Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Minggu Tgl 08 November 2020 ; Bilangan 11 : 31-15

Invocatio        : Berfirmanlah Allah : “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu  segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di  seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji ; itulah akan menjadi makananmu (Kejadian 1:29)

Bacaan         : Efesus 5:1-5

Khotbah       : Bilangan 11:31-35

Thema          : Karakter Yang Membawa Damai Sejahtera

I.        Pendahuluan

Manusia dikatakan sehat dalam pemahaman orang Karo (suku Karo) kalau ada keseimbangan internal dan eksternal. Unsur internal ada lima yaitu tubuh, nafas, pemikiran, jiwa, dan hati. Unsur yang lima ini tadi berkaitan satu dengan yang lain. Kalau unsur yang lima ini tadi terganggu, bisa menimbulkan penyakit. Unsur eksternal ada tiga yaitu hubungan persaudaraan, hubungan dengan lingkungan, dan hubungan iman. Kalau disatukan keseimbangan internal dan eksternal ini tadi, kita mendapatkan empat aspek kehidupan yaitu fisik (tubuh, nafas, kesehatan), sosial (persaudaraan, sahabat sejati, pekerjaan, dsb), mental (pemikiran, hati, jiwa harga diri, emosi, dsb), spiritual (rasa aman, bersukacita, persekutuan, ibadah, iman, dsb). Semua aspek ini saling berkaitan. Kalau yang satu terganggu, yang lain pun ikut terganggu, kalau satu sakit, yang lain pun ikut sakit. Maka untuk itu semuanya harus seimbang, dengan seperti itulah baru bisa sehat dan mendapatkan damai sejahtera (sehat secara holistik).

II.        Isi

Bahan bacaan kita berbicara mengenai karakter manusia yang baru di dalam Kristus. Dalam Efesus 5 ini Paulus melanjutkan nasihat-nasihatnya, tetapi sekarang mengenai suatu bidang lain yaitu bidang hidup jemaat. Bagian ini terdiri dari, hidup jemaat, ditinjau dari sudut positif (Ef. 5:1-2), hidup jemaat ditinjau dari sudut negatif (Ef. 5:3-7). Dalam kedua ayat yang pertama ini Paulus merangkumkan apa yang ia katakan dalam bagian yang lalu, sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih (ay. 1). Paulus menasihatkan anggota-anggota jemaat di Efesus, anggota-anggota jemaat yanh dahulu belum mengenal Tuhan, tetapi yang sekarang telah menjadi “orang-orang kudus” dan “orang-orang percaya”, supaya mereka menjadi penurut-penurut Allah. Dan hal itu harus mereka buat seperti anak-anak yang kekasih. Nasihat Paulus ini adalah suatu perintah, jadilah penurut-penurut Allah. Karena antara “anak” dan “menjadi penurut Allah” terdapat suatu hubungan yang erat. Paulus menasihati jemaat Efesus agar menjadi penurut-penurut Allah, dan tidak ia buat sebagai rasul terhadap manusia-manusia, tetapi terhadap orang-orang yang dikasihi Allah dalam Kristus. Bukan itu saja yang Paulus minta dari jemaat. Sebagai konsekuensi dari nasihatnya, ia menambahkan, dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (ay. 2). Dalam ayat 1 tadi telah kita lihat, bahwa anggota-anggota jemaat harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih. Tetapi bagaimanakah caranya hal itu harus mereka kerjakan? Jawab Paulus, dengan jalan mendemonstrasikannya dalam hidup mereka. Dasar atau kriteria dari kasih mereka ialah kasih Kristus. Kasih Kristus ini adalah begitu rupa, sehingga berkenan kepada Allah dan membawa serta mengikat orang-orangNya menjadi satu. Ia menyerahkan diriNya sendiri tanpa syarat. Kemudian sesudah Paulus meninjau hidup jemaat dari sudut positif, sekarang dia meninjau dari sudut negatif. Ia mulai dengan tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan, disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus (ay. 3). Mengapa Paulus mengatakan hal ini kepada jemaat Efesus? Karena hidup di dalam kasih bertentangan dengan hidup dalam percabulan, yang biasa dilakukan orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Di samping percabulan Paulus menyebut juga kejahatan-kejahatan lain seperti kecemaran dan keserakahan. Kejahatan-kejahatan ini harus mereka jauhi. Ternyata ayat 3 ini belum selesai dalam meninjau hidup jemaat secara negatif. Ditinjau dari tatabahasa, ayat 3 ini berhubungan erat dengan ayat 4, demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau sembrono – karena hal-hal ini tidak pantas – tetapi sebaliknya ucaplah syukur!. Segala kejahatan di ayat 4 ini pun tidaklah boleh ada dalam kehidupan jemaat. Larangan Paulus ini mencakup segala macam kejahatan, baik kejahatan dalam bentuk perkataan, seperti yang disebut di ayat 4. Semuanya itu tidak layak mereka lakukan sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Yang harus mereka lakukan adalah sebaliknya, mengucap syukur kepada Allah. Dan untuk menggarisbawahi bahaya kejahatan-kejahatan yang Paulus sebutkan di atas, ia memperingatkan mereka, tetapi ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah (ay. 5).

Bahan khotbah menceritakan tentang kerakusan yang dapat merugikan diri sendiri, sekaligus mendatangkan murka Tuhan. Tuhan menghembuskan angin membawa burung puyuh mengarah kepada mereka yang berjalan di padang gurun. Bangsa itu mengumpulkan banyak, selama dua hari, siang dan malam, mereka bahkan mengumpulkan, masing-masing 10 homer (1 homer = 360 liter x 10 = 3600 liter = 3,6 ton). Ada dua hal yang perlu kita simak dari cara bangsa Israel ini yaitu: pertama, mereka mengambil bagi dirinya lebih dari kebutuhannya, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan yang lain. Kedua, mereka takut tidak mendapat makanan untuk keesokan harinya. Rasa takut membuat mereka melupakan bahwa Tuhan dapat memberi jaminan bagi hidup mereka. Kerakusan membutakan mereka. Coba bayangkan selama dua hari mereka tidak mengalami kelelahan karena pikiran mereka hanya mengumpulkan. Mereka membabi buta sampai memiliki 3,6 ton burung puyuh? Dapatkah itu dihabiskan dalam seminggu dan dapatkah itu bertahan untuk bekal selama satu bulan? Kerakusan membuat mereka hanya ingin mengumpulkan dan mengumpulkan. Kerakusan juga menutup mata mereka akan berkat dan pemeliharaan Tuhan atas hidup dan masa depan mereka.

III.        Refleksi

Allah sudah mencipta kita dengan baik, dan Dia memberikan kita kekuatan dan hikmat untuk menjaga diri kita dengan baik, baik kesehatan tubuh juga jiwa kita. Karena dalam tubuh dan jiwa yang sehat, semakin lengkap kekuatan kita dalam menjalankan apa yang dikehendaki Tuhan dalam kehidupan kita. Bisa kita simpulkan bahwa rencana Tuhan kepada kita adalah supaya kita damai sejahtera, sehat secara holistik. Dalam sudut pandang Tuhan sangat penting sekali kesehatan, secara fisik, sosial, mental dan spiritual. Karena sehatnya semua aspek dalam hidup kita maka kita mampu hidup melayani Tuhan. Jadi sangat perlu sekali kita semua menjaga kesehatan kita secara holistik. Kesehatan fisik kita mengatur makanan kita, minuman yang cukup, gizi yang cukup, istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, dsb. Kesehatan sosial, mau ngobrol dengan teman satu iman dan saudara, juga dengan sahabat. Kesehatan mental, tetap berpikir positif dan berpikir baik kepada teman kita, dalam pekerjaan, dalam jemaat, dalam keluarga, dsb. Kesehatan spiritual, menjaga hubungan kita tetap baik dengan Tuhan. Semua ini kita lakukan untuk kebaikan diri kita terutama dalam mewujudkan rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Kesehatan ini diperlengkapi Tuhan Yesus dengan menebus dan menyelamatkan kita.

Dalam sebuah tulisan yang pernah kami baca, menurut prediksi WHO tahun 2030, kematian yang paling banyak adalah melalui mulut manusia. Artinya, terlalu banyak makanan ataupun tidak bisa menguasai nafsu yang membuat manusia mati. Kalau ditarik prediksi itu kepada kita semua apaakah itu benar atau tidak kita juga yang merasakannya. Karena sangat susah sekali kita menguasai nafsu kedagingan kita. Sering sekali penyakit itu datang karena kebanyakan makan. Kalau dahulu banyak orang mati karena kurang gizi, sekarang banyak orang sakit bahkan mati karena kelebihan gizi. Untuk itu perlu kita belajar menjaga mulut kita terhadap tawaran makanan yang sangat banyak yang disajikan di hadapan kita. Makanan itu menyangkut hubungan dengan Tuhan, kebaikan keluarga, kekuatan bangsa dan kedamaian dunia. Kalau seseorang sakit, pasti seisi rumah ikut merasakan. Sebaliknya, kalau kita sehat, banyak hal yang bisa kita lakukan. Tentu paling tidak tidak membebani orang lain. Banyak ahli kesehatan membuat sebuah kesimpulan yang mengatakan 90% banyak penyakit zaman sekarang ini diakibatkan pikiran. Sekarang ini banyak orang yang melakukan “diet makanan” untuk kesehatan ras kebugaran tubuh. Tapi ada juga yang penting dari itu yaitu “diet pikiran” untuk mendapatkan hasil yang maksimal selama “diet pikiran” perlu kita ikuti aturannya: memeras benak untuk yang bukan urusan kita, memikirkan hal-hal yang terlalu tinggi, memikirkan terus berulang-ulang kata-kata dan perbuatan orang lain yang menyakitkan, memikirkan terus kegagalan-kegagalan masa lalu, memikirkan apa kesan orang tentang kita, biarkan orang lain bebas berpendapat tentang kita, memikirkan aneka “jangan-jangan” yang mungkin terjadi di masa depan, jangan berpikir seolah-olah kita dapat menyelesaikan semua masalah di dunia ini.

Beberapa penelitian memperlihatkan keterlibatan iman dan kondisi iman yang baik dihubungkan dengan rendahnya gejala yang berhubungan dengan kekhawatiran, depresi, dan juga ide untuk bunuh diri. Rata-rata bukti penelitian memperlihatkan bahwa keterlibatan iman merupakan penentu penting kesejahteraan dan kepuasan hidup. Komitmen iman yang lebih besar dihubungkan dengan tekanan darah yang lebih rendah, rendahnya tingkat depresi, dan juga angka kematian yang lebih rendah. Lalu kata hasil penelitian itu lagi pasien dengan iman yang lebih kuat ternyata lebih rendah tingkat depresinya setelah dia disuruh pulang dari rumah sakit ke rumahnya, bahkan sewaktu dia melakukan control untuk penyakit yang lebih berat. Tambahannya lagi, pasien dengan iman yang lebih kuat ada dalam dirinya tingkat status ambulasi (ambulasi = penderita penyakit yang masih dapat berjalan) yang lebih baik sewaktu dia disuruh pulang dari rumah sakit. Survey pasien rawat inap dalam dua rumah sakit didapatkanlah 94% pasien setuju bahwa kesehatan imannya sama pentingnya dengan kesehatan tubuhnya, dan 77% dokter pribadinya memberikan pertimbangan kebutuhan imannya; 48% meminta dokter pribadinya berdoa dengan dia. Perasaan kerohanian memang memberikan pengaruh sewaktu kita menghadapi proses pengobatan dan kemudian memberikan pengaruh mekanisme respon tubuh kita terhadap obat yang masuk dalam tubuh kita. Beberapa penelitian pun memperlihatkan bahwa biasanya pasien yang ada dalam dia konsep pemikiran bahwa Allah itu kejam ternyata lebih tertutup mekanisme respon tubuhnya terhadap obat dibandingkan pasien yang ada dalam dirinya konsep bahwa Allah itu pengasih. Gambaran kita tentang Allah yang peduli dan baik bisa menguatkan semangat kita untuk sembuh. Kita jadi orang yang berpengharapan dan tidak mudah putus asa. Memang kita berserah, tapi tidak menyerah. Menyerah adalah sikap tidak peduli, sedangkan berserah adalah sikap “bukan kehendakku yang jadi, tapi kehendakMu yang jadi”. Berjuang dengan penyerahan yang seperti ini adalah sikap iman dalam semua perjalanan hidup. Kita berjuang untuk sembuh dan mengakui bahwa tidak semua penyakit bisa sembuh. Kita berjuang agar hidup dan mengakui bahwa tidap selalu kita ini hidup dalam waktunya nanti kita juga pasti mati. Mempertahankan adalah perjuangan iman, tapi sebaliknya merelakan juga perjuangan iman. Dalam mempertahankan dan merelakan itu yang menjadi andalan bukan iman kita, tapi Kristus yang kita percayai.

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong

Minggu tgl 01 November 2020 ; 2 Raja-raja 23 : 1 -14

Invocatio        : Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangjat engkau atas bangsa-bangsa dab atas  kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam (Yeremia 1:10)

Bacaan         : 1 Korintus 3:10-17

Khotbah       : 2 Raja-Raja 23:1-14

Thema          : Reformasi Spiritualitas

I.             Pendahuluan

31 Oktober 1517 gereja telah dibarui, namun masih terus dibarui karena kita perlu kebaruan dalam keyakinan dan kepedulian kita yang berkembang. Dari mana pembaruan itu dimulai? Dari diri kita masing-masing. Tiap hari kita perlu membarui diri: membarui kebugaran tubuh, membarui kematangan kepribadian, dan membarui kedewasaan iman kita. Pembaruan adalah proses yang berlangsung terus-menerus. Kristus telah membarui kita. sekarang kita adalah manusia baru yang terus-menerus diperbarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar pencipta kita. Martin Luther sang reformator melambangkan keluarganya sebagai sekuntum mawar putih. Martin Luther berkata, “kita adalah jantung kecil yang ditempatkan Allah di tengah sekuntum mawar putih yang agung dengan sukacita dan damai. Putih adalah warna para roh dan malaikat. Mawar ini diayomi langit yang biru lambang awal pembaruan surgawi”.

II.           Isi

Yeremia, artinya: semoga Yahweh mengendorkan rahim itu! Dia diberi nama ini, mungkin karena sulit sekali waktu lahir. Seolah-olah Rahim ibunya terus mencengkeram tidak mau melepaskan bayi itu keluar. Itu hanya sebuah kemungkinan. Tapi, sepanjang yang kita tahu, seluruh hidup Yeremia memang adalah hidup yang sulit. Hidup yang penuh konflik. Penuh pertentangan atau konflik. Termasuk konflik batin! Konflik dengan diri sendiri. Dan dengan Tuhan. Yeremia adalah tokoh yang kontroversial. Ada yang amat mengaguminya. Sebab pada diri Nabi Yeremia ini, bisa kita lihat realitas pergumulan seorang pelayan Tuhan yang sejati! Jikalau kita mau membahas bahan invocatio ini (Yer. 1:10), kita harus melihatnya secara keseluruhan mulai dari ayat 4. Dalam ayat 4, Tuhan mengatakan: “… sebelum Aku membentuk engkau dalam Rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa”. Artinya, sebelum Yeremia bisa berbuat apa-apa, Tuhan sudah menetapkan dia menjadi nabi. Dalam kaitan minggu reformasi gereja, mengapa Allah memanggil Yeremia dengan cara yang begitu spesial? Yeremia memiliki keterbatasan, bisa kita lihat dalam ayat 6. Ketidakmampuan Yeremia ini berhubungan dengan usianya yang muda. Dari sini terlihat bahwa inti kesulitan terletak pada ketakutan terhadap penolakan karena faktor usia yang muda, bukan pada ketidakmampuan berbicara. Yeremia mengemban beban yang besar, khususnya dalam invocatio kita ini (ay. 10). Pemunculan bentuk jamak “bangsa-bangsa” di ayat 5 dan pengulangan “bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan” di ayat 10a menyiratkan cakupan pelayanan Yeremia yang besar. Para nabi biasanya hanya diutus kepada suatu bangsa tertentu. Yeremia memang dipanggil untuk beban yang besar. Jika ditilik dari usianya yang masih sangat muda, beban ini tampak semakin besar. Tidak heran Yeremia membutuhkan panggilan yang khusus. Karena mengemban beban yang sulit. Penolakan yang dikhawatirkan Yeremia bukan hanya berhubungan dengan usia yang muda. Penolakan ini tampaknya tidak terelakkan karena berita yang dibawa Yeremia lebih banyak yang bernuansa teguran dan peringatan.

1 Korintus pasal 3 yang menjadi bahan bacaan kita, di sini bisa kita lihat Paulus kini kembali kepada masalah khusus yang menjadi awal percakapannya mengenai pemberitaan salib sebagai kuasa Allah. Orang Kristen adalah satu di dalam Injil. Kesetiaan yang palsu terhadap guru-guru manusiawi maupun usaha apapun untuk membuat Injil berbicara dalam bahasa hikmat manusia mengancam kesatuan jemaat. Dan di dalam bahan bacaan kita 1 Korintus 3:10-17 kita bisa melihat sebelumnya Paulus telah menjelaskan peranan dirinya dan rekan-rekannya sebagai penanam dan penyiram di ladang Allah. Kini ia mengembangkan citra yang kedua dari ayat 10, sambil memusatkan perhatian kepada mereka yang diutus untuk membantu di dalam pembangunan jemaat sebagai bangunan Allah. Juga di sini tujuan akhir dan sasaran kata-katanya ialah bahwa kebenaran Injil adalah dasar gereja yang sejati.

Paulus, yang selalu sadar akan kenyataan bahwa ia telah diutus Allah, berusaha memenuhi peranan yang telah Tuhan tetapkan kepadanya. Ada alasan yang kuat mengapa di sini Paulus berbicara tentang jabatan kerasulannya sebagai kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepadanya. Pada kesempatan yang sama itu, ia telah ditobatkan dan diutus sebagai seorang rasul ke dunia non-Yahudi. Dalam pengertian khusus keberadaannya adalah keberadaan karena kasih karunia. Jadi, ia tidak pernah bisa memisahkan pengalaman pribadinya akan kasih karunia yang mengampuni dari kewajibannya untuk memberitakan Injil. Tugasnya adalah bekerja sebagai seorang ahli bangunan yang cakap, yang secara harfiah berarti seorang “tukang” yang “berhikmat” yang mengenal pekerjaannya. Seperti di tempat-tempat lain, Paulus telah meletakkan sebuah dasar yang kukuh di Korintus; orang lain, siapapun dia, entah Apolos atau seseorang lainnya, membangun terus di atasnya. Sebelum mengembangkan gambarannya lebih jauh, Paulus merasa dia harus menambahkan suatu peringatan. Tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atas dasar yang telah diletakkan oleh Paulus.

Kita tentu sudah akan menduga bahwa Paulus akan menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain di atas apa yang telah diletakkan. Sebaliknya, ia membuat pernyataan yang lebih dasariah yakni bahwa tak seorang pun boleh mencoba meletakkan dasar yang telah diletakkannya di Korintus. Jadi, pernyataan ini memperluas kata-kata peringatannya sebelumnya. Sekali lagi Paulus menyiratkan bahwa telah ada usaha-usaha yang dilakukan di Korintus untuk mendasarkan iman pada sesuatu yang lain ketimbang pemberitaan tentang salib. Dasar gereja satu-satunya adalah Yesus Kristus, bukan suatu sistem hikmat manusia, Injil yang dimodifikasikan agar sesuai dengan penalaran. Hanya ada satu Injil, yaitu Kristus. Gambaran Kristus sebagai dasar memberikan kesan kestabilan dan kekekalan, dan mengingatkan kita akan gambaran tentang Kristus sebagai “batu penjuru” dalam Efesus 2:20 dan 1 Petrus 2:6-7, yang didasarkan pada Yesaya 28:16.

