Suplemen PA Mamre : Jeremia 29:4-9 ; Tgl 22-29 Mei 2021
Ogen : Yeremia 29 4-9
Thema : “Jadilah Usihen Ibas Erdahin Ras Ertoto”
Tujun : Gelah Mamre:
1. Jadi usihen man anak ipupusna bagepe anak-anak Gereja ibas erdahin dingen ertoto guna kiniulin kegeluhen.
2. Ngajarken anak-anakna ibas nikapken diri ku kegeluhen perjabun.
1. Melawan arus. Masa Yeremia adalah masa yang penting dalam sejarah Yehuda yang penuh dengan tantangan. Sepanjang empat puluh tahun yang penuh kekacauan, Yeremia mewartakan Firman Allah kepada raja dan rakyat dengan penuh pengorbanan. Ia menunjukkan tidak hanya apa yang seharusnya dikatakan oleh seorang nabi tetapi bagaimana seharusnya seorang nabi hidup. Kitab Yeremia ini menceritakan kehidupan dan pemberitaannya, dan merupakan teladan dari nubuat yang benar di tengah-tengah banyaknya nabi-nabi yang menubuatkan yang tidak benar. Meski ada beberapa nubuatan yang tidak benar tetapi Yeremia berani melawan arus di zamannya. Secara pribadi, Yeremia mengalami banyak pergumulan. Orang-orang di kotanya dan keluarganya melawan dia (Yer. 11:21-23; 12:6). Kemudian, komplotan para imam dan nabi menuduh dia menghujat Allah karena ia menubuatkan kehancuran Rumah Allah (Yer. 26:1-6), terancam maut oleh sebab pemberitaannya tetapi diselamatkan oleh Ahikam (Yer. 26:24), Yeremia dipukul dan dipasung oleh Imam Pasyhur (Yer. 20:1-6), dan pernah mau dibiarkan mati dan bahkan Yeremia dan juru tulisnya Barukh pernah terancam oleh sebab kemarahan raja tetapi selamat oleh karena perlindungan Allah (36:26). Di tengah pergumulan pribadi yang demikian, Yeremia tidak mundur dan gentar, dia tetap memberitakan kebenaran meski melawan arus.
Meski ada perlawanan dari musuh-musuhnya, tetapi dia tidak mengubah atau mengurangi pemberitaannya. Ia tahu apa yang harus ia kerjakan, tidak selalu menyenangkan hati orang lain namun dia selalu jujur dan berani.
2. Pengajaran yang salah menyebabkan tidak mampu memilih yang benar. Meski Yeremia sudah menyampaikan nubuatan dari Allah bahwa hukuman pasti terjadi. Tetapi ada juga perlawanan dari nabi-nabi palsu. Mereka lebih senang mengikuti kehendak rakyat daripada firman Allah sendiri. Mereka tidak mendukung ajaran Yeremia, malah menentangnya dengan menubuatkan damai dan keamanan bukan penghukuman. Para nabi palsu itu hidup bersama-sama dosa bangsanya (Yer. 23:14). Hebatnya lagi, mereka menyatakan mengetahui firman Tuhan, tetapi apa yang mereka katakan kosong belaka (23:21-22). Pertentangan yang hebat terjadi antara Yeremia dan Hananya (Yer. 28:1-17). Yeremia menyatakan penghukuman, sedang Hananya yang telah mengaku mendengar firman Tuhan berkata bahwa pembuangan ke Babel akan berlangsung singkat dan mereka akan kembali dalam jangka waktu 2 tahun (28:2-5). Ada kuan-kuan dalam bahasa Karo “salah benana, lepak pendungina”. Persis seperti istilah tersebut, pengajaran yang salah menyebabkan Yehuda tidak mampu memilih yang benar dan akhirnya lebih memilih apa yang “enak” di dengar telinga daripada pemberitaan dari Yeremia. Sebagai Mamre, kita juga harus memperhatikan ajaran kita kepada anak-anak, apakah sudah sesuai dengan Firman Tuhan atau belum? Apakah pengajaran kita memberi kesenangan semu atau membawa mereka kepada kebenaran?
3. Akibat pemberitaan dan pengajaran yang salah tersebut, sebagian umat bersikap malas-malasan, pasif dalam kehidupan bermasyarakat di Babel. Sebagian lagi mulai melupakan jati diri sebagai umat Allah dan menyesuaikan diri dengan budaya berdosa penduduk Babel. Mereka mengabaikan janji Tuhan tentang lamanya masa pembuangan dan rencana Allah memulihkan mereka (29:10-14). Sikap seperti itu akan menuai hukuman Allah yang lebih keras seperti yang dialami saudara-saudara mereka yang tidak ikut terbuang dan terus mengabaikan firman Tuhan (29:16-23). Oleh karena itu, Yeremia mengemukakan hukuman Allah bagi para nabi palsu (29:24-32) dan perintah Allah agar umat Allah hidup dan bergaul secara normal, bahkan berusaha menjadi berkat bagi kesejahteraan kota yang mereka tempati (29:4-9). Di negeri pembuangan pun, panggilan sebagai bangsa yang diberkati dan menjadi berkat tidak dibatalkan!
4. Semu dan realistis. Di tengah pandemi seperti ini, mungkin ada persamaan dengan Yehuda yang dibuang ke Babel pada waktu itu. Ada di antara mereka yang dibuang tersebut memilih semakin jauh dari Tuhan. Akhirnya, nyaman jauh dari Tuhan. Tetapi seharusnya tidak demikian di tengah krisis harusnya kita mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita tidak tahu kapan ini akan berakhir, dulu kita mengira tidak akan sampai setahun, ternyata sampai hari ini masih berlanjut. Maka ditengah keberlanjutan pandemi ini, jangan abai dan lalai menjalin relasi dengan Tuhan, upayakanlah hal-hal yang membangun seperti menata keluarga kita lebih baik dan membangun masa depan yang lebih baik.
5. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Yeremia kepada mereka yang telah berada di Babel:
· Agar seluruh umat mendirikan rumah untuk mereka diami. Membangun rumah, bukan membangun kemah. Itu berarti untuk menetap, bukan berpindah-pindah dan tentunya untuk jangka waktu yang panjang. Ini berarti
· Membuat dan mengelola kebun untuk dinikmati hasilnya. Bekerja dengan rajin sehingga mendapatkan hasil. Mengingatkan kita, bahwa Alkitab tidak pernah memerintahkan untuk bermalas-malasan.
· Mengambil isteri untuk anak-anak laki-laki dan mencarikan suami untuk anak perempuan mereka agar mereka melahirkan anak-anak sehingga mereka bertambah banyak. Memasuki pernikahan bukan dengan sembarangan. Perlu bagi kita Mamre supaya bertekun berdoa buat pasangan hidup anak-anak kita. Supaya dalam hal mengambil keputusan bukan hanya keputusan kita sendiri tetapi keputusan Allah yang berdaulat.
· Mengusahakan kesejahteraan kota di mana mereka tinggal dan mendoakan kota tersebut agar kesejahteraan kota tersebut menjadi kesejahteraan umat Israel.
Yeremia tersebut mengajak umat Israel untuk segera belajar menyesuaikan diri dengan situasi yang baru dan mengabaikan nubuatan yang menyatakan penghukuman Allah hanya 2 tahun tersebut, bahwa mereka akan berada di pembuangan Babel selama 70 tahun, ini yang benar!
Umat Israel diajak untuk memaknai kehidupan mereka di Babel dengan mendirikan rumah untuk didiami, menanam dan mengelola kebun, membangun keluarga yang baru, dan mengusahakan kesejahteraan kota serta mendoakan kota tersebut. Di tengah-tengah situasi umat Israel yang waktu itu sedang putus asa dan depresi, nabi Yeremia berhasil membangun harapan yang baru agar umat Israel tidak makin terpuruk dan hancur. Sebaliknya umat Israel dapat menata kembali masa depan yang telah disediakan oleh Allah. Di Yer. 29:11, Allah berfirman: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai-sejahera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”.
Pesan yang disampaikan Yeremia ini mungkin tidak lama berselang setelah mereka tiba di Babel sebagai buangan. Selain pesan, Tuhan juga menyampaikan janji pemeliharaan-Nya melalui nabi Yeremia.
6. Tidak toleran terhadap dosa. Kita mungkin sering berkata sitik labo dalih. Yeremia memandang dosa sebagai hal yang sungguh serius karena ia menanggapi kebenaran Allah dengan sungguh-sungguh. Adakah Mamre juga memandang dosa sebagai hal yang serius? Atau biasa nge, sitik labo dalih? Yeremia sangat peka akan dosa. Maka Mamre juga harusnya demikian, supaya bukan hanya perkataan kita yang benar, tetapi tindakan kita juga benar. Meski berada di pembuangan, tidak seharusnya membuat mereka sama dengan orang-orang Babel. Di pembuangan sekalipun, harus nyata perbedaan orang-orang pilihan Tuhan dengan yang lain. Kita juga demikian, meski kita hidup di dunia ini, tidak harus mengikuti keinginan dunia ini.
7. Hal konkrit yang perlu Mamre lakukan, bagi yang sudah melakukan puji Tuhan, bagi yang belum silahkan dimulai hari ini juga. Adapun aksi ini adalah “berdoa menyebut nama”. Bagi Mamre yang sudah memiliki anak di tengah keluarga atau bahkan kempu, berdoalah setiap hari untuk mereka dengan menyebut nama mereka di dalam doa kita. Berdoa buat Moria di tengah keluarga dan berdoa buat anak-anak sampai ke kempu tanpa putus-putus.
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip
GBKP Palangka Raya