Khotbah : Yohanes 19 :23-30 ; Jumat Agung ; tgl 30 Mrt 2018
Khotbah Jumat Agung 30 Maret 2018
Invocatio : “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak
membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53 : 7)
Bacaan : Mazmur 22 : 1 – 9 (Responsoria)
Khotbah : Yohanes 19 : 23 – 30 (Tunggal)
Tema : “Rasakanlah Penderitaan Yesus”
Pendahuluan
Kematian manusia pada umumnya adalah suatu yang alami, pasti terjadi dan di luar kuasa dan kendali. Ya, manusia tidak berkuasa atas nyawanya. Kita tidak mampu menahan, menunda dan menolak kematian kita. Kalau sudah waktunya mati kata Tuhan maka tidak ada yang bisa bertahan dan mempertahankan nyawanya. Bagaimana dengan kematian Yesus? Apakah sama dengan kematian manusia secara umum? Apakah kematian Yesus itu kebetulan, di luar kuasa dan kendaliNya? Apakah kematianNya menyatakan kelemahan dan kegagalanNya? Jawabnya ‘tidak’. Tidak kebetulan, tidak di luar kuasa dan kendaliNya. KematianNya adalah penggenapan nubuat Alkitab untuk menyelamatkan manusia berdosa. Melalui salib Yesus menunjukkan bahwa Dialah Mesias, Anak Allah yang pegang kendali bahkan sampai saat kematianNya. Untuk lebih jelasnya marilah kita mendengar dan menerima kebenaran Firman Tuhan.
ISI
Yesus disalibkan (ayat 23-24)
Prajurit-prajurit Romawi menyalibkan Yesus. Setelah disalibkan pakaian Yesus dibagi-bagi mereka. Sementara jubahnya tidak dibagi tetapi diberikan kepada yang menang undi. Dalam hati dan pikiran prajurit, penguasa Romawi mungkin juga imam-iman dan tua-tua Yahudi dengan melucuti pakaian dan jubahNya, Yesus dihina dan dipermalukan dengan sangat. Apakah benar demikian dalam pikiran dan cara pandang Yesus? Jawabnya: Tidak. Justru dengan tindakan prajurit itu Yesus bukan dinakan tapi dimuliakan dan ditinggikan. Melalui tindakan perbuatan prajurit itu, nubuan firman Tuhan dalam Mazmur 22:19 digenapi.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu, rancanganKu dari rancanganmu’ (Yesaya 55:9). Penghinaan yang diterima oleh Yesus di kayu salib adalah untuk menebus dosa kita. Penghinaan kepadaNya adalah karena dosa-dosa kita. Dosa harus dihukum. Upah dosa adalah kematian. Yesus rela dan mau berkorban demi dan untuk keselamatan kita manusia berdosa. Pemuasan murka Allah sudah terlaksana dengan kematian Yesus di kayu salib untuk menggantikan dosa manusia, dosa dunia. Dia yang tak berdosa mau menanggung hukuman dosa. Karena itulah pengorbananNya memenuhi syarat, layak dan diterima. Bersyukurlah kepadaNya yang rela menggantikan posisi kita.
Yesus menghibur Maria dan Yohanes dari atas kayu salib (ayat 25-29)
Walau tergantung menderita di kayu salib, Yesus masih melayani dan memberi penghiburan. Dia menghibur ibuNya Maria dengan mengatakan bahwa Yohanes murid yang dikasihiNya sebagai anaknya. Demikian juga sebaliknya Maria menjadi ibu bagi Yohanes (ayat 25-27).
Yesus tidak melawan ketika Dia disalibkan, pakaian dibagi-bagi dan jubahNya diambil. Derita dan aniaya ditujukan kepadaNya tetapi Dia tidak melawan. Dia membiarkan diriNya ditindas. Dia seperti anak domba yang taat, yang tidak membuka mulutnya ketika mau dibawa ke pembantaian. Dia seperti induk domba yang pasrah dan taat ketika bulunya digunting (Yesaya 53:7). Ya, Dia adalah Anak domba Allah (1:29; 1 Kor.5:7).
Yesus tidak mementingkan diriNya. Bahkan ketika menderita, dihina dan dianiaya di atas kayu salib Ia tidak minta supaya dihibur dan dikasihani. Sebaliknya, Dia menghibur Maria ibuNya dengan menunjuk Yohanes sebagai anaknya. Dia menghibur Yohanes dengan menunjuk Maria menjadi ibu Yohanes. Bagaimana dengan kita? Biasanya, lazimnya yang menderita, yang sengsara yang dihibur. Yesus yang menderita dan sengsara justru yang mengibur Maria dan Yohanes. Marilah kita mengikuti teladan yang telah ditunjukkan Tuhan Yesus. Sekalipun di saat kita susah, ada masalah kita masih bisa menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan.
Yesus menggenapi semuanya lalu mati (ayat 30).
Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah selesai, sudah hampir digenapi, dicapai, dituju. Karena Dia tahu semuanya akan selesai dan untuk menggenapi nubuat yang tertulis tentang kematianNya maka Yesus berkata bahwa Ia haus. KepadaNya diberikan anggur asam lalu diminumNya. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai”. Kata ‘selesai’ pada ayat 27 dan 30 (Yunani ‘Teleos’ dari kata ‘telos’ artinya tujuan, sempurna). Melalui kematianNya, Yesus dengan sempurna dan tuntas melaksanakan misiNya. ‘Lalu Yesus menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya’. Ia menyerahkan nyawaNya. NyawaNya bukan diambil dan diserobot dariNya. Yesus sebagai subyek dalam kematinNya. Dia melakukan semuaNya, taat sampai mati supaya tergenapi nubuat dalam kitab suci. Supaya manusia percaya bahwa Dialah Mesias, Anak Allah. “…supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya” (20:31).
Melalui sengsaraNya di kayu salib sampai mati, Yesus membayar hukuman dosa kita. Yesus membayar hukuman dosa dengan lunas. Yesus melaksanakan misiNya dengan tuntas. KematinanNya menyelamatkan kita. kematianNya menghidupkan kita.
Tema: “Rasakanlah Penderitaan Yesus”. Dalam bacaan yang pertama Maz. 22:1-9 kita melihat bagaimana Daud berseru kepada TUHAN karena penderitaannya. Ya, Daud sekalipun seorang beriman dan raja tapi dia menderita. Dia merasa sepertinya Tuhan meniggalkan dia. Akan tetapi Daud tidaklah sampai menderita seperti Yesus. Yesus sungguh-sungguh menderita. Dia sedia dan rela menderita. Tetapi Dia menderita bukan karena dosa dan pelanggaranNya. Dia menderita karena dosa-dosa kita. Rasakanlah bagaimana Dia berseru “Eli eli lama sabakhtani? (Tuhanku, Tuhanku mengapa Engkau meninggalkan Aku)”. Jadilah anak-anak Tuhan yang berperasaan. Bukan sebaliknya orang yang tidak punya perasaan. Dengan merasakan penderitaanNya kita akan semakin melihat pengorbananNya. Dengan semakin merasakan penderitaanNya, kita akan semakin percaya dan mengasihiNya. Kita semakin taat dan setia sekalipun menghadapi masalah dan penderitaan. Kita tidak lari dari masalah dan pergumulan kita. Kita bertekun menghadapinya dengan iman kepada Tuhan Yesus. Jikalau darah dan nyawaNya pun diberikanNya kepada kita, apalagi masalah dan pergumulan kita sehari-hari tentulah diberiNya jalan keluar.
Penutup/ kesimpulan
Renungkan dan rasakanlah penderitaan Yesus di kayu salib yang bukan kebetulan tetapi kerelaanNya. Dia dianiaya, menderita dan menyerahkan nyawa bukan untukNya karena Dia tidak berdosa. Semua karena kasihNya yang besar. Dengan merasakan penderitaanNya kita mempunyai cara pandang dan pikir baru tentang kehidupan, masalah dan penderitaan. Kita tidak lagi takut, apalagi lari darinya. Kita menghadapinya dan mengatasinya dengan iman kepada Yesus. Karena kita tahu bahwa nyawaNya pun Dia berikan untuk menghidupkan kita. Apalagi untuk masalah dan penderitaan hidup sehari-hari. Benarlah firman Tuhan bahwa Ia sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita (Ibrani 13:5b). KematianNya menyelamatkan kita, dan kematianNya menghidupkan kita. Maut dikalahkan oleh kematianNya. Maut tidak lagi berkuasa bagi orang beriman. Selamat Jumat Agung buat kita semua. Amin.
Pdt. Juris Tarigan, MTh
GBKP RG Depok - LA