Jadwal Kegiatan

Ibadah Umum - (08PM - 09PM)
Ibaadah Remaja - (09PM - 10PM)

Kebaktian Pekan Keluarga Wari Ketelu 2021 : Amsal 17:24-28

(Komunikasi Keluarga)

Invocatio :“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang    hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” Yakobus 1:19

Bacaan    : 1 Petrus 3:1-3

Khotbah   : Amsal 17:24-28

Thema      : Keluarga Yang Bijaksana (Jabu Si Beluh Rukur)

I.             Pendahuluan

Yang mencirikan keluarga bukanlah komposisinya, melainkan komitmennya. Dalam keluarga orang berkomitmen untuk saling terima, saling memahami, saling setia, saling didik, saling memperbaiki, saling tegur, saling memaafkan, saling setia, saling tolong, dsb. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Itu ciri kualitas keluarga, dan ini juga yang dinamakan keluarga yang bijaksana/berhikmat. Menerima seseorang berarti menerima dia sebagaimana adanya, dengan segala keunggulannya dan kelemahannya. Bukan menerima dia sebagaimana yang kita idealkan, melainkan sebagaimana kondisinya. Mengapa kita menerima dia? Oleh karena Kristus pun sudah menerima kita. Kristus menerima kita sebagaimana kita adanya.

II.           Isi

Bahan Invocatio Yakobus 1:19 memberikan pesan bagi kita semua tentang menjadi bijak dalam menjalani hidup, khususnya dalam menempatkan komunikasi. Dalam ucapan tradisi leluhur Yahudi ada empat sifat di kalangan orang terpelajar. Cepat mendengar dan cepat melupakan; artinya: cepat memperoleh sesuatu, tetapi juga cepat hilang. Lambat mendengar dan lambat melupakan: lambat memperoleh sesuatu, tetapi apa yang didapatnya bertahan. Cepat mendengar dan lambat melupakan: inilah orang yang bijaksana. Lambat mendengar dan cepat melupakan; inilah orang yang jahat. Seorang penyair Romawi yang bernama Publius Ovidius Naso yang dikenal sebagai Ovid mengatakan agar manusia lambat menghukum, tetapi cepat memberikan apresiasi. Philo juga mengatakan agar manusia cepat dalam bertindak demi kebaikan orang lain dan lambat untuk mencelakakan orang lain. Inilah nasihat Surat Yakobus yaitu bahwa kita juga harus lambat untuk marah. Barangkali ia menghadapi beberapa orang yang beralasan supaya ada tempat untuk melampiaskan kemarahan yang sedang bergelora. Hal ini tak diragukan lagi kebenarannya. Dunia akan bertambah miskin tanpa orang-orang yang bergelora dalam menentang penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-sewenangan dosa. Tapi, hal ini kerap kali dijadikan alasan bagi orang untuk cepat marah dan jengkel pada diri sendiri. Seorang pemimpin akan diuji kesabarannya dengan lambat untuk marah terhadap kemalasan bawahannya. Orangtua bisa tergoda untuk marah. Tapi, kemarahan orangtua tampaknya akan lebih banyak membuahkan sikap keras hati yang makin menjadi daripada membimbing dan mengendalikan perilaku anak. Kasih selalu memiliki kekuatan yang lebih besar daripada amarah. Ketika amarah terus-menerus menjadi gangguan, kejengkelan yang membangkitkan kemarahan, serta omelan yang berlebihan, maka hal itu akan selalu mendatangkan lebih banyak bahaya daripada kebaikan. Lambat untuk bicara, lambat untuk marah, dan cepat untuk mendengar selalu merupakan kebijaksanaan hidup yang baik.

Bahan bacaan kita 1 Petrus 3:1-3 memberikan perenungan bagi kita semua bagaimana Petrus masuk pada persoalan rumah tangga yang tidak dapat dihindari diperlihatkan oleh kekristenan. Mungkin ada pasangan dalam pernikahan yang dimenangkan oleh Kristus, sedangkan yang lainnya tidak tersentuh oleh Injil. Kondisi semacam ini menimbulkan banyak masalah. Memang kelihatan janggal jika para istri dinasihati Petrus sebanyak 6 kali dalam pasal 3 ini. Ini dikarenakan posisi para istri jauh lebih sulit dibandingkan para suami. Jika seorang suami menjadi Kristen, maka secara otomatis ia akan membawa istrinya ke dalam gereja dan tidak akan ada masalah. Tapi, jika seorang istri menjadi Kristen sementara suaminya tidak, maka sang istri mengambil satu langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan menimbulkan banyak masalah yang sangat berat. Dalam lingkungan masyarakat dunia kuno, para perempuan sama sekali tidak memiliki hak. Di bawah hukum orang Yahudi, seorang perempuan dianggap sebagai benda. Dalam masyarakat Yunani, tugas perempuan adalah tinggal di rumah dan taat kepada suaminya. Di bawah hukum Romawi, seorang perempuan tidak memiliki hak. Kalau demikian bagaimana seharusnya menjadi seorang istri Kristen yang baik di tengah-tengah dunia yang memperlihatkan bahwa istri atau perempuan itu tidak berharga. Petrus mengatakan pada para istri sesuatu yang sangat sederhana yaitu menjadi seorang istri yang baik. Dengan menjadi istri yang baik itu sudah merupakan khotbah yang tidak bersuara mengenai hidupnya yang penuh kasih, seorang istri pasti menyingkirkan berbagai hambatan yang berasal dari prasangka dan kemarahan sehingga dapat memenangkan suaminya untuk Tuan yang baru yaitu Kristus. Seorang istri harus tunduk. Maksud kata tunduk ini adalah kerelaan yang tidak mementingkan diri sendiri. Inilah tunduk yang berdasar pada matinya kesombongan dan adanya keinginan untuk melayani. Tunduk ini bukan karena takut, melainkan demi kasih yang sempurna. Seorang istri harus murni. Dalam dirinya harus ada kesucian yang menawan hati dan kesetiaan yang berdasar pada kasih. Seorang istri harus terhormat. Ia harus hidup dalam keyakinan bahwa seluruh dunia adalah Bait Allah dan seluruh hidup berlangsung di hadirat Kristus. Seorang istri Kristen yang hidup pada masa itu berada dalam masyarakat di mana ia akan menghadapi berbagai godaan kemewahan yang tidak berperikemanusiaan dan akan dihantui oleh ketakutan karena perilaku suaminya yang tidak bisa diduga. Tapi, ia harus hidup dalam pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri, dalam kebaikan dan ketenteraman. Inilah khotbah terbaik yang dapat ia beritakan untuk memenangkan suaminya bagi Kristus. Hanya ada beberapa ayat di mana nilai hidup kristiani yang mengesankan itu ditekankan dengan sangat indah.

Di dalam bahan khotbah kita Amsal 17:24-28, kita akan melihat sebenarnya secara keseluruhan pasal ini bercerita tentang kebijakan dan kebodohan yang dihubungkan dengan lidah, orang yang dapat menguasai diri dalam berbicara dianggap bijak. Topik tentang keluarga juga banyak kita lihat dalam Amsal 17 ini, seperti kerukunan dalam keluarga dan sikap hidup anak yang menentukan kebahagiaan orangtua, dan kehormatan anak adalah orangtua. Perilaku yang jahat dan bodoh yang cenderung merugikan keluarga juga dibahas dalam pasal 17 ini. Secara khusus dalam ayat 24-28 yang menjadi bahan khotbah ini, akan dibahas dimulai ayat 24-25. Sebenarnya kedua ayat ini berisi pengajaran mengenai orang yang berpengertian dan peringatan tentang orang bebal. Keduanya diikat oleh kata kunci “orang bebal”. Ada dua perbandingan tentang “orang berpengertian” dalam ayat 24a dengan “mata orang bebal melayang sampai ke ujung bumi” pada ayat 24b. Melalui kalimat yang sintesis pikiran mengenai “anak bebal” pada ayat 25a, lebih dikembangkan lagi melalui ulasan tentang “kepedihan bagi ibu yang melahirkan” dalam ayat 25b. Di hadapan orang yang berpengertian ada hikmat (ay. 24a). Orang yang berpengertian adalah orang memiliki hikmat, yang memahami sikap, kata-kata, dan perilaku dan arah kehidupan yang benar dan yang mengarahkan kehidupannya ke arah yang benar. Orang bebal, orang yang bukan hanya bodoh, tidak pernah serius, bahkan menolak didikan hikmat. Orang ini tidak tahu apa dan di mana ada hikmat. Oleh karena itu, ia tak mengetahui arah kehidupan yang benar yang harus ditempuh, tidak tahu apa yang harus dicapai. Hidupnya dipenuhi dengan ketidakjelasan. Pada ayat 27 yang isinya mengenai kemampuan menahan perkataan dan sikap hidup berkepala dingin. Orang yang menahan perkataannya adalah orang yang berpengetahuan. Dengan situasi apapun orang ini mampu mengontrol diri dalam berkata-kata. Dengan kata-kata yang sedikit, ia membuat orang lain mampu memahami apa yang sedang ia pikirkan. Dengan kata-kata yang dapat dikontrol, ia tidak mengungkapkan apa yang tidak seharusnya dibeberkan. Dalam Kitab Amsal sedikit berkata-kata, menjadi ciri-ciri orang yang berhikmat. Maka kalau orang bodoh berdiam diri, kebodohannya jadi tersembunyi, dia pun akan disangka bijak. Dalam pengajaran ini, orang yang bodoh dimaksud yang tidak bisa mengontrol dirio dibandingkan dengan orang yang tak banyan bicara karena ia memiliki karakteristik kontrol diri.

III.         Refleksi

Apa yang kita cari sehari-hari? Uang, sandang, pangan, pasangan, pengetahuan, kesehatan, dsb. Jangan lupa juga, kita juga mencari kebijaksanaan. Kita membutuhkan sikap bijak. Kalau kurang bijak, dengan siapa pun kita cekcok, apalagi dengan anggota keluarga. Keluarga perlu jadi bijak, karena apa? Karena bijak itu yang akan menjaga keluarga termasuk bijak dalam menjaga mulut kita dalam mengeluarkan kata-kata. Menjaga lidah: mikir dulu baru ngomong. Marah itu macam-macam. Ada yang cuma lima menit, ada yang lima hari, ada yang lima bulan, ada yang lima tahun, pokoknya saya pakai angka lima. Ada yang mangkel, ada yang mencak-mencak. Ada yang keki, ada yang maki-maki. Ada yang beringas, ada yang kalem. Ada naik darah, ada naik pitam. Ada ngomel, ada menggrundel. Sebenarnya dari mana datangnya marah. Jawabnya tentu dari diri kita sendiri. Marah adalah produk kita. Kita sendirilah yang memutuskan apa mau marah atau tidak, dan dalam bentuk apa amarah itu mau diungkapkan. Apakah kita boleh marah? Tentu saja boleh! Kita perlu bisa marah. Marah itu normal dan sehat. Marah merupakan salah satu cara ego kita melindungi diri terhadap suatu situasi yang tidak nyaman. Tidak soal bahwa kita marah. Yang jadi soal adalah bagaimana cara kita mengelola perasaan marah. Refleksi dalam khotbah pekan kebaktian hari ketiga ini mungkin bisa menolong kita dalam menempatkan komunikasi yang baik di tengah-tengah keluarga berkaitan dengan manajemen kemarahan, sehingga dengan manajamen kemarahan yang kita punya kita bisa memberi motivasi yang baik bagi anggota keluarga kita. Umpatan, sumpah serapah, makian, cacian, hinaan walau itu kita anggap untuk kebaikan orang, tentu hasilnya tidak akan baik. Lebih baiklah kita menjadi bijak dalam mengungkapkan kasih sayang kita. Orang lebih bisa berubah kalau mendapatkan cinta daripada mendapatkan kemarahan yang tidak jelas ke mana arah dan tujuannya. Cara kita melampiaskan kemarahan melalui komunikasi kita satu dengan yang lainnya perlu juga diperhatikan. Kejengkelan di tempat kerja janganlah sampai terbawa ke rumah. Begitu juga perdebatan orangtua jangan juga anak menjadi sasarannya. Apresiasi itu sungguh lebih sejuk. Walau maksud kita baik, tapi karena penyampaiannya tidak baik, akan menjadi berbeda maknanya begitu juga dalam penerapannya. Maka dengan itu daripada sarat laknat dan kesumat, lebih baik sarat selamat dan hikmat. Maka jadilah keluarga yang berhikmat agar kehidupan ini banyak manfaat.

Pdt. Andreas Pranata Meliala

GBKP Rg. Cibinong

Kebaktian Pekan Keluarga Wari Kedua 2021 : Amsal 24:3-7

Pendidiken I bas jabu / Pendampingan orang tua nandangi anak / Relasi orang tua ras anak

Invocatio :“ Ajarkenlah e man anak-anakndu. Persingetlah rusur, subuk sanga kam i rumah, ntah sanga kam i bas perdalanen, subuk sanga kam ngadi-ngadi ntah pe sanga kam erdahin. Ulangen 6:7

Bacaan   :  1 Johanes  3:1-10

Kotbah   :  Amsal 24:3 -7

Tema      : “Jabu Si Dem Alu Kepentaren Ras Pengertin”

                “ Keluarga yang Penuh Hikmat, Kepandaian, dan Pengertian”.

Pembukaan

Salam Sejahtera bagi kita sekalian, Kita sungguh bersyukur atas berkat Tuhan hari ini kita memasuki Kebaktian Pekan Keluarga GBKP hari ke 2, dengan Tema: Jabu si Dem Alu Kepentaren ras Pengertin / Keluarga yang Penuh dengan Hikmat.  Setiap keluarga pastinya sangat mengharapkan agar anak-anak di dalam keluarga mereka menjadi anak-anak yang sukses atau berhasil di dalam kehidupan mereka, kunci untuk mencapai kesuksesan itu adalah mereka memiliki kebijaksanan/hikmat Allah.  untuk menjadikan anak-anak yang memiliki hikmat, ada proses yang harus dilalui dan ada peranan penting dari orangtua sendiri, yaitu melakukan pendampingan, Pendidikan dan menjalin relasi yang baik kepada anak-anak.

Bimbingan Teks

Kitab Amsal 24:3-7, adalah bagian dari kumpulan Amsal-amsal Salomo, kitab ini dituliskan Salomo berdasarkan pengalaman hidupnya sejak muda sampai usia lanjut. Hidup dengan hikmat adalah kehidupan yang mendatangkan kebaikan, keselamatan dan tentu saja berkat Tuhan. Salomo juga pernah mengalami keterpurukan karena tidak berjalan dalam hikmat Allah, Raja salomo sangat berduka atas kesalahannya serta menyesalinya dan berbalik hidup dalam hikmat Tuhan. Hikmat Allah menjadi pedoman kehidupan  yang benar yang harus dimiliki oleh setiap Anak-anak Allah sehingga memimpin Langkah kehipan menuju kepada keselamatan.

Oleh karena itu Raja Salomo mengajarkan pentingnya hidup yang berdasarkan hikmat, kepandaian dan pengertian.

Pointer Renungan

·         Pentingnya Hikmat, Kepandaian dan Pengertian

Di dalam Ayat renugan kita hari ini, Salomo sangat menekankan: HIKMAT, PENGATAHUAN, KEPANDAIAN, artinya Hikmat : Pengetahun tentang Allah, Kepandaian: Kemampuan untuk menggali ilmu pengetahuan, Pengertian: Kemampuan untuk pendayagunaan yang mendatangkan kebaikan.

·         Membangun Kehidupan dengan Hikmat, Kepandaian dan Pengertian

Generasi muda harus diingatkan sejak dini bahwa Allah memiliki tujuan dalam setiap ciptaanNya, termasuk manusia, kita harus menjadi sarana untuk mendatangkan kebaikan bagi dunia, bukan untuk diri kita sendiri saja. Untuk memperlengkapi kita menjadi makhluk berguna Allag telah mengaruniakan Talenta-talenta yang berbeda satu dengan yang lain, bagi orang percaya, Allah juga memberi karunia-karunia yang berbeda semuanya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Banyak orang yang Pintar, Cerdas namun tidak berdampak bagi sesama, banyak orang yang rajin beribadah namun keluarga tidak harmonis, ada orang yang rajin pelayanan tapi keluarga terbengkalai, oleh karenanya kehidupan ini harus dibangun / didirikan atas hikmat, ditegakkan dengan kepandaian, dan kehidupan itu selanjutnya diisi dengan berbagai hal berharga. Tidak hanya atas satu hal saja, melainkan berbagai hal berharga, berharga buat hidup kita sendiri, berharga buat sesama, berharga buat bangsa dan negara, dan tentunya berharga di mata Tuhan. Inilah sebuah pelajaran penting dari penulis Amsal akan betapa berharganya sebuah kehidupan. Perjalanan hidup ini sesungguhnya singkat.

·         Pentingnya Pendampingan bagi Anak-anak

Orangtua memiliki fungsi sentral agar anak-anak menjadi berhikmat. Salah satu kebiasaan / Budaya dalam bangsa Israel bahwa orangtua adalah guru hikmat bagi setiap anak-anak mereka, di dalam berbagai kesempatan/situasi, orangtua harus megajarkan hikmat kepada anak-anak  mereka dengan disiplin bahkan dengan berulang-ulang (bdk.Invocatio). Untuk dapat menjadi pendamping yang baik, tentu saja harus membangun relasi yang baik dengan anak-anak di dalam keluarga.

Penutup

1.    Kebahagiaan dalam keluarga bukan datang tiba-tiba, ada proses yang harus dijalani, banyak tantangan dan pergumulan yang harus dialami, namun kita senantiasa mengandalkan Allah dalam kehidupan kita.

2.    Banyak keadaan yang kurang menyenangkan dalam keluarga bahkan orangtua frustasi  terhadap anak-anak, anak-anak tidak mau mendengar nasihat orang tua, ada orangtua yang tidak memiliki waktu untuk keluarga dan masih banyak lagi, tentu saja kita harus  mengevaluasi diri kita dan merenovasi / bangunan yang kita bangun selama ini buka menggantinya namun dengan mulai memperbaiki relasi di dalam keluarga kita.

3.    Allah telah mengaruniakan talenta bagi setiap manusia, apakah kemampuan itu sudah kita berdayakan untuk mendatangkan berkat bagi dunia…, atau masih terbatas bagi diri kita sendiri…, melalui Ibadah kita hari yang kedua ini kita menjadi berkat yang lebih luar biasa lagi bagi dunia untuk kemuliaan Allah.

Tuhan Yesus Memberkati.Amin.

Pdt. Togu Persadaan Munthe

Ketua Klasis Jakarta Kalimantan

Kebatian Pekan Keluarga Wari Pertama tahun 2021 : Kisah Para Rasul 2 : 43-47

Tema Umum  : Jabu si Mehuli

Invocatio      : “Berdoalah terus untuk kami; sebab kami yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik, karena di dalam segala hal kami menginginkan suatu hidup yang baik. Ibrani 13:18

Ogen            :Daniel 1:8-17

Kotbah         : Kisah Para Rasul 2:43-47

Tema            : Bersekutu bersama dalam keluarga (Pulung Ersada ibas Jabu )

Kata pembuka

          Pada Pekan Kebaktian Keluarga tahun 2021 ini, kita akan kembali mempersiapkan diri membenahi kehidupan keluarga dari berbagai sisi. Mencakup spiritual, pendidikan, kumunikasi, kesehatan, berbudaya, menyambut natal dan tahun baru. Tentunya Firman Tuhan akan menuntun kita untuk semakin mengerti dan dapat mempraktekkan kehidupan Keluarga Yang Baik, seturut tema besar pekan keluarga tahun ini.

          Ditengah berbagai tantangan membina keluarga yang baik, spiritualitas tentu sangat penting dibangun sebagai tameng dalam keluarga. Karena dengan dasar iman yang kuat, setiap anggota keluarga mendapatkan hikmat membedakan yang baik dan yang buruk. Spiritualitas memberikan ketenangan dan sukacita yang memampukan seseorang tetap teguh menjalani kehidupan pada berbagai situasi. Tentunya keluarga menjadi wadah pertama dan utama membangun nilai spiritualitas seorang manusia.

Isi

Cara hidup dan persekutuan jemaat mula-mula, sering sekali digambarkan sebagai patokan gereja yang ideal. Karena dalam keadaan yang masih sedehana, para murid tetap melanjutkan pekerjaan pemberitaan Firman dengan kesehatian. Pola pelayanan dimulai dari persekutuan, sebagai sesama orang yang mengaku percaya kepada Kristus. Mereka dengan tekun mendengarkan pengajaran para Rasul, berkumpul sambil memecah roti dan berdoa (ay 42). Hal ini menjadi pondasi yang kuat dalam kehidupan beiman, saat jemaat belajar tentang Firman dan keteladanan Tuhan. Menyaksikan mujizat, menjadi percaya dan bersatu. Segala kepunyaan mereka menjadi milik bersama dan rela membagikan kepada yang memerlukan (ay 43-44). Tentunya pertumbuhan iman dapat dirasakan saat ‘gereja’ secara komunal bahkan dalam konsep terkecil yaitu pribadi masing-masing orang percaya, dapat mewujudkan persekutuan penuh kasih. Ada aplikasi nyata.

Persekutuan, tidak hanya membangun iman secara pribadi, tapi juga secara bersama-sama. Karena di dalam persekutuan mereka dapat saling mendukung pertumbuhan iman, saling mengasihi, peduli dan berbela rasa (ay 45). Persekutuan tidak membuat para murid menarik dan memisahkan diri dari orang lain disekitarnya, melainkan semakin kuat menjalin kebersamaan ke dalam dan keluar. Persekutuan tidak hanya dilakukan di rumah masing-masing bergiliran dan makan bersama, tapi juga berkumpul dalam Bait Allah (ay46).  Tidak hanya pada saat Sabat atau hari raya saja mereka belajar tentang Firman Tuhan, melainkan dalam setiap kesempatan dalam setiap tempat. Hal ini menjadi gambaran betapa indahnya persekutuan tanpa dibatasi ruang tertentu. Di rumah atau Bait Allah tetap menjadi tempat persekutuan dan beribadah. Dimana pun mereka turut menunjukkan rasa saling mengasihi selayaknya keluarga.

Dalam persekutuan, mereka bergembira dan dengan tulus hati memuji Allah (ay 47). Sehingga Tuhan membahkan bagi mereka kualitas dan kuantitasnya orang percaya. Ini menjadi suatu bukti bahwa persekutuan erat mereka tidak muncul begitu saja, melainkan kerinduan mengerjakan Firman Tuhan yang dipelajari dalam kesungguhan.

Jika dibandingkan dengan pengalaman Daniel dan teman-temannya, mereka pun memiliki keteguhan hati dalam imannya. Sekalipun diperhadapkan dengan pilihan hidup, makanan, minuman, jabatan yang enak dan nyaman. Bagi Daniel dan temannya, tawaran itu tidak sebanding dengan pentingnya persekutuan dengan Allah. Sehingga jelas mereka memilih untuk tetap menjalankan kehendak Allah dalam hidupnya. Hikmat Allah menuntun mereka untuk bersikap tepat dan tenang sekalipun ancaman datang. Bahkan Tuhan mengaruniakan berkat kepandaian, kesehatan dan keselamatan bagi mereka yang memilih untuk tidak meninggalkan kesetiaan pada Allah.

Refleksi

1. Keluarga pun adalah gereja. Dimana dalam keluarga kita dapat bersekutu bersama tiap anggota dan juga berjumpa dengan Tuhan. Mengapa penting membangun persekutuan dalam keluarga saat ini? Karena tantangan zaman, sangat rentan menghancurkan kesatuan hati rumah tangga. Banyak hubungan yang rusak antara suami dan isrti, orang tua dan anak, anak yang satu dengan lainnya sebagai saudara. Pertengkaran, perselisihan, perceraian dsb. Ruang persekutuan akan memberikan waktu bagi kita untuk berteduh hati, mencari hikmat Tuhan yang menuntun pada kesatuan dalam keluarga. Sehingga sekalipun ada tantangan yang datang, keluarga Kristen dapat tetap merasakan kasih dan kesatuan hati seperti jemaat mula-mula. Kasih persekutuan yang dilakukan bukan sekedar sebagai rutinitas dan kewajiban tanpa makna, melainkan dilakukan dalam ketulusan dan aksi nyata.

2. Persekutuan menjadi wadah berkat Tuhan bagi pribadi yang mau menerima pengajaran dan kebersatuan hati. Persekutuan tidak hanya menjadi perjumpaan dengan sesama tetapi juga dengan Tuhan. Sehingga sebagai orang yang percaya kepada Tuhan keluarga kita pun harus selalu rindu membangun persekutuan di dalamnya. Karena bukan kemampuan kitalah sehingga kasih dalam keluarga merekat. Melainkan melalui pertolongan Kuasa Roh Tuhan, kita merasakan keluarga kita selalu diberkati dan menjadi berkat, karena kuatnya persekutuan dengan Tuhan dalam keluarga.

3. Waktu berkualitas dengan keluarga adalah saat dimana anggota keluarga dapat melakukan persekutuan untuk beribadah dengan kesatuan hati. Sungguh sulit saat ini bagi keluarga mencari waktu bersama. Waktu teduh, berdoa, beribadah, bahkan makan bersama pun mungkin moment yang jarang terjadi karena kesibukan masing-masing. Anggota keluarga yang terpisah jarak. Dalam pekan keluarga ini, kita diajak untuk kembali menjalankan persekutuan yang indah bersama Tuhan dan keluarga, dengan hikmat Tuhan mengaturkan waktu yang tepat juga menemukan media yang tidak lagi menjadi pembatas bagi kita bersekutu bersama. Khususnya melalui masa pandemi covid, kita merasakan tantangan yang berat, namun tentunya sisi baik dapat dirasakan. Bahwa perbedaan ruang dan waktu tidak lagi menjadi penghalang bagi kita sehingga dapat bersekutu dan beribadah bersama. Saling meneguhkan dan mengasah kepedulian berempati. Semakin banyak latihan dan kesempatan kita untuk membuka rumah sebagai tempat beribadah bersama anggota keluarga. Tentunya itu menjadikan kita semakin merasakan kasih satu dengan yang lain.

Penutup

Semangat persekutuan akan menjadi berkat bagi diri kita, keluarga dan banyak orang jika benar-benar dijalankan dengan ketaatan dan sikap hidup yang sungguh dalam Tuhan. Persekutuan yang efektif bukanlah sekedar kehadiran fisiknya, melainkan juga hati dan pikiran. Sehingga mari kita membuka ruang untuk berjumapa dengan Tuhan dalam keluarga. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Pdt Deci Kinita br Sembiring

Rg Studio Alam

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate