Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Khotbah Minggu Sabtu Pengarapan ;Tgl 03 April 2021 ; Lukas 23 : 50-56

Invocatio    : “Sebab biar pun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang tetapi kasih setiaku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang firman Tuhan yang mengasihi engkau.” (Yesaya 54:10)

Bacaan       : Keluaren 14:22-31 (Tunggal)

Kotbah        : Lukas 23:50-56 (Tunggal)

Tema          : Kuasa Yesus Dahsyat Luar Biasa (Kuasa Jesus Tetap Mbisa)

I.             PENDAHULUAN

Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Jika pengharapan adalah sauh maka sauh tersebut harus ditambatkan pada sesuatu yang kokoh sehingga perahu tidak akan terbawa hanyut oleh gelombang. Pengharapan orang percaya haruslah tertambat kokoh pada janji Allah yang tidak berubah dahulu sekarang dan selamanya. Pengharapan umat Kristen tertambat dengan pasti kepada Yesus Kristus yang telah menebus kita sekali untuk selamanya dalam peristiwa kematian, kebangkitan dan kenaikkanNya kesurga. Sabtu pengharapan mengingatkan bahwa kita tidak berhenti pada satu titik yang namanya kematian karena dalam iman ada pengharapan pada Yesus yang akan bangkit di hari yang ketiga.

II.           PENDALAMAN TEKS

Yusuf dari Arimatea adalah seorang anggota Majelis Besar yang memutuskan hukuman penyaliban atas Yesus. Dia seorang  dari 70 anggota Sanhedrin dan satu (?) anggota yang tidak setuju dengan putusan yang tidak adil tersebut, dan secara khusus Lukas menyebutnya sebagai seorang yang baik lagi benar dan yang menanti-nantikan Kerajaan Allah. Anggota Majelis Besar yang tidak setuju terhadap putusan akan melakukan tindakan seperti tidak hadir saat pelaksanaan hukuman atau memprotes atau  menentangnya namun tentu saja protes ini tidak akan berhasil mempengaruhi putusan karena itu yang dilakaukan oleh Yusuf dari Arimatea adalah pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus (ay 52).  Pilatus sepertinya segera mengabulkan permintaan Yusuf karena mengetahui undang-undang Yahudi tentang penguburan, Ulangan 21:23, “maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga…”

Sikap dan tindakan yang dilakukan Yusuf dari Arimatea beresiko tinggi, dia menentang putusan tidak hanya dalam perkataan namun dalam tindakan juga yang dapat merusak reputasi dan kedudukannya. Tapi resiko tersebut tidak menghentikannya untuk memperlakukan Yesus, yang terhukum sebagai penjahat, sebagai pribadi yang terhormat dalam penguburanNya. Ayat 53, menurunkanNya dari salib; mengapaninya dengan kain lenan; membaringkan dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, dimana belum pernah dibaringkan mayat. Perlakuan terhadap jenazah Yesus adalah penuh hormat dan kasih. Demikian juga tindakan ini dilakukan sebelum dimulainya persiapan hari sabat dan perayaan hari paskah maka dapat disebut tindakan ini adalah sikap penyangkalan diri karena dengan mereka kontak dengan jenasah membuat mereka Nazis dan harus melakukan penyucian diri selama tujuh hari sesuai aturan agama. Dengan demikian mereka-mereka yang berkontak langsung dengan jenazah Yesus tidak bisa ambil bagian dalam perayaan paskah yang agung. Mereka melakukan pengorbanan yang dibutuhkan untuk Yesus, yang tidak berani dilakukan oleh murid-muridNya, dilakukan oleh Yusuf Arimatea dan timnya juga dibantu oleh Nikodemus (Yoh 19:39).

Injil yang lain menyebutkan nama Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, Salome  tapi Injil Lukas menyebutkan sekelompok perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea. Mereka setia menjadi saksi bagaimana jenazah Yesus diturunkan hingga dikuburkan, mencari tahu kuburan Yesus sehingga nanti bisa mengununginya kembali dengan membawa rempah-rempah dan minyak mur, setelah hari sabat lewat.Niat para perempuan ini adalah untuk merempahi jenazah Yesus, tidak satu pun diantara mereka yang membayangkan bahwa Yesus akan bangkit dan menampakkan diri pertama kali kepada mereka.

III.         APLIKASI

Penguburan Yesus terlaksana jumat sebelum matahari terbenam (dimulainya persiapan hari sabat) dan para perempuan yang mengikuti Yesus sepertinnya bergegas berbelanja rempah sebelum matahari terbenam juga. Saat sabat tersebut (tepat pada perayaan paskah) semua orang yang tadinya berkumpul di bukit golgota menghujat dan menghukum Yesus akan berkumpul di synagoge untuk mengikuti ibadah; para ahli taurat dan orang-orang Farisi, yang memvonis Yesus bersalah, akan mengajar dan berkhotbah tentang arti Paskah yang dikaitkan dengan pembebasan bangsa Israel. Dimana para murid Yesus? Tidak ada catatan tentang itu, mungkin kembali ke penginapan atau bergabung dalam perayaan sabat. Dan para perempuan yang mengikuti Yesus mungkin menghibur diri bahwa setidaknya mereka bisa menunjukkan rasa hormat besoknya dengan rempah dan minyak yang mereka persiapkan. Yusuf Arimatea (dan Nikodemus) mungkin sedang istirahat dengan tenang tanpa penyesalan karena telah menunjukkan rasa hormat dan kasihnya pada Yesus walau tidak bisa bergabung merayakan hari sabat atau sedang menyesal karena tidah mengakui secara terbuka iman mereka, tidak ada tercatat tentang ini sehingga semua itu menjadi bagian yang ada pada imajinasi kita.

Sabtu Pengharapan memperlihatkan kedahsyatan kuasa Allah yang tidak dihentikan oleh kematian karena Dia sanggup menggerakkan banyak hati tertuju padaNya dan bahkan dalam proses turun kedalam kerajaan maut dan mengalahkanya. Suasana tenang yang tampak pada sabtu pengharapan benar-benar menumbuhkan pengharapan akan keselamatan yang sekali untuk selamanya. Mungkin dapat digambarkan seperti saat-saat suasana laut yang tenang sebelum tsunami besar, namun bedanya tsunami besar membawa kehancuran namun saat tenang di sabtu pengharapan akan diikuti oleh kemenangan dahsyat Tuhan Yesus atas maut. Keberanian yang dimiliki oleh Yusuf Arimatea dan para perempuan merupakan bukti bahwa kuasa Tuhan tetap bekerja dengan luar biasa. Kuasa Allah yang dahsyat diperlihatkan saat menyelamatkan bangsa Israel ketika menyeberangi laut merah namun kuasa Yesus saat menyelamatkan manusia dari dosa juga adalah sangat dahsyat. Tuhan Allah tak berubah dulu sekarang dan selamanya.

Pdt. Erlikasna Purba, M.Th.
GBKP Runggun Denpasar

Khotbah Jumat Agung Tgl 02 April 2021 ; Lukas 23 : 44-48

Invocatio    : “Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Efesus 5:2).

Bacaan       : Mazmur 22 : 2-12 (Antiponal)

Kotbah       : Lukas 23 : 44-48  (Tunggal)

Tema          : Kuserahkan Nyawa-Ku (Kuendesken TendingKu)

I.             PENDAHULUAN

Banyak hal yang perlu kita pahami pada peristiwa penyaliban Yesus, peristiwa yang sangat menggetarkan jiwa kita dan sangat mempengaruhi seluruh hidup kita. Sebab peristiwa ini bukanlah peristiwa yang memperlihatkan ketidakberdayaan Yesus Kristus tetapi sebaliknya menyatakan kemuliaan dan keagungan Yesus Kristus.

Hanya ada satu peristiwa “Jumat Agung” yaitu saat Yesus memberikan diri-Nya disalibkan di bukit Golgota. Lalu setiap tahun kita merayakan dan mengingat keagungan Yesus Kristus. Dari sekian tahun yang telah kita lalui, dengan “Jumat Agung” yang kita rayakan berulang-ulang, apakah kita sudah menghargainya dengan layak? Sudahkan kita menunjukkan penghormatan dan pengakuan sungguh-sungguh akan pengorbanan Yesus Kristus untuk menebus kita dari dosa-dosa pelanggaran kita?

Yesus tidak mati untuk dosa-dosa-Nya sendiri karena Ia sungguh tidak berdosa. Ia mati karena dosa-dosa kita. Ia menyerahkan nyawa-Nya sebagai korban penebusan dosa. Hal ini yang terpenting kita pahami, karena dosa kita Yesus menderita, karena dosa kita Yesus disalibkan, karena dosa kita Yesus mati; seharusnya kita berbalik dari dosa-dosa kita, hidup dalam penyucian diri oleh darah Yesus Kristus yang telah tercurah bagi kita

II.           PENDALAMAN NATS

Dalam bacaan kita Mazmur 22 amat jelas bahwa “segala penderitaan yang akan menimpa Kristus” dinyatakan bagi penulis Mazmur ini yaitu Raja Daud yang hidup dan bertahta sekitar 1.011 tahun sebelum Kristus. Mari kita bandingkan Mazmur 22:2 “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dengan Matius 27:46 “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Hal ini bukan sebuah kebetulan, tetapi sebuah perencanaan dan penggenapan, sekaligus juga menjadi sebuah jawaban. Sebab pertanyaan Raja Daud “mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Menyatakan kehilangan tanda-tanda perkenanan-Nya, karena ditindas oleh beratnya beban dan pergumulan hidup, kehabisan daya oleh dukacita dan kengerian, sehingga berseru-seru dengan sungguh-sungguh untuk dibebaskan. Perasaan ditinggalkan secara rohani merupakan penderitaan yang paling pedih. Sedangkan Yesus mengucapkan kalimat mazmur ini untuk menyatakan diri-Nya yang telah dijadikan dosa karena kita. Betapa besar dampak yang harus ditanggung-Nya karena dosa kita, supaya kita benar-benar benci dengan dosa kita. Dan yang terutama pertanyaan Raja Daud dijawab Tuhan Yesus, bahwa “Aku menderita bagimu”, lalu mengapa engkau berkata ditinggalkan? Tuhan hadir dalam penderitaan kita untuk memberikan jalan keluar bagi kita.

Selanjutnya kita mendalami Lukas 23 : 44-48 untuk melihat keajaiban dan keistimewaan Yesus dalam penderitaan-Nya bagi kita.

Ayat 44-45a: “Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar.” Kegelapan tiga jam adalah suatu keajaiban. Peristiwa tersebut bukanlah gerhana matahari karena gerhana matahari tidak mungkin terjadi pada masa Paskah ketika bulan sedang purnama. Kegelapan tersebut dikirim Allah untuk menutupi salib Anak-Nya ketika Ia dijadikan dosa karena kita (bd. 2 Kor. 5:21). Seluruh alam seakan-akan turut berduka bersama Pencipta ketika Ia menderita dan mati.

Ayat 45b: “Dan tabir Bait Suci terbelah dua.” Kejadian ajaib itu hendak menyatakan kepada para imam dan orang-orang Yahudi bahwa jalan masuk ke dalam hadirat Allah telah terbuka bagi semua yang datang kepada-Nya oleh iman di dalam Kristus Yesus (bd. Ibr. 9:1-10:25). Orang-orang berdosa tidak memerlukan Bait Allah, altar, korban-korban, atau imam dunia lagi karena semuanya telah digenapi di dalam karya Anak Allah yang telah tuntas.

Ayat 46: “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.” Sebenarnya ungkapan itu merupakan doa menjelang tidur bagi anak-anak Yahudi, dan dengan doa itu terlihat bagaimana kematian Tuhan kita itu penuh keyakinan, penyerahan dan kemenangan. Mereka yang menerima Yesus sebagai Juruselamat dapat menghadapi kematian dengan keyakinan dan kepastian yang sama (bd. Flp. 1:20-23, 2 Kor. 5:1-8).  Kata-kata Yesus juga mengambil kata-kata Daud dalam Mazmur 31:6 “Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku”. Bukan hanya berarti Yesus mengutip kata-kata Daud, tetapi juga Tuhan telah menanamkannya dalam mulut raja Daud sehingga nyata bahwa Yesus menggenapinya.

Ayat 47: “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang ini adalah orang benar!"” Kepala pasukan adalah orang yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan eksekusi penyaliban Yesus dari awal sampai akhir. Tentunya ia telah memperhatikan dengan seksama setiap momen yang dilalui. Dan mungkin saja kepala pasukan ini telah banyak menyaksikan penyaliban para penjahat. Tetapi ia melihat hal yang berbeda pada diri Yesus sehingga ia mengakui “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dia tidak menemukan satu pun kesalahan Yesus pada proses penyaliban ini. Pengakuan ini keluar dari mulut orang romawi, bukan dari mulut orang Yahudi. Dia kagum dan sangat terkesan dengan bagaimana Yesus menghadapi penderitaan serta kematian-Nya.

Ayat 48: “Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.” Apakah ini merupakan tanda pertobatan? Atau hanya sekedar kecewa dan menyalahkan diri. Mereka memukul-mukul diri lalu pulang. Kelihatannya mereka akan segera lupa dan menlanjutkan hidup mereka. Sebab mereka tidak menindaklanjuti penyesalan mereka. Mereka adalah para penonton yang tertarik untuk melihat pelaksanaan hukuman mati tersebut, tetapi tentu saja apa yang telah mereka lihat dan dengarkan cukup untuk menyadarkan mereka akan dosa-dosa mereka, tetapi nyatanya tidak mengubah apa-apa dalam diri mereka.

III.         POINTER APLIKASI

Kata-kata Yesus yang Agung yang sangat berarti bagi kita yaitu “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dalam penderitaan-Nya Yesus memanggil Allah sebagai Bapa. Saat Ia menyerahkan hidup dan jiwa-Nya bagi kita, Dia melakukannya bagi kita dengan memanggil Allah sebagai Bapa, supaya melalui Dia kita bisa diangkat menjadi anak-anak Allah. Kristus sengaja memakai kata “Bapa” untuk menunjukkan peran-Nya sebagai Perantara. Dia adalah Imam dan sekaligus Korban persembahan, korban tebusan untuk melepaskan kita dari penghukuman. Harga mahal harus dibayarkan ke tangan Allah, sebagai pihak yang dirugikan oleh pelanggaran dosa itu. Dialah yang membayar lunas semuanya itu kepada Allah. Ya Bapa, terimalah nyawa-Ku dan jiwa-Ku sebagai ganti nyawa dan jiwa para pendosa yang Kutebus melalui kematian-Ku. Kristus mengungkapkan kerelaan-Nya untuk mempersembahkan diri-Nya.

Kapan kita belajar untuk mengungkapkan: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Ada orang yang mengatakan, hafalkanlah kata-kata ini untuk diucapkan menjelang kematian. Maka kata-kata ini dijadikan persiapan untuk menjelang kematian saja. Walau bagaimanapun hidupnya, yang penting ia sempat mengucapkan kata-kata ini menjelang kematiannya. Tentu pengajaran ini tidak tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Bahwa jauh sebelum kematian, kita telah mengucapkan kata-kata ini dengan benar, bahwa kita telah menyerahkan nyawa atau hidup kita kedalam tangan Bapa. Orang yang telah menyerahkan hidupnya ke dalam tangan Bapa tentu menjadikan hidupnya menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan.

Kita harus tetap memusatkan pikiran-pikiran kita kepada Kristus, dan membiarkan hati kita tenggelam dalam penderitaan-penderitaan-Nya sampai kita mengalami persekutuan dengan penderitaan-penderitaan-Nya itu. Dengan kita berbagian dengan Kristus dalam penderitaan-Nya hingga kita dimampukan menjalani penderitaan kita dan tetap merasakan Tuhan beserta kita. Kita mengakui kebaikan Tuhan bukan hanya dalam keberhasilan tetapi juga kita mengakui pengaturan Tuhan dalam penderitaan kita untuk membentuk diri kita seperti Tuhan ingini.

Kita ikut menyaksikan Kristus disalibkan melalui Firman dan Sakramen Perjamuan Kudus. Ada yang merasakan sedikit tersentuh dan cepat melupakannya, perasaan tersentuh itu tidak terus berlanjut. Seharusnya dan selayaknya hati kita sangat tersentuh dan kasih Tuhan tertanam secara mendalam dalam hati kita hingga kita merespons dengan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus. Amin.

Pdt. Sura Purba Saputra, M.Th
GBKP Runggun Harapan Indah

Khotbah Kamis Putih Tgl 01 April 2021 : Yohanes 13 : 31-35

 

Invocatio    : “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103:13)

Bacaan       : Mazmur 116:1-9 (Responsoria)

Khotbah      : Yohanes 13:31-35 (Tunggal)

Tema          : Aku Telah Mengasihi Kamu (Aku Enggo Engkelingi Kam)

I.             PENDAHULUAN

Kamis putih atau Kamis suci adalah hari kamis terakhir sebelum Paskah. Pada perayaan Kamis putih, orang percaya mengikuti ibadah memperingati saat terakhir Yesus memimpin perjamuan kepada murid muridNya, juga memperingati kedalaman kasih Kristus yang membasuh kaki murid-muridNya. Kasih seperti yang dilakukan Yesus tersebut tidak pernah terjadi dalam tradisi Yahudi, sebab di dalam kelompok Yahudi mustahil seorang guru membasuh kaki murid-muridNya. Kita belajar tentang pelayanan yang penuh kasih, kerendahan hati, kebersamaan dan kesederhanaan. Melayani bukan untuk dilayani. Kesedihan hati Yesus sebab penghinatan Yudas Iskariot dan saat saat penderitaan yang sudah semakin dekat.

 II.           PEMBAHASAN TEKS DAN PEMBERITAAN

Perasaan apa yang kita miliki jika kita tahu kita di hianati? Marah, merancang pembalasan, benci, dendam, dan kalau ada orang yang duduk dan mendukung kita mungkin kita akan mengajaknya untuk membenci orang yang berhianat tersebut. Sering akhirnya orang orang yang merasa di hianati tidak dapat menentramkan dirinya sehingga ia merancangkan pembalasan yang jahat terlepas apakah ia akan melakukan rancangan pembalasan itu atau hanya memikirkannya saja tetapi kemarahannya membuat hatinya tidak tentram.

Berbeda dengan sikap Yesus yang penuh kasih itu, mengetahui bahwa Yudas telah menghinatiNya dan tetap pergi untuk menyerahkanNya walaupun sebelumnya Yesus telah memperingatinya. Pastilah Yesus sedih dengan sikap penghianatan Yudas, tapi demi misi Kerajaan Allah Yesus menerima dan memandang yang dilakukan Yudas tersebut adalah saat dimana Yesus akan dipermuliakan, dan Ia mempermuliakan Allah. Kesetiaan kepada Allah membuat Yesus bersikap rela menghadapi penderitaan untuk memuliakan Allah. Penghianatan yang dilakukan Yudas dilihat Yesus dengan kaca mata misi Allah, bahwa saat kematian yang semakin dekat adalah saat kemuliaan Yesus yang semakin dekat.

Kemanusiaan Yesus yang di dalamNya ada Allah membuat Yesus tetap berjalan di dalam misi Kerajaan Allah bahwa dengan jalan kematian itu Allah akan memuliakan Yesus dan kesetiaan Yesus sebagai manusia menghadapi kematian itu adalah untuk memuliakan Allah. Ini sangat berbeda dengan “manusia duniawi” yang kami maksudkan manusia yang segala aspek hidupnya dipenuhi harapan duniawi, jika menghadapi penghianatan sahabat dan dengan tujuan yang jelas yaitu membunuh maka akan diresponnya dengan cara duniawi, diawali bertahan dan selanjutnya menghancurkan lawan, si penghianat.

Dengan misi apa kita memandang pergumulan dunia ini?

Penderitaan yang akan dialami Kristus bukanlah karena kejahatan yang dilakukanNya tetapi karena kuasa iblis yang telah menguasai hati Yudas yang menjual Yesus. Diperlakukannya Yesus seperti ternak peliharaan yang diperjual belikan. Penderitaan Yesus karena kesalahan dan dosa dunia dan untuk menyatakan kemuliaan Allah yang telah kabur bagi manusia oleh karena dosa.

Dengan jalan salib Yesus telah mempermuliakan Allah dan menyatakan kasih Allah kepada dunia dan kesudahan di dalam kebangkitan Ia akan dipermuliakan Allah di dalam di dalam KerajaanNya. Iblis telah menguasai Yudas untuk menghinakan Yesus mati di atas kayu salib, namun Yesus menerima jalan itu sebab di dalam peristiwa salib dan kebangkitanNya iblis dan kuasa dosalah yang ditaklukkan.

Yesus telah melihat keakanan dari penderitaan yang akan di jalaniNya adalah kesukacitaan, dan semakin dekat saat kematian itu saat sukacita itu juga semakin dekat. Penderitaan dalam penuh kekejaman oleh karena kebencian dan kuasa iblis dan dosa memang menyakitkan, karena itu Yesus memohonkan kepada Allah supaya cawan itu dicabut dari padaNya. Tetapi Yesus mengerti penderitaan itu tidak akan terlalu lama, hanya sampai kematian dan penguburanNya dan Ia akan bangkit mengalami sukacita yang besar dipermuliakan.

Yesus berbicara kepada ke sebelas muridNya bahwa hanya sedikit waktu lagi mereka bersam. Saat itu tentunya harus dipergunakan dengan baik untuk mempersiapkan segala sesuatunya bagi tujuan yang semula yaitu pemberitaan injil bagi Kerajaan Allah. Yesus ingin memperlengkapi murid muridNya siap menghadapi segala pergumulan pelayanannya tanpa kehadiran Yesus bersama mereka. Murid murid harus dapat meneruskan pelayanan tanpa kehadiran Yesus secara fisik.

Yesus menjelaskan bahwa ketempat dimana Yesus akan pergi mereka tidak akan bisa datang, seperti yang telah di jelaskanNya juga kepada orang orang Yahudi (7:34). Yesus menghibur murid-muridNya bahwa sepeninggal Yesus mereka akan sangat kehilangan Yesus. Mereka tidak akan dapat mengandalkan Yesus lagi, tapi Yesus mengingatkan akan teladan kasih yang telah disampaikanNya.

Yesus memberi pesan yg termahal, seperti halnya orang yang akan meninggal memberikan warisan yg termahal kepada orang yang dikasihinya yang ditinggalkannya. Yesus menyampaikan warisan perintah yang baru supaya mereka saling mengasihi. Kehadiran Yesus secara fisik sebentar waktu lagi tidak akan kelihatan lagi, tetapi kasihNya akan tetap ada bersama-sama dengan mereka jikalau mereka saling mengasihi. Mereka harus bersatu terikat erat di dalam kasih untuk Injil, sebab Yudas telah menghianati kasihNya, supaya tidak ada lagi penghianatan dan perpecahan diantara mereka.

Kasih Allah yang besar akan menyelamatkan mereka di dalam pelayanannya. Seperti di dalam pembacaan Pemazmur menyampaikan pengalamannya berulang kali ia menghadapi pergumulan yang membahayakan nyawanya, kesesakan dan kedukaan tetapi ketika ia berseru kepada Tuhan mengharapkan belas kasihan dan keadilan Tuhan maka Tuhan meluputkannya. Tuhan peduli bagi teriakan orang orang yang sederhana dan lemah dan Tuhan selalu memberi harapan baru, dipeliharaNya orang-orang yang berlindung pada kasihNya. Tuhan penuh kasih yang tidak mempertimbangkan keadaan orang orang yang berseru memohon kasihNya dan keadilanNya, Dia pertolongan bagi yang berseru kepadaNya.

Warisan kasih itu disebut perintah baru. Perintah mengasihi bukan baru kali itu disampaikan Yesus, sebelumnya sudah di ajarkan dan dilakukan Yesus (bd 1 Yohanes 2:7-17). Perintah baru bermakna apa yang harus diperhatikan, menjadi penekanan yang harus mereka tumbuh kembangkan dan pelihara. Kasih itu adalah menjadi perintah, menjadi keharusan, hukum dasar bagi para murid dan orang percaya. Kasih itu menjadi warna pengutusan para murid dan alat mereka untuk menyatakan tujuan Kerajaan Allah. Orang- orang percaya harus saling mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi kita (Yohanes 15:12,17, 1 Yohanes 2:7-8, 3:11, 16, 23, 4:7-8, 10-12, 19-20; 2 Yohanes 1:5).

Penghianatan Yudas adalah keegoisannya mencari untung bagi dirinya sendiri, sehingga tidak sedikitpun nilai kasih menjadi pertimbangannya. Yudas “menjual Yesus” kepada orang orang farisi untuk mendapatkan keuntungan. Ia melupakan persahabatan yang sejati dengan Yesus dan para murid dan kehilangan rasa hormat kepada Yesus sebagai gurunya. Ke egoisan telah meniadakan kasih kasih Yudas, meniadakan pertimbangan moralnya.

Karena itu Yesus meneguhkan kesebelas murid itu dengan mengatakan “Aku memberi perintah baru kepadamu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Mengasihi sebagai perintah baru adalah penegasan bahwa mereka harus terus melakukannya dan hidup di dalamnya, jika tidak diantara mereka akan ada yang diperalat iblis lagi menjadi egois seperti yang dilakukan iblis kepada Yudas.

Mereka harus bersatu, saling memperhatikan, saling mendukung dan bersama sama menanggung beban penginjilan yang akan mereka lakukan. Yesus tidak meninggalkan warisan emas, perak atau harta benda lainnya selain hanya perintah baru untuk saling mengasihi. Dengan melakukan kasih itu mereka melakukan tanggung jawabnya menyatakan kehadiran Yesus bagi dunia, memperkenalkan Yesus sebagai juruselamat bagi dunia, dan melalui kesaksian kasih mereka membuat dunia percaya.

III.         PENUTUP

SepeninggalNya Yesus tidak menyuruh para murid hebat melakukan mujizat mujizat, berbahasa roh, hebat di dalam pemberitaan bahkan rela mati sebab semuanya itu tidak akan berarti jika tidak di dasarkan kepada kasih, tanpa kasih tidak akan berarti apa apa. Yang diperintahkanNya adalah supaya mereka bertekun melakukan kasih, sebab segala kehebatan rohani tanpa di dasari kasih tidak akan berarti apa apa (1 Korintus 13:1-3). Prestasi iman bagi para murid dan orang percaya yang di kehendaki Yesus adalah “prestasi kasih.” Orang percaya harus saling mengasihi, seperti Yesus telah mengasihi dunia ini.

Pdt. Ekwin Wesly Ginting Manik, S.Th, M.Div.
Ketua Klasis Bekasi-Denpasar

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate