Khotbah Minggu Tgl 31 Oktober 2021 ; Kolose 3:10-11
Invocatio : “...dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (Efesus 5: 10)
Bacaan : 2 Raja-Raja 18:1-7
Khotbah : Kolose 3: 10-11
Tema : “KEHIDUPAN YANG DIPERBAHARUI”
Pengantar
Minggu Reformasi Gereja mengingatkan kita akan pentingnya setia pada Firman Tuhan. Gereja mestinya berakar dalam Firman Tuhan, bukan membaca dan mendengar apa yang menyenangkan bagi telinga saja. Kehidupan hanya bisa diperbaharui saat kita berada dalam zona iman, bukan zona nyaman. Kesiapan untuk maju dan bertumbuh diawali dengan kesiapan untuk diperbaharui.
Penjelasan Teks
Kolose 3: 10
Manusia baru. Paulus mengingatkan kepada orang percaya di kota Kolose bahwa dengan menerima Kristus mereka memperoleh hidup baru. Hidup baru ini bukan tentang sesuatu yang kelihatan, seperti gaya rambut atau gaya berpakaian, melainkan karakter dan perilaku yang harus diperbaharui. Orang yang belum mengenal dan menerima Kristus hidup menurut kehendaknya sendiri, melakukan hal sesuka hati asal dirinya senang, tidak peduli sekalipun itu adalah dosa. Sedangkan hidup baru berarti hidup menurut kehendak Kristus, melakukan hal-hal yang membuat Tuhan senang.
Yang terus menerus diperbaharui: Pengertian hidup baru ini bukan yang terjadi sekali saja, melainkan terus menerus diperbaharui, menjadi semakin sama dengan Yesus. Dalam hal ini tidak ada kata tamat, selama masih hidup iman harus terus diperbaharui. Dan perubahan ini adalah menuju kepada yang lebih baik. Roma 12:2 mengatakan “berubahlah oleh pembaharuan budimu” jadi dimulai dari kemauan diri untuk diubah agar Allah bekerja dalam diri kita. Perubahan adalah sebuah proses yang tidak instan. Tetapi orang yang menyadari perubahan statusnya akan selalu berusaha menyesuaikan perilaku dan pola pikir sesuai status barunya. Anak-anak Allah akan terus diperbaharui menjadi semakin serupa dengan Allah.
Ayat 11
Sekat-sekat pemisah, golongan, perbedaan tidak menjadi pembeda sebab Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. Kepada orang-orang yang mudah terpecah belah Paulus mengingatkan bahwa di dalam Kristus kita adalah satu. Semua orang percaya adalah “manusia baru” yang adalah anggota keluarga Tuhan.
2 Raja-Raja 18: 1-7
Raja Hizkia pun adalah tokoh reformasi. Dalam usia muda 25 tahun ia menjadi raja Yehuda dan berani melakukan yang benar di mata Tuhan. Hizkia menjauhkan bukit-bukit pengorbanan, meremukkan tugu berhala, menebang tiang-tiang berhala, menghancurkan ular tembaga yang pernah dibuat Musa sebab orang Israel menjadikan ular itu berhala. Aksi yang keras ini tentu memberi efek yang tegas bagi orang di kerajaan itu. Mereka kehilangan semua berhalanya dan mereka punya sosok pemimpin yang beriman hanya kepada Tuhan Allah. Hizkia adalah pemimpin yang takut akan Tuhan, menjadi teladan bagi umat agar berpaling dan hanya menyembah kepada Tuhan saja.
Relevansi
1. Pada 31 Oktober 1917, Martin Luther memasang 95 dalil di depan pintu gereja Roma Katolik di Wittenberg Jerman sebagai gerakan reformasi atas menyimpangnya kehidupan gereja dan kepempimpinan pada saat itu. Ini melahirkan gerakan protestantisme yang kemudian tumbuh dalam 3 prinsip yaitu Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura sebagai ajaran yang benar tentang iman dan keselamatan yang Alkitabiah. Demikian pula Yohanes Calvin menekankan keutamaan Alkitab dalam gereja. Hingga 504 tahun kemudian, kita masih terus memperingati hari Reformasi Gereja dan masih terus mereformasi gereja. “Ecclesia reformata semper reformanda secundum verbum Dei” artinya gereja yang telah ter-reformasi harus terus ber-reformasi sesuai dengan Firman Tuhan. Back to The Bible. Inilah yang menjadi semangat bersama.
2. Dalam Minggu Reformasi ini, kita sebagai Gereja (pribadi/individu) harus menyadari perlunya diperbaharui secara terus menerus. Mau diperbaharui berarti bersedia dibentuk dan dibangun terus menerus, tidak menolak/tersinggung setiap mendapat ajaran atau masukan. Orang yang siap diperbaharui adalah orang yang bersedia belajar dari siapapun, juga mau mempertanyakan dirinya, sudahkah ia menghidupi ajaran Firman Tuhan yang ia pelajari. Bukan merasa paling benar sehingga tidak perlu koreksi, atau merasa sudah sempurna sehingga tidak perlu diperbaharui lagi. Minggu reformasi gereja mengingatkan kita bahwa kita pun perlu mereformasi diri, agar menjadi orang Kristen yang dinamis, bukan statis.
3. Gereja sebagai lembaga perlu direformasi secara terus menerus. Perlu kita ingat bahwa para tokoh reformasi melakukan reformasi gereja demi kemajuan gereja, bukan menunjukkan kebolehan mereka apalagi menjatuhkan pemimpin gereja saat itu. Semangat mereformasi gereja hingga saat ini masih ada, merekalah orang-orang yang memperhatikan gereja sampai ke detail terkecil untuk memastikan gereja tetap pada prinsip Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura. Kesemuanya ini didasari rasa cinta pada Tuhan dan cinta pada gereja (GBKP). Biarlah semuanya hanya untuk kebenaran dan kemuliaan bagi nama Tuhan.
4. Kehidupan gereja semasa pandemi Covid-19 mengalami perubahan yang signifikan. Kita menjadi akrab dengan istilah Ibadah Online, Ibadah Virtual, Perjamuan Kudus secara online, bahkan Retreat Online. Bayangkan jika gereja menolak pembaharuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi, alangkah tertinggalnya kita dibandingkan dunia ini. Semua sepakat bahwa ibadah yang ideal adalah ibadah tatap muka, tetapi bukan berarti saat ibadah masih dilakukan secara online, kita tidak memberi yang terbaik. Janganlah kita menghadap Tuhan di rumah kita sambil beraktifitas ini dan itu, tidak berfokus pada Tuhan yang sedang menyapa kita lewat ibadah-ibadah yang dilakukan dari rumah masing-masing. Cara kita beribadah selama pandemi ini perlu terus diperbaharui.
Pdt. Yohana br Ginting