Suplemen PJJ : Lukas 5 : 1-11 ; Tgl 12-18 Mei 2019
Bahan Lukas 5:1-11
Nggit berubah erkiteken perintah Tuhan
Kata Pengantar
Proses keselamatan adalah proses mengubah cara berpikir atau mindset. Cara berpikir ini ada di dalam neshamah-nya. Dalam hal ini kita harus bisa membedakan antara berpikir dan cara berpikir. Berpikir adalah kemampuan manusia mengamati suatu obyek dan menangkap apa yang diamatinya. Tetapi cara berpikir adalah kemampuan seseorang mempertimbangkan sesuatu dari segala sesuatu yang ditangkapnya oleh kemampuan berpikirnya untuk mengambil keputusan atau bereaksi terhadap suatu aksi. Aksi ini bisa ditangkap melalui inderanya atau suatu pemikiran yang sudah ada sebelumnya di dalam pikirannya. Bagaimana mengubah kerangka berpikir kita agar sesuai dengan kehendakNya Tuhan, inilah yang akan memproses kita dalam tahapan-tahapan pertobatan.
Tafsiran.
Ayat 1-3. Seperti para rabi Yahudi, Yesus bukan hanya mengajar dalam rumah-rumah ibadat, tetapi juga di luarnya. Barangkali juga Ia dengan terpaksa melakukanya oleh karena penolakan dari pihak pemimpin-pemimpin agama. pada suatu haru Ia berada di pantai Danau Genesaret, barangkali dekat ke Kapernaum ( kata “danau” yang di pakai lukas adalah lebih tepat dari “laut” yang sebenarnya terdapat dalam Mat. 4:18, Yoh 21:1 dll). Sedang orang banyak mendengarkan pemberitaan Firman Allah-artinya sedang Yesus menerangkan isi kitab-kitab kudus-terjadilah desak-desakan sedemikian rupa sehingga Yesus meminta bantuan beberapa nelayan untuk diperbolehkan memakai perahu mereka. Ia masuk ke dalam perahu Simon (telah disebutkan dalam 4:38) : perahu itu ditolakan beberapa meter dari darat, kemudian ia melanjutkan pengajaran-Nya di tepi pantai itu (bnd. Mrk. 4:1).[1]
Ayat 4-7. Setelah Ia selesai berkotbah, berkatalah Yesus kepada Simon, supaya pergi ke tengah-tengah danau itu untuk menangkap ikan. Dengan cara itu Simon dicoba apakah ia akan mempercayai Yesus atau menertawakan-Nya. Sebab mereka telah berlelah-lelah semalam suntuk dengan tidak ada hasulnya sedikit pun. Dan bukankah malam hari waktu yang panjang itu baik menangkap ikan? Jawab Simon (ay.5) dapat ditafsirkan sebgai berikut : tentulah tidak masuk akal untuk menangkap ikan sekarang, sebab sebagai nelayan-nelayan kawakan kami tahu bahwa pada malam hari, itulah waktu yang paling baik, tetapi . . ., baik, karena tuan yang mengkatakanya, kami akan mencoba sekali lagi..! jawab itu membuktikan bahwa Sinom terkesan (terpengaruh) oleh pribadi Yesus, oleh perkataan dan pekerjaan-Nya. Kita boleh menganggap kata “tetapi” dari jawaban itu sebagai pengakuan percaya, biar pun masih bersifat sementara, sebab Petrus belum tahu betul siapa Yesus. Menurut Lukas, dalam ayat 5 ini Yesus disapa dengan suatu kata yang dapat di pakai oleh seorang bawahan kepada atasannya, jadi bukan saja :Guru” tetapi misalnya “tuan”, sebagai seorang yang bukan Yahudi, Lukas mengelakan untuk mengambil kata Ibrani rabi dalam bahasa Yunani, seperti yang dilakukan pengarang-pengarang lainnya oleh Kitab-kitab Injl.[2] Barang kali dalam ayat 4-5 di pakai dengan sengaja nama simon, ia belum disebutkan dengan nama Petrus yang khusus diperolehnya sebagai murid Yesus (bnd ay.8 dimana kedua nama itu di pakai apabila dia sukjud di hadapan Yesus). Keajaiban, bahwa begitu banyak tangkapan ikan, menyatakan kepada Simon Petrus bahwa perkataan Yesus adalah perkataan yang berkuasa ( seperti yang telah di alami Petrus lebih dahulu, lih. 4:38-39). Sebagai orang yang dikuasakan penuh oleh Allah, Yesus dapat berbicara dan bertindak dengan cara yang jauh melebihi perkataan dan tindakan seorang manusia biasa. Makanya Simon terkejut!
Ayat 8-11. Simon Petrus terjut, karane ia insaf bahwa Yesus itu bukan orang biasa saja, tetapi seorang yang mempunyai hubungan dengan dunia lain, dengan apa yang kudus, denga Tuhan Allah! Dan kontak (persentuhan) dengan yang kudus adalah berbahaya bagi orang berdosa ( bnd. Yes. 6:1-7). Perkataannya, seperti tertulis dalam ayat 8 janganlah diangap secara harafiah sebagai permintaannya kepada Yesus untuk pergi. Perkataan itu adalah teriakan kebingungan dan ketakutan. Dan teriakan itu adalah pengakuan salah dan pengakuan percaya melebihi ayat 5 tadi. Simon petrus sampai pada pengakuan itu bukan sebagai akibat perkataan yang mengancam dengan hukuman Allah, tetapi . . . sesudah ia mengalami kebajikan dan karunia Yesus! Bukanlakah justru secara demikian manusia sampai kepada pertobatan dan kepercayaan, yaitu dengan menginsafi kasih-karunia Allah?
Berlainan dengan ayat 5, Simon Petrus menyapa Yesus sekarang malahan “Tuhan”. Gelar itu adalah salah satu gejar untuk Mesias yang dinantikan oleh orang-orang Yahudi. Barangkali dengan certia ini belum dimaksudkan, bahwa Petrus sekarang bahwa petrus sudah penginsafi bahwa Yesus adalah sang Mesias. Tetapi pada akhir certia ini memang kita boleh mengatakan, bahwa Yesus sekarang telah menguasi seluruhnya hidup Simon petrus. Sehingga ia mengerti bahwa ia harus mengikuti Yesus ini untuk seterusnya dan menjadi murid-Nya.
Sama seperti pertakaan seruan Allah kepada Zakharia (1:13). Kepada Maria (1:30) dan kepada gembala-gembala (2:10), Yesus juga berkata kepada Petrus: “jangan takut”. Dengan perkataan lain: ada kabar yang baik dan menggirangkan yang harus kuberitahukan kepadamu! Yaitu: Mulai dari sekarng engkau akan menjala manusia.(sebenarnya ditulis menjala hidup-hidup). Demikian Yesus berbicara kepada Petrus dengan bahasanya sendiri, yakni dalam habasa seorang nelayan, untuk menjelaskan kepadanya di berikan tugas dan janji bahwa ia kan membawa banyak orang kepada Allah melalui Yesus Kristus sebagai jalannya. Di kemudian hari ternyata bahwa kepada Petrus berulang-ulang harus diberi pengajaran tentang tugasnyua sebagai penjala orang-orang (lih. Kis.10, terutama ay.15).[3] tetapi Petrus dan kawan-kawannya sekarang sekurang-kurangnya mengerti bahwa Yesus memanggil mereka untuk mengikuti Dia seturusnya (ay.11).
Aplikasi.
Jika kita membuat ayat relevasi dari Filipi 2:5, kata cara berpikir ini dalam Filipi 2:5 disebutkan sebagai phroneo (φρονέω). Kalau Firman Tuhan menghendaki agar kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus atau phroneo-Nya, itu berarti kita harus terus menerus mengisi nurani di neshamah (roh) kita dengan kebenaran Firman Tuhan, sehingga terbangun cara berpikir Allah. Ini sama dengan proses mengubah sinful nature (kodrat dosa) menjadi divine nature (kodrat Ilahi). Jadi, cara berpikir ini ada di wilayah hati nurani di dalam neshamah-nya. Perlu mendapat catatan di sini, bahwa kesadaran tubuh ada di dalam jiwa, tetapi kesadaran hati nurani ada di dalam neshamah-nya. Melalui mata dan telinga, manusia berinteraksi dengan lingkungannya untuk mengisi jiwanya. Kualitas jiwa membangun karakter. Hal ini yang mewarnai neshamah-nya. Tuhan merancang agar neshamah manusia terus didewasakan agar bisa sama dengan dengan pikiran dan perasaan Allah Bapa. Dengan demikian neshamah yang kualitasnya terdapat pada hati nurani dapat menjadi pelita Tuhan, artinya bahwa hati nurani dapat menjadi media di mana Roh Kudus memimpin, menuntun dan mengarahkan manusia untuk bisa bertindak dan berperilaku seperti Tuhan.
Kalau jiwa manusia (pikiran, perasaan dan kehendak) diwarnai terus menerus dengan kebenaran Firman Tuhan, maka hati nurani akan terbentuk menjadi hati nurani Ilahi. Kebenaran yang terus menerus itu menggores neshamah (roh) manusia, membangun warna roh manusia. Kalau Firman Tuhan yang dikonsumsi, maka roh (neshamah) manusia menjadi roh yang se-chemistry dengan Allah. Kalau Tuhan Yesus berkata, kamu harus sempurna seperti Bapa, maksudnya bahwa hati nurani harus memiliki chemistry seperti Bapa. Neshamah menjadi baik kalau jiwa selalu diisi dengan Firman yang keluar dari mulut Allah. Sebaliknya, kalau jiwa manusia diwarnai terus menerus oleh filosofi yang bertentangan dengan Injil, maka neshamah manusia menjadi gelap. Jadi, hasil dari apa yang diserap oleh lingkungan memainkan peran terhadap kualitas neshamah-nya. Kecerdasan dalam neshamah ini yaitu nurani sangatlah ditentukan oleh apa yang dikonsumsi oleh jiwa. Kalau yang dikonsumsi salah, maka hati nurani pun juga bisa rusak (Tit. 1:15).
Firman Tuhan mengatakan bahwa Roh manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 20:27). Kata pelita dalam teks ini adalah nir (רינִ). Tuhan menjadikan hati nurani manusia sebagai pelita atau terang-Nya. Dengan demikian manusia bisa mengerti kehendak-Nya, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Jadi, hati nuranilah yang membuat manusia bisa mengerti kehendak Allah. Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus berkata: Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. (Mat. 6:22-23). Mata menunjuk kepada pengertian atau kemampuan berpikir, bukan sekadar “tahu”. Dalam hal ini mata yang dimaksud Tuhan Yesus bisa menunjuk neshamah. Kalau neshamah diisi dengan isian yang tidak sesuai dengan pikiran Tuhan, maka betapa gelapnya kegelapan itu. Hal ini sama dengan fakta, kalau pengertian yang seharusnya menimbang apa yang baik dan buruk salah menimbang, maka betapa rusaknya pertimbangannya, sebab tidak ada komponen lain yang berfungsi untuk dapat mempertimbangkan sesuatu. Tuhan Yesus mengajar agar “mata” tersebut menjadi terang. Inilah proses keselamatan yang benar.
Pdt Anton Keliat
Rg GBKP Semarang