Bagaimana orang membangun di atas dasar ini suatu hari akan dibuat jelas sekali. Hal itu akan menjadi nyata jika Paulus telah membangun di atas dasar yang kekal, kukuh, seperti emas, perak, batu permata, ataukah ia telah menggunakan bahan-bahan yang kurang tahan lama dan bahkan sementara seperti kayu, rumput kering atau jerami. Pergeseran dari bahan-bahan yang unggul dan batu permata ke bahan-bahan yang rapuh menunjukkan bahwa mungkin ada pemberitaan yang tidak sepenuhnya murni, atau yang mungkin diberitakan dengan motivasi yang rendah, seperti kesombongan atau ambisi pribadi.

Apa yang masing-masing orang kerjakan sekarang akan menjadi nyata kelak. Hari penghakiman akan menyatakannya dan menguji nilai kekekalan dari segala sesuatu, bahkan motif-motif tersembunyi dari mereka yang telah menjadi pelayan-pelayan Allah. Bila seseorang benar-benar telah membangun di atas dasar yaitu Kristus, tanpa mengutak-atik firman, yaitu dengan menambahkannya atau menguranginya, dan tahan uji di dalam api tersebut, ia akan mendapat upah.

Bila pekerjaannya tidak tahan uji dan terbakar, ia akan menderita kerugian, dalam pengertian bahwa pekerjaannya tidak memberikan hasil yang kekal. Bila penghakiman dilakukan berdasarkan karya atau prestasi belaka, itulah yang akan terjadi; tetapi Allah menilai dengan ukuran belas kasih dan kasih karuniaNya sendiri di dalam Kristus. Karena Allah hanya menilai apakah si pemberita itu sendiri mempunyai iman atau tidak, ia sendiri akan diselamatkan sejauh ia mengklaim Kristus sebagai kebenarannya.

Ternyata di ayat 17 masih harus ada bangunan lainnya hanya di atas dasar yang sama itu. Demikian pula tidak boleh ada perubahan terhadap bangunan Allah yang sudah berdiri itu. Karena gereja secara keseluruhan adalah bait Allah, yang tidak dibuat dengan tangan-tangan manusia, karena Roh Allah diam di dalamnya. Oleh karena itu, setiap serangan terhadap keesaan gereja adalah serangan kepada Allah sendiri. Jika ada orang yang membinasakan bahkan sebagian saja dari bait Allah maka Allah akan membinasakan dia. Bagi mereka yang ingin merusakkan gereja dan kesatuannya dengan menggerogoti iman orang-orang kudus Allah dengan Injil yang palsu, berhati-hatilah akan hal itu.

Ketika Manasye meninggal, ia digantikan oleh Yosia yang merupakan anak dari raja Amon. Pada pemerintahan Yosia 641-609 sM sangat diuntungkan oleh karena pada tahun 627 sM pemerintahan Asiria jatuh dengan meninggalnya raja Asiria terakhir, yaitu Assurbanipal. Ini merupakan masa pemerintahan puncak bagi Yehuda, karena terlepas dari cengkeraman Asiria pada masa-masa sebelumnya, maka saat ini Yosia ingin membangun suatu gerakan reformasi besar-besaran di bawah kepemimpinannya. Ini merupakan saat yang tepat bagi pergerakan Yosia untuk menaikkan kelas bangsa Yehuda, yaitu dengan adanya kesempatan Asiria melemah dan inilah saatnya bagi bangsa Yehuda di bawah kepemimpinan Hizkia untuk meletakkan fondasi untuk memandirikan negaranya. Yosia ingin melanjutkan gerakan ekspansi kepemimpinan Hizkia yang pada waktu itu tidak mampu dilanjutkan oleh besarnya tekanan dari bangsa Asiria. Saat yang tepat dengan adanya celah sebagai suatu kesempatan bagi Yosia untuk melakukan reformasi besar-besaran di dalamnya. Melihat dari masa kepemimpinan yang “kosong” itu, raja Yosia menggencarkan ekspansinya untuk melakukan pembersihan yang besar terhadap Yehuda kemudian pada Israel yang lebih luas. Reformasi yang dilakukan oleh Yosia pada umumnya merupakan reformasi agama dan juga merupakan bagian dari sentralisasi terhadap Yerusalem yang merupakan kebijakan pemulihan wilayah oleh keluarga Daud. Dalam masa pemerintahannya ini, Yosia mengembangkan gaya kepemimpinan yang transformatif. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar Yehuda, maka Yosia sebagai pemimpin dengan memikirkan secara cerdik bahwa ini merupakan situasi yang tepat dalam melakukan reformasi besar-besaran, sebelum bangsa Babel menyebar lebih luas, maka Yosia merupakan sosok yang lihai dalam kepemimpinannya dan reformasi yang dilakukannya ini merupakan tujuan utama dari Sejarah Deuteronomistik.

Ada tiga tahapan dalam reformasi Yosia. Pada tahun ke-8 pemerintahannya, ia sendiri secara pribadi meninggalkan agama yang sudah menyimpang dan bersifat politeisme, yang dianut kedua pemerintahan terdahulu. Mungkin dampak pertama dari tindakannya ini terbatas hanya pada kalangan istana saja. Empat tahun kemudian reformasi itu mendapat dukungan, meluas ke Yerusalem dan daerah-daerah lain. Panggilan kepada Yeremia untuk menjadi nabi pada tahun berikutnya, mungkin berkaitan dengan makin meluasnya reformasi ini. Ditemukannya kitab Taurat saat Yosia berumur 18 tahun memacu semangatnya melancarkan reformasi itu, yang sekarang memasuki tahapan ketiga dan yang paling jauh jangkauannya. Reformasi Yosia lebih hebat dari reformasi Hizkia dan lebih luas. Raja Yosia bukan hanya memusnahkan semua bukit pengorbanan di Yehuda dan Benyamin. Semangat reformasinya mendorong dia juga menjelajahi Efraim, Benyamin bahkan sampai ke utara ke Naftali di Galilea. Di mana saja dimusnahkannya setiap peranti dan sarana ibadah penyembahan berhala.

III.         Refleksi

Dalam ilmu teologi, bertobat dan lahir kembali mengandung arti dasar yang sama dengan reformasi. Akar kata latin reformasi adalah re yang berarti “kembali” dan forma yang berarti “bentuk”. Kata re bukan hanya berarti mengulang seperti dalan refrain (bagian yang diulang) atau redesain (rancangan ulang), melainkan terutama berarti kembali, pulang, atau balik, misalnya pulang kembali ke rumah. Kata re menunjuk pada sebuah arah, tempat atau sumber dari mana kita berasal. Mereformasi diri berarti kita kembali pada sumber dan asal diri kita. Mereformasi gereja berarti bahwa gereja pulang kembali ke sumbernya. Lalu, apakah sumber dasar diri kita? apakah sumber dasar gereja? Sumber dasar kita adalah citra Allah. Kita diciptakan “menurut gambar dan rupa Allah” (Kej. 1:26-27). Artinya, supaya kita tiap hari mendatangkan kemuliaan bagi Allah dan kesejahteraan bagi sesama ciptaan. Sumber dasar gereja adalah diri dan karya Yesus. Artinya, supaya gereja tiap hari menjumpai dan menyapa orang-orang dari segala lapisan tanpa pembedaan berdasarkan apapun. Itu teorinya. Praktiknya beda. Oleh sebab itu, tiap hari kita perlu pulang kembali ke sumber dasar. Dengan kata lain, kita perlu reformasi. Lebih jelas lagi, kita perlu bertobat. Lalu, muncul lagi pertanyaan? Apa artinya bertobat? Bertobat merupakan pengertian yang rumit dan kompleks. Pengertiannya tidak bisa dijelaskan denga satu kata atau satu perbuatan saja. Oleh sebab itu, Yesus memakai beberapa ungkapan kiasan supaya tiap kiasan itu memperlihatkan sebuah segi tertentu.

Pertama, bertobat adalah ibarat ganti hati dang anti otak. Ini terjemahan kasar dari metanoia. Di Lukas 17:3 diterjemahkan menjadi “menyesal”. Terjemahan wajarnya adalah “berubah hati” atau “berubah itikad”. Artinya, bertobat adalah ibarat mengganti seluruh isi perasaan dan pikiran kita. Kedua, bertobat adalah ibarat lahir kembali atau lahir ulang. Ini terjemahan harfiah dari palin-genesia. Di Matius 19:28 diterjemahkan menjadi “penciptaan kembali”. Artinya, bertobat adalah ibarat bayi yang sudah lahir, namun berubah total menjadi bayi yang berbeda. Ketiga, bertobat adalah ibarat lahir dari atas. Ini terjemahan harfiah dari anothen-genesia. Di Yohanes 3:3 dan 7 diterjemahkan menjadi “dilahirkan kembali”. Artinya, pertobatan bukanlah prestasi seseorang, melainkan hasil pekerjaan Roh Kudus. Lahir dari atas berarti lahir dari Allah atau dengan bantuan Allah. Mustahil kita bisa bertobat sendiri tanpa bantuan dari Allah. Bertobat itu susah. Kita mau bertobat, tetapi gagal. Kita mau lagi lalu gagal lagi. Bertobat adalah minta pertolongan Allah, meminta Dia mengubah kebiasan lama alias lagu lama kita menjadi lagu baru. Pemazmur meminta pertolongan itu dan memperolehnya (Mzm. 40:4). Pertolongan Allah dalam pertobatannya itu telah mengubah nasibnya.

Itu tiga ungkapan kiasan yang dipakai oleh Yesus untuk menjelaskan arti kata bertobat. Ketiga ungkapan Yesus itu sebenarnya mengacu pada sebuah kiasan yang sudah lama tertulis di Perjanjian Lama, yaitu berputar haluan atau berputar arah. Ini terjemahan harfish dari kata syub. Di Yesaya 10:21 diterjemahkan menjadi “kembali bertobat di hadapan Allah”. Meskipun tiap ungkapan tadi menunjukkan sebuah segi yang masing-masing berbeda, semua ungkapan itu pun mengandung sebuah dimensi yang sama. Dimensi itu adalah bahwa bertobat merupakan kejadian yang bersifat total atau menyeluruh. Bertobat bukan hanya menyangkut bagian luar, melainkan juga seluruh isi sampai bagian yang terdalam. Bertobat atau lahir kembali bukan hanya terjadi pada suatu hari, melainkan setiap hari secara terus-menerus. Mengapa begitu? Oleh karena motivasi bertobat bukanlah untuk memperoleh sesuatu yang bersifat sesaat, melainkan karena kita sudah memperoleh itu secara terus-menerus. Yesus berkata, “bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 4:17). Perhatikan kata sebab. Yesus bukan berkata “supaya Kerajaan Surga dekat”, melainkan “sebab Kerajaan Surga sudah dekat”. Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah adalah kehidupan sehari-hari yang dirajai oleh Allah, yang mematuhi kehendak Allah, yang didasarkan pada keselamatan dan pengampunan. Lihat Ucapan Bahagia Yesus di Matius 5 tentang siapa “yang punya Kerajaan Surga”. Kata “sebab” mengoreksi pandangan kita yang sering beranggapan “supaya”. Kita sering menganggap perlu bertobat supaya mendapat pengampunan dan selamat, padahal menurut Yesus kita bertobat karena kita sudah diampuni dan diselamatkan dengan datangnya Kerajaan Allah dalam diriNya. Untuk mempertajam ketegasan itu, Calvin mengubah susunan kalimat Yesus tadi menjadi, “Oleh karena Kerajaan Surga sudah dekat, bertobatlah!” (Institutio III.iii, 1-2). Oleh karena kita sudah diampuni dan diselamatkan, justru sebab itu kita perlu bertobat dan lahir kembali terus-menerus. Oleh karena gereja sudah dibarui, justru sebab itu gereja perlu bertobat dan direformasi terus-menerus.

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong

Minggu 25 Oktober 2020 : Kisah Para Rasul 15 : 30 -15

Invocatio      : Tetapi IA berkata kepada mereka: “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” (Lukas 4:43)

Bacaan I       : Yeremia 2:1-3

Khotbah       : Kisah Para Rasul 15:30-35

Tema            : Mengajar Dan Memberitakan Firman Tuhan

I.   Pendahuluan

Sebuah stiker bertuliskan "The way, the truth, the life ... Jesus" tertempel di kaca belakang sebuah mobil. Sepanjang kemacetan banyak mata yang bisa melihat stiker yang berukuran cukup untuk bisa dibaca oleh pengendara di belakangnya. Betapa simpelnya, untuk memberitakan Firman Tuhan dengan cara ini. Si pemilik mobil hanya menempel sebuah stiker yang menyampaikan Firman Tuhan seperti yang tertulis dalam Yohanes 14:6, dan stiker itu akan berbicara banyak kepada siapapun yang melihatnya tanpa memerlukan si pemilik untuk menginjili orang secara langsung. Seringkali kita punya ribuan alasan untuk menolak memberitakan Firman Tuhan kepada orang. Segala keterbatasan pun akan mudah kita berikan. Takut, tidak tahu caranya, tidak mengerti terlalu banyak, tidak pintar ngomong, sudah terlalu sibuk dan lain-lain. Padahal sejatinya banyak cara yang bisa kita lakukan, bahkan se-sederhana seperti apa yang dibuat pemilik mobil tadi pun sebenarnya bisa menjadi sebuah cara untuk menyampaikan firman Tuhan.

Firman Tuhan dalam 2 Timotius 4:2 berkata "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." Mengacu kepada pesan ini, kita bisa melihat bahwa tugas untuk menyampaikan firman itu bukanlah hanya di saat kita punya waktu saja, atau ketika memungkinkan, tetapi harus senantiasa mengikuti hidup kita. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia. Dan pesan ini penting adanya, karena sesaat sebelum Tuhan Yesus naik ke Surga, Dia pun menyampaikan sebuah Amanat Agung yang wajib dilaksanakan oleh semua orang yang beriman kepadaNya. "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat. 28:18-20). Lihatlah bahwa kita tidak melakukannya sendirian, tetapi ada penyertaan Tuhan yang memampukan kita untuk melakukan itu. Bukan bisa atau tidak, tapi bersedia atau tidak, itulah yang penting.

II.          Penjelasan Nas

Nas khotbah kita merupakan bagian dari kitab Kisah Para Rasul 15 yang menceritakan tentang Sidang di Yerusalem. Adapun yang menjadi latar belakang sidang ini adalah karena adanya beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada orang Kristen disitu: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak akan dapat diselamatkan." Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.

 

Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. Dan akhirnya berdasarkan Sidang yang dilakukan, diputuskanlah bahwa orang-orang bukan Yahudi yang bertobat menjadi Kristen tidak diwajibkan untuk menaati sebagian besar Hukum Musa supaya selamat, termasuk aturan-aturan mengenai penyunatan kepada laki-laki (ay. 7-11). Namun, tetap ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang-orang bukan Yahudi demi kesatuan gereja (ay. 20,29).

Untuk penyampaian keputusan ini, persidangan memilih dan mengutus beberapa orang untuk bersama Paulus dan Barnabas, yaitu dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Yesus Kristus, mereka adalah Yudas dan Silas. Penyampaian pesan surat penggembalaan secara lisan ini dalam rangka menanggapi keresahan jemaat dan memastikan agar penyampaian keputusan itu tidak keliru. Dengan penjelasan dua orang utusan itu, jemaat dikuatkan, dihiburkan, dan bersukacita (ay. 31).

Kesempatan yang ada dipakai oleh Yudas dan Silas untuk tinggal dan memberikan pengajaran kepada jemaat Antiokhia, mereka menasehati mereka dengan firman Tuhan. Setelah beberapa waktu mereka diberangkatkan untuk kembali kepada yang telah mengutus mereka. Tetapi, Alkitab mencatat bahwa Silas memutuskan untuk tetap tinggal, mendampingi dan memberikan pengajaran kepada mereka (ay. 34). Paulus dan Barnabas pun tinggal beberapa lama di Antiokhia, mereka pun terus mengajar dan memberitakan Firman Tuhan. Antiokhia menjadi pusat dari kekristenan di dalam separuh bagian Kitab Kisah Rasul dan terus menjadi salah satu kota terpenting kekristenan di dalam abad-abad awal perkembangan gereja. Antiokhia menjadi tempat yang begitu penting karena dia menjadi tempat pertama orang-orang percaya disebut Kristen. Inilah tempat di mana kekristenan yang masih bayi mulai bertumbuh dan menyebar.

Dalam bacaan pertama kitab Yeremia 2:1-3, kita juga melihat bagaimana Nabi Yeremia dipilih Tuhan untuk memberitakan Firman Tuhan kepada bangsa Israel (Yehuda). Pada awalnya, dalam pemilihannya Yeremia menolak dan ragu, sebab dia merasa tidak pandai berbicara karena masih muda. Bangsa Yehuda yang dihadapinya adalah orang-orang bebal, tegar tengkuk, yang tidak lagi hidup setia di dalam Tuhan, mereka sudah menyembah ilah-ilah lain. Tetapi, Tuhan meyakinkan dan meneguhkan dia, bahwa Tuhan akan selalu menolong dan beserta dia (Yer. 1:4-19). Akhirnya, bisa kita lihat bagaimana Yeremia menyampaikan Firman Tuhan kepada penduduk Yerusalem pada saat itu. Yeremia dipakai untuk mengingatkan mereka lagi tentang identitas mereka selaku bangsa pilihan, sebagai pengantin Tuhan, yang sudah saling mengikat janji untuk saling mencintai. Dalam segala situasi kondisi Yeremia setia menghidupi panggilannya untuk memberitakan Firman Tuhan.

III.       Aplikasi

Minggu ini dinamai Minggu Zending (Pekabaran Injil). Melalui liturgi Minggu Zending ini kita di ingatkan kembali untuk menghidupi semangat para missionaris yang tetap setia mengajar dan memberitakan Firman Tuhan, seperti teladan yang sudah diberikan Yesus (Invocatio Lukas 4:43). Di pundak kita semua pesan yang sama ini telah disematkan. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia menyampaikan firman Tuhan dan senantiasa harus mengajarkannya. Ketika kita memikirkan betapa sulitnya atau mungkin berbahayanya menjadi duta Kerajaan Allah untuk menyampaikan berita keselamatan, kita bisa belajar dari keteladanan yang ditunjukkan oleh Yeremia, Yudas, Silas, Paulus, Barnabas melalui nas bacaan kita.

Caranya pun bisa seribu satu macam. Mungkin kita tidak bisa berkotbah, tapi mungkin kita bisa menulis. Jika tidak bisa menulis, kita bisa menyanyi, dan sebagainya. Sekedar menyampaikan kesaksian bagaimana sukacitanya hidup yang selalu berada dalam lindungan Tuhan pun bisa menjadi berkat buat banyak orang. Bahkan, seharusnya terang Kristus bisa tercermin dari cara hidup kita, tingkah laku, perkataan, perbuatan dan gaya hidup kita, dan itupun bisa menjadi cara tersendiri untuk menyatakan bagaimana luar biasanya ketika kasih Kristus berada dalam diri kita.

Apa yang menjadi tugas kita adalah terus mengajar dan memberitakan firman Tuhan, dan biarkanlah firman itu kemudian berjalan sendiri dengan kuasaNya untuk menjangkau jiwa-jiwa. Sebab Tuhan berkata: "Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:10-11).

Mari kita perhatikan orang-orang disekeliling kita. Adakah yang membutuhkan pengajaran dan siraman firman Tuhan? Sudahkah kita peduli kepada mereka? Tetaplah siap sedia untuk memberitakan firman, meski waktunya baik ataupun tidak.

Pdt  Melda br Tarigan

Rg GBKP  Pontinak

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate