Orangtua bisa tergoda untuk marah. Tapi, kemarahan orangtua tampaknya akan lebih banyak membuahkan sikap keras hati yang makin menjadi daripada membimbing dan mengendalikan perilaku anak. Kasih selalu memiliki kekuatan yang lebih besar daripada amarah. Ketika amarah terus-menerus menjadi gangguan, kejengkelan yang membangkitkan kemarahan, serta omelan yang berlebihan, maka hal itu akan selalu mendatangkan lebih banyak bahaya daripada kebaikan. Lambat untuk bicara, lambat untuk marah, dan cepat untuk mendengar selalu merupakan kebijaksanaan hidup yang baik.

Bahan bacaan kita 1 Petrus 3:1-3 memberikan perenungan bagi kita semua bagaimana Petrus masuk pada persoalan rumah tangga yang tidak dapat dihindari diperlihatkan oleh kekristenan. Mungkin ada pasangan dalam pernikahan yang dimenangkan oleh Kristus, sedangkan yang lainnya tidak tersentuh oleh Injil. Kondisi semacam ini menimbulkan banyak masalah. Memang kelihatan janggal jika para istri dinasihati Petrus sebanyak 6 kali dalam pasal 3 ini. Ini dikarenakan posisi para istri jauh lebih sulit dibandingkan para suami. Jika seorang suami menjadi Kristen, maka secara otomatis ia akan membawa istrinya ke dalam gereja dan tidak akan ada masalah. Tapi, jika seorang istri menjadi Kristen sementara suaminya tidak, maka sang istri mengambil satu langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan menimbulkan banyak masalah yang sangat berat. Dalam lingkungan masyarakat dunia kuno, para perempuan sama sekali tidak memiliki hak. Di bawah hukum orang Yahudi, seorang perempuan dianggap sebagai benda. Dalam masyarakat Yunani, tugas perempuan adalah tinggal di rumah dan taat kepada suaminya. Di bawah hukum Romawi, seorang perempuan tidak memiliki hak. Kalau demikian bagaimana seharusnya menjadi seorang istri Kristen yang baik di tengah-tengah dunia yang memperlihatkan bahwa istri atau perempuan itu tidak berharga. Petrus mengatakan pada para istri sesuatu yang sangat sederhana yaitu menjadi seorang istri yang baik. Dengan menjadi istri yang baik itu sudah merupakan khotbah yang tidak bersuara mengenai hidupnya yang penuh kasih, seorang istri pasti menyingkirkan berbagai hambatan yang berasal dari prasangka dan kemarahan sehingga dapat memenangkan suaminya untuk Tuan yang baru yaitu Kristus. Seorang istri harus tunduk. Maksud kata tunduk ini adalah kerelaan yang tidak mementingkan diri sendiri. Inilah tunduk yang berdasar pada matinya kesombongan dan adanya keinginan untuk melayani. Tunduk ini bukan karena takut, melainkan demi kasih yang sempurna. Seorang istri harus murni. Dalam dirinya harus ada kesucian yang menawan hati dan kesetiaan yang berdasar pada kasih. Seorang istri harus terhormat. Ia harus hidup dalam keyakinan bahwa seluruh dunia adalah Bait Allah dan seluruh hidup berlangsung di hadirat Kristus. Seorang istri Kristen yang hidup pada masa itu berada dalam masyarakat di mana ia akan menghadapi berbagai godaan kemewahan yang tidak berperikemanusiaan dan akan dihantui oleh ketakutan karena perilaku suaminya yang tidak bisa diduga. Tapi, ia harus hidup dalam pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri, dalam kebaikan dan ketenteraman. Inilah khotbah terbaik yang dapat ia beritakan untuk memenangkan suaminya bagi Kristus. Hanya ada beberapa ayat di mana nilai hidup kristiani yang mengesankan itu ditekankan dengan sangat indah.

Di dalam bahan khotbah kita Amsal 17:24-28, kita akan melihat sebenarnya secara keseluruhan pasal ini bercerita tentang kebijakan dan kebodohan yang dihubungkan dengan lidah, orang yang dapat menguasai diri dalam berbicara dianggap bijak. Topik tentang keluarga juga banyak kita lihat dalam Amsal 17 ini, seperti kerukunan dalam keluarga dan sikap hidup anak yang menentukan kebahagiaan orangtua, dan kehormatan anak adalah orangtua. Perilaku yang jahat dan bodoh yang cenderung merugikan keluarga juga dibahas dalam pasal 17 ini. Secara khusus dalam ayat 24-28 yang menjadi bahan khotbah ini, akan dibahas dimulai ayat 24-25. Sebenarnya kedua ayat ini berisi pengajaran mengenai orang yang berpengertian dan peringatan tentang orang bebal. Keduanya diikat oleh kata kunci “orang bebal”. Ada dua perbandingan tentang “orang berpengertian” dalam ayat 24a dengan “mata orang bebal melayang sampai ke ujung bumi” pada ayat 24b. Melalui kalimat yang sintesis pikiran mengenai “anak bebal” pada ayat 25a, lebih dikembangkan lagi melalui ulasan tentang “kepedihan bagi ibu yang melahirkan” dalam ayat 25b. Di hadapan orang yang berpengertian ada hikmat (ay. 24a). Orang yang berpengertian adalah orang memiliki hikmat, yang memahami sikap, kata-kata, dan perilaku dan arah kehidupan yang benar dan yang mengarahkan kehidupannya ke arah yang benar. Orang bebal, orang yang bukan hanya bodoh, tidak pernah serius, bahkan menolak didikan hikmat. Orang ini tidak tahu apa dan di mana ada hikmat. Oleh karena itu, ia tak mengetahui arah kehidupan yang benar yang harus ditempuh, tidak tahu apa yang harus dicapai. Hidupnya dipenuhi dengan ketidakjelasan. Pada ayat 27 yang isinya mengenai kemampuan menahan perkataan dan sikap hidup berkepala dingin. Orang yang menahan perkataannya adalah orang yang berpengetahuan. Dengan situasi apapun orang ini mampu mengontrol diri dalam berkata-kata. Dengan kata-kata yang sedikit, ia membuat orang lain mampu memahami apa yang sedang ia pikirkan. Dengan kata-kata yang dapat dikontrol, ia tidak mengungkapkan apa yang tidak seharusnya dibeberkan. Dalam Kitab Amsal sedikit berkata-kata, menjadi ciri-ciri orang yang berhikmat. Maka kalau orang bodoh berdiam diri, kebodohannya jadi tersembunyi, dia pun akan disangka bijak. Dalam pengajaran ini, orang yang bodoh dimaksud yang tidak bisa mengontrol dirio dibandingkan dengan orang yang tak banyan bicara karena ia memiliki karakteristik kontrol diri.

III.         Refleksi

Apa yang kita cari sehari-hari? Uang, sandang, pangan, pasangan, pengetahuan, kesehatan, dsb. Jangan lupa juga, kita juga mencari kebijaksanaan. Kita membutuhkan sikap bijak. Kalau kurang bijak, dengan siapa pun kita cekcok, apalagi dengan anggota keluarga. Keluarga perlu jadi bijak, karena apa? Karena bijak itu yang akan menjaga keluarga termasuk bijak dalam menjaga mulut kita dalam mengeluarkan kata-kata. Menjaga lidah: mikir dulu baru ngomong. Marah itu macam-macam. Ada yang cuma lima menit, ada yang lima hari, ada yang lima bulan, ada yang lima tahun, pokoknya saya pakai angka lima. Ada yang mangkel, ada yang mencak-mencak. Ada yang keki, ada yang maki-maki. Ada yang beringas, ada yang kalem. Ada naik darah, ada naik pitam. Ada ngomel, ada menggrundel. Sebenarnya dari mana datangnya marah. Jawabnya tentu dari diri kita sendiri. Marah adalah produk kita. Kita sendirilah yang memutuskan apa mau marah atau tidak, dan dalam bentuk apa amarah itu mau diungkapkan. Apakah kita boleh marah? Tentu saja boleh! Kita perlu bisa marah. Marah itu normal dan sehat. Marah merupakan salah satu cara ego kita melindungi diri terhadap suatu situasi yang tidak nyaman. Tidak soal bahwa kita marah. Yang jadi soal adalah bagaimana cara kita mengelola perasaan marah. Refleksi dalam khotbah pekan kebaktian hari ketiga ini mungkin bisa menolong kita dalam menempatkan komunikasi yang baik di tengah-tengah keluarga berkaitan dengan manajemen kemarahan, sehingga dengan manajamen kemarahan yang kita punya kita bisa memberi motivasi yang baik bagi anggota keluarga kita. Umpatan, sumpah serapah, makian, cacian, hinaan walau itu kita anggap untuk kebaikan orang, tentu hasilnya tidak akan baik. Lebih baiklah kita menjadi bijak dalam mengungkapkan kasih sayang kita. Orang lebih bisa berubah kalau mendapatkan cinta daripada mendapatkan kemarahan yang tidak jelas ke mana arah dan tujuannya. Cara kita melampiaskan kemarahan melalui komunikasi kita satu dengan yang lainnya perlu juga diperhatikan. Kejengkelan di tempat kerja janganlah sampai terbawa ke rumah. Begitu juga perdebatan orangtua jangan juga anak menjadi sasarannya. Apresiasi itu sungguh lebih sejuk. Walau maksud kita baik, tapi karena penyampaiannya tidak baik, akan menjadi berbeda maknanya begitu juga dalam penerapannya. Maka dengan itu daripada sarat laknat dan kesumat, lebih baik sarat selamat dan hikmat. Maka jadilah keluarga yang berhikmat agar kehidupan ini banyak manfaat.

Pdt. Andreas Pranata Meliala

GBKP Rg. Cibinong

Kebaktian Pekan Keluarga Wari Kedua 2021 : Amsal 24:3-7

Pendidiken I bas jabu / Pendampingan orang tua nandangi anak / Relasi orang tua ras anak

Invocatio :“ Ajarkenlah e man anak-anakndu. Persingetlah rusur, subuk sanga kam i rumah, ntah sanga kam i bas perdalanen, subuk sanga kam ngadi-ngadi ntah pe sanga kam erdahin. Ulangen 6:7

Bacaan   :  1 Johanes  3:1-10

Kotbah   :  Amsal 24:3 -7

Tema      : “Jabu Si Dem Alu Kepentaren Ras Pengertin”

                “ Keluarga yang Penuh Hikmat, Kepandaian, dan Pengertian”.

Pembukaan

Salam Sejahtera bagi kita sekalian, Kita sungguh bersyukur atas berkat Tuhan hari ini kita memasuki Kebaktian Pekan Keluarga GBKP hari ke 2, dengan Tema: Jabu si Dem Alu Kepentaren ras Pengertin / Keluarga yang Penuh dengan Hikmat.  Setiap keluarga pastinya sangat mengharapkan agar anak-anak di dalam keluarga mereka menjadi anak-anak yang sukses atau berhasil di dalam kehidupan mereka, kunci untuk mencapai kesuksesan itu adalah mereka memiliki kebijaksanan/hikmat Allah.  untuk menjadikan anak-anak yang memiliki hikmat, ada proses yang harus dilalui dan ada peranan penting dari orangtua sendiri, yaitu melakukan pendampingan, Pendidikan dan menjalin relasi yang baik kepada anak-anak.

Bimbingan Teks

Kitab Amsal 24:3-7, adalah bagian dari kumpulan Amsal-amsal Salomo, kitab ini dituliskan Salomo berdasarkan pengalaman hidupnya sejak muda sampai usia lanjut. Hidup dengan hikmat adalah kehidupan yang mendatangkan kebaikan, keselamatan dan tentu saja berkat Tuhan. Salomo juga pernah mengalami keterpurukan karena tidak berjalan dalam hikmat Allah, Raja salomo sangat berduka atas kesalahannya serta menyesalinya dan berbalik hidup dalam hikmat Tuhan. Hikmat Allah menjadi pedoman kehidupan  yang benar yang harus dimiliki oleh setiap Anak-anak Allah sehingga memimpin Langkah kehipan menuju kepada keselamatan.

Oleh karena itu Raja Salomo mengajarkan pentingnya hidup yang berdasarkan hikmat, kepandaian dan pengertian.

Pointer Renungan

·         Pentingnya Hikmat, Kepandaian dan Pengertian

Di dalam Ayat renugan kita hari ini, Salomo sangat menekankan: HIKMAT, PENGATAHUAN, KEPANDAIAN, artinya Hikmat : Pengetahun tentang Allah, Kepandaian: Kemampuan untuk menggali ilmu pengetahuan, Pengertian: Kemampuan untuk pendayagunaan yang mendatangkan kebaikan.

·         Membangun Kehidupan dengan Hikmat, Kepandaian dan Pengertian

Generasi muda harus diingatkan sejak dini bahwa Allah memiliki tujuan dalam setiap ciptaanNya, termasuk manusia, kita harus menjadi sarana untuk mendatangkan kebaikan bagi dunia, bukan untuk diri kita sendiri saja. Untuk memperlengkapi kita menjadi makhluk berguna Allag telah mengaruniakan Talenta-talenta yang berbeda satu dengan yang lain, bagi orang percaya, Allah juga memberi karunia-karunia yang berbeda semuanya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Banyak orang yang Pintar, Cerdas namun tidak berdampak bagi sesama, banyak orang yang rajin beribadah namun keluarga tidak harmonis, ada orang yang rajin pelayanan tapi keluarga terbengkalai, oleh karenanya kehidupan ini harus dibangun / didirikan atas hikmat, ditegakkan dengan kepandaian, dan kehidupan itu selanjutnya diisi dengan berbagai hal berharga. Tidak hanya atas satu hal saja, melainkan berbagai hal berharga, berharga buat hidup kita sendiri, berharga buat sesama, berharga buat bangsa dan negara, dan tentunya berharga di mata Tuhan. Inilah sebuah pelajaran penting dari penulis Amsal akan betapa berharganya sebuah kehidupan. Perjalanan hidup ini sesungguhnya singkat.

·         Pentingnya Pendampingan bagi Anak-anak

Orangtua memiliki fungsi sentral agar anak-anak menjadi berhikmat. Salah satu kebiasaan / Budaya dalam bangsa Israel bahwa orangtua adalah guru hikmat bagi setiap anak-anak mereka, di dalam berbagai kesempatan/situasi, orangtua harus megajarkan hikmat kepada anak-anak  mereka dengan disiplin bahkan dengan berulang-ulang (bdk.Invocatio). Untuk dapat menjadi pendamping yang baik, tentu saja harus membangun relasi yang baik dengan anak-anak di dalam keluarga.

Penutup

1.    Kebahagiaan dalam keluarga bukan datang tiba-tiba, ada proses yang harus dijalani, banyak tantangan dan pergumulan yang harus dialami, namun kita senantiasa mengandalkan Allah dalam kehidupan kita.

2.    Banyak keadaan yang kurang menyenangkan dalam keluarga bahkan orangtua frustasi  terhadap anak-anak, anak-anak tidak mau mendengar nasihat orang tua, ada orangtua yang tidak memiliki waktu untuk keluarga dan masih banyak lagi, tentu saja kita harus  mengevaluasi diri kita dan merenovasi / bangunan yang kita bangun selama ini buka menggantinya namun dengan mulai memperbaiki relasi di dalam keluarga kita.

3.    Allah telah mengaruniakan talenta bagi setiap manusia, apakah kemampuan itu sudah kita berdayakan untuk mendatangkan berkat bagi dunia…, atau masih terbatas bagi diri kita sendiri…, melalui Ibadah kita hari yang kedua ini kita menjadi berkat yang lebih luar biasa lagi bagi dunia untuk kemuliaan Allah.

Tuhan Yesus Memberkati.Amin.

Pdt. Togu Persadaan Munthe

Ketua Klasis Jakarta Kalimantan

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate