Pekan Penatalayanan Wari III 2020 : Masmur 98: 1-9
Ogen : Kisah Para Rasul 9: 26-31
Kotbah : Mazmur 98:1-9
Tema : Nyanyikanlah Nyanyian Baru
1. “Tidak ada gereja yang tidak bernyanyi” demikian juga GBKP punya Kitab Ende-enden yang di dalamnya terdapat 500 lagu. Apakah dengan tema ini kita didorong untuk menciptakan lagu-lagu yang baru karena banyak diantaranya yang sudah ada lama sekali? Atau di aransemen dengan baru? Atau musiknya harus baru? Tentu bukan hal-hal seperti itu yang mau didorong oleh pemazmur untuk dilakukan sehingga dia membuka mazmur tersebut dengan kalimat imperatif “nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN” (Ibr. Mizmor shiyru la YHWH shiyr chadhash, Lat. “Cantate Domini, canticum Novum”). Tentu saja nyanyian baru adalah nyanyian yang dinyanyikan dengan hati yang baru dan penuh pertobatan (tidak hanya bibirnya saja yang bertobat tetapi keseluruhan hidupnya), tidak hanya cuap-cuap di bibir saja (bhs. Karo manis i biber saja). Nyanyian baru merupakan ekspresi dari orang-orang yang memiliki pengalaman baru dengan Allah atas penyertaan dan berkat-Nya yang diterima setiap hari. Meski lagu tersebut sudah ada sejak berabad-abad lalu, tetapi jika dinyanyikan atas kesadaran akan penyertaan Tuhan, kesadaran akan perbuatan Tuhan yang ajaib, lahir dari hati yang dibaharui maka nyanyian tersebut adalah nyanyian baru.
“Nyanyikanlah nyanyian baru”, bagaimana dengan orang yang tidak pandai bernyanyi? Dorongan pemazmur tersebut bukanlah dorongan yang bergantung pada kualitas suara (meski memang segala sesuatu harus yang terbaik dipersembahkan kepada Tuhan). Allah akan tetap mendengar nyanyian serta pujian yang dipersembahkan kepada-Nya yang datangnya dari hati yang tulus. Karena bernyanyi tidak sekedar nada dan irama tetapi juga ungkapan hati. Sehingga lewat nyanyian bisa saja terkandung ungkapan syukur, pengakuan dosa, pengharapan, permohonan, dsb.
Marthin Luther pernah mengatakan bahwa bernyanyi adalah dua kali berdoa. Bernyanyi menjadi identitas gereja sejak awal gereja ada di dunia. Bahkan pada tradisi gereja mula-mula, nyanyian, doa, pembacaan kitab dan pengajaran hampir tidak bisa dibedakan, sebab seluruhnya disampaikan dengan pendarasan (chanting). Hingga hari ini, gereja bernyanyi untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Bahkan, nyanyian dan musik secara umum telah menjadi identitas gereja.
2. Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai berjudul: “Saat penyelamatan sudah dekat.” Mazmur ini mungkin saja berasal dari zaman sesudah pembuangan (538-332 sM), karena ada beberapa kutipan yang berasal dari deutro-Yesaya. Yang dibuka dengan undangan untuk bernyanyi bagi Tuhan. Ada beberapa kata kerja yang digunakan yang sejajar dengan kata “nyanyikanlah” tersebut, antara lain bersorak-soraklah (ay. 4,6, 8), bergembiralah (ay. 4), bermazmurlah (ay. 5), bertepuk tangan (ay. 8). Dan semua kalimat imperatif tersebut muncul sebagai respon atas tindakan Tuhan yang antara lain, melakukan perbuatan-perbuatan ajaib, keselamatan telah dikerjakan (ay. 1), memperkenalkan keselamatan , menyatakan keadilan-Nya (ay. 2), IA mengingat kasih setia (ay. 3), IA datang untuk menghakimi (ay. 9).
Yang dinyanyikan bagi Tuhan adalah “nyanyian baru” karena Tuhan datang “membuat sesuatu yang baru” (Yes. 43:19), yakni mengerjakan suatu karya keselamatan yang belum pernah dialami atau didengar. Jadi nyanyian tersebut disebut “baru” bukan karena gubahan yang baru atau diciptakan baru tetapi lebih kepada respon terhadap karya Tuhan yang baru.
Tidak dinyatakan siapa yang diundang untuk ikut bernyanyi dalam nyanyian baru tersebut. Tetapi yang pasti undangan tersebut merupakan respon atas karya pembebasan yang Allah lakukan dari pembuangan Babel dan pengumpulan kembali umat Israel yang tercerai-berai. Karya ini adalah suatu kemenangan Tuhan dan pertolongan bagi Israel. Hanya Tuhan sendirilah yang melakukan karya pembebasan itu dan tak seorang pun yang menjadi penolong-Nya. Jadi hanya kepada Tuhan sendirilah alamat pujian disampaikan, tidak ada yang lain.
Ungkapan “tangan kanan” (Ibr. yemino) adalah lambang kekuasaan, lambang keperkasaan dan kemenangan yang sering digunakan terutama dalam konteks Tuhan tampil sebagai pahlawan (bdk. Mzm. 89:11; Yes. 51:9). Dengan perbuatan-Nya yang ajaib tersebut, Tuhan menyatakan “keadilan-Nya” di depan mata bangsa-bangsa (ay. 2). Keadilan tersebut merupakan keselamatan yang dikerjakan Tuhan sendiri yang membuat orang yang menerima keadilan tersebut berada dalam hubungan yang tepat dengan-Nya.
Mengapa Tuhan melakukan perbuatan ajaib tersebut? Karena Tuhan mengingat “kasih setia dan kesetiaan-Nya kepada Israel” (ay. 3). Dan perbuatan tersebut dilakukan di depan mata bangsa-bangsa sehingga mereka “melihat pertolongan yang dari pada Allah kita”. Maka undangan untuk memuji Tuhan dialamatkan juga kepada bangsa-bangsa tersebut.
3. Alasan bernyanyi kepada Allah merespon karya penyelamatan-Nya dan kesetian-Nya. Sehingga bernyanyi bukan asal bernyanyi karena ikut-ikutan sebagai formalitas belaka. Tetapi pemazmur mempunyai alasan yang tetap dan mendasar mengapa harus memuji-muji Tuhan. Bahkan pemazmur bukan hanya mengajak bangsa Israel untuk memuji dan memuliakan Tuhan tapi juga mengajak seluruh alam semesta memuji-muji Tuhan (seluruh bumi, gemuruh laut serta isinya, sungai-sungai, gunung-gunung). Sehingga, perlu kita renungkan apa alasan kita bernyanyi bagi Tuhan? Adakah hanya sebatas nyanyian kosong saja?
4. Seharusnya banyak hal dalam hidup kita yang terjadi bersama dengan Tuhan menjadi landasan kita memuji Dia. Kemampuan dan kemauan kita bernyanyi bagi Tuhan sangat bergantung pada seberapa jauh kesadaran kita akan campur tangan Tuhan dan karya-Nya dalam hidup kita. Sehingga bernyanyi harus dilandasi oleh kesadaran akan anugerah-Nya bagi kita. Dilandasi oleh ingatan akan perbuatan Tuhan yang ajaib dalam hidup kita.
5. Sedemikian besarnya luapan emosi pemazmur merespon kebaikan Tuhan yang ajaib sehingga dia mengundang seluruh bumi dan bangsa memuji Tuhan dengan nyanyian yang baru. Undangan untuk bernyanyi nyanyian baru bagi Tuhan selain kepada bangsa-bangsa lain juga kepada alam semesta. Hal ini juga mendorong kita untuk memelihara alam ciptaan Tuhan. Bagaimana mungkin alam ini memuji Tuhan sedang mereka sedang ada dalam kerusakan yang diakibatkan oleh manusia itu sendiri?
6. Nyanyian baru bagi Tuhan tidak sekedar lagu baru, aransemen baru tetapi disertai dengan hati yang dibaharui. Dan dalam hal inilah pentingnya penghayatan terhadap kata maupun isi lagu yang dinyanyikan. Oleh sebab banyak di antara kita yang tidak menghayati apa yang dinyanyikan. Kemampuan bernyanyi juga tidak serta merta dialamatkan bagi Tuhan. Ada kala orang yang memiliki talenta bernyanyi, tapi untuk kemuliaan dirinya sendiri, bukan kepada Tuhan. Ada yang punya talenta mencipta lagu tapi sekedar tujuan komersil belaka.
Bernyanyilah bagi Tuhan dengan hati yang telah dibaharui dan dengan kesadaran serta ingatan akan kesetiaan Tuhan.
Pdt. Dasma Sejahta Turnip
GBKP Rg. Palangka Raya