Suplemen Bimbingen Khotbah Pekan Doa Wari V, Tgl. 21 Mei 2015
Ogen : Yohanes 2:1-10; Renungen : Rut 4:1-10
Kata Perlebe
Mazmur 46:11, "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!" Bila Kita mengetahui bahwa Ia adalah Allah, Kita akan diam. Apakah Kita akan datang tergesa-gesa kehadirat-Nya dan berbicara tanpa henti-hentinya? Tidak, Kita datang dan diam dihadapan-Nya, mengakui-Nya sebagai Tuhan yang berkuasa dan memperlakukan Allah sebagai Allah. Amos 3:3, "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" Bagaimana dua orang dapat berjalan bersama kecuali jika berjanji. Kata dalam bahasa Ibrani ini yang diterjemahkan sebagai 'janji' mempunyai dua makna yang berbeda namun berkaitan. Salah satu dari makna kata ini adalah perjanjian (appointment), makna yang lainnya adalah persetujuan (agreement). Keduanya saling berkaitan. Bila Kita menyetujui suatu perjanjian, berarti Kita sudah membuat suatu persetujuan. Jadi hal pertama tentang doa adalah Kita membuat suatu perjanjian dengan Allah, dimana Kita menetapkan waktu dalam satu hari itu untuk bertemu dengan-Nya. Nah, penetapan waktu itu mutlak diperlukan, sebagai bagian disiplin rohani. Di saat persahabatan Kita dengan Allah mulai terjalin, Kita akan berkeinginan untuk berdoa lebih lama dan Kita tidak akan merasa waktunya berjalan dengan lambat. Intinya disini bukan mengenai seberapa lama waktu yang Kita gunakan untuk berdoa. Intinya bukan mengenai kuantitas. Hal yang penting adalah kualitas doa Kita.
Tanpa doa tidak ada kuasa. Kita akan mengetahui seberapa sehat kehidupan doa Kita hanya dengan melihat seberapa banyak kuasa yang ada dalam kehidupan Kita. Khususnya kuasa untuk mengatasi dosa.
Kapan kamu pernah berbicara kepada-Ku?" Saudara yang kekasih, sudahkah Kita berbicara kepada Yesus hari ini? Saya bukan menanyakan apakah Kita sudah berdoa hari ini, atau apakah Kita sudah melakukan saat teduh. Semua itu bisa jadi tidak lebih dari sekadar kegiatan keagamaan. Saya bertanya sekali lagi, sudahkah Kita berbicara kepada Yesus hari ini? Dan bagaimana dengan kemarin? Bagaimana dengan hari sebelumnya? Kapan terakhir kalinya Kita benar-benar berbicara kepada Yesus? Dan bila Kita tidak pernah berbicara kepada-Nya, maka pada Hari itu Kita akan berdiri dihadapan-Nya, Ia akan berkata, "Siapa kamu? Kapan kamu pernah berbicara kepada-Ku?" Dan janganlah mengira kepada diri sendiri, "Aku pernah berbicara satu kali kepada Yesus sekitar sepuluh tahun yang lalu. Aku rasa itu sudah cukup. Aku pernah berbicara sekali dengan-Nya. Jika kamu menanyakan kepadaku apakah aku sudah berbicara kepada Yesus, ya, aku sudah berbicara, sepuluh tahun yang lalu." Yang kita maksudkan dengan 'berbicara kepada Yesus' disini adalah suatu “komune” yang konstan dengan-Nya. Sesuatu yang berlangsung hari demi hari.
Berdoa buatlah janji. Tetapkanlah suatu waktu dan pastikan bahwa sepuluh menit ini adalah untuk Tuhan. Saya merasa malu untuk mengatakan bahwa kita hanya bisa memberi Dia sepuluh menit sehari. Sedang Tuhan memberi waktu setiap saat bagi kita.
Isi
(1) Perkawinan Boas dengan Rut Suatu Tanggungjawab Meneruskan “Orat Nggeluh”
Rut (Orang Moab) kawin dengan anak laki-laki Elimelekh, orang Yehuda dari Betlehem. Karena bencana kelaparan, Elimelekh meninggalkan asalnya dan menetap di Moab bersama-sama dengan Naomi, istrinya dan kedua anak laki-laki mereka (Mahlon dan Kilyon). Kemudian ketiga laki-laki itu meninggal dunia dan Naomi ditinggal sendiri dengan kedua menantu perempuannya, Rut dan Orpa. Naomi memutuskan untuk kembali ke Yehuda, karena bencana kelaparan telah berakhir. Lalu Naomi meminta kedua menantunya tu kembali ke keluarga mereka masing-masing. Orpa menuruti permintaan itu meskipun dengan berat hati tetapi Rut dengan tegas menolak permintaan tersebut. Ungkapan Rut dalam penolakan itu menjadi ukuran cinta kasih dan kesetiaan yang dapat diberikan seorang wanita kepada wanita yang lain (Rut 1:16-17). Akhirnya mereka kembali ke Betlehem dan disana Rut memperoleh kesempatan untuk bekerja mengumpulkan ceceran jelai di ladang milik Boas, seorang kerabat jauh dari Elimelekh. Pada akhir masa panen, Naomi menyuruh Rut ke tempat pengirikan untuk memohon kepada Boas agar ia memenuhi tanggungjawab kekerabatannya, yaitu sanak keluarga yang terdekat harus mengawini jkita kerabatnya dan memberikan keturunan untuk melanjutkan nama orang yang meninggal dunia itu (melanjutkan eksistensi keturunan yang telah meninggal di tengah-tengah bangsa Israel). Boas bersedia, tetapi masih ada orang yang lebih berhak selaku kerabat yang lebih dekat dari keluarga Elimelekh. Dalam klimaks cerita itu, Boas membujuk kerabat yang lebih dekat tersebut untuk melepas haknya, lalu ia mengawini Rut. Anak laki-laki yang lahir dari perkawinan itu disebut sebagai “seorang anak laki-laki yang telah lahir bagi Naomi”. Kelanjutan gari keluarga ini merupakan hal yang penting, karena Obed menjadi ayah Isai yang memperanakkan Daud.
Di dalam Kitab Rut ini direkam dua adat-istiadat Israel kuno, yaitu perkawinan levirat (bhs. Latin levir berarti “ipar laki-laki”) dan penebusan tanah. Perkawinan levirat dijelaskan dalam bentuk hukum dalam Ulangan 25:5-10; apabila seorang laki-laki di Israel kuno meninggal dunia tanpa meninggalkan anak laki-laki, maka kewajiban untuk melanjutkan keturunannya terletak pada kerabat terdekatnya dengan mengawini jkita tersebut dan mendapatkan anak laki-laki “agar namanya tidak terhapus dari Israel” (Ul. 25:6). Rencana Naomi untuk membujuk Boas agar menerima kewajiban itu walaupun kerabat jauh akhirnya berhasil. Tetapi sebelumnya muncul masalah lain, yaitu ketika masih ada seorang kerabat yang lebih dekat daripada Boas dan orang itu tidak hanya wajib tetapi juga lebih berhak mengawini Rut. Boas tidak mau mengabaikan begitu saja hak yang lebih utama itu, maka ia mengumpulkan para tua-tau di pintu gerbang kota (pintu gerbang kota adalah tempat untuk mengurus hal-hal yang menyangkut usaha dan hukum. Speiser:1956. pp. 20-23) dan mengundang kerabat yang lebih dekat itu supaya hadir. Lalu ia memberitahukan kepadanya, “tanah milik kepunyaan saudara kita Elimelekh hendak dijual oleh Naomi.. jadi pikirku; baik juga hal itu kusampaikan kepadamu sebagai berikut; belilah tanah itu...” (Rut 4:3-4).
Ternyata, yang pertama-tama dipersoalkan bukanlah hal perkawinan melainkan tanah milik Elimelekh. Hal ini menunjuk pada kewajiban lain yang terikat pada kerabat terdekat, yaitu penebusan tanah. Tanah tidak dapat dipisahkan dari keluarga dan tidak dapat dijual kepada orang luar. Akalu kemiskinan memaksa seorang untuk menjual tanah, maka kerabat terdekat wajib membelinya sehingga tanah itu tetap terpelihara dalam lingkungan keluarga (bdk. Im. 25:25, contoh pelaksanaan prinsip ini dapat ditemukan dalam Yeremia 32:6-15).
Kerabat yang lebih dekat itu menyetujui usul Boas (4:4) karena ia mengira hanya kewajiban itulah yang harus ia penuhi. Tetapi, segera Boas mendesaknya untuk melepaskan haknya dengan memberitahukan kepadanya, “Pada hari engkau membeli ladang itu dari tangan Naomi, engkau memperoleh juga Rut, perempuan Moab, isteri orang yang telah mati itu, untuk menegakkan nama dari orang itu di atas milik pusakanya” (ay. 5). Lalu kerabat itu menjawab bahwa jika demikian, ia merusak milik pusakanya sendiri (ay. 6) dan karena itu ia mengundurkan diri. Sekitainya ia hanya bertanggungjawab untuk mengawini jkita mendiang kerabatnya, ia tidak merusak tanah milkinya sendiri dan anak yang lahir dari perkawinan itu akan ditopang oleh harta milik Elimelekh sampai ia cukup dewasa untuk mewarisinya. Dan sekitainya ia hanya dihadapkan dengan kewajiban untuk menebus tanah kerabatnya, ia tidak rugi karena tanah yang harus dibelinya itu kemudian harus diberikan kepada anak yang akan lahir dari perkawinannya dengan Rut, ia tidak mampu menerima kewajiban gkita tersebut. Karena itu, dengan rela ia menyerahkan haknya kepada Boas. Tampaknya Boas cukup mampu menerima kewajiban gkita itu. Lagi pula, silsilah Dauda dalam Rut (Rut 4:18-22) menyebut Boas sebagai bapak leluhurnya, bukan Mahlon dan Elimelekh sehingga dapat diduga bahwa Boas