Suplemen PA Moria Amsal 21 : 19 -20 ; Tgl 05-11 Juli 2020
(Managemen Keuangan)
Bacaan : Amsal 21:19-20
Tema : “Bijak Mengelola Keuangan”
(Metia “Keugaharian” Makeken Duit)
PENDAHULUAN
Menurut KBBI, “ugahari” (atau ke-ugahari-an) adalah kesederhanaan, kesahajaan; walaupun harta yang bersangkutan melimpah ruah, ia tokh hidup dalam “ugahari” dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Dapat dikatakan bahwa “ugahari” adalah kesiapan untuk hidup sederhana, merasa cukup dengan yang ada, tidak serakah dengan yang ada (kendati berlimpah-ruah) dan tidak hidup berpoya-poya. Ini juga menyiratkan bahwa seseorang yang hidup dalam ke-ugahari-an tidak harus bertarak (asketis) dalam kehidupan. Ia tidak perlu munafik dengan kehidupan ini. Seperti Yesus Kristus menjalani kehidupan yang sangat ugahari, bahkan bantalpun Ia tidak punya untuk meletakkan kepala-Nya (lihat Matius 8:20; Lukas 9:58).
Uang adalah salah satu faktor yang penting dalam sebuah keluarga. Tidak semua orang memiliki banyak uang untuk dipakai. Ada sebagian orang yang hidup dengan uang yang sangat sedikit. Berapa pun banyaknya uang yang kita miliki harus dikelola dengan baik, karena uang yang tidak dikelola dengan baik akan berbahaya. Uang akan menjadi hamba yang baik tetapi uang akan menjadi majikan yang kejam. Alkitab berkata akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang (1 Tim 6:10). Intinya bukan pada uang, karena uang adalah netral dan tidak dosa. Intinya adalah bagaimana sikap kita terhadap uang.
Ada banyak keluarga Kristen yang mengalami masalah dalam hal keuangan, terus-menerus pas-pasan saja atau malah defisit, walaupun sebenarnya pendapatan mereka relatif besar dan mencukupi. Pertanyaannya ke mana saja uang itu raib? Ternyata masalahnya adalah ketidakmampuan kita dalam mengelola keuangan kita. Besar atau kecilnya pendapatan seseorang memerlukan kecermatan dalam mengelolanya, jika tidak, sewaktu-waktu kita akan mengalami kesulitan keuangan. Salah satu sumber pertikaian dalam rumah tangga adalah uang. Kurang uang kita bertengkar; kelebihan uang kita pun bertengkar. Bagaimanakah caranya mengatur masalah keuangan sehingga tidak harus menjadi penyebab perselisihan? Di sinilah dibutuhkan kelihaian seorang ibu (Moria) mengelola keuangan keluarga, supaya dengan uang yang sedikit bisa menjadi cukup, sekalipun banyak uang tapi tidak boros.
PENDALAMAN NAS
Amsal 21:19-20
Ayat 19 “Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah.” Di ayat 9 pasal yang sama tertulis juga, “Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar.” Rupanya ayat 19 kelanjutan dari ayat 9. Tinggal di sudut sotoh rumah masih bisa diomelin sama Moria (baca: istri), karena masih di dalam rumah, masih kedengeran ‘omelan dan jungut-jungutnya’, maka jalan terbaik pergi jauh ke padang gurun (tempat yang jauh dan sunyi), dijamin aman, tidak akan kedengaran lagi amarah, omelan dan ‘jungut-jungutnya’. Jangan salah paham dulu Moria, ayat ini bukan bertujuan menyudutkan para wanita atau Moria, tidak bicara soal gender karena pada faktanya banyak juga Mamre (baca: suami) yang suka bertengkar, pemarah dan cerewet (wah..., bisa-bisa malah Moria yang kabur ke padang gurun). Yang mau disampaikan oleh Amsal ini ialah bahwa pertengkaran umumnya terjadi karena kedua belah pihak saling bicara terus, tidak ada yang mau diam mendengar dan tidak ada yang mau mengalah. Banyak orang tidak memiliki kemampuan mendengarkan dan cara menyampaikan sesuatu dengan benar (cara berkomunikasi). Entah pada pasangan, teman, bahkan bos sekali pun. Berkomunikasi yang baik, bagaimana berbicara dan mendengar dengan baik masih jadi tantangan yang cukup besar. Apalagi yang mau dibicarakan dan didengarkan oleh suami dari istrinya masalah “uang”, sering kali berujung kepada pertengkaran. Satu sisi suami merasa sudah memberi uang belanja yang cukup, sedangkan istri sebagai manajer keuangan keluarga merasa kurang atau ada kebutuhan lainnya. Pembicaraan “keuangan” ini terkadang berakhir tanpa solusi dan bahkan tidak sedikit berakhir kepada pertengkaran dan saling diam-diaman alias puasa bicara. Satu sisi suami/mamre menganggap uang belanja yang diberikan kepada istrinya selama ini sudah cukup, bahkan berlebih mungkin. Sedangkan istri/moria juga menyampaikan atau meminta dengan cara yang kasar atau sambil marah dan bersungut-sungut (tidak dengan cara lemah-lembut dan dibarengi rayuan).
Ayat 20 “Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya”. Tanpa perencanaan yang didasarkan atas nilai, tujuan, prioritas Alkitab, uang menjadi tuan yang jahat dan, seperti daun yang masuk ke dalam pusaran angin, kita hanyut ke dalam pengejaran dunia akan harta (Luk. 12:13-23; 1 Tim. 6:6-10). Perencanaan keuangan adalah suatu yang alkitabiah dan itu merupakan pelayanan yang baik, untuk terlepas dari ilah materialisme, dan merupakan cara untuk melindungi diri dari membuang-buang berkat yang Tuhan percayakan pada kita (Ams. 27:23-24; Luk. 14:28; 1 Kor. 14:40).
Segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, termasuk apa yang ada di dompet dan rekening tabungan kita (Mazmur 24:1). Dia menghendaki kita menjadi hamba yang baik dan setia dalam mengelola apa yang dipercayakan-Nya di tangan kita (Matius 25:21). Suatu hari kelak, Tuhan kita, Pemilik dari segala sesuatu, akan datang dan meminta pertanggungjawaban atas penggunaan sumber-sumber daya yang ada pada kita.
Kita harus belajar untuk puas dengan apa yang kita punya (Fil. 4:11-13; 1 Tim. 6:6, 17-19; Ibr. 13:5). Saat kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki, kita bebas dari ketamakan dan perbudakan materialisme. Ini artinya kebebasan mengikuti Tuhan adalah kebebasan mengusahakan nilai dan tujuanNya. Bagaimana seseorang bisa mendapatkan kepuasan? Kepuasan merupakan hasil dari memiliki harta sorgawi dan meletakan seluruh kekhawatirannya kepada Tuhan, Bapa Sorgawi kita, yang berdaulat (Mat. 6:19-33; 1 Pet. 5:6-7).
Untuk memuliakan Tuhan dengan harta kita (Amsal 3:9), Moria diingatkan untuk mulai dari hal yang sederhana: memperhatikan kebiasaan kita dalam menggunakan uang. Mengenali kekuatan dan kelemahan kita akan sangat menolong kita untuk menjadi pengelola yang baik dari apa yang Tuhan percayakan di tangan kita.
Keterampilan dalam mengelola keuangan (manajemen keuangan):
1. Terampil menghasilkan Uang (Making Money)
Jadilah orang yang produktif, yang menghasilkan uang dengan cara yang baik supaya kita dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. “Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah” (Titus 3:14). Menurut survey, pendapatan orang yang bekerja atau kaum professional mencapai puncak pada usia 47.5 tahun dan menurun cepat setelah usia 54 tahun. Karena itu kita harus terampil mengelola keuangan pada saat kita sangat produktif, supaya di usia pensiun nanti kita tidak menjadi susah karena masalah keuangan. Rasul Paulus bekerja untuk menghasilkan uang guna memenuhi kebutuhan hidup dan pelayanan yang dikerjakannya. “Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” (Kis 20:34). Bahkan Rasul Paulus memberikan peringatan yang sangat tegas dalam 2 Tes 3:10-12, bahwa jika ada orang yang tidak mau bekerja janganlah hendaknya ia makan! Dengan kata lain, Rasul Paulus memperingatkan kita untuk tidak menjadi “benalu” bagi orang lain.
2. Terampil Menggunakan Uang (Spending Money)
Untuk mengelola keuangan secara baik dan benar, kita perlu memahami cara penggunaan uang yang benar. Penggunaan uang yang benar menunjukkan rasa tanggungjawab, sekaligus ucapan syukur kita kepada Tuhan sebagai pemberi berkat, John Wesley pernah menyatakan bahwa ada 3 prinsip penggunaan uang. Pertama, cari uang sebanyak yang bisa kita dapatkan, tentu dengan cara yang benar dan tidak merugikan sesama. Kedua, simpanlah sebanyak yang bisa kita simpan. Ketiga, berilah sebanyak yang bisa kita beri.
3. Terampil Menyimpan Uang (Saving Money)
Salomo mengajarkan kita untuk menyimpan pada masa panen, seperti yang dilakukan oleh koloni semut. “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.” (Ams 6:6-8).
Kita perlu menyimpan sebagian dari apa yang kita dapatkan untuk digunakan pada waktu ada kebutuhan tak terduga, misalnya jika suatu saat nanti terjadi PHK, jika terserang sakit yang membutuhkan biaya yang cukup besar, ketika kita terkena musibah, atau keadaan tidak enak lainnya ang tidak bisa kita hindari. Yusuf juga melakukan prinsip menyimpan di musim panen besar selama 7 tahun untuk masa kelaparan sepanjang 7 tahun berikutnya (Kej 41:46-57). Keterampilan menyimpan kelimpahan yang dimiliki Yusuf ini telah menyelamatkan hidup banyak orang dari kelaparan yang hebat pada masa itu.
4. Terampil Menanam Uang (Investing Money)
Pengkhotbah 11:1-2. Tanamlah uangmu dalam usaha di luar negeri. Pasti kaudapat untung di kemudian hari. Tanamlah modalmu di berbagai niaga; carilah usaha sebanyak-banyaknya. Sebab orang perlu waspada, sebelum musibah menimpa.” Ayat terjemahan Bahasa Indonesia sehari-hari (BIS) ini mengajarkan kita untuk terampil dalam berinvestasi.
Selain menabung, alangkah baiknya jika kita bisa menyisihkan keuangan kita untuk melakukan investasi yang pada akhirnya akan memberikan tambahan penghasilan bagi kita. Apabila uang yang kita tabung sedikit demi sedikit itu sudah menjadi banyak pada 3 sampai 10 tahun mendatang, carilah ide untuk menggandakan uang itu. Kelolalah uang tabungan itu secara terampil sesuai dengan pengetahuan atau bidang usaha yang kita senangi. Investasikan uang yang ada untuk menambah pendapatan kita, sehingga perekonomian kita semakin mandiri.
5. Terampil Menikmati Uang (Enjoying Money)
Salomo di dalam Pkh 5:18 mengatakan bahwa dapat menikmati kekayaan, harta benda dan kuasa yang dimiliki seseorang juga merupakan karunia dari Tuhan. “Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah”. Tidak ada yang salah di dalam menikmati berkat-berkat yang sudah Tuhan berikan kepada kita sejauh kita menikmatinya secara bertanggung jawab. Sebagai orang percaya tentu saja kita tidak boleh menikmati harta benda kita dengan cara-cara seperti berfoya-foya, berjudi, atau melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Kita dapat menikmati uang kita dengan cara yang benar, misalnya dengan berekreasi bersama keluarga, melakukan hobi kita yang baik dan bermanfaat. Secara ilmiah, orang yang secara teratur dapat melakukan dan menikmati hobinya, dapat menjaga kebugaran ingatannya. Kita akan menjadi orang yang berbahagia apabila kita juga dapat menikmati berkat-berkat yang Tuhan sudah percayakan kepada kita, oleh karena itu, nikmatilah berkat yang Tuhan curahkan di dalam hidup kita.
APLIKASI
Keluarga dan uang adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keluarga seakan tidak berdaya, bila tidak ada uang. Roda ekonomi keluarga seakan tersendat, jika tidak ada uang. Dari sini, kita melihat bahwa uang bagaikan mesin yang menggerakkan keluarga. Kita juga harus mengerti bahwa bukan uang yang mengendalikan keluarga, tetapi keluargalah yang mengendalikan uang. Untuk itu Moria sebagai “manajer” atau pengelola keuangan keluarga harus bijak dalam pengelolaannya baik dari pemakaian, penggunaan, penyimpanan dan penyisihan:
1. Moria harus menyamakan persepsi dengan suami/mamre tentang keuangan keluarga.
2. Kendati berkat berasal dari Tuhan, kita diminta untuk hidup rajin dan tidak malas.
3. Moria harus menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok bukan keinginan yang belum tentu menjadi kebutuhan
4. Menyimpan uang adalah sebuah kebiasaan hidup yang bijaksana untuk mengantisipasi pengeluaran tak terduga dan merupakan tanda hidup berdisiplin. Itu sebabnya Firman Tuhan mengajak kita untuk belajar dari "semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas" (Amsal 30:25).
5. Setelah menyisihkan uang untuk pengeluaran tak terduga, hiduplah sebagai orang beriman, bukan seperti orang tak beriman. Jangan sampai kita menumpukkan harta demi berjaga-jaga seakan-akan tidak ada Tuhan yang memperhatikan dan memelihara kita.
Terampil mengelola keuangan sangat ditunjang bila kita memahami dan menerapkan pola hidup yang sederhana. Hidup sederhana bukan berarti hidup dalam keadaan serba kekurangan, tetapi hidup yang dapat menguasai keadaan dan tidak terbawa arus dunia (keugaharian). Saat ini ada begitu banyak penawaran barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan kita. Ini merupakan belalang-belalang pelahap yang siap menghabiskan berkat-berkat yang Tuhan curahkan ke dalam hidup kita. Di sinilah kita harus bersikap tegas terhadap diri sendiri dengan menolak belalang-belalang pelahap ini, supaya kita tidak menjadi konsumtif, tetapi belajar mencukupkan diri sesuai kebutuhan kita. Inilah yang diajarkan Rasul Paulus di dalam Filipi 4:11-13 “Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Bukankah kebebasan financial lebih penting dari pamer status sosial? Latihlah diri kita supaya terampil untuk mengelola keuangan, karena ini akan menjauhkan kita dari banyak kesulitan di masa mendatang! Tuhan Yesus memberkati.
Pdt. Irwanta Brahmana
(GBKP Rg. Surabaya)