Minggu Tgl 16 Februari 2020 ; Markus 7 : 1 - 8

Invocatio      :”Adapun Aku, inilah perjanjianKu dengan mereka, Firman Tuhan:RohKU yang menghinggapi engkau dan FirmanKU yang kutaruh dalam mulutmu dan mulut keturunanmu dan mulut keturunan mereka, dari sekarang sampai selama-lamanya, Firman Tuhan” (Yesaya 59:21).

Bacaan    : Ulangan 30:15-20

Khotbah   : Markus 7:1-8

Tema    : Melakukan Perintah Allah

A. Pendahuluan

Di dunia ini ada banyak kebiasaan atau adat istiadat yang sudah turun temurun di lakukan, secara khusus GBKP yang dengan latar belakang budaya Karo juga memiliki kebiasaan-kebiasaan yang sudah lama dilakukan turun temurun yang juga mewarnai kehidupan jemaat. Di beberapa daerah ada yang merasa terbelenggu dengan adat istiadat yang sudah mengakar dan sulit di hilangkan. Gereja yang hadir ditengah dunia ini juga tidak luput dari masuknya atau bercampurnya kebiasaan manusia dengan perintah Allah. Tanpa di sadari kadang kita merasa bahwa apa yang kita kerjakan merupakan perintah Allah, padahal itu adalah pengajaran manusia yang dilakukan secara turun temurun. Bahkan sering kebiasaan dari nenek moyang dipertahankan mati-matian walaupun bertentangan dengan Firman Tuhan. Membenarkan kebiasaan-kebiasaan atau membiasakan kebenaran Tuhan merupakan sebuah perenungan bagi kita untuk memahami hal yang paling mendasar dalam melakukan apa yang Tuhan kehendaki bagi setiap orang yang percaya.

B. Isi

Invocatio: Yesaya 59:21. Merupakan bagian Trito- Yesaya, Kitab ini ditujukan kepada bangsa Israel yang sudah kembali ke Yerusalem dari Babel. Bagian kitab ini mengingatkan kembali bangsa Israel akan penyertaan Allah. Bahwa Allah senantiasa meminpin keberlangsungan hidup umatNya. Oleh karena itu bangsa Israel harus tetap menjaga hubungannya dengan Allah sampai kepada keturunan anak-anak dan segenap keturunannya. Hal ini menunjukkan pentingnya peran orangtua mengingatkan anak-anak mereka, sehingga generasi penerus bangsa Israel yang berbeda dengan generasi yang pernah dibuang  ke Babel.

Ulangan 30:15-21

          Ketika bangsa Israel hendak memasuki tanah yang yang dijanjikan Tuhan kepada mereka yakni Kanan, Musa menyampaikan pesan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan bangsa Israel ke depan. Musa mengingatkan mereka apa saja yang akan mereka temui di Kanaan. Kemakmuran dan kekayaan yang banyak, tetapi mereka juga harus waspada terhadap kepercayaan dan adat istiadat yang dianut bangsa-bansa sekitar Kanaan. Musa menantang bangsa Israel untuk taat kepada Tuhan, Bagi Musa ketaatan kepada perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Ketaatan dalam melakukan Firman Tuhan bukan semata-mata berkaitan dengan persoalan apakah bangsa itu mampu melakukan perintah itu, tetapi yang terpenting adalah mereka mau melakukannya. Penekannya bukan pada seberapa besar mereka bisa melakukannya, tetapi lebih pada komitmen mereka urtuk mau taat kepasda perintah Tuhan.

          Ketaatan untu melakukan perintah Tuhanbukanlah sesuatu yang terlalu jauh dilakukan, tidak di langit atau seberang laut tempatnya (bnd ay 11-14)sehingga sangat susah menjangkaunya atau mungkin tidak realistis bagi kehidupan bangsa ini. Perintah Tuhan bukan sesuatu yang tersembunyi di langit dan menjadi misteri bagi mereka. Di gunung Sinai, Allah sendiri telah turun menjumpai mereka, menyatakan isi hatiNya kepada mereka. Sehingga perintah Tuhan itu ada ditengah-tengah mereka, sangat dekat dengan mereka yaitu dalam mulut dan hati mereka.

          Musa tidak saja menyampaikan perintah Tuhan, tetapi dengan tegas menyampaikan akibat dari perintah Allah itu. Jikalau memilih untuk tunduk kepada kebenaran dan perintah Allah, maka mereka akan menikmatihidup dan bertambah banyak dan diberkati Tuhan serta lanjut umur, tetapi jika bangsa ini tidak menghiraukan perintahNya, bahkan mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya, maka kebinasaan akan menimpa mereka.

Markus 7:1-8

          Kehadiran Yesus bersama murid-muridNya membuat kaum Farisi dan para ahli Taurat merasa terancam. Dimana saja Yesus berada melakukan pelayanan, merekapu ada di sana untuk melakukan perlawan. Mencari kesalahan Yesus dan para murid adalah pekerjaan mereka, tidak peduli apakah kebiasaan-kebiasaan itu sejalan atau bertentangan dengan perintah Allah. Jika melanggar adat istiadat nenek moyang, mereka berada di garis depan untuk membelanya. Maka tidak heran ketika murid-murid Yesus makan disuatu tempat dan tidak membasuh tangan saat makan, disitulah kesempatan untuk mendapatkan kesalahan Yesus dengan pertanyaan “ mengapa murid-muridmu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?”. Dengan jelas sekali terlihat apa yang ada di benak kaum Farisi dan para ahli hukum taurat, bahwa Yesus tidak menghargai adat istiadat nenek moyang.

          Dengan tegas Yesus mengatakan kepada orang Farisi dan ahli taurat, bahwa mereka adalah orang munafik. Mereka lebih mementingkan adat istiadat daripada kebenaran Allah. Yesus mengecam tindakan mereka bahwa dari luar seakan-akan mereka adalah seorang yang taat kepada Tuhan, namun kenyataannya mereka lebih berpegang pada adat istiadat manusia ketimbang mematuhi perintah Allah.Yesus justru membalikkan tuduhan merekan dengan mengutip Yesaya 29:13: ”Bangsa ini memulikan namaKu dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada Ku. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia, perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia”. Adat istiadat yang mereka pelihara menjadi belenggu bahkan penghambat menyatakan kasih yang sesungguhnya dengan meniadakan Firman Allah. Yesus melukiskan tindakan mereka sepoerti seseorang yang memiliki orangtua yang sangat membutuhkan pertolongan, tetapi karena si anak telah member persembahan kepada Allah untuk kegiatan agama, maka ia bebas dari tanggung jawab untuk menolong orang tuanya. Mereka mengira bahwa hidup dan tindakan mereka sehari-hari sudah sangat religius, dan telah melakukan kehendak Allah. Yesus menegaskan bahwa kedudukan Firman Tuhan tidak dapat digantikan oleh apapun termasuk adat istiadat.

C. Aplikasi

Dunia tempat kita tinggal, sarat dengan berbagai tawaran untuk mengesampingkan Tuhan. Banyaknya aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar kuat seakan sulit untuk tidak ikut didalamnya. Dunia tempat kita sekarang sangat mendukung untuk mengantikan perintah Tuhan dengan situasi yang kita dihadapi. Dunia ini menawarkan jalan yang gampang, sehingga Yesus berkata dalam Matius 7:1`3-14 “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; Karena sesaklahpintu dan sempitlah jalanjalan yang menuju kepada kehidupan dan sedikit orang yang mendapatinya”. Kehidupan gereja dalam persekutuan juga harus memelihara perintah Allah. Tidak menutup kemungkinan bahwa gereja pernah memperlihatkan sikap yang lebih mengedepankan aturan-aturan buatan manusia dari pada kebenaran Firman Tuhan. Tidak gampang untuk merubah apa yang selama ini sudah dijalankan apalagi sudah nyaman dengan keadaan itu. Memelihara perintah Tuhan adalah ketika kita mau menurut jalan yang ditunjukkanNya yaitu jalan menuju kehidupan. Sesak dan sempit berarti bersedia menghadapi berbagai tantangan hidup, penyangkalan diri, memikul salib adalah bagian dari jalan yang sesak dan sempit.

          Memelihara perintah Allah dengan benar berarti memilih untuk tunduk, setia dan taat kepada Tuhan. Itu jugalah yang harus kita lakukan sebagai umatNya yang kita praktekkan dalam kehidupan keluarga dan dalam persekutuan di gereja. Mari kita memilih kehidupan dengan menjalankan perintah Allah supaya hidup kita tidak sia-sia. Bahkan kalau selama ini kita salah, karena lebih mempertontonkan sikap mengedepankan aturan manusia daripada aturan Tuhan, kita tetap bersyuykur kepada Tuhan, bahwa Ia masih memberi kita kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar. Mengakui kesalahan seraya bertobat dan kesediaan untuk diubahkan Tuhan adalah bagian penting dari sikap tetap memelihara perinatah Allah.

GBKP Bandung Barat

 Pdt Rena Tetty Ginting

Minggu tgl 09 Februari 2020 ; Mazmur 112 : 1 - 10

Invocatio : "Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu! (Mzm. 106:3)
Bacaan   : Matius 5 : 17 - 20
Khotbah  : Mazmur 112 : 1 - 10
Tema   :  Kebahagiaan orang benar.
Pendahuluan
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus
SEPTUAGESIMA dalah nama untuk hari Minggu kesembilan sebelum Paskah, yang ketiga sebelum Rabu Abu . Istilah ini kadang-kadang diterapkan pada tujuh puluh hari dimulai pada hari Minggu Septuagesima dan berakhir pada hari Sabtu setelah Paskah.  Ada juga pendapat mengatakan Septuagesima berarti 'yang ke-70'. Angka 70 itu tidak me-nunjukkan hari ke-70 sebelum Paska, tetapi melambangkan ke-70 bangsa di dunia (kej. .10) serta ke-70 tahun masa pembuangan di negeri Babel (2Taw. 36:21; Yer. 25:11,12). 
Di Minggu Septuagesima ini kita diajak untuk mengingat masa masa ketika Yesus menghadapi berbagai percobaan disaat melayani di dunia ini. Namun kepatuhan Yesus kepada Tuhan membawa DIA menang mengalahkan berbagai percobaan. Tentu ini dikarenakan jelas sekali tujuan Yesus di dalam hidupNYA dan mengerti akan tujuanNYA di dunia ini. Oleh karena itu tetap berpegang teguh dan patuh kepada Tuhan yang mengutusNya. Demikian juga kita, diajak agar kita patuh kepada Tuhan sang empu kehidupan kita, karena kepatuhan inilah yang menjadi kebahagiaan kita. 
ISI
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan Yesus
Semua manusia yang hidup didalam dunia ini pasti merindukan kebahagiaan. Pasal 112 melukiskan orang benar yang telah mengerti apa arti takut akan Allah. Demikian pula dalam pokok yang dibicarakan Mazmur, mempunyai kesamaan dengan pasal sebelumnya pasal 111 yang menyatakan perbuatan-perbuatan mengagumkan dari Allah. Ada 3 bahagian inti dalam Mazmur 112:1-10 ini yaitu,
1. Ayat 1-3, Kebahagiaan. Berbahagialah orang. Dengan gaya bahasa yang mengingatkan pada Mazmur 1:1, pemazmur mengemukakan tentang kebahagian orang yang takut akan Tuhan. "Takut akan Tuhan" lebih dipahami dalam pengertian rasa hormat atau kagum yang muncul ketika berjumpa dengan pribadi Allah yang hidup. Perjumpaan itu akan mengakibatkan perubahan dalam diri manusia, baik pribadinya maupun keluarganya. Orang yang takut akan Tuhan tentu saja suka melakukan perintah-perintah Tuhan. Sehingga Keturunannya pun menjadi pewaris berkat-berkat-Nya, baik secara rohani maupun materi. 
2. Ayat 4-6. Sifat-sifatnya. Pengasih dan penyayang, orang yang adil. Kata-kata ini juga dipakai dalam Mazmur 111 ketika penulisnya menggambarkan tentang Allah. Ini adalah penerapan dari kebenaran kekal bahwa orang saleh makin hari makin menjadi serupa dengan obyek ibadahnya. Kemakmurannya abadi dan namanya akan terus diingat orang karena kesalehannya.
3. Ayat 7-10. Keadaannya Yang Tetap. Hatinya teguh. Kepercayaannya yang kuat kepada Allah memberinya rasa mantap yang tidak mungkin dimiliki oleh orang fasik. Di sini kebenaran dan kebajikannya tetap untuk selama-lamanya berlawanan secara tajam dengan nasib orang fasik. 
      Yesus menegaskan dalam bacaan kita di Ayat 17, bahwa Yesus tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat, tapi apakah itu berarti bahwa semua hukum Taurat PL masih berlaku bagi kita sekarang? Dalam PL ada 3 kategori hukum:
-  The ceremonial law. Berkaitan dengan ibadah penyembahan umat Israel (Im. 1:2,3). Ini tidak berlaku lagi sejak Yesus mati bagi kita. Prinsipnya: kita harus menyembah dan mengasihi Allah.
-  The civil law. Berkaitan dengan tata cara kehidupan umat Israel (Ul. 24:10,11). Semua hukum sosial yang mengatur kehidupan bangsa Israel sudah tidak berlaku. Prinsipnya: kita perlu mengatur sikap hidup kita.
- The moral law. Ini adalah 10 Hukum Taurat Musa (Kel. 20:13). Ini masih berlaku dan diminta untuk dilakukan secara ketat. Yesus sendiri sudah mentaati hukum moral secara sempurna.
      Ayat 20, menegaskan, bahwa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat adalah orang-orang yang berusaha mentaati dan melakukan hukum Taurat. Lalu mengapa Yesus memerintahkan kita supaya hidup lebih benar dari hidup mereka?
• Karena mereka merasa puas diri sudah mentaati hukum Taurat secara lahiriah. Padahal hati mereka jauh dari kerajaan Allah.
• Mereka tidak mengijinkan Tuhan merubah hati dan sikap hidup mereka. Dengan kata lain, mereka mengajarkan firman, tetapi tidak menghidupi firman, atau mereka tidak memiliki integritas antara iman dan perbuatan (Mat. 23:3).
• Karena itu, Yesus berkata bahwa kualitas dari kesalehan, kebenaran kita harus lebih besar daripada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, jika ingin masuk dalam kerajaan Allah.
    Aplikasi
    Pada zaman ini banyak sekali tawaran duniawi kepada kita antara yang kebenaran dan kepalsuan, antara benar dan salah, baik dan jahat yang hampir tidak terbedakan kita. Namun orang yang takut akan Tuhan pasti patuh kepada perintah Tuhan dan orang yang patuh kepada Tuhan pasti benar hidupnya. Sehingga orang yang demikian pasti bahagia hidupnya. Minggu Septuagesima ini kita diajak :
1. Hidup benar dan adil adalah sikap yang Tuhan inginkan (invocatio). Orang benar adalah orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri, bersikap adil, mau menolong, tujuan hidupnya berguna bagi semua orang. Dan hanya orang yang berpegang teguh kepada hukum Tuhan yang mampu melakukannya.
2. Tuhan Yesus mau kita hidup tidak hanya sekedar hidup, tetapi menjalani hidup yang berkualitas, hidup tampil beda, hidup di dalam kasih dan ketaatan.
a. Kebenaran kita harus bersumber dari apa yang Allah lakukan dalam hidup kita, bukan apa yang dapat kita lakukan dari diri sendiri.
b. Kebenaran kita harus berpusat kepada Allah (God centered) bukan diri sendiri (self centered).
c. Kebenaran kita harus berdasarkan relasi kita dengan Allah, bukan pengakuan orang lain.
d. Kebenaran kita harus melampaui sekedar menjaga hukum Taurat, tetapi menghidupi prinsip-prinsip dibalik hukum Taurat itu. 
3. Hiduplah takut akan Tuhan supaya hidup kita berbahagia. Kita bisa takut akan Tuhan jikalau kita hidup senantiasa mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Berdoalah agar hidup kita menjadi berkat. Itulah kebahagiaan orang benar. Amin
Pdt Nur Elly Tarigan M.Div
GBKP runggun Karawang
081362008714

Minggu 02 Februari 2020 ; Matius 5 : 1 - 12

Invocatio : “Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya (Maz.146:5)

Bacaan         : Mikha 6 : 1 - 8

Khotbah       : Matius 5 : 1 - 12

Tema : Kebahagiaan Yang Sesungguhnya (Ketuahan Si Tuhu-tuhu)

I.    PENDAHULUAN

Salah satu aspek yang diharapkan oleh hampir semua orang di muka bumi ini adalah kebahagiaan hidup. Jika seseorang ditanyakan mengenai apa yang diinginkannya dalam hidupnya, maka kebanyakan orang akan menjawab bahwa mereka menginginkan kebahagiaan. Biasanya ukuran kebahagiaan tidak jauh-jauh dari kekayaan, ketenaran, kekuasaan, kecantikan dan kesehatan. Namun, ada kisah-kisah kehidupan yang memperlihatkan bahwa kekayaan, ketenaran, kekuasaan, kecantikan dan kesehatan tidak otomatis membawa kebahagiaan.

·      Jika kekayaan bisa membuat orang sangat bahagia, tentu Adolf Merckle yang menyandang gelar orang terkaya di Jerman tidak bunuh diri dengan menabrakkan badannya ke kereta api. Tentu Adolf Merckle bukan satu-satunya orang kaya yang bunuh diri.

·      Jika ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenal di USA atau Sulli, artis terkenal dari Korea Selatan, tidak bunuh diri. Michael Jackson meminum obat tidur hingga overdosis, sedangkan Sulli, menurut pernyataan polisi setempat, menggantung dirinya di rumahnya karena depresi berat.

·      Jika kekuasaan membuat orang bahagia, tentunya Getulio Vargas, presiden Brazil tidak akan menembak jantungnya sendiri. Sebelum mengakhiri hidupnya, Vargas menulis ungkapan di secarik kertas. Isinya, kekecewaan mendalam krisis ekonomi yang saat itu menghantam Brazil.

·      Jika kecantikan membuat orang bahagia, tentu Marlyn Monroe,  artis cantik dari Amerika, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis dan menewaskan dirinya.

·      Jika kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya Thierry Costa, seorang dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri akibat sebuah acara di televisi. Thierry mengakhiri hidupnya ketika dia dikritik media soal integritasnya sebagai dokter.

Dalam bahan khotbah Minggu ini, kita akan belajar “konsep berbahagia” dari ajaran Yesus.

II.         I  S  I

Oleh LAI, dalam Alkitab Terjemahan Baru, perikop Matius 5 : 1 – 12 diberi judul “Ucapan Bahagia”. Kata ‘berbahagialah’ di ayat 3 - 11, oleh KJV dan NIV dituliskan blessed’  (= diberkatilah). Kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ tidak menunjuk kepada kebahagiaan / keadaan diberkati menurut ukuran dunia, seperti kaya, sukses, berkuasa, cantik, sehat dan sebagainya. Sebab, bila demikian bagaimana bisa dikatakan berbahagialah / diberkatilah orang yang dianiaya / dicela / difitnah’ seperti dalam Mat 5:10-11? Juga, kata ‘bahagia’ di sini tidak menunjuk pada ‘perasaan bahagia’ yang terasa dalam hati. Bila kata ‘bahagia’ memang menunjuk pada perasaan bahagia dalam hati, bagaimana mungkin bisa ada ay 4 yang berbunyi: Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”?

Kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ di sini menunjuk pada kebahagiaan / keadaan diberkati dalam pandangan Tuhan. Jadi, dalam pandangan Tuhan orang-orang seperti dalam Mat 5:3-12 adalah orang yang berbahagia / diberkati. Bisa saja pandangan Tuhan ini bertentangan dengan pandangan manusia. Jadi bisa saja kita miskin, gagal, menderita, dianiaya, lemah dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita berbahagia / diberkati. Sebaliknya bisa saja kita kaya, berkedudukan tinggi, sukses, Dan sebagainya, tetapi dalam pandangan Tuhan kita celaka / terkutuk.

Bdk. Luk 6:24-26 - “Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.’”.

Bila kita melihat cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), yang mana dari mereka yang berbahagia / diberkati menurut pandangan manusia? Pasti orang kayanya. Tetapi yang mana yang berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan?

Lazarusnya! (Eksposisi Injil Matius : golgothaministry.org)

Namun, bukan pula lalu setiap orang yang miskin, gagal, menderita pasti berbahagia/diberkati dalam pandangan Tuhan, sedangkan orang kaya, sukses, berkedudukan tinggi, pasti celaka dalam pandangan Tuhan. Yang berbahagia atau yang diberkati dalam pandangan Tuhan adalah yang berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allah. Sebagaimana dituliskan dalam Mikha 6 : 8 (bacaan pertama GBKP dalam kebaktian Minggu, tanggal : 02 Februari 2020) : “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu  : selain berlaku adil,   mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati   di hadapan Allahmu? "

Tuhan Yesus memberikan definisi yang sangat berbeda mengenai kebahagiaan di dalam Allah dengan kebahagiaan yang dipahami manusia pada umumnya. Setiap orang Kristen terpanggil untuk menghidupi suatu kehidupan yang penuh makna, apa pun situasi yang sedang dihadapinya. Dunia mengejar dan berusaha mendapatkan berbagai hal untuk kebahagiaan diri namun setiap anak Tuhan terpanggil untuk memberikan diri dan mendatangkan damai dan kebahagiaan bagi dunia.

alam perjalanan hidup kita, yang terberat bukanlah masalah atau problem yang terjadi, seperti kemiskinan, dukacita, kelaparan, aniaya. Yang terberat adalah ketika kita seorang diri menghadapi masalah atau problem itu, bukan? Seberat apa pun masalah atau problem tersebut, kita dapat menanggungnya selama kita mempunyai teman untuk berbagi. Namun, ketika kita merasa sendiri, masalah atau problem itu akan menggilas kehidupan kita. Berapa banyak orang yang berputus asa dan mengakhiri kehidupan, bukan hanya karena beban berat, tetapi karena tidak mempunyai rekan untuk berbagi. Kemungkinan, Adolf Merckle, Michael Jackson, Sulli, Getulio Vargas, Marlyn Monroe, Thierry Costa, yang kisahnya dituliskan di awal tulisan ini, mengakhiri hidupnya karena merasa tidak punya teman atau penolong dalam menghadapi situasi yang sulit. Itu makanya, kembali kita diingatkan melalui  ayat invocatio, Mazmur 146 : 5, Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya.

III.   REFLEKSI

Marilah dengan tekun dan setia kita melakukan perbuatan baik dan kiranya hati kita tetap tertuju kepada Allah, penolong kita, sehingga disetiap sisi kehidupan kita, kita tetap berbahagia dan mampu mengucap syukur.

Kebahagiaan sejati adalah dampak dari hidup taat kepada Allah dengan segala konsekwensi apa pun yang mungkin terjadi didalamnya, entahkah mendatangkan pengalaman sukacita atau mungkin akan menghadapi tantangan.

Jikalau Tuhan mengijinkan kita mengalami penderitaan dan kekecewaan, itu karena Allah ingin membentuk dan membawa kita memasuki pengalaman rohani yang semakin dalam. Kebahagiaan tidak pernah menjauh dari orang yang mentaati Allah.

Di dalam kitab kehidupanmu, temukanlah saat di mana Tuhan pernah jadi bagian penting dan dekat denganmu: saat kecilmu yang indah, saat pergulatan masa remajamu, saat airmatamu jatuh saat kau sakit atau kecewa, saat indahmu bersama orang-orang yang dikasihi, saat perihmu karena diabaikan….saat lelahmu melakukan yang terbaik….., saat kamu berbagi kasih…….

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate