Pekan Penatalayanan Wari II ; 1 Timotius 5 : 1-8
Invocatio : “Ngaloi rasul-rasul nina, “Teklah man Tuhan Jesus gelah kam terkelin, e me kam ras isi jabundu” Perb. Rasul 16:31
Ogen : Jop 1:1-5
Khotbah : 1 Timotius 5:1-8
Tema : Mediate E Me Biak Jabu Si Ekiniteken
(Spiritualitas Jabu: Dalam Rangka Jubilium GBKP)
I. Pendahuluan
Pada suatu hari Tony, seorang bocah yang berusia 4 tahun dititipkan orang tuanya yang mau ke pasar kepada kakeknya. Kata orang tua Tony, “Pa . . . tolong perhatikan dan jaga Tony ya, kami ke pasar sebentar saja.” Si Kakek duduk sambil membaca koran. Tony bermain di halaman rumah dalam pengawasan si Kakek. Tiba-tiba Tony tergelincir dan terjatuh. Tony memperhatikan sekitar, sepi tak ada reaksi sedikit pun dari sang Kakek. Sang Kakek diam, seakan tak terjadi apa-apa pada Tony. Tony terdiam, sambil berharap reaksi sang kakek. Tapi, nihil. Kakek tetap diam. Seakan ia tak berada disekitar Tony. Sambil berbalik badan, Tony mengomel: “Huuuuhfff . . . tidak ada gunanya aku dititipkan padanya”. Lalu, Tony pun bermain lagi seakan tak terjadi apa-apa dengan dirinya. Sesudah kurang lebih dua jam, orang tua Tony kembali ke rumah. Ketika melihat orang tuanya, Tony langsung meledak menangis. Sang kakek kaget, katanya, “Lho . . . Tony kenapa menangis sekarang!! Ada apa? Kan jatuhnya sudah dua jam yang lalu; dan sekarang kan tidak sakit lagi”! Kata Tony ”Iya kek, itu bukan persoalannya, tadi waktu jatuh saya tidak menangis karena saya rasa tidak ada gunanya menangis di depan kakek. Kakek tidak sedikitpun menghiraukan saya”. Lalu, kata kakeknya, “Sekarang masalahnya apa, sehingga kau menangis? Kalau kau terluka yah terluka. Tapi menangis sekarang kan sia-sia; tak ada gunanya”! “Iya…kata Tony, “Tapi sekarang ada Papa dan Mama disini, jadi saya menangis sekarang saja.”
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang berperasaan, sehingga butuh diperhatikan dan dipedulikan. Peduli (mediate) adalah perasaan sehati, iba pada seseorang atau sesuatu. Ia muncul karena cinta bukan karena tugas dan perintah. Peduli juga sebuah komitment pada diri sendiri pertama-tama, kemudian pada orang lain karena kasih. Setiap orang butuh perhatian, kasih, peneguhan, penguatan dari orang lain. Tidak heran dikatakan bahwa, kesuksesan dalam hidup bersama dan dalam membangun relasi sosial sangat bergantung bagaimana sikap saling peduli ini. Ketika menghadapi sebuah kesulitan atau persoalan, yang paling dibutuhkan pada saat itu bukan pikiran untuk mencari jalan keluarnya, tetapi seseorang sungguh peduli dan sungguh mengerti. Peduli sungguh sebuah produk hati; sebuah percikan kasih sayang tulus; sebuah pancaran interioritas hidup seseorang. Seperti yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt: “Tidak seorang pun peduli berapa banyak hal yang Anda ketahui, sampai mereka tahu berapa banyak kepedulian Anda”.
Berdasarkan tema Pekan Penatalayanen Hari II disampaikan bahwa Perhatian atau Peduli adalah karakter Keluarga yang beriman (Mediate em biak jabu sierkiniteken).
II. Pembahasan Nas
· Invocatio (Kisah Para Rasul 16:31)
"Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu."
Tentu saja ini tidak bermakna bahwa seluruh keluarga selamat gara-gara hanya satu orang saja yang percaya, tidak. Tetapi keselamatan itu diberikan sama kepada semua isi keluarga jikalau mereka percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Dalam ayat ini juga bermakna bahwa keselamatan membawa dampak bagi orang-orang sekitar. Dimana seorang yang sudah diselamatkan akan menjadi saksi bagi orang lain yang belum diselamatkan. Orang-orang lain akan melihat perubahan hidup murid Kristus dan kebajikan (teladan) yang ditampakkannya akan membawa orang lain juga datang kepada Kristus.
· Ogen (Ayub 1:1-5)
Dalam bacaan ini kita mendapatkan informasi bahwa Ayub memiliki tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan, yang hidup dengan rukun. Meskipun dari kekayaannya kita dapat memperkirakan Ayub sebagai seorang yang pasti super sibuk, Ayub tidak melupakan tugasnya sebagai seorang ayah (orang tua). Ia sangat memperhatikan kehidupan anak-anaknya. Maka ketika mereka usai mengadakan pesta, Ayub bertindak sebagai seorang imam yang memohon pengampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang mungkin saja mereka lakukan saat berpesta.
Ayub adalah teladan yang sangat baik bagi orang tua, terutama yang memiliki anak yang beranjak dewasa dan melangkah ke dunia luas. Dalam usia seperti itu, anak tidak bisa lagi dinasihati seperti ketika mereka masih kecil. Mereka sudah memiliki keinginan dan pertimbangan sendiri. Maka yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan membawa mereka di dalam doa kepada Allah. Mereka mungkin saja berada di luar jangkauan orang tua, tetapi dengan iman dan doa orang tua dapat mempercayakan mereka ke dalam tangan Allah yang kuat.
· Khotbah (1 Timotius 5:1-8)
Dalam nas ini Paulus memberikan nasihat praktis kepada Timotius tentang bagaimana memperlakukan saudara seiman. Secara khusus, Paulus menyoroti tentang etika menegur (1-2) dan menghormati serta memelihara (3-16). Paulus menasihati Timotius agar menegor orang tua sebagai bapa, orang muda sebagai saudara, wanita tua sebagai ibu, dan perempuan muda sebagai adik (1-2). Timotius diharapkan menegur mereka dengan kasih yang murni sebagaimana ia memperlakukan anggota keluarganya. Paulus menasihati Timotius agar menghormati dan mengurus para janda, khususnya mereka yang sudah tua dan tidak mempunyai sanak keluarga (3-5, 9-10). Sedangkan bagi janda-janda yang sudah tua tetapi masih punya anak atau kerabat untuk mengurus, hendaknya diurus oleh anak atau kerabatnya itu (4, 16). Kemudian bagi janda-janda yang masih muda disarankan untuk menikah lagi agar terhindar dari prasangka dan perbuatan yang buruk di kemudian hari (6-7, 11-15).
Timotius sebagai seorang pemimpin memiliki otoritas untuk mengajar dan menegur jemaat, terlebih yang melakukan kesalahan. Tetapi Allah ingin agar teguran yang diberikan kepada masing-masing kelompok usia dalam jemaat, dilakukan sebagaimana hubungan dalam keluarga. Meskipun mereka membutuhkan koreksi, teguran harus dilakukan di dalam kasih yang penuh kemurnian. Pemeliharaan terhadap janda-janda merupakan perintah TUHAN yang tidak dapat diabaikan oleh umat TUHAN (Ul. 10:17-18; Kel. 22:22). Tetapi gereja dan umat harus peka dan mengenali janda yang mana yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan, menegaskan tanggungjawab keluarga terhadap para janda, dan menetapkan tindakan gereja terhadap janda yang tidak perlu ditolong secara finansial atau masih muda. Gereja dan umat TUHAN harus belajar untuk menjalin hubungan termasuk menegur sesama dalam persekutuan dengan kasih dan dalam kemurnian. Pelihara atau berikan teguran kepada janda-janda seturut dengan perintah TUHAN
III. Aplikasi
Hal yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara harmoni kehidupan bersama, khususnya dalam keluarga adalah adanya sikap saling peduli dimana satu dengan yang lain saling memperhatikan, saling membantu dan saling menopang dalam pergumulan dan perjuangan hidup. Hilangnya rasa peduli, dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan dalam persekutuan, termasuk dalam keluarga. Karena itu, Firman Tuhan pada Pekan Penatalayanan hari kedua ini (terkhusus dalam memasuki Jubilium GBKP ke-130 Tahun) mengajak setiap keluarga agar tetap menjaga keutuhan persekutuan keluarga dengan saling peduli, saling memperhatikan, dan saling menopang guna menggapai cita-cita dan harapan bersama. Tuhan Yesus sendiri bertumbuh di dalam keluarga. IA menjadi anak yang patuh kepada orang tuaNya, bahkan IA masih sempat memperhatikan (peduli) ibuNya ketika IA disalibkan (Yoh. 19:25-27).
Setiap pribadi dalam keluarga harus berlomba-lomba untuk memulainya. Seperti yang disampaikan dalam Invocatio (Kis. Rasul 16:31), bahwa dimana seorang yang sudah diselamatkan akan menjadi saksi bagi orang lain yang belum diselamatkan. Masing-masing di dalam keluarga (bapak, ibu, anak-anak) hidup menjadi teladan Kristus yang akan membawa seisi keluarga juga datang kepada Kristus. Ayub dalam hal ini telah melakukannya, Ayub telah menjalankan teladan yang baik sebagai salah satu anggota keluarga, dalam hal ini sebagai bapak (orang tua), yang peduli dan bertanggungjawab terhadap anggota keluarganya, terkhusus anak-anaknya sampai kepada kehidupan rohaninya (Ayub 1:5). Saat ini, dalam menghadapi perkembangan zaman, Indonesia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 (fenomena yang mengkolaborasikan teknologi cyber dan teknologi otomatisasi), dimana betapa cepatnya perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi di Indonesia. Keluarga harus menjadi “garda terdepan” agar fenomena ini tidak membuat kehidupan anak-anak Tuhan tidak lagi berkenan. Seperti Ayub, orang tua harus menjalankan peranannya untuk menjaga kehidupan beriman anak-anak di dalam keluarga.
Dalam membangun relasi yang harmoni dalam keluarga, 1 Timotius 5:1-8 menjelaskan ada hal-hal yang harus diperhatikan. Kepedulian kita juga terlihat dari cara kita menghargai, menghormati dan berkomunikasi sesuai dengan kelompok usia dan fungsi kita di dalam keluarga. Bukan berarti orang tua bisa semena-mena dalam menegur anak, demikian sebaliknya anak juga harus tetap menunjukkan sopan santun kepada orang tua. Dan tetap menunjukkan kasih kepada orang lain yang mungkin keadaannya tidak seperti yang diharapkan. Keluarga Kristen yang yang kokoh, adalah keluarga yang tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak berkenan dihadapan Tuhan, mampu menghadapi setiap tantangan hidup. Keluarga itu tidak hanya mengerti tentang firman Tuhan atau dikenal sebagai keluarga yang taat kepada Tuhan tetapi mampu merealisasikan ketaatan itu dalam bentuk pelayanan bagi sesama anggota keluarga dan orang lain juga. Dengan adanya ciri-ciri tersebut diatas semakin menunjukan bahwa keluarga Kristen tidak hanya berguna untuk komunitasnya saja tapi berguna juga untuk orang, karena memang begitulah hakekat hidup orang Kristen, bahwa kehadirannya ditengah-tengah dunia ini mampu memperkenalkan siapakah Yesus itu bagi dunia ini.
Pdt Melda Br Tarigan