Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Suplemen PA Moria : 1 Korinti 15 : 22, 51-58 ; Tgl 26 Juli-01 Agustus 2020

Ogen            : 1 Korinti 15:22, 51-58

Tema            : Doni Kematen

Tujun           : Gelah Moria

-          Meteh maka Jesus nggo naluken kematen ras mereken kemenangen

-          Ngangkai maka kematen e la man kebiarenken

1.     Jika ada pertanyaan, apakah anda takut mati? Jelas saya takut mati! Tetapi ketakutan saya yang terbesar adalah ketika mati belum mengalami hidup baru di dalam Tuhan. Artinya kematian yang saya takutkan adalah kematian yang bukan di dalam Tuhan. Berbeda dengan apa yang dinyatakan dalam Why 14:13a “Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan...”, bahwa kematian di dalam Tuhan itu adalah suatu hal yang membahagiakan.

2.     Jemaat Korintus sebagai jemaat yang baru dan kebanyakan berasal dari non-Yahudi sulit meyakini akan adanya kebangkitan orang mati. Bagi orang Yunani, kehidupan setelah kematian itu adalah pembebasan jiwa dari tubuh. Jadi bagi mereka, seandainya pun mereka percaya akan kebangkitan, tetapi hanya kebangkitan jiwa atau roh saja, tidak ikut kebangkitan daging. Keyakinan seperti itulah membuat mereka sulit meyakini kebangkitan Kristus. Dalam hal inilah Paulus menegaskan bahwa jika Kristus tidak bangkit, Paulus mengatakan sia-sialah pemberitaan Injil yang dia sampaikan dan sia-sialah juga kepercayaan mereka. Dengan kata lain, kebangkitan Kristus adalah inti Injil sejati dan iman Kristen.

3.     Tidak hanya sampai di sana, Paulus juga menegaskan bahwa Allah sudah menyediakan tubuh yang khusus untuk keberadaan yang khusus pula, termasuk kemuliaan yang khusus bagi masing-masing tubuh (15:39-41). Hal yang sama berlaku pada tubuh kita. Dari Adam, kita mewarisi tubuh alamiah yang bisa binasa; di dalam Kristus, kita akan mendapatkan tubuh rohaniah yang kekal (15:42-49).

4.     Kapan akan terjadi kebangkitan daging? Kebangkitan daging hanya akan terjadi di dalam kuasa Allah. Dan hal itu terjadi dalam sekejap mata (ay. 52). Sehingga karya ini, hanya dimungkinkan terjadi oleh karena kuasa Allah. Dan peristiwa tersebut akan terjadi pada saat kedatangan Kristus kedua kali (ay. 52). Dimana Allah akan menyatakan dirinya sebagai Hakim. Bagi orang percaya hari tersebut bukan sebagai hari yang menakutkan karena hari penghakiman tersebut adalah hari kita akan diberi tubuh yang baru dan dimulainya hidup bersama dengan Allah di surga yang Dia sediakan sendiri bagi umat-Nya. Tubuh yang lama akan diberi tubuh yang baru. Perubahan tersebut sifatnya pasti dan itu sudah direncanakan oleh Allah. Dan dalam hal ini tentu banyak pertanyaan yang muncul, itu wajar! Karena memang masih banyak hal yang misteri dan hanya akan dinyatakan pada saatnya tiba nanti.

5.     1 Kor. 15:22 kematian karena Adam diperbandingkan dengan kebangkitan dalam Kristus. Adam telah mengalami kegagalan, ketika dia memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, pertbuatan itu tidak hanya membawa konsekuensi yang buruk bagi dirinya sendiri, tetapi juga kepada seluruh keturunan Adam. Dan sejak saat itulah, kematian merasuki manusia (Rom. 5:12-14). Dari Adam ke semua keturunannya. Sebaliknya terjadi di dalam Kristus. Di dalam Kristus ada jaminan kehidupan yang baru, bagi siapa yang percaya kepada-Nya. Dan sifatnya sama seperti kematian memasuki manusia dari satu orang ke semua orang, demikian juga kehidupan dalam Kristus, dari satu Pribadi yaitu Kristus sampai kepada semua orang (yang percaya kepada-Nya).

6.     Memang kita menganggap sesuatu hal yang tabu jika berbicara tentang kematian. Karena memang hanya sedikit sekali yang kita ketahui tentang kematian. Tetapi meskipun hanya sedikit yang kita ketahui, bukan berarti tidak memberi jaminan dan pengharapan kepada kita. Memang sedikit yang kita tahu tentang apa yang terjadi dibalik kematian, tetapi kita tahu pasti tentang satu hal, Tuhan Juruselamat kita ada disana, dan itu sudah cukup (Mazmur 139:8  Jika aku mendaki ke langit,  Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau) dan Allah mempersiapkan tempat bagi orang yang percaya kepada-Nya (Yohanes 14:2 “Di rumah Bapa-Ku  banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ  untuk menyediakan tempat bagimu.).  Bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Pemahaman ini perlu, karena selama ini kita berpikir bahwa kematian merupakan akhir dari segalanya. Ternyata bukan! Yoh. 11:26a “dan setiap orang yang hidup dan yang percaya  kepada-Ku, tidak akan mati  selama-lamanya...  Kematian bagi orang percaya bukanlah bencana tetapi ambang pintu ke puncak kebahagiaan, sehingga Paulus sendiri kesulitan memilih apakah hidup di dunia ini atau diam bersama dengan Kristus (Fil. 1:23).

7.     Kematian itu sifatnya terbatas dan hanya sementara, kehidupan bersama Allah-lah yang kekal. Kebangkitan Yesus menjadi jaminan bagi kita bahwa seperti halnya kematian tidak dapat mengalahkan-Nya (bdk. 1 Kor. 15:17), demkian juga kematian tidak dapat merenggut kita selama-lamanya. Kebangkita Kristus adalah dasar pengharapan kita. Roh yang membangkitkan Kristus dari kematian adalah Roh yang sama yang akan membangkitkan orang percaya dari kematian (Roma 8:11 “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati,  diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.)

8.     Kebangkitan: setelah mati, akan ada kebangkitan kembali untuk hidup bersama Allah di surga. Tubuh dan jiwanya dipersatukan kembali, tapi telah diubah (1 Tes. 4:13-18; Why. 21:1-4). Jadi, tubuh dan jiwa akan sama-sama masuk surga atau masuk neraka. Kebangkitan Tuhan Yesus merupakan materai bagi kita (Kol. 1:18). 1 Kor. 15:55 “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?"

9.     Dalam 1 Tes. 4:13-18 berbicara tentang pengharapan akan kebangkitan orang mati. Prosesnya adalah orang yang telah mati lebih dulu akan dibangkitkan lebih dahulu. Tetapi dalam 1 Korintus 15 berbicara tentang tubuh pada saat kebangkitan yaitu tubuh yang baru yang berkenan kepada-Nya (ay. 40, tubuh surgawi/ tubuh yang tiada bandingnya). Tubuh yang baru tersebut adalah tubuh yang layak berada di langit dan bumi yang baru. Dan bagaimana detail tubuh yang baru tsb? Tidak ada yang tahu lebih banyak lagi. Dan memang kita tidak perlu tahu, itu merupakan misteri Allah (1 Kor. 15:36), yang pasti tubuh tersebut adalah tubuh yang tidak dapat binasa.

10.  Karena kebangkitan Kristus, maut dan kematian tidak lagi menakutkan bagi orang-orang percaya, bahkan maut telah menjadi batu loncatan bagi kita menuju kebahagiaan yang tidak berkesudahan di sorga. Kematian lebih merupakan kepulangan kepada Bapa yang sudah lama menunggu kedatangan anak-Nya. Maut bukanlah akhir dari segala-galanya melainkan awal dari kekekalan. Oleh karena itu perpisahan dengan orang-orang yang kita kasihi tidak harus melarutkan kita dalam kesedihan terus-menerus melainkan menghibur kita bahwa mereka telah bersama Tuhan Yesus, di rumah Bapa di mana masih banyak tempat yang tersedia bagi kita.

11.  Sepintas tentang arwah/tendi orang meninggal. Iman Kristen menolak kepercayaan bahwa ada arwah yang berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya sewaktu dunia (apalagi mate sada wari). Dengan demikian tidak perlu lagi memberi rokok, uang, sesajen, dsb. Orang Kristen tidak percaya bwah ada arwah yang sanggup membawa kebaikan ataupun bencana kepada orang hidup. Menurut Luk. 16:26 ada “jurang yang tak terseberangi”. Tetapi bukan berarti bahwa tidak ada roh-roh jahat yang bisa mengganggu manusia. Ketika ada ndilo tendi maka sebenarnya roh yang datang tersebut bukanlah roh leluhur, tetapi tipu daya roh jahat untuk menyesatkan orang yang mempraktikkan okultisme. Cara mengatasinya bukan dengan diberi sesajen tapi dengan datang kepada Yesus Kristus yang berkuasa atas seluruh dunia dan surga.Dalam PL pemanggilan arwah dilarang keras (Im. 19:31; 20:6; 1 Sam. 28:3). Saul pernah melakukan hal tersebut dengan meminta bantuan perempuan pemanggil arwah di En-Dor (1 Sam. 28), dan Saul dinyatakan melakukan dosa besar, sehingga Allah tidak mau mendengar atau memberi petunjuk lagi kepada dia. Dan tindakannya itu percuma saja karena besoknya dia tewas.

12.  Kematian merupakan realita kehidupan dan semua manusia tidak bisa menghindari hal ini. Jadi, setiap kita harusnya menghargai kehidupan selagi masih ada dengan menjaga kesehatan, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan menghargai kehidupan orang lain, sehingga hidup kita tenang, mati nanti senang (2 Kor. 6:2). Juga setiap kita, dibimbing kepada pengertian supaya dapat menerima kematian sebagai otoritas dari Tuhan bahwa kita tidak pernah tahu kapan, dimana dan bagaimana kita akan meninggal. kematian terjadi pada semua orang, tanpa memandang usia, ras, jenis kelamin, agama, atau status. Juga kita dibimbing bahwa yang telah meninggal tidak akan datang lagi kepada kita (2 Sam. 11:23).

13.  Ambilah keputusan untuk percaya kepada Kristus supaya kehidupan kekal menjadi bagian kita, sebelum kematian tiba. Kapan? Hanya Tuhan yang tahu! Memang kematian sifatnya pasti, tetapi apakah kita hanya menunggu dan pasif? Tidak! Martin Luther pernah mengatakan "seandainya pun saya tahu besok dunia akan berakhir, saya akan tetap menanam apel hari ini". Saya menangkap kalimat ini, jangan berhenti berkarya atau bahasa Paulus di ayat ke 58 “...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak akan sia-sia”.

 “Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"

(Yoh. 11:25-26)

Pdt  Dasma  Sejahtra  Turnip

GBKP  Rg  Palangkaraya

Suplemen PA Moria : Filili 3 : 17-21 ; Tgl 19-25 Juli 2020

(Dogmatika Keselamatan)

Bacaan : Filipi 3:17-21

Tema    : “KITA ADALAH WARGA SORGA”

               (Kita Warga Surga Kap)

PENDAHULUAN

Membicarakan keselamatan adalah membicarakan segi-segi kehidupan manusia baik kehidupan sekarang atau kehidupan pada masa yang akan datang. Sebab pada dasarnya setiap orang menginginkan kehidupannya selamat tidak hanya dalam kehidupan sekarang melainkan ia juga mendambakan keselamatan yang kekal. Namun istilah keselamatan ini dapat saja kabur dalam pengertian sebagian orang, disebabkan pengertian itu diartikan seseorang tergantung dalam bidang apa, apakah kehidupan sehari-hari atau bidang agama.

Setiap manusia merasa perlu dirinya dapat mencapai keselamatan itu. Dengan melalui berbagai macam jalan manusia telah mencoba menyelamatkan diri sendiri (misalnya melalui perbuatannya) dan terus menerus berusaha mencobanya untuk meraih keselamatan tersebut. Pemahaman tentang jalan mencapai keselamatan yang berbeda-beda membuat manusia mengalami kebingungan dan keragu-raguan tentang jalan mana yang mampu dengan pasti menjawab yang dia cari.

Keyakinan yang sepenuhnya bahwa “saya telah diselamatkan” merupakan kebutuhan hakiki (yang tidak bisa tidak). Kalau seseorang belum yakin akan keselamatannya tentunya masih mencari keselamatan atau mnegalami gangguan spiritual (spiritual depression). Kita membutuhkan kebenaran yang datangnya dari Firman Allah untuk membebaskan kita (bd. Yoh. 8:32). Kepastian keselamatan itu tertulis dalam Alkitab:

         Yohanes 14:6, Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

         Kisah Para Rasul 4:12 “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan”.

         Kisah Para Rasul 2;21 “Dan barang siapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”.

Dalam Konfesi GBKP Bab XIV tentang “Keselamatan”, dikatakan “Kami Percaya bahwa”:

-          Keselamatan adalah pemulihan kembali citra Allah dalam diri manusia. Merupakan inisiatif Allah yang mengasihi manusia (Yoh. 3:16). Oleh karena itu, keselamatan merupakan anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia (Ef. 2:8-9).

-          Keselamatan dari Allah diterima oleh iman dan membuahkan hidup benar dan kudus sesuai firman Allah serta semangat melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai ucapan syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan Kristus (2 Pet. 3:14; Kol. 1:17, 3:15-17; 1 Pet. 1:16).

Percaya itu tidak mudah, tidak dapat hanya dengan kemampuan dan kemauan manusia, I Korintus 12:3 mengatakan, “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus”. Tanpa pertolongan Roh Kudus tidak ada seorangpun mampu mengakui Yesus Kristus Tuhan.

PENDALAMAN NAS

Filipi merupakan sebuah jemaat yang paling dikasihi (kesayangan) Paulus. Jemaat Filipi menjadi jemaat kesayangan karena Persekutuan jemaat Filipi bukanlah sekedar berkumpulnya orang-orang demi kesenangan mereka sendiri tetapi mengutamakan pemberitaan Injil. Namun perjalanan waktu mengubah suasana persekutuan jemaat Filipi. Persekutuan jemaat Filipi menghadapi ancaman berat dari ‘seteru salib Kristus’.  Paulus harus dengan berat hati menyebutkan mereka. Paulus mengungkapkan tentang ‘seteru salib Kristus’ ini dengan sangat sedih, sambil menangis. Agaknya Paulus berat hati menyebut para ‘seteru salib Kristus’ itu, karena mereka adalah juga bagian dari persekutuan Kristen. Mereka adalah orang-orang yang pernah mendengar salib Kristus tetapi kemudian menolak/menentangnya. Mereka kemudian menjadi ancaman bagi setiap pengikut Kristus. 2 Timotius 3:1-5 Paulus berkata, “……secara lahiriah mereka menjalankan ibadahnya, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!” Mereka ada di dalam persekutuan namun hati mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka adalah orang-orang Kristen yang berhaluan Yahudi. Paulus memberikan ciri dari ‘seteru salib Kristus’ itu.

Tuhan mereka ialah perut mereka

Mereka mengutak-atik macam-macam aturan tentang makanan halal dan haram, tahir dan najis, yang memang dalam agama Yahudi sangat penting. Mereka rupanya hanya memakan makanan tertentu atau mungkin berpuasa  untuk sekedar menunjukkan  betapa mereka sangat mengasihi Allah. Padahal, dalam ber-Tuhan bukan soal perut (jasmani) tetapi soal rohani.

Kemuliaan mereka ialah aib mereka

Mereka juga terlalu bangga dengan sunat (kedagingan). Kristen Yahudi menganggap dirinya lebih kudus dari yang bukan Yahudi. Keyahudian mereka begitu kental mewarnai hidup persekutuan yang akibatnya melemahkan yang lain.

Pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi

Apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu hanyalah sekitar perkara-perkara duniawi, sama sekali tidak menyentuh rohani umat.

Paulus mengingatkan kelompok ‘seteru salib Kristus’ itu dengan begitu keras, bahwa kesudahan mereka adalah kebinasaan. Mereka menjadi binasa karena mereka tidak percaya akan kehidupan kekal. Sementara orang percaya memiliki kewargaan di dalam sorga. Bagi orang percaya, dunia ini adalah tempat ziarah, persinggahan. Hidup orang percaya tidak sekedar dunia ini. Yesus Kristus adalah Juruselamat yang mengubah tubuh hina ini menjadi mulia, serupa dengan tubuh-Nya. Itulah pengharapan orang percaya. Karena itu, Paulus menguatkan jemaat Filipi agar tetap berdiri teguh dalam Tuhan. Jangan goyah !

Kewarganegaraan sangat menentukan jati diri seseorang. Jika kita punya kewarganegaraan maka kita akan dihargai oleh warga negara lain. Menurut penulis Filipi, jauh lebih penting menjadi warga masyarakat surga daripada menjadi warga dunia. Kehidupan orang percaya harus berpusat ke surga, karena kewarganegaraan sesungguhnya adalah di dalam surga, bukan di bumi.

Latar belakang penulisan nas ini dari rasul Paulus kepada jemaat Tuhan di Filipi adalah banyaknya orang-orang (khususnya orang percaya di Filipi) yang merasa puas dengan status mereka sebagai warga negara Roma dan hidup layaknya seperti kebanyakan orang-orang Roma yang hidupnya mencemarkan diri dengan banyak hal yang bertentangan dengan ajaran Injil.

Filipi pada waktu itu merupakan salah satu kota penguasaan Romawi dan sekaligus menjadi pangkalan militer Romawi yang terkenal di negara bagian Makedonia. Akibat dari pendudukan Romawi yang cukup lama di sana, maka banyak orang Filipi yang ikut menjadi warga negara Roma. Ada satu kebanggaan bagi mereka apabila memiliki kewarganegaraan Roma, yaitu memiliki berbagai fasilitas, kemudahan bahkan hak-hak untuk melakukan banyak hal. Dalam arti kata lain, “ditakutilah” orang-orang yang menyandang predikat sebagai seorang warga negara Roma, dan hal ini seringkali membuat mereka menyalahgunakan haknya sebagai seorang warga negara. Rasul Paulus di situ mengingatkan akan kewarganegaraan mereka yang sesungguhnya.

Lewat nas ini Tuhan menyampaikan pesan-Nya pada kita, bahwa meskipun kita memiliki status sebagai orang-orang yang masih tinggal di dunia dan memiliki kewarganegaraan di dunia ini, namun kita diingatkan akan kewarganegaraan kita yang sesungguhnya sekarang, yaitu sebagai warga Kerajaan Sorga, dimana nama kitapun tercantum dalam kitab kehidupan di Sorga.

Kita bukan warga negara dunia ini karena kita adalah orang asing dan pendatang di bumi (Ibr. 13:14). Kita adalah warga kerajaan surga. Sesuaikanlah hidup kita dengan peraturan surga. Bergaya hiduplah sebagai warga negara surga. Kewarganegaraan surga sudah kita nikmati sekarang dan akan kita nikmati sepenuhnya saat menghadap Allah. Kita menanti saat Tuhan Yesus mengubah tubuh umat-Nya yang hina menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, sehingga kita dapat bersekutu dengan Tuhan dan orang saleh yang telah mendahului kita. Karena itu, banggalah menjadi pemilik kewarganegaraan surga walau masih tinggal di bumi.

Sebagai seorang warga Kerajaan Sorga, tentunya kita tidak tinggal diam begitu saja di dunia ini, ada hal-hal yang harus kita lakukan, di antaranya:

1. Menghadirkan Sorga ke bumi.

Mat. 6:10 “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”

Dunia saat ini sedang berjalan menuju kebinasaannya, dimana banyak didapati orang-orang yang sedang hanyut di dalamnya. Rasul Paulus juga mengatakan bahwa banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus, yaitu orang-orang yang mengaku percaya namun mencemarkan dirinya dengan cara hidup yang tidak susila dan ajaran palsu. Itulah sebabnya, dibutuhkan peran kita sebagai orang-orang percaya untuk tampil menjadi garam dan terang dunia.

Bagaimana cara kita menghadirkan Sorga ke bumi? Apakah memuji dan menyembah adalah satu-satunya cara? Ternyata menghadirkan Sorga ke bumi tidak cukup hanya dengan memuji dan menyembah Tuhan saja, karena dunia membutuhkan figur nyata yang mereka sedang cari untuk dijadikan teladan. Maka lewat keberadaan kitalah kita dapat hadir di tengah-tengah masyarakat sekeliling kita dan membawa pengaruh ilahi melalui gaya hidup yang berlandaskan hukum Kerajaan Sorga.

Hal itu tentunya bukanlah hal yang mudah, namun Tuhan telah memperlengkapi kita dengan kuasa Roh Kudus-Nya di hari Pentakosta. Roh-Nya diberikan bukan hanya untuk tujuan berbahasa Roh semata-mata, namun untuk memberikan kita kuasa dan status sebagai milik kepunyaan-Nya, yang oleh-Nya kita berseru ya Abba, ya Bapa. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah (Rom. 8:15-16).

2. Berperang tidak dengan cara duniawi.

2 Kor. 10:3 “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi,”

Salah satu keuntungan kita sebagai warga Kerajaan Sorga adalah telah diberikannya kuasa dan otoritas dari Bapa di Sorga kepada kita ketika kita menjadi anak-anak-Nya. Bahkan sebelum Yesus terangkat ke Sorga, Ia telah mendelegasikan otoritas kepada murid-murid untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid-Nya. Artinya, ada Amanat Agung yang Tuhan percayakan kepada kita untuk mengambil bagian dalam mengubahkan dunia. Namun tentunya ada musuh yang tidak menghendaki hal itu terjadi, mereka bukan hanya berusaha untuk mencegah rencana Tuhan digenapi atas bumi, tetapi mereka bahkan berusaha untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan ke dalam pelbagai jerat dan tawaran dunia. Maka terjadilah peperangan yang tidak bisa terelakkan.

Peperangan seperti apa yang Tuhan maksudkan? Firman Tuhan mengajarkan bahwa meskipun kita masih hidup di dunia, namun kita tidak berperang dengan cara duniawi melainkan dengan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah. Kita ingat bagaimana Yosua dan bangsa Israel ketika berhadapan dengan bangsa Yerikho yang memiliki benteng yang begitu kokoh. Secara duniawi mereka tidak akan sanggup untuk berperang langsung  melawan bangsa Yerikho, namun kemenangan diraih ketika Yosua menerima dan melaksanakan strategi dari Panglima Balatentara Sorgawi (Tuhan Yesus) ketika ia ada di hadirat-Nya, dengan berjalan dan mengedari benteng kota Yerikho. Ef. 6: 12” karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”

 

3. Sadar bahwa keberadaan kita hanyalah sementara di bumi.

Ibr. 11:9-10 (9) “Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. (10) Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.”

Meskipun Abraham telah tiba di tanah yang dijanjikan Tuhan, namun ia selalu menempatkan dirinya berada di suatu tanah yang asing. Meskipun ia mampu membangun tempat permanen untuk ditinggali, namun ia menyebutnya sebagai kemah. Abraham menyadari bahwa ia hanyalah seorang perantau di bumi ini, karena ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar dan yang direncanakan dan dibangun oleh Allah, dan kota itu adalah tanah air Sorgawi.

Meskipun kita tinggal di tengah dunia yang kita jalani saat ini, namun pastikan bahwa kita bukanlah penduduk permanen di bumi ini, karena Sorga adalah tempat dimana kita berasal dan kesanalah kita akan tinggal kelak. Meskipun kita memiliki kewarganegaraan di negara dimana kita tinggal saat ini, namun kita memiliki kewargaan yang lebih kuat dan sah, yaitu warga Kerajaan Sorga, dimana Yesus Kristus adalah Rajanya. Oleh sebab itu, kita harus sadar bahwa keberadaan kita di dunia ini adalah sementara dengan mandat membawa pengaruh ilahi di manapun kita berada, dan bukan untuk menjadi serupa dengan dunia.

Mari umat Tuhan, kita diingatkan kembali saat ini akan status kewarganegaraan kita, betul kita masih tinggal di bumi, namun Bapa di Sorga telah perlengkapi kita, anak-anak Kerajaan-Nya, dengan Roh Kudus yang luar biasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan mandat Kerajaan Sorga.

APLIKASI

Ternyata menyadari identitas kita, menentukan bagaimana kita hidup. Jika kita sadar bahwa kita adalah warga negara surgawi, maka hati kita akan tertuju kepada Allah. Kesenangan diri sendiri tidak menjadi fokus orang-orang berwarga negara surga. Orang-orang berwarga negara surga akan terus menerus belajar menjalani kehidupannya bersama Tuhan dan memakai cara-cara yang rohani. Menang atau kalah, untung atau rugi menjadi nomer dua, cara menghadapi persoalan dan semua prosesnya bersama Tuhan adalah hal yang paling utama.

Memang secara duniawi, kita memiliki kewarganegaraan Indonesia. Tetapi secara rohani, kita semua yang percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat pribadi kita telah menerima kewarganegaraan baru, yaitu sebagai warga negara surga (ay. 20a). Kita bukan lagi warga negara dunia, dan juga bukan warga negara neraka, tetapi kita semua telah memiliki visa ke surga sehingga ketika kita meninggal nanti, kita tidak akan ditolak untuk masuk ke dalam kerajaan surga.

Sebagai warga negara surga, tentu saja kita juga harus bersikap sebagai warga negara surga. Tuhan Yesus adalah Tuhan kita, yang akan menjadi Raja di surga kelak. Tentunya kita pun wajib memiliki kerinduan untuk menantikan dan bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat kita (ay. 20b). Sebagai syarat untuk dapat masuk ke dalam surga yang kudus, kita pun harus memiliki tubuh yang kudus. Itulah mengapa Tuhan Yesus mati di atas kayu salib, yaitu untuk menguduskan kita (Tit 2:14). Oleh karena tubuh duniawi kita adalah tubuh yang penuh dengan dosa, maka jika kita akan masuk ke dalam surga, Tuhan akan mengubah tubuh duniawi kita menjadi tubuh kemuliaan, menurut kuasa yang Tuhan miliki (ay. 21).

Bagaimana kita hidup? Berfokus pada kesenangan dan keuntungan sendiri? Atau berfokus pada Allah dan setia pada proses hidup? Bagaimana kita hidup mengungkapkan warga negara kita.

Tanpa anugerah Allah, manusia tidak dapat luput dari murka Allah, semuanya menuju penghukuman kekal yaitu terpisah selama-lamanya dengan Allah. Tanpa Allah mengaruniakan iman kepada kita oleh pertolongan Roh Kudus maka kita tidak dapat percaya kepada Yesus Kristus. Tanpa Allah menuntun kita di dalam ketekunan maka kita cenderung jatuh dan terhilang. Tetapi karena Allah telah menjamin dan memateraikan keselamatan kita oleh penebusan Yesus Kristus sekali untuk selama-lamanya maka kepastian keselamatan kita terjamin. Allah tidak pernah menyesal atas keputusanNya memilih umatNya. 2 Tim. 2:13 “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya”.

Kita mengakui kedaulatan Allah di dalam menentukan keselamatan kita dan inilah anugerah terbesar yang kita terima dari Tuhan. Sehingga kita dengan rendah hati dan rela hati melayani dan mempermuliakan Tuhan dalam hidup kita setiap hari. Ada tujuan Tuhan dalam hidup kita yaitu, “karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10).

Pdt. Irwanta Brahmana

(GBKP Rg. Surabaya)

Suplemen PA Moria : Amsal 10 : 10 -14 : Tgl 11-18 Juli 2020

(Pengajaran Keluarga)

Bacaan : Amsal 10:10-14

Tema    : “KOMUNIKASI DALAM KELUARGA”

               (Komunikasi I Bas Jabu)

PENDAHULUAN

Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunikasi baru karena hubungan darahpun terbentuk pula. Di dalamnya ada suami, istri dan anak sebagai penghuninya. Saling berhubungan, saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika kelompok karena sebagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam kelompok.Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkan untuk mewujudkan keluarga dalam seimbang dan bagaimana cara komunikasi dalam keluarga dengan baik. Begitu pentingnya berkomunikasi yang baik serta efektif dalam sebuah keluarga.Komunikasi adalah penguat dalam sebuah hubungan, termasuk dalam hubungan berkeluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan tercipta kehidupan keluarga yang akur dan harmonis.

Komunikasi yang kurang intensif rentan menyebabkan terjadinya disfungsi komunikasi, baik antara ibu dan ayah atau pun antara orang tua dengan anak. Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Wisnu Widjanarko, mengingatkan pentingnya komunikasi keluarga dalam membentuk karakter anak."Komunikasi yang baik antaranggota keluarga akan menciptakan iklim rumah tangga yang positif sehingga anak merasa nyaman dan betah di rumah, disfungsi komunikasi menjadikan kualitas rumah tangga menjadi rentan, sehingga kondisi rumah tangga menjadi kurang harmonis, iklim di rumah menjadi tidak nyaman, kebersamaan menjadi sesuatu yang sulit terjadi, dan anak bisa merasa tidak happy di rumah".Karena itu, komunikasi keluarga menjadi penting, misalnya mau saling mendengar, saling memahami sudut pandang masing-masing, dan mau menerima perbedaan.

PENDALAMAN NAS

Amsal 10:1-22:16 dikenal dengan sebutan amsal-amsal Salomo, dan berisiberbagai macam dan ragam nasihat kehidupan. Seorang pengkhotbahmengatakan bahwa Amsal sesungguhnya adalah kalimat pendek yangditarik dari pengalaman yang panjang. Pengalaman apa yang ingin disampaikan dalam Amsal 10:1-16?Bagian ini mengajak kita merenungkan tiga berkat yang diterima dariAllah dalam hidup ini: anak (1), harta milik (2-6, 15-16), danrelasi dengan sesama (7-14). Penulis Amsal menegaskan pentingnyamengajarkan kebijaksanaan kepada anak, supaya tidak mendatangkankedukaan bagi orang tuanya. Kebijaksanaan mengenai apa? Mengenaibagaimana mengelola harta yang Tuhan percayakan kepada kita, danpentingnya mengutamakan kebenaran dan kerajinan untukmengelolanya. Di dalam kebenaran ini termaktub juga relasi dengansesama, di mana penulis Amsal menegaskan pentingnya menjaga hatidan perkataan dalam perbuatan. Dimanakah peran Tuhan dalam semuaini? Perhatikan perbandingan antara orang benar dan orang fasik.Penulis Amsal menarik garis yang tegas antara hidup di dalam TuhanAllah dengan hidup yang tidak menuankan Allah yang benar. Ketikasumber dan pusat kehidup digeser dari Allah yang sejati, di sanakita akan jatuh pada kefasikan.

Fakta berbicara bahwa banyak terjadi ketidakstabilan dan kurang pertanggungan jawab atas kehidupan anak-anak Tuhan di segala hal; salah satu contoh kecil yang menunjukkan bahwa banyak orang Kristen masih berada dalam tingkatan rohani kanak-kanan adalah dalam hal ucapan, di mana sering dijumpai orang Kristen yang ‘bocor’ mulutnya, suka menggemakan kata-kata yang sia-sia. Penulis amsal sendiri menyatakan bahwa ‘Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” (Amsal 10:19)

Seringkali kita mengabaikan soal ‘bicara’ ini. Bila hal ini tidak penting, tentunya Alkitab tidak akan menulis ayat yang berkenaan dengan ucapan ini. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita tidak dapat menahan ucapan. Kita mudah terjerumus ke dalam percakapan yang jahat (gosip), dan melalui ucapan sering kita punya kecenderungan menyombongkan diri. Kita juga terjerat untuk berkata-kata kotor atau sembrono, mengumpat/mendamprat orang dan masih banyak lagi.

Dari sikap hidup dan ucapan yang menggema dari mulut kita sehari-hari, dapatlah diukur apakah kita orang Kristen yang sungguh-sungguh memperhatikan firman Tuhan di segala aspek kehidupan kita atau hanya sekeda menjalankan firman. Alkitab menyatakan dengan tegas: “Jikalau ada seorang mengganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yakobus 1:26); disebutkan pula bahwa setiap kata sia-sia yang kita ucapkan akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan (baca Matius 12:36). Bukan berarti kita tidak boleh bergurau, tapi harus lebih selektif lagi mengenai apa yang kita guraukan.

Perkataan kita dan cara pengungkapannya tidak hanya membuat perbedaan terhadap reaksi yang akan kita terima, tetapi juga menentukan apakah perkataan tersebut akan menghasilkan kedamaian atau justru mendatangkan konflik. Dengan mempraktikkan kebenaran dari ayat di atas, kita dapat menghindari perselisihan pendapat dan mendinginkan situasi yang tegang.

Kelembutan dalam tingkah laku, nyanyian atau ucapan membawa suatu bentuk kehalusan tersendiri. Jika perkataan yang diucapkan dengan suara keras dan kasar tidak berhasil, ucapan yang lembut kemungkinan besar akan membawa hasil. "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah," demikian pengamatan Salomo (Amsal 15:1). Kita tidak perlu peribahasa atau bahkan pengalaman hidup yang kaya, untuk mengetahui bahwa "si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan" (Amsal 15:18), karena "orang yang berpengertian berkepala dingin" (Amsal 17:27). Contohnya banyak ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya Gideon yang meredakan kemarahan orang-orang Efraim, dan "redalah marah mereka terhadap dia" (Hak. 8:3).Kelemahlembutan memang tidak selalu dapat mengatasi kegeraman seseorang. Mungkin kita sedih karena kerendahan hati tidak diperdulikan oleh orang lain. Tetapi percayalah, kita tidak akan pernah menyesal karena telah memberi jawaban yang lemah lembut.

Ada pepatah berkata: “Mulutmu Harimau mu”. Betapa pentingnya kita menggunakan cara bicara yang baik agar menghasilkan respon yang baik pula. Ketika kita berbicara dengan lemah lembut, tidak ketus dan tidak membuat orang lain terluka, maka kita sedang berusaha meredakan kegeraman yang dapat muncul dalam sebuah situasi tertentu. Kata-kata yang lemah lembut mengandung hikmat Tuhan, dan akan melegakan bagi yang mendengarnya. Sebaliknya, kata-kata yang pedas, ketus ataupun terlalu keras dapat menyebabkan telinga ‘panas’ dan memicu amarah. Oleh karenanya, perlu memperhatikan, setiap perkataan kita, dan minta Roh Kudus memberikan kelemahlembutan dalam perkataan kita. Karena itu, berilah jawaban yang lemah lembut dalam setiap perbincangan kita dengan orang lain.

APLIKASI

Menurut H. Norman wright dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia”, ada beberapa panduan komunikasi pernikahan:

1. Jadilah pendengar yang baik dan jangan berbicara sampai yang lain selesai berbicara (Amsal18:13; Yakobus 1:19)

2. Lambatlah untuk berbicara. Pikirkan dulu. Jangan terburu-buru. Bicaralah sedemikian rupa sehingga yang lain dapat mengerti dan menerima perkataan anda (Amsal 15:23,28; 21:23; 29:20; Yakobus 1:19)

3. Ungkapkanlah selalu kebenaran tetapi nyatakanlah dengan kasih. Jangan melebih-lebihkan. (Efesus 4:15,25; Kolose 3:9)

4. Jelaskan mengapa Anda ragu-ragu membicarakan masalah tersebut. Jangan berdiam diri untuk membuat frustrasi orang lain.

5. Nyatakan ketidaksetujuan Anda tanpa harus bertengkar. Jangan terjerat dalam pertengkaran. (Amsal 17:24; Roma 13:13; Efesus 4:31)

6. Tanggapilah dengan lembut dan ramah. Jangan cepat marah. (Amsal 14:29; 15:1; 25:15; 29:11; Efesus 4:26,31)

7. Jika Anda salah, akuilah dan minta maaf (Yakobus 5:16). Jika pasangan hidup Anda mengaku salah dan meminta maaf, katakan bahwa Anda memaafkan segala kesalahannya. Pastikan bahwa hal itu dilupakan dan tidak diungkit-ungkit dihadapannya (Amsal 17:9; Efesus 4:32; Klose 3:13; I Pterus 4:8)

8. Hindari omelan. (Amsal 10:19; 17:9; 20:5)

9. Jangan salahkan atau kritik pasangan Anda. Sebaliknya pulihkan…beri semangat….perbaiki. (Roma 14:13; Galatia 6:1; I Tesalonika 5:11). Jika pasangan Anda menyerang dengan kata-kata, mengkritik atau menyalahkan Anda, jangan tanggapi dengan cara yang sama. (Roma 12:17,21; I Petrus 2:23; 3:9)

10. Cobalah untuk mengerti pendapat pasangan Anda. Berilah ruang bagi hadirnya keberbedaan. Perhatikan minat atau perhatian pasangan Anda. (Filipi 2:1-4; Efesus 4:2).

Keluarga yang bahagia bukanlah keluarga yang tanpa konflik, tanpa masalah. Masalah akan selalu muncul dan akan selalu ada. Keluarga yang bahagia ialah keluarga yang dapat mengelola setiap problem kehidupan/konflik yang muncul dalam keluarga mereka. Itu berarti, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang mempunyai jalinan komunikasi yang efektif di dalamnya.

Komunikasi yang efektif bukanlah sesuatu yang siap pakai tetapi sesuatu yang terus-menerus diusahakan melalui pengalaman sehari-hari ketika suami-istri itu saling berbagi hidup.[4] Komunikasi dikatakan efektif apabila didalamnya terjadi proses pendewasan, pematangan, pemulihan bagi setiap pribadi yang terlibat di dalam proses komunikasi tersebut (suami, istri, anak dan sebagainya);  menghasilkan persatuan walaupun di tengah perbedaan pendapat, melahirkan rasa kebersaman yang kuat, saling memahami dan mengerti serta memperlihatkan sikap hormat, kasih dan kepedulian kepada lawan bicara; dan setiap pribadi yang terlibat dalam proses itu dapat mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merasa tertekan oleh pihak yang lain.

Pdt. Irwanta Brahmana

(GBKP Rg. Surabaya)

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate