Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Khotbah Roma 12 : 3-8, Minggu 27 Agustus 2017.

Invocatio  : 

Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku,

seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah ( 2 Timotius 1 : 8 ).

Bacaan  : 

 

Roma 12 : 3-8

Tema :  

Ambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan gereja

 

I. PENDAHULUAN

Salah satu pengertian yang digemari Paulus ialah mengenai Gereja sebagai satu tubuh (1 Kor 12:12-27). Anggota-anggota tubuh tidak saling bertengkar, tidak saling iri atau mempersoalkan yang mana yang lebih penting. Tiap bagian tubuh melaksanakan tugasnya masing-masing. Tiap-tiap anggota mempunyai tugas yang harus dilaksanakan; dan hanya dengan melaksanakan tugasnya masing-masinglah maka tubuh Gereja itu berfungsi sebagaimana mestinya.[1]

 Paulus berkeinginan supaya jemaat di Roma hidup secara rukun dan bisa menguasai diri supaya tidak berpikir tentang hal-hal yang lebih tinggi. Selayaknya tangan dan kaki memiliki fungsi yang berbeda dan mereka menjalankan tugas masing-masing tanpa harus tangan berpikir untuk menjadi kaki lalu melakukan tugas dari kaki, begitupun kaki yang berpikir untuk menjadi tangan dan melakukan tugas dari tangan.

 II. PEMBAHASAN

Latar belakang dari penulisan bagian ini oleh Paulus ialah penekanan pada soal bagaimana respons umat yang telah dibaharui, dilahir barukan atau diselamatkan, itu berarti bahwa umat yang dibaharui atau sudah diselamatkan bukan berarti bersikap masa bodoh, tidak tahu apa yang harus dibuat. Ada tindakan-tindakan pembaharuan hidup yang harus dinyatakan oleh umat Tuhan sebagai bentuk tanggung jawab iman. Paulus dalam hal ini mnasihatkan jemaat yang ada di Roma untuk memikirkan apa yang layak dipikirkan sebagai orang yang beriman pada Tuhan. Yakni berpikir dalam kapasitas sebagai umat yang sudah diselamatkan. Sebagai satu tubuh, kita memiliki banyak anggota yang masing-masing punya tanggung jawab yang berbeda-beda. Perbedaan itu bukan untuk menciptakan perpecahan tetapi saling mengisi dan saling membutuhkan satu sama lain.

 Bagian bacaan ini hingga pasal 12:21 berisikan himbauan umum yang menyangkut dengan kehidupan gereja. Pembukaannya segera membangkitkan perhatian : Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang diantara kamu : janganlah kamu menilai dirimu lebih tinggi daripada apa yang patut kamu pikirkan , tetapi hendaklah kamu menilai diri dengan tepat, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Dapat diprediksi seperti inilah keadaan gereja di Roma, sehingga yang seorang menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain. Dapat dikaitkan juga dengan dengan tema yang lemah dan yang kuat (pasal 15), hanya saja dalam bacaan ini, Paulus menggunakan istilah-istilah yang lebih umum.: karunia-karunia yang berbeda tak boleh menyebabkan penilaian yang berbeda Dalam ayat 4-8 Paulus beralih kepada karunia-karunia karismatis, dan di sini kita harus memperhatikan tekanannya. Setiap orang harus mempergunakan karunianya tapi bukan untuk meninggalkan diri sendiri melebihi orang lain. Hal ini secara logis diikuti oleh perintah untuk mengasihi, karena bila manusia yang menganggap dirinya lebih daripada yang lain dibuat agar melihat bahwa perbedaan-perbedaan di antara mereka itu dihubungkan oleh perbedaan karunia-karunia yang dianugerahkan, maka mereka akan kembali berbalik pada satu sama lain di dalam kasih.[2]

 Setiap orang memiliki karunia yang berbeda-beda. Dari karunia-karunia yang dituliskan Paulus dalam bacaaan ini, tidak ada orang memiliki kesemuanya itu sekaligus karena itu penilaian atau pengevaluasian terhadap diri sendiri itu sangat diperlukan. Paulus menegaskan supaya terlebih dalulu jemaat menilai dirinya sendiri dan jangan menilai orang lain sehingga mengakibatkan adanya rasa cemburu atau iri yang mengakibatkan jemaat tidak bisa melihat karunia apa yang ada padanya.

 III. REFLEKSI

Setiap karunia yang ada pada tiap-tiap orang, apakah itu karunia untuk bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, dll, diharapkan supaya digunakan  untuk kemuliaan Tuhan, supaya gereja Tuhan semakin bertumbuh dalam pekerjaan pelayananNya di dunia ini. Karunia  atau talenta adalah berkat Tuhan yang tidak hanya disimpan tetapi harus dikembangkan. Diberdayakan atau disalurkan seperti ketika memiliki sesuatu harus juga dibagikan. Itu harus dilakukan dengan tulus ikhlas. Jika ada orang dengan karunia memimpin, kenapa harus disimpan jika itu dibutuhkan? Ketika kita menggunakan karunia yang ada pada kita, kita juga akan menerima berkat Tuhan, justru akan merugikan diri kita sendiri jika karuna itu hanya disimpan saja.

 Bacaan ini mengajak kita sebagai satu tubuh dalam Kristus yaitu satu persekutuan gereja yang Tuhan pakai untuk pekerjaan pelayanan didunia ini, kita diingatkan bahwa kita ini adalah umat yang diberkati walaupun memiliki karunia yang berbeda-beda tetapi itu bukan menjadi penghalang bagi kita untuk berlomba-lomba secara aktif tanpa hitung-hitungan untung dan ruginya melibatkan diri dalam pelayanan gereja. Melibatkan diri dalam berbagai pekerjaan gereja seperti : Menjadi Song leader, Organis, pendoa syafaat, pengisi pujian, menjamu tamu gereja, mengunjungi yang sakit, memberi dari kepunyaan kita untuk mendukung pelayanan di gereja, memberi waktu untuk terlibat ber PI, dll.

 Untuk giat dalam pekerjaan Tuhan ada banyak macammya sesuai dengan karunia-karunia yang kita miliki. Jika kita tidak pandai bernyanyi, mengapa kita memaksakan diri untuk menyanyi lalu akhirnya kita sadar bahwa kita tidak bisa lalu akhirnya kita meninggalkan pelayan kepada Tuhan. Mungkin kita bisa bermain music dan mengajarkan sesama untuk bisa bermain music lalu diaplikasikan dalam setiap kegiatan gereja. Tinggal dari kita sendiri menggunakan hikmat dari Tuhan lalu mengolah karunia-karunia yang kita punya.

 

Ketika kita menjalankankan tanggung jawab pelayanan diakonia gereja, turut serta dalam kunjungan sesama yang sakit, memberi perhatian kepada saudara kita yang berkekurangan, menopang para pekerja gereja serta tanggung jawab pelayanan gereja yang bersaksi, bersekutu dan melayani, di sinilah kita melihat karunia yang ada pada kita yaitu aktif dalam partisipasi kegiatan gerejawi.

 

Setiap kita yang memberi diri bagi pekerjaan Tuhan sesuai karunia atau talenta yang Tuhan berikan kepada kita, maka kita sudah mengakui pemberian Tuhan yang lebih dahulu dilakukan-Nya pada kita dan kita menghargai atas apa yang sudah diberikannya itu. Kita belajar mensyukuri semua anugerah Tuhan bagi kita sebagai gereja. Di kehidupan kita yang hanya sementara, alangkah baiknya kita jadikan kesempatan untuk melayani Tuhan. Jangan kita sia-siakan apa yang sudah Tuhan beri kepada kita, karena itu hidup kita harus bisa jadi berkat. Biarlah Tuhan pakai hidup kita selagi kita masih kuat hingga pada saat kita sudah tidak berdaya lagi, hidup kita ini sudah jadi berkat. Amin                                                                                                                                                                            

       Pdt. Karvintaria br Ginting, STh

GBKP Rg.Klender-KlasisJakarta Kalimantan

                    HP : 08126359640



[1] Wiliam Barclay., Pemahaman Alkitab Setiap hari Surat Roma. Hal. 237

[2] Willi Marxen., Pengantar Perjanjian Baru. Hal. 109-110

Khotbah Lukas 10:30-37, Minggu 20 Agustus 2017. MINGGU MAMRE

Invocatio :
“Biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali , kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya, sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini. Jawab mereka: Perbuatlah seperti yang kau katakan itu.” (Kejadian 18:5b)
 
Bacaan :
Rut 2 : 14 – 19 (Tunggal)

Tema :
“Melayani Suatu Kehormatan”(Ngelai E Sada Kehamaten)
 

I. PENDAHULUAN
Ibu Teresia dari Kalkuta sebuah teladan pembawa dan cermin kasih Allah. Dia menerima panggilan Allah untuk melayaniNya dalam diri orang-orang termiskin. Dengan cara yang sederhana yaitu merawat orang yang sakit dan yang hampir mati yang ditemuinya di sepanjang jalan di Kalkuta. Ia melayani Yesus dalam diri kaum miskin. Merawatnya, memberi makan dan pakaian dan mengunjunginya. Kita melihat dalam diri Ibu Teresia bahwa ia tumbuh dalam cinta kepada Yesus. Ia berkata : “untuk melakukan hal ini kita harus terus mencintai dan mencintai, memberi dan memberi, hingga cinta itu melukai diri kita”. Itulah jalan yang dilakukan Tuhan Yesus.

II. PENDALAMAN TEKS
Ada dua episode penting dari teks ini, keduanya memiliki struktur pertanyaan, dan pernyataan dengan pola yang hampir sama. Diawali dengan sebuah pertanyaan ujian dari seorang ahli taurat di ayat 25 tentang “yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal”, diikuti kemudian dengan pertanyaan balik Yesus kepadanya tentang “hukum yang pertama dan terutama” dalam hukum Yahudi. Setelah menjawab dengan benar pertanyaan Yesus itu, dilanjutkan kemudian dengan episode kedua, yaitu pertanyaan ahli taurat kepada Yesus tentang “siapakah sesamanya”, dan tanggapan Yesus diungkapkan melalui perumpamaan ini. Perumpamaan ini diakhiri dengan sebuah pertanyaan Yesus kepada ahli taurat untuk menarik kesimpulan tentang “siapakah sesama” yang dimaksud. Dengan kata lain, melalui perumpamaan ini,Yesus membiarkan ahli taurat untuk menjawab sendiri pertanyaannya sebelumnya kepada Yesus tentang siapakah sesamanya itu. Dan Yesus menutup dialog mereka itu dengan mengatakan “pergilah dan perbuatlah demikian” (Ay. 37b).

Dua pihak yang sebenarnya memiliki hubungan yang sangat tidak harmonis, ditampilkan sekaligus dalam kisah ini, yaitu orang Yahudi (dalam hal ini imam dan orang Lewi), dan orang Samaria (dalam hal ini penolong orang yang dirampok tersebut). Dan orang yang bertanya adalah orang Yahudi (ahli Taurat, unsur pimpinan dalam masyarakat/agama Yahudi).

Pada zaman Yesus, terutama pada zaman pembaca tulisan Lukas, jalan ke Yerikho merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Pada abad pertama, jalan ke Yerikho terkenal sebagai jalan atau tempat yang paling berbahaya. Jaraknya cukup jauh, sekitar 17 mil (lebih dari 27 km). Tidak hanya itu sepanjang jalan adalah hutan belantara (wilderness) dan gua-gua dimana orang dapat bersembunyi tidak ada perlindungan bagi siapapun yang melewati jalan itu, tidak ada tenaga keamanan di jalan pada saat itu. Gerombolan perampok tinggal di gua-gua tersebut dan siapapun melewati jalan itu adalah sasaran empuk mereka, dan umumnya si korban ditinggalkan begitu saja dalam kondisi terluka parah. Konteks geografis seperti inilah yang dipakai Yesus dalam perumpamannya untuk menggambarkan peristiwa perampokan dan bagaimana orang Yahudi maupun orang Samaria menunjukkan “perhatian” (care) terhadap si korban. Ada beberapa alasan iman tidak mau membantu orang yang nyaris mati itu. Seandainya ia membantu, secara otomatis ia menjadi najis. Untuk menjadi tahir kembali, ia harus menjalani upacara khusus selama seminggu dan tidak boleh mengikuti kegiatan keagamaan bersama umat lain (ay. 31-32).

Tindakan belas kasihan orang Samaria yang diceritakan dalam ayat 33-35 sungguh ironis. Sebab dimata bangsa Yahudi , orang Samaria bukan “sesama”. Namun justru orang Samarialah membuktikan dirinya sebagai sesama bagi orang yang dirampok. Ia lebih memahami kehendak Allah daripada para wakil resmi agama Yahudi.

Siapakah siantara ketiga orang ini “..sesama manusia...”, ahli hukum tidak menjawab, “Orang Samaria itu!,” melainkan “dia yang menunjukkan belas kasihan”.(ay. 36-37).
Rut adalah seorang wanita Moab, menantu Naomi. Dalam pemeliharaan Allah, Rut menjumpai Boas, seorang sanak saudara Elimelekh yang kaya raya. Boas menawarkan jelai yang baru disangrai sampai dia kenyang , dan masih ada sisanya bahkan cukup untuk diberikan kepada Naomi setelah dia pulang (2:18). Boas memerintahkan dia untuk memungut juga di antara berkas-berkas,sedangkan hukum hanya menyebut di pinggir ladang. Boas bahkan memerintahkan pekerja-pekerjanya utuk “sengaja menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia”, sehingga Rut bisa mendapat lebih banyak. Tanggapan Boas dengan kemurahan hati jauh melebihi tuntutan hukum.

III. APLIKASI 
Perumpamaan ini menekankan bahwa dalam iman dan ketaatan yang menyelamatkan terkandung belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan. Panggilan untuk mengasihi Allah adalah panggilan untuk mengasihi orang lain. Orang percaya seharusnya mewujudnyatakan kepedulian atau perhatian bagi siapapun yang membutuhkan, yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat apapun. Kasih, kepedulian, perhatian, kepekaan dan empati kepada mereka yang membutuhkan haruslah menempati tempat yang penting dalam kehidupan orang percaya.

1. Hidup baru dan kasih karunia yang Kristus karuniakan bagi mereka yang menerima Dia akan menghasilkan kasih, rahmat dan belas kasihan bagi mereka yang tertekan dan menderita. Semua orang percaya bertanggung jawab untuk bertindak menurut kasih Roh Kudus yang ada dalam diri mereka dan tidak mengeraskan hati mereka.

2. Mereka yang menyebut dirinya Kristen namun hatinya tidak peka terhadap penderitaan dan keperluan orang lain, menyatakan dengan jelas bahwa di dalam diri mereka tidak terdapat hidup kekal
 
Putri Br Brahmana
Detaser GBKP Rg. Bogor

Khotbah II Korintus 9:11-15, Minggu 02 Juli 2017

Invocatio :
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Korintus 9:6)
 
Bacaan :
Ulangan 16:13-15

Tema :
“Persembahkanlah Hasil Panenmu!”
 
 
I. PENDAHULUAN
Adasebuah tradisi tidak tertulis bahwa ketika kita harus mentraktir orang yang dekat dengan kita ketika kita memperoleh gaji pertama. Banyak yang memberikannya kepada orang tua mereka sebagai tanda terima kasih atau kepada orang-orang yang dianggapnya ‘berjasa’ dalam hidupnya. Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, orang biasa mempersembahkan atau memberikan hasil pertama dari penghasilan mereka kepada orang-orang tertentu dan kepada yang dianggap sesuatu adikodrati/ilahi. Di jawa misalnya, orang yang bercocok tanam dengan menanam padi akan memberikan sebagian padinya kepada dewi sri atau dewi padi. Nelayan yang menangkap ikan misalnya akan membuang ke laut sebagian hasil tangkapannya sebagai tanda syukurnya kepada ‘laut’. Intinya orang memberikan kembali sebagian dari yang mereka terima sebagai ucapan syukur mereka. Tradisi ini juga berlaku bagi “umat Israel”, hanya saja mereka memberikannya sebagai persembahan kepada Allah yang hidup, bukan kepada dewa-dewa tanah atau laut. Dan persembahan itu juga sebagai lambang keadilan sosial bagi umat Allah, dalam mereka berbagi atas berkat-berkat Tuhan.
 
II. PENDALAMAN NATS
Dalam Ul. 16:13-15 dikatakan tentang Hari Raya Pondok Daun. Dalam bahasa Ibrani Khag hasukkot (Im. 23:24; Ul. 16:13) atau khag ha’asif (Kel. 23:16; 34:22). Salah satu dari tiga pesta besar Yahudi, yang dirayakan dari tanggal 15-22 bulan ke-7. Inilah akhir tahun ketika panen dituai, dan merupakan salah satu dari pesta ketika setiap laki-laki harus muncul di hadapan Tuhan (Kel. 23:14-17; 34:23; Ul. 26:16). Pesta itu sangat meriah (Ul. 16:14). Nama “hari raya Pondok Daun” berasal dari kebiasaan bahwa setiap orang Israel harus diam di pondok yang dibuat dari cabang dan daun selama 7 hari pesta itu (Im. 23:42). Selama 7 hari pesta itu korban-korban dipersembahkan. Pada hari pertama 13 lembu jantan dan binatang-binatang lain, setiap hari jumlahnya dikurangi sampai pada hari ke tujuh maka 7 ekor lembu jantan dikorbankan. Pada hari ke-8 diadakan perkumpulan khidmat, yang dipersembahkan seekor lembu jantan, seekor kambing jantan dan 7 ekor anak domba (Bil. 29:36). Yoh. 7:37 menyebut hari ini ‘puncak perayaan itu’.

Pesta ini yang ditetapkan pleh Allah tidak pernah terlupakan. Diadakan pada waktu Salomo (2 Taw. 8:13), Hizkia (2 Taw. 31:3; bnd. Ul. 16:16) dan sesudah pembuangan (Ezr. 3:4; Zak. 14:5, 18-19). Pesta ini mengingatkan orang Israel akan keluaran dari Mesir dan pengembaraan Israel di padang gurun pada saat mereka tinggal di pondok (Im. 23:43). Tapi ini tidak merupakan bukti bahwa suatu pesta berlatar belakang agraris telah diubah menjadi pesta yang bersifat historis. Malah, pesta ini menunjukkan bahwa kehidupan Israel didasarkan pada penebusan yang pada akarnya berarti pengampunan dosa.

2 Korintus 9:11-15, dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus bagian kedua ini, khusus pasal 9 ditekankan mengenai pengumpulan uang untuk membantu jemaat Yerusalem. Paulus memakai ilustrasi menganai pertanian, dimana seorang petani yang menabur benih, akan kehilangan benih itu dari tangannya ketika dia menaburkannya. Namun benih itu tidak hilang begitu saja, karena ada harapan bahwa benih itu akan memberikan hasil yang berlipat ganda kemudian hari. Jika si petani ingin terus menggenggam benih itu maka ia hanya akan memanen sedikit hasil. Sementara petani yang melepaskan lebih banyak benih akan menghasilkan panen lebih banyak pula.

Korintus adalah kota besar, titik temu jalan perdagangan darat utara selatan di propinsi Akhaya. Lagipula Korintus adalah kota pelabuhan dimana semua penduduknya dalam keadaan makmur. Di Korintus hanya ada 200.000 penduduk, tetapi disana juga ada 600.000 tenaga kerja (pembantu, buruh dan budak). Kalau dibandingkan rasionya yaitu 1:3, untuk satu orang Korintus tersedia tiga orang pelayan atau tenaga kerja. Orang Korintus memang makmur tetapi mereka kurang suka memberi bantuan mereka kepada gereja di Yerusalem dan mereka tidak perhatian tentang gereja lain. Mereka hanya sibuk dengan urusan sendiri atau gereja lokalnya saja, mereka sibuk tentang persoalan rebutan kedudukan pemimpin, apakah dari golongan Paulus, Apolos atau golongan Kefas. Yang mereka persoalkan lainnya adalah mengenai makanan sembahyang, persoalan tutup kepala perempuan dalam ibadah, persoalan bahasa lidah, dan lainnya. Kalau urusan ‘memberi’ atau menyokong gereja lainnya seolah-olah mereka tidak perduli dan acuh. Sudah sekian lama jemaat Korintus memberi bantuan kepada jemaat di Yerusalem, tapi upaya itu tetap tidak dirampungkan (bd. 2 Kor. 8:10-11), karena itu Paulus memberi pengandaian sekaligus penekanan lewat kalimat, “orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga”. Bahwa apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituai (bd. Amsal 11:24-29; 19:17), bukan cuma persoalan menabur dan menuai secara materi/jasmani, tapi termasuk juga tuaian rohani (Gal. 6:7-10). Disini ditekankan tentang adanya sebab-akibat dari apa yang diperbuat umatNya. Dengan demikian setiap orang sepatutnya tetap mengawasi, mengontrol tingkah laku dan perbuatan diri sendiri. Mawas diri dan mewaspadai setiap apa yang diperbuat (yang ditabur), termasuk dalam praktek ‘memberi’. Selanjutnya Paulus menegaskan untuk “memberi dengan sukacita, bukan karena paksaan, bukan karena sebuah keharusan atau sebuah peraturan. Sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita serta mencukupkan, menyediakan, dan melipatgandakan apa yang perlu, baik materi maupun rohani dalam pelbagai kebajikan (bd. Filipi 4:19). Memberi adalah wujud pelayanan kasih dan itu bukan hanya mencukupi keperluan jasmani orang lain. Tapi juga sebagai wujud syukur kepada Allah yang adalah karunia ilahi yang mengilhami segala perbuatan. Dengan memberi orang lain pun akan merasa terberkati dan dengan perbuatan ‘memberi dengan sukacita’, maka orang lain pun semakin kuat dalam keyakinan-keyakinan pengakuan percaya kepada Yesus Kristus. Ini berarti bahwa perbuatan “memberi”, kita akan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain (bd. 2 Kor. 9:13).
Pemberian yang terbaik bagi pelayanan dan pembangunan jemaat adalah pemberian yang dilandasi keterbukaan dan tanpa paksaan. Tuhan tidak melihat besar kecilnya persembahan, melainkan motivasi dan ketulusan hati kita dalam memberi. Jangan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan, apalagi menahan berkat yang seharusnya kita salurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkannya. Ketika kita memberi dengan kasih maka kita akan memperoleh kelimpahan anugerah dari Allah.
 
III. APLIKASI
Ada beberapa hal yang menjadi pusat perhatian kita dalam memberi persembahan dalam rangka ucapan syukur karena berkat Allah, baik oleh karena rejeki dalam pekerjaan, usaha, bisnis maupun dengan jalan lainnya yang kesemuanya itu kita katakan dengan “hasil panen”.

Yang pertama adalah sikap kita dalam memberi. Dalam Ul. 16:14 dikatakan “haruslah engkau bersukacita pada hari rayamu itu”. Tuhan meminta kita untuk bersukacita dalam memberikan yang terbaik bagi Allah. Ini bukanlah kewajiban yang mendukakan, melainkan sebuah kesempatan untuk memberi dan bergembira. Bayangkan ketika kita baru saja menerima gaji (apalagi gaji pertama), maka kita pasti sangat berbahagia dan sukacita dan karena sukacitanya mentraktir ‘orang-orang terdekat’ juga kita sangat berbahagia. Perasaan ini jugalah yang harus ada pada kita ketika kita memberi persembahan kita kepada Tuhan.

Yang kedua, hal penting yang harus kita perhatikan dalam hal memberi adalah kita diminta untuk memperhatikan yang lain. Kita juga harus membantu orang lain untuk bersukacita. Ada faktor kebersamaan, dalam hari raya pondok daun/pesta panen diingatkan kita harus bersukacita bersama dengan hamba laki-laki, hamba perempuan, orang Lewi, orang asing, anak yatim piatu dan janda yang ada di sekitar kita. Artinya, ketika kita bersukacita atas segala yang Tuhan berikan kepada kita, kita juga membagikannya kepada orang lain dan “Yerusalem-Yerusalem” yang membutuhkan dimanapun mereka berada.

Irenaeus, seorang Bapa gereja berkata, “the jews were constrained to a regular payment of tithes; christians, who have liberty, assign all their possessions to the Lord, bestowing freely not the lesser portions of their property, since they have the hope of greater things”, yang berarti orang Yahudi diatur oleh Tuhan memberi pembayaran perpuluhan secara reguler; orang Kristen diberi kebebasan menyerahkan apa yang ada dari milik mereka kepada Tuhannya, tetapi memberi dengan kebebasan ini tidak berarti bahwa kita memberi kurang daripada apa yang diaturkan, sebab kita memiliki pengharapan yang lebih besar di sana. Untuk itu mari kita memberikan persembahan syukur kita bukan dengan terpaksa apalagi merasa rugi karena persembahan kita adalah buah dari berkat yang telah terlebih dulu kita terima dari Tuhan dan persembahan itu akan menjadi berkat yang melimpah apabila “ditaburkan” dengan cara yang baik.

Pdt. Irwanta Brahmana
(GBKP Rg. Surabaya)

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate