Suplemen Mamre : Kuan-kuanen 6 :6-11 ; tgl 10-16 Juni 2018
Suplemen Bimbingen PA MAMRE 10-16 Juni 2018
Ogen : Kuan-kuanen 6:6-11
Tema : Biak Erdahin Selaku Mamre (Etos Kerja)
Tujun : Gelah Mamre
a. Meteh maka erdahin eme dalan ngaloken pasu-pasu idur Dibata nari.
b. Ngasup nggejapken maka erdahin eme sada keriahen ras anugerah.
1. John Oxenham pernah berdoa "Tuhan, ubahlah rutinitas pekerjaan menjadi perayaan kasih". Dalam iman Kristen, pekerjaan bukanlah sesuatu yang terpisah dari dunia rohani (pelayanan). Ketika manusia bekerja, sesungguhnya itu adalah bagian dari gambar dan rupa Allah yang ia miliki (Kejadian 1:26, 27). Kerja bukanlah kutukan Taman Eden. Dengan demikian, ketika kita bekerja, kita menjalankan hakekat kita sebagai manusia. Oleh karena apapun yang kita dalam pekerjaan kita sehari-hari merupakan ibadah kita kepada Tuhan yang harus kita pertanggungjawabkan kepada-Nya setiap saat. Kolose 3:23 “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” William Tyndale pernah mengatakan "Tidak ada pekerjaan yang lebih baik dalam menyukakan Tuhan; menuangkan air, mencuci piring, menjadi tukang sepatu, atau rasul, semuanya sama; mencuci piring dan berkhotbah adalah sama, semuanya untuk menyenangkan Tuhan." Manusia bekerja bukan merupakan akibat dari kejatuhan ke dalam dosa, sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, Allah telah memanggil manusia untuk bekerja (Kej. 2:15 “mengusahakan dan memelihara”). Itu berarti bahwa bekerja merupakan panggilan dari Tuhan bagi kita.
2. Pekerjaan kita merupakan lapangan pelayanan yang terbaik untuk kita bisa menjadi saksi Kristus "... dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia. Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan" (Ef. 6:7-8). Ayat tersebut jelas-jelas menyatakan bahwa Tuhan mengharapkan sebuah pekerjaan yang dikerjakan dengan sangat baik karena dari situlah kesaksian yang efektif akan muncul. Kombinasi pekerjaan yang seperti itulah yang Ia inginkan. Kekristenan akan bekerja saat kita menjadi teladan yang hidup. Dan sebenarnya tidak ada alasan bagi orang percaya untuk bermalas-malasan karena Allah kita adalah Allah yang terus bekerja (Yohanes 5:17 Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.")
3. Pengajaran dalam perikop ini merupakan bentuk peringatan tentang kemalasan dan kemiskinan. Elemen utama dari pengajaran ini ada pada kalimat perintah pertama ayat 6 (Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak) yang berisi dorongan untuk meneladani kerajinan semut. Kalimat di ay. 7-8 merupakan motif dari dorongan tersebut. Dorongan ini dilengkapi dengan peringatan agar tidak masuk ke dalam kemiskinan. Peringatan tersebut dikemukakan secara tidak langsung melalui kalimat pertanyaan retoris pada ayat. 9 (Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu?) dan puncaknya kalimat motif terakhir pada ayat 11 (maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.) yang menjelaskan kondisi yang harus dihindarkan.
4. Pada perikop ini kemalasan dikaitkan dengan kemiskinan. Kemiskinan dalam nats ini dinilai negatif karena disebabkan oleh sikap hidup malas, dan kemiskinan seperti itu tidak dapat ditolerir (Ams. 10:4-5; 14:20). Penyebab yang paling utama dari diri sendiri. Pengajaran dalam perikop ini disampaikan melalui keteladanan semut karena semut sangatlah rajin dan berdisiplin. Dikatakan bahwa “biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.” Berbeda dengan manusia, semut memang tidak memiliki pemimpin. Tetapi mereka bisa mendisiplinkan diri dan mereka bekerja maksimal. Semut juga teratur dan sistematis di dalam memproduksi kebutuhan hidupnya. Tidak pernah ada catatan mengenai semut yang tidur dan kelaparan karenanya, tetapi semut selalu berkecukupan. Walaupun demikian, sebenarnya ada sisi negatif dari semut ini yang bersifat destruktif. Karakter negatif tersebut adalah kerakusan semut yang luar biasa, kegigihan semut di dalam menyediakan kebutuhannya sebenarnya mengarah kepada kerakusan yang luar biasa. Sebagai orang percaya juga kita diingatkan untuk tidak menghalalkan segala cara untuk mencukupkan kebutuhan ekonomi kita.
5. Akibat dari kemalasan tentu mengakibatkan intelektualitasnya juga melemah, ia tidak hanya tak bersedia, tetapi memang tak mampu mengantisipasi kesulitan dan mencari solusinya. Kemalasan membuat ia tidak dapat melindungi diri dari kemiskinan dan kekurangan yang datang seperti “penyerbu” dan “laki-laki bersenjata” (ay. 11). Kata “penyerbu” menyatakan betapa cepatnya kedatangan kemiskinan itu, secepat kedatangan seorang penyerbu dalam peperangan. Sedangkan istilah “laki-laki bersenjata” adalah laki-laki dengan perlengkapan senjata dan bertugas untuk menaklukkan suatu kota. Oleh karena itu, istilah ini menunjuk akan kesulitan dalam bentuk kekurangan yang tak terhentikan atau tak terlawan.
6. Seorang pemalas biasanya suka menunda-nunda pekerjaan atau tugas sehingga pekerjaannya kian menumpuk. Prinsip mereka: "Besok masih ada waktu, sekarang santai dulu saja!" Orang yang lamban dan pemalas selalu menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada seperti yang diperbuat oleh orang yang menerima satu talenta, sehingga tuannya menjadi sangat marah: "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas,...Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:26, 30). Jadi kemalasan dapat dikategorikan sebagai kejahatan. Langkah untuk mengalahkan kemalasan adalah keharusan hidup disiplin dan bekerja lebih keras lagi.
Pdt Dasma Sejahtra Turnip
RG GBKP PONTIANAK