Khotbah : 2 Raja-raja 20 : 1-7 ; Minggu tgl 13 Mei 2018
Bimbingan Khotbah Minggu 13 Mei 2018 (Minggu Exaudi)
Invocatio: Mazmur 86: 3
Bacaan: Matius 9: 27-31 (Tunggal)
Khotbah: 2 Raja-Raja 20: 1-7 (Tunggal)
Thema: “Allah Mendengarkan Doamu”
I. Pendahuluan
Penulis 2 Raja-Raja tidak dikenal secara pasti, tapi themanya mengenai raja-raja Israel dan Yehuda. Kitab 2 Raja-Raja merupakan sejarah yang berkelanjutan yang melanjutkan Kitab 1 Raja-Raja. Kitab 2 Raja-Raja melanjutkan penelusuran kemerosotan Israel dan Yehuda yang dimulai sekitar tahun 852 sM. Kitab ini mencatat dua peristiwa besar secara nasional yang membuat hancurnya dua kerajaan ini. Runtuhnya Samaria sebagai ibukota Israel dan penduduknya ke Asyur tahun 722 sM. Runtuhnya Yerusalem ibukota Yehuda, dan pembuangan orang Yehuda ke Babel tahun 586 sM.
Lima ciri utama mengenai Kitab 2 Raja-Raja ini adalah: kitab ini menekankan pentingnya nabi-nabi dan pemberitaannya sebagai cara utama Allah untuk menyampaikan tujuan-Nya kepada raja-raja maupun rakyat Israel dan Yehuda. Pelayanan Elisa yang penuh dengan mujizat disoroti dalam bagian pertama kitab ini. Hanya dua raja di kerajaan Israel dan Yehuda yang dikatakan setia kepada Allah maupun kepada bangsa-Nya yaitu Hizkia (2 Raj. 20: 1-7) dan Yosia (2 Raj. 22: 1-23, 29). Terlihat bahwa pemimpin yang tidak benar akhirnya dia akan membawa bangsa yang dipimpinnya menuju kehancuran.
II. Isi
Siapakah Raja Hizkia? Dia merupakan raja yang ke-13 dalam sejarah kerajaan Yehuda. Dia seorang dari antara raja Yehuda yang pernah ada yang mempunyai karakter yang baik, sesuai dengan kehendak Tuhan. Menurut 2 Raja. 18: 3, “dia melakukan yang benar di hadapan Allah, seperti yang dilakukan leluhurnya Daud”. Dia terkenal sebagai raja yang dekat sekali dengan Allah. Hizkia adalah seorang reformis (pembaharu).
Reformasi yang dilakukannya bukan reformasi dalam pengertian “eksternal” tapi reformasi “internal” dalam rangka menegakkan Undang-undang Allah. Hizkia melakukan pembaharuan agar kembali kepada Firman Allah. Reformasi yang dilakukannya dengan membuat penerapan ketaatan hidup dalam kehidupan pada saat itu. Semua negeri dibersihkannya. Mezbah, berhala dan tempatnya dihancurkannya. Bahkan patung ular tembaga yang dibuat pada saat bangsa Israel di padang gurun dihancurkan, karena patung itu mengarahkan mata bangsa itu tidak lagi tertuju kepada Allah (2 Raj. 18: 4). Bait Allah di Yerusalem, yang pintu-pintunya dikunci Raja Ahas, dibuka kembali dan dibersihkan. Hari Raya Paskah kembali diberlakukan sebagai hari raya nasional dan kebangunan rohani terjadi di seluruh wilayah Yehuda.
Pada saat Hizkia sakit parah, waktu terjadinya penyakit itu pada saat invasi yang dilakukan Kerajaan Asyur, pada hari itu umur Raja Hizkia 39 tahun. Ada pesan yang disampaikan kepada keluarga besarnya, karena pada saat itu belum ada yang meneruskan kerajaannya (penerus tahta). Dengan pesan ini mungkin satu pemilihan seorang pewaris tahta kerajaan untuk menggantikan Hizkia. Setelah Hizkia mendengar bahwa tidak akan lama lagi dia akan mati, menangislah ia. Dia bergumul karena penderitaan yang dialaminya: musuh (Asyur) yang mau menyerang kerajaannya, rencana reformasi yang belum selesai, dan masalah pewarisan tahta. Raja Hizkia berdoa meminta pertolongan kepada Allah. Sewaktu Pesan itu disampaikan oleh Nabi Yesaya, bahwa tidak lama lagi dia akan mati, Hizkia tidak langsung menerimanya begitu saja, dia berusaha mengambil hati Allah dalam doa, dengan meminta agar ditambahkan lagi umurnya. Lalu dia mendapatkan apa yang dia minta dalam doanya.
Apa yang membuat Hizkia mendapatkan kesembuhan? Allah benar-benar berkuasa terhadap umur manusia, pada saat Hizkia dalam imannya memanggil Tuhan dalam doanya, Tuhan mendengarkan doa Hizkia. Iman yang benar pasti memberikan pengaruh kehidupan seseorang dalam perjumpaannya dengan Tuhan. Dia tidak lagi memperlihatkan kehebatannya sebagai raja, tapi iman yang mengubahkan ia jadi seorang yang rendah hati, di mana dia tidak lagi mampu mengandalkan dirinya untuk mendapatkan kesembuhan. Hizkia menangis pada saat berdoa kepada Tuhan. Iman Hizkia mempengaruhi semangat dan susunan sarafnya, lalu dia masuk ke dalam tahapan kehidupan di mana dia lebih mengenal Allah dengan benar, bahwa hanya Allah yang bisa memberikan kesembuhan. Nabi Yesaya sebagai bagian dari komunitasnya pun memberikan dukungan untuk kesembuhan Hizkia, lalu Nabi Yesaya pun berupaya dalam imannya kepada Tuhan memberikan kesembuhan kepada Hizkia. Hati yang hancur, tangisan yang didorong karena iman membawa kita datang kepada Tuhan dan Tuhan menjawab doa kita karena kasih-Nya kepada bangsa-Nya (bnd. Mzm. 27: 7). Tuhan mendengarkan dan menjawab doa kita karena kasih-Nya. Jika kita mendapatkan penyakit, datanglah kepada Yesus, Dia mendengarkan dan pasti menjawab doa kita, karena kasih-Nya yang terus mengalir menuju orang yang dikasihi-Nya, seperti orang buta yang datang kepada Yesus dan mengatakan bahwa dia percaya Yesus sanggup menyembuhkan matanya yang buta, lalu terjadilah seperti yang dia percayai (bahan bacaan Mat. 9: 27-31). Datanglah kepada Yesus, katakan apa yang kita rasakan seperti Raja Hizkia, Allah mendengarkan pergumulan kita. Datanglah kepada Yesus, di sana ada kesembuhan.
III. Refleksi
Raja Hizkia pada saat itu berumur 39 tahun sewaktu ia mendapatkan berita bahwa tidak akan lama lagi dia akan mati. Sungguh sayang sekali, dia mati muda padahal dia orang baik. Apa reaksi Hizkia sewaktu dia mendengar bahwa tidak akan lama lagi dia akan mati? Hatinya hancur jika kehidupannya harus berakhir diumur yang masih muda. Apa yang terjadi? Allah benar-benar tergerak hatinya untuk menyembuhkan Hizkia dari penyakit yang dialaminya. Lalu Hizkia terharu karena pertolongan Allah (bnd. Yes. 38: 10-20). Jarang terjadi dalam kehidupan seseorang ditambahkan Tuhan umurnya, yang sebelumnya dia divonis mati. Apakah jarang terjadi? Ditambahkan secara dramatis seperti yang dialami Hizkia memang jarang. Tapi, ditambahkan dalam pengertian Tuhan tetap memberikan kehidupan, sebenarnya Tuhan memberikan kepada kita semua. Mari kita merenungkan, kita bisa hidup sampai sekarang ini, mungkin ini adalah hasil perpanjangan kehidupan yang diberikan Tuhan. Kita tidak tahu kalau dahulu mungkin saja kita menganggap di situlah waktunya kita mati. Mungkin saja mobil yang kita tumpangi hampir tabrakan yang mengancam nyawa kita (kita merasa di situlah hari terakhir kita), dan lain-lain berdasarkan pengalaman kita masing-masing. Kalau kita menyadari bahwa kehidupan kita sekarang ini sebenarnya adalah hasil perpanjangan ataupun diperpanjang (ditambahkan), tentu kita harus mengucap syukur dan menjalani kehidupan ini secara produktif. Inilah sikap Hizkia. Masa perpanjangan hidupnya dipakainya untuk berkarya.
Menurut penelitian, orang yang sering menghadiri kebaktian di gereja secara signifikan cenderung tidak ada dalam dirinya tingkat IL-6 (protein ataupun yang dinamakan interleukin 6, satu sistem kekebalan tubuh yang tidak stabil dan tidak bekerja dalam tingkat yang normal) yang tinggi dibandingkan orang yang kurang berperan secara iman. Artinya semakin besar peran kita dalam kebaktian ataupun pekerjaan gereja, maka semakin baik hubungan dan fungsi kekebalan tubuh kita. Semakin dekat kita dengan Tuhan, kehidupan kita pun dipulihkan dalam berbagai pergumulan yang kita alami.
Sewaktu menerima penyakit itulah waktu untuk berdoa secara khusus seperti yang dilakukan Hizkia. Iman dan doa kalau keduanya dilakukan dengan benar dan langsung ditujukan kepada Allah yang hidup, bisa mengubah setiap keadaan. Kematian pasti datang dan semestinya itu membuat kita semakin dekat dengan Tuhan. Itulah sebabnya, setiap orang Kristen diwajipkan mengingat bahwa kematian itu pasti datang. Mengenai kematian, semua orang pasti menerimanya. Kalau dipikirkan kematian itu begitu berat kita untuk menerimanya padahal masih banyak yang belum kita selesaikan di dunia ini (Pengalaman Raja Hizkia). Tapi kematian memberikan sukacita, karena kita bakal berjuma dengan Allah. Hidup atau mati mutlak dalam tangan Allah. Penyembuhan tanpa ada berkat tentu sia-sia. Bukan kue ara itu sebenarnya yang menyembuhkan penyakit Hizkia tapi berkat Allah itu sendiri. Kalau kita sakit, kita harus percaya bahwa sumber semua kesembuhan adalah Allah. Kesehatan yang dipulihkan harus dipakai untuk memperbaiki perenungan kita kepada Allah. Kalau sekarang kita masih tetap diberikan hal-hal yang baru dari Allah, inilah berkat Tuhan yang patut kita syukuri. Dia tetap memberikan kita kesempatan untuk berjumpa dengan Dia melalui doa kita. Apakah Allah bekerja sampai sekarang, apakah Dia tetap mendengarkan doa kita, apakah Dia tetap menyembuhkan penyakit kita, apakah Dia tetap memperpanjang umur kita? Tentu saja, Dia bukan sekedar bekerja di jaman Alkitab itu dituliskan, tapi sepanjang hidup sampai sekarang ini, bahkan sampai selama-lamanya.
Pdt. Andreas Pranata S. Meliala, S.Th
(GBKP Rg. Cibinong)