Khotbah Minggu Tgl 14 November 201 : Mazmur 34: 1-9

Invocatio:   Dengarkanlah baik-baik segala yang kuperintahkan kepadamu, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian untuk selama-lamanya, apabila engkau melakukan apa yang baik dan benar di mata TUHAN, Allahmu” (Ulangan 12:28)

Bacaan:      1 Korintus 7:10-11

Khotbah:    Mazmur 34: 1-9

Tema:         Penanam-nanam Kiniulin Tuhan – Merasakan Kebaikan Tuhan

PENDAHULUAN

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang di dalamnya ada ibu, ayah, anak atau dalam pengertian dari WHO (1969) ialah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan. Minggu ini kita memasuki minggu keluarga, sebuah kesempatan bagi kita untuk memahami tentang arti, panggilannya, dan tujuan perkawinan selaku orang Kristen.

PEMBAHASAN TEKS

Mazmur 34:1-9 dengan judul yang diberi oleh LAI ialah “Dalam perlindungan TUHAN”. Kitab Mazmur yang berisi puji-pujian pada pasal ini mengungkapkan pengalaman Daud dan pengalaman orang lain dalam merasakan kebaikan Tuhan. Daud, dikarenakan penuh ketakutan akan nyawanya, ia mencari perlindungan dengan berpura-pura tidak waras pikirannya di depan Akhis (Abimelekh). Dengan tipuannya itu akhirnya ia berhasil lolos. Dalam pasal ini, Daud mengajak dan menggugah dirinya untuk memuji Allah. Meskipun ia telah bersalah namun kasih setia Tuhan membuat dia terhindar dari bahaya. Begitu besar kasih Tuhan sehingga Tuhan tidak mengganjar Daud sesuai apa yang dilakukannya atas tipuannya itu. Karena itu Daud pun mengucap syukur. Di ayat 1 “Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu, puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku” menunjukkan tekadnya untuk tetap memuji Tuhan dalam segala waktu dan keadaan serta mengakui kasih Tuhan agar membuat orang lain juga sadar akan hal itu.

Daud mengajak orang lain untuk bergabung bersamanya memuji Tuhan. Ia berharap mereka melakukannya. Di dalam ayat 3 dituliskan “Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan namaNya!”. Isi Mazmur 34 menjadi ajakan Daud untuk bergabung bersamanya merenungkan segala yang baik dan indah tentang Tuhan. Ia mengajak kita dalam tekad untuk mencari dan melayani Tuhan serta tetap takut akan Tuhan. Seperti juga dalam invocatio kita “Dengarkanlah baik-baik segala sesuatu yang kuperintahkan kepadamu, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian untuk selama-lamanya, apabila engkau melakukan apa yang baik dan benar di mata TUHAN, Allahmu”. Dimana disitu dituliskan juga bahwa bila kita mendengarkan dan melakukan perintah-Nya, yang baik dan benar di mata Tuhan, maka keadaan kita akan baik. Takutlah akan TUHAN, hai orang-orangNya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia (9). Selain itu, ada juga terdapat dalam Ulangan 4:40, jika kita berpegang pada ketetapan dan perintah Tuhan, keadaan kita bisa baik dan supaya lanjut umur kita di tanah yang diberikan Tuhan.

Seperti orang Israel yang diajak Daud untuk takut akan Tuhan dan memuji Tuhan, kita sebagai keluarga diajak oleh Daud menjadi keluarga yang takut akan Tuhan. Yang melandaskan Tuhan dalam pernikahan – keluarga. Biarlah kita pun dapat mengecap dan melihat betapa baiknya TUHAN dan kita bisa hidup berkecukupan serta tidak berkekurangan sebab kita takut akan Dia.

Dalam minggu ini, dalam keluarga kita, sudah banyak kebaikan yang Tuhan berikan. Kebaikan yang bisa kita rasakan dalam keseharian kita. Mungkin dalam melihat satu dan yang lain di dalam keluarga sudah membuat kita merasakan kebaikan Tuhan. Akan tetapi, pada saat ini, bukan hanya dalam keadaan baik kita bisa merasakan kebaikan Tuhan, namun dalam segala keadaan dan waktu.

Dalam 1 Korintus 7:10-11 juga menjadi pengingat bagi kita. Selain kita diingatkan untuk menjadi takut akan Tuhan dan memuji – memuliakannya kita juga diingatkan mengenai makna pernikahan – keluarga. Untuk bisa saling menjaga. Bagi yang belum menikah dan memilih untuk tidak menikah untuk menjaga kekudusan begitu pun bagi pasangan yang menikah untuk setia pada pasangan yang Tuhan berikan. Ayat 10 dan 11 dituliskan oleh Paulus sesuai dengan konteks jemaat Korintus, sehingga pada konteks kita saat ini mungkin ada perbedaan (perceraian terjadi karena kekerasan dll). Namun, yang mau dimaknai adalah bahwa pernikahan itu bukanlah hal yang sepele sehingga, jadikanlah pernikahan atau janji yang dinyatakan dihadapan Allah dan jemaat sebagai persatuan dua orang menjadi satu di dalam keluarga yang takut akan Allah dan memuliakan-Nya dalam pernikahan/ keluarganya.

APLIKASI

Di saat Daud menuliskan mazmur ini, bukan karena ia dalam keadaan penuh dengan kemewahan atau hal lainnya. Waktu itu ia dalam keadaan penuh ketakutan. Nyawanya terancam oleh musuh. Ia tidak memiliki kekuatan atau pertolongan dari yang lain. Satu-satunya yang bisa dilakukannya ialah bergantung kepada Tuhan. Tidak ada kondisi dalam hidupnya yang membuatnya berhenti berharap kepada Tuhan. Hal ini mungkin sedang kita rasakan, ketakutan akan nyawa kita, nyawa keluarga kita, atau kita dalam keadaan duka yang mendalam. Di masa pandemi dan minggu keluarga ini, Daud megajak kita untuk tetap takut akan Tuhan. Kita memandang Dia, dengan kecapan dan penglihatan, kita mengalami dan merasakan betapa baiknya Dia. Dia baik, sebab Dia membuat semua orang yang percaya kepada-Nya benar-benar diberkati. Oleh karena itu, yakinlah akan kebaikan-Nya, sebegitu rupa sampai kita bisa berbesar hati untuk percaya kepada-Nya pada masa-masa buruk.

Marilah menjadi keluarga yang takut akan Tuhan, berpegang pada ketetapanNya dan rasakanlah kebaikan Tuhan dalam keluarga kita.

Det. Essymeralda br Smb

Khotbah Minggu tgl 7 November 2021 ; Roma 14: 13-23

INVOCATIO :  Jenari nina Tuhan; “Ulihi ka tamaken tanndu ku bas tenten bajundu.” Ibahan Musa bage janah sekali enda kenca ipedaratna, enggo sehat mulihken tanna ndai bali ras dagingna si deban (Kel. 4:7)

OGEN        : MAZMUR 62:1-13

KHOTBAH   : ROMA 14: 13-23

THEMA       : NGGELUH IBAS DAME

PENDAHULUAN

 Pada periode 90-an, ada sebuah lagu yang sangat populer di telinga kita. Lagu ini dipopulerkan oleh seorang penyanyi dangdut tenar dikenal sebagai Meggi Z. Lirik lagu itu berbunyi: “Lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati ini, biar tak mengapa..” Bila lagu ini kita bandingkan dengan kenyataan, kami yakin bila ada diantara kita yang mengalami sakit gigi selama satu hari saja mungkin kita tidak bisa menahannya dan langsung berusaha mencari cara untuk menghentikan sakit gigi yang kita alami. Tetapi sebaliknya, banyak orang yang sanggup merasakan bahkan “memelihara” sakit hati maupun hal-hal negatif lain selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Bahkan banyak diantara kita yang sama sekali tidak bersedia mencari cara untuk mengatasi rasa sakit itu dan memilih untuk terus menyeret hal-hal yang tidak menyehatkan itu sepanjang perjalanan kita.

Melalui ilustrasi lagu ini, kita jadi mengerti bahwa salah satu titik berangkat menuju hidup yang penuh kedamaian berasal dari pikiran kita. Fisik yang sehat saja tentu belum menjamin kedamaian dalam hidup kita. Fisik yang sehat sangat perlu dibarengi dengan pikiran yang sehat serta iman yang sehat pula agar kita tidak mudah patah dalam perjuangan hidup kita.

PENDALAMAN NATS

A.   KELUARAN 4:7

Kisah Musa yang sempat mengalami penyakit Kusta dimulai dari narasi di Pasal 3. Allah menyatakan diriNya kepada Musa di Gunung Horeb. Ketika Musa diutus Tuhan untuk memimpin dan membebaskan bangsaNya Musa pertama-tama menjawab dengan penolakan. Penolakan Musa didasari rasa rendah diri, tidak ada keyakinan sama sekali atas dirinya sendiri untuk menjawab panggilan Tuhan, kurang mengenal Tuhan serta takut gagal dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan. Ketakutan dan kelemahan itu menjadi penghalang bagi Musa untuk menjawab panggilan Tuhan bagi dirinya. Karena itu Allah sendiri lalu menuntun Musa untuk lebih mengenal kuasa dan rencana Tuhan bagi bangsaNya. Dalam Kel.3:15 Allah sendiri memperkenalkan diriNya dengan mengatakan “Aku adalah Aku” yang dimaksudkan untuk memperlihatkan siapa Tuhan dan sifatNya yang kekal dan tidak berubah. Kel. 4:7 ini merupakan lanjutan dari kisah bagaimana Allah menuntun Musa untuk mengenal Tuhan yang mengutus dia. Musa yang pada waktu itu telah 3 kali menolak dari panggilan Tuhan, lalu meminta 3 tanda pula kepada Tuhan. Salah satu tanda yang Tuhan berikan adalah penyakit kusta, dimana pada waktu itu  kusta merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Tetapi melalui campur tangan dan kuasa Tuhan ternyata semua itu menjadi mungkin.  

B.   MAZMUR 62:1-13

 Mazmur 62 merupakan Mazmur yang ditulis  Daud pada masa-masa getir hidupnya. Ia tengah melarikan diri dari Absalom yang ingin merebut kekuasaannya. Dalam pelarian ini, ia merasa takut, dan juga sedih karena Absalom adalah putra yang dikasihinya. Di ayat 2-3, dan 6-7 terdapat kata-kata yang diulang, yaitu gunung batu dan kota benteng. Seperti yang kita tahu, benteng melambangkan sebuah pertahanan dan tempat untuk berlindung, sedangkan gunung batu melambangkan sebuah kekuatan. Jadi, ketika Daud menggambarkan Allah sebagai gunung batu dan kota benteng, ia ingin mengatakan bahwa Allah adalah kekuatan dan tempatnya berlindung. Walaupun Daud adalah raja yang besar, kaya, dan kuat, namun ia sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhanlah satu-satunya tempat perlindungan (gunung batu, kota benteng) yang paling aman, yang membuat dia tidak goyah saat menghadapi lawan/musuh/tantangan sehebat apa pun.

Itulah mengapa Daud mengatakan bahwa hanya dekat Allah saja aku tenang. Daud menceritakan kegelisahan dan ketakutan yang dialaminya. Daud bersaksi bahwa di tengah banyaknya orang yang ingin menggulingkan kekuasaannya, ia senantiasa  berlindung dan berharap pada Allah, maka Allah akan menyelamatkannya. Karena itu Daud mengajak setiap kita yang memiliki persoalan dan pergumulan, hendaknya mencurahkan isi hati kita kepada Allah dan berlindung kepadaNya.

C.   ROMA 14:13-23

Bagian yang kita baca saat ini (pasal 14) merupakan salah satu bagian yang menunjukkan terjadinya konflik internal di komunitas jemaat Roma. Banyak perbedaan pemahaman yang tajam soal aplikasi hukum taurat dalam kehidupan beriman. Sebelumnya dalam Roma 3: 21-26, sesungguhnya Rasul paulus sendiri sudah menjelaskan bahwa kita dibenarkan karena iman, bukan karena ketaatan kepada hukum Taurat. Meskipun demikian, Paulus sendiri tidak anti hukum taurat. Baginya hukum taurat perlu diapresiasi sebagai rasa syukur kepada Tuhan dan bukan sebagai jalan keselamatan.

Dalam perbedaan yang semakin meruncing,terbitlah semangat saling menghakimi, saling menjatuhkan, saling membenarkan diri bahkan perpecahan (bdk. Istilah yang lemah dan kuat di pasal 14). Paulus mengkritik semua pihak dalam pilihan mereka tentang cara berpikir, dan cara bertindak dalam perbedaan. Sikap menghina dari orang yang kuat dalam iman terhadap orang lain yang lemah dalam iman tidak dibenarkan Allah. Sebaliknya sikap menghakimi dari orang yang lemah terhadap orang yang kuat juga tidak berkenan bagi Allah. Yang berada dalam posisi kuat seharusnya berbagi pengetahuan dan keyakinan mereka kepada golongan yang lemah (ay.13: jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung). Paulus dengan jelas mengkritik sikap-sikap yang demikian karena ia melihat potensi yang lebih merusak di masa depan dimana pada ay. 15 Paulus sempat menyebutkan kata menyakiti yang dilanjutkan dengan kata membinasakan dimana nuansa ini menunjukkan bahwa menyakiti bukan hanya soal sakit hati/ tersinggung tetapi menyangkut aspek yang lebih dalam yaitu soal menggoyahkan iman orang lain, membuat mereka kehilangan pegangan dan akhirnya melakukan perbuatan dosa. Karena itu untuk dapat keluar dari permasalahan yang ada, Paulus meminta jemaat untuk mengejar segala hal yang berguna dan  membiasakan diri untuk mendatangkan damai sejahtera dalam kehidupan ini (ay.19). Dengan sikap yang demikian, tentu komunitas dan suasana kehidupan kita menjadi lebih sehat dan kondusif. Paulus dengan tegas mengingatkan semua pihak untuk tidak merusakkan pekerjaan Allah karena terus menyimpan sikap-sikap yang menghancurkan kehidupan dan kebersamaan.  

POINTER APLIKASI

1.  Ada sebuah kata bijak yang mengatakan: “Pikiran kita adalah penyebabnya. Siapa menabur pikiran, dalam pikiran ia akan menuai tindakan. Menabur tindakan berarti menuai kebiasaan. Menabur kebiasaan tentu menuai karakter. Menabur karakter kelak menuai masa depan. Sesuai dengan firman Tuhan ini kita diajak untuk berusaha mengatur pikiran kita agar tidak hanya berfokus pada masalah dan luka-luka kita saja, tetapi lebih berfokus kepada berbagai hal yang sifatnya berguna dan membangun kehidupan. Dengan demikian kita pun dapat meningkatkan kondisi kesehatan kita

2.     Dunia ini akan selalu diisi dengan berbagai hiruk pikuk kehidupan serta ada banyak tantangan yang dihadapi di dalamnya. Untuk kesejahteraan dan kesehatan bersama alangkah baiknya kita pun  saling menopang satu sama lain, hidup berlandaskan kasih agar kita sama-sama bisa bertahan dalam tantangan saat ini. Komunitas yang tidak sehat dan saling menjegal serta selalu mendasarkan segala sesuatu dalam kompetisi/persaingan akan melenyapkan damai sejahtera dalam kehidupan bersama. Sebaliknya komunitas yang saling menopang dan memiliki hospitalitas membuat kehidupan kita semakin terberkati dan damai.

3.     Untuk memperoleh damai dalam kehidupan, sehat secara iman/ spiritual sangat kita perlukan. Karena itu kita perlu terus berjalan bersama Tuhan dalam perjalanan iman kita agar kita mengerti dan semakin mengenal karya Tuhan yang memulihkan kita. Seperti yang disaksikan Raja Daud, hanya pada TUhan letak kekuatan dan ketenangan kita. Milikilah relasi yang dekat dengan Tuhan sehingga seperti Musa saat kita sungguh mengenal Tuhan maka kebimbangan dan kelemahan kita tidak lagi menjadi penghalang yang membatasi kehidupan dan membatasi sukacita kita.

Pdt. Eden Prianenta Funu-Tarigan, S.si(Teol)

Perpulungen GBKP Kupang

Khotbah Minggu Tgl 10 Oktober 2021 : Kisah Para Rasul 20 :32-35

Invocatio    : (Kuan. 19:17)

Ogen           : Mazmur 41:1-4 

Kotbah        : Kisah Para  Rasul 20:32-35 

Tema          : Adalah Lebih Berbahagia Memberi Daripada Menerima

1.     Chen Shu Chu seorang pedagang sayur-mayur di Taitung, Taiwan. Selama 18 tahun berdagang, ia menyisihkan sebanyak 2,8 miliar rupiah keuntungannya untuk menyantuni orang miskin dan anak telantar. Pada tahun 2012 ia dianugerahi Penghargaan Ramon Magsaysay dan memperoleh hadiah sebesar 50 ribu dolar AS. Tetapi hadiah tersebut dihibahkan sebagai dana untuk membantu rumah sakit yang memerlukan peralatan UGD.

“Sebab di mana ada iri hati mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yak. 3:16). Chen Shu Chu bukan pemilik saham perusahaan besar, namun ia sudah menanamkan saham kebaikan dalam hidupnya. Ia melakukan hal sederhana, namun menghasilkan perbuatan yang mengagumkan. "Jangan sekedar bermimpi menjadi orang kaya, jadilah orang yang berhati kaya."

2.     Bagian ini merupakan rangkaian penutup dari “pidato perpisahan” dengan para penatua Efesus di Miletus, sebelum Paulus akan berangkat ke Yerusalem. Kali ini, Paulus tidak bisa datang ke Efesus, karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaatlah yang datang ke Miletus dan menjumpainya di sana.  Hal ini mungkin karena ada sesuatu yang hendak dikerjakan, entah dengan rencana pelayaran atau keinginan untuk menghindari pertikaian di Efesus. Dan keputusan ke Yerusalem bukanlah semata-mata keputusan Paulus, melainkan juga karena Roh Kudus telah menetapkan keputusan atas Paulus dengan berbagai cara. Hal ini nyata dari bahasa Paulus yang tegas kepada para penatua itu “sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem” (ayy. 22). Serta diakhiri dengan suasana yang sangat emosional, doa bersama yang disertai dengan cucuran air mata, pelukan, dan ciuman.

Secara umum, ada 3 bagian pesan perpisahan Paulus

·      Mengulas tentang masa lalu (18-21) menekankan pada kesetiannya pada Tuhan dan gereja-Nya selama 3 tahun melayani di Efesus ditengah tantangan yang berat.

·      Membahas tentang masa kini (22-27), mengungkapkan perasaan pribadi Paulus tentang masa lalu dan masa depan.

·      Berbicara tentang masa depan (28-35), memperingatkan mereka tentang bahaya yang akan dihadapi gereja-gereja.

3.     Di dalam acara perpisahan tersebut, Paulus berharap agar ketika ia meninggalkan jemaat Efesus, mereka dapat tetap berdampak bagi sesama. Salah satu yang ditekankan oleh Paulus adalah tindakan untuk saling memberi. Memberi merupakan wujud kepedulian terhadap sesama. Dengan memberi, setiap orang dapat saling menopang dan ikut merasakan pergumulan orang lain. Semangat memberi inilah yang oleh Paulus, dengan mengutip perkataan Yesus, dikatakan akan mendatangkan kebahagiaan.

Meski tidak tertulis dalam Injil manapun tetapi tetap memiliki akar dari pengajaran Tuhan Yesus (Mat. 25:34-35 Luk. 6:30, 35, 38; 14-14) (ada juga penafsir mengatakan bahwa Paulus mendengar kalimat tersebut dari salah satu para rasul atau lewat lisan).

Tidak ada orang yang tidak mau berbahagia. Tetapi kebahagiaan yang dimaksud dalam bagian ini adalah lebih bahagia memberi daripada menerima, tetapi dalam konteks:

-      Merespon anugerah keselamatan dari Tuhan (ay. 32 “... menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya”).

-      Menaati Firman Tuhan, bahwa Paulus mengutip apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus. Jadi kebahagiaan itu adalah menaati Firman Tuhan Yesus (bdk. Luk. 11:28 “Tapi ngaloi Jesus, "Malemen tuhu-tuhu ate kalak si megiken Kata Dibata dingen ndalankenca!" Ibas liturgi ninta rusur “ketuahen kalak simegiken ras sindalankenca”)

-      Lebih bahagia memberi karena kita mencerminkan Kristus di dalam diri kita. Sebagaimana Yesus memberi diri-Nya untuk dunia ini.

-      Menghindarkan kita dari keserakahan. Rasul Paulus bukan hanya mengutip kata-kata Yesus tetapi dia juga menjalaninya. Dalam ayat 33-34, Rasul Paulus mengatakan bahwa ia tidak pernah mengingini harta benda milik siapapun. Melalui yang ia miliki, ia telah memberi pertolongan bagi teman-temannya. Dengan kata lain, Rasul Paulus terhindar dari dosa keserakahan karena ia telah belajar memberi.

4.     Menerima dan memberi adalah sama-sama bahagia. Tetapi ada persoalan nilai atau perbandingan dalam hal ini bukan kontradiksi atau sesuatu yang paradoksal. Bukan berarti memberi adalah sesuatu yang baik sedangkan menerima adalah sesuatu yang buruk. Tetapi, lebih berbahagia ketika memberi meski menerima juga berbahagia.

5.     Menenggelamkan hak demi kepentingan orang lain. Di dalam Lukas 10:7 dan 1 Kor. 9:4-14 dinyatakan bahwa para saksi-Nya diizinkan menerima upah. Paulus berhak akan upah tersebut. Meski demikian, Paulus biasanya tidak memanfaatkan “hak” ini untuk dirinya, ia tidak mau membebani jemaat (meski di tempat lain dia tidak melakukan hal ini, tentunya tergantung situasi jemaat tersebut). “Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga.” (ay. 33), merupakan implikasi yang jelas bahwa dia suka agar para penatua Efesus mengambil sikap yang sama terhadap bantuan finansial, mungkin karena anggota jemaat lainnya tidak dalam keadaan berada. Akan sama halnya bahwa, hasil kerja keras kita memang benar adalah hak kita. Tetapi teladan Paulus memberi kita dorongan untuk “menenggelamkan hak” tersebut untuk/ demi mereka yang lemah. Ada motivasi dari dalam diri untuk memberi.

6.     Melayani di tengah tantangan. Bukan hal yang mudah bagi Paulus untuk tetap setia melayani Tuhan di tengah tantangan yang hebat. Umumnya, ketika seseorang menghadapi tantangan, orang tersebut hanya akan memikirkan dirinya sendiri serta kecil kemungkinan memikirkan kebutuhan orang lain. Tetapi, menariknya, cara hidup Paulus tidak demikian. Meski di tengah tantangan, Paulus tetap dan selalu memikirkan kehidupan jemaatnya. Cara hidup Paulus ini menjadi teladan bagi kita di tengah krisis akibat pandemi covid-19 ini. Semua kita mungkin akan berkata bahwa “aku pe mberat nge kuakap, aku pe mesera nge kuakap, uga ningku mere penampat, khususna nandangi YKPD, PAK Gelora Kasih ntah pe PPOS? Di dalam situasi seperti inilah kita diuji. Paulus tidak menghindar untuk memberi diri kepada jemaat di tengah tantangan tersebut. Maka saatnya kita “memberi di tengah tantangan”.

7.     Sulit memberi adalah kegagalan dalam menyadari. Sadar akan apa? Gagal menyadari betapa banyak kita telah menerima dari Tuhan. Gagal menyadari bahwa kita sebenarnya adalah pengelola bukan pemilik. Gagal menyadari bahwa ada yang Tuhan titipkan lewat diri kita bagi orang lain.

8.     Mperdiateken anak-anak YKPD, PAK Gelora Kasih, ras orangtuanta i PPOS enggo pasti “la rulih man banta”. Jika  dunia ini sangat menekankan pada hukum timbal balik. Jika saya memberi, maka saya akan menerima. Maka, sudah pasti mereka yang disebut di atas tidak bisa membalas kebaikan yang kita lakukan secara langsung. Sama seperti kata Pengkotbah 11:1 “Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.

9.     3 tahun mereka diajari oleh Paulus baik melalui pengajaran maupun dalam teladan kehidupan, sudah saatnya mereka tidak lagi dilayani tetapi melayani, sudah saatnya mereka memberi. Paulus telah memberi teladan tersebut (ay. 35) dengan bekerja keras bukan hanya memenuhi kebutuhan diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang lemah. Seolah Paulus mengingatkan kita di ay. 32 “dan sekarang...” bahwa tugas melayani mereka yang lemah tersebut diserahkan kepada kita.

10.  Bekerja keras ternyata bukan hanya “demi” kita, tetapi juga bagi mereka yang membutuhkan. Ini adalah sebuah etika kerja yang luar biasa. Jika selama ini kita dengar bekerja adalah ibadah, tetapi kali ini ada tambahannya bekerja untuk mereka yang lemah karena itu adalah ibadah. Paulus bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi berupaya berbagi dengan mereka yang lemah.

Orang lemah bisa dalam arti lemah secara iman. Tetapi ada kala orang lemah dalam iman karena tekanan ekonomi (berkekurangan, meski ada juga yang kaya tapi lemah dalam iman, sebaliknya ada juga yang hidupnya pas-pasan tapi teguh dalam iman). Tetapi ada kalanya berkaitan bagi sebagian orang, tekanan ekonomi membuat kehidupan beriman menjadi lemah. Maka di saat seperti inilah gereja mengambil peran membantu secara materi selain hanya doa.

11.  Memberi sebagai pelayanan. Memberi tersebut bukan hanya sekedar pemberian kepada mereka yang membutuhkan melainkan melihat pemberian itu juga sebagai pelayanan (”service”, 2Kor. 9:12; Rm. 15:27). Suatu tindakan kasih yang didasarkan atas kasih Kristus (2Kor. 8:11-12,24; 9:5-7). Sejajar dengan itu maka memberi harus dengan sukacita dan ucapan syukur bukan dengan paksaan. Juga dengan memberi melalui  maka kita diajak untuk memelihara keseimbangan di tengah persekutuan orang percaya, antara mereka yang berkecukupan dengan mereka yang berkekurangan/ lemah.

12.  Memberi berdasarkan apa yang ada. Paulus di surat-surat yang lain , misalnya kepada jemaat Korintus meminta jemaat Korintus untuk memberi dari apa yang mereka miliki, bukan dari apa yang tidak mereka miliki. Pemberian itu bukan masalah jumlahnya tetapi sukarelanya. Sikap bermurah hati kepada orang-orang yang membutuhkan merupakan ajaran yang populer dalam tradisi hikmat (Ams. 3:27-28

Pertanyaannya, adakah kita yang sampai saat ini dengan konsisten memberi hati dan sebagian harta kita kepada mereka?

Mzm. 37:25-26 “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.”

Jangan ajari Tuhan belajar matematika atau ilmu ekonomi.

Pdt  Dasma Turnip

GBKP Rg Palangkaraya 

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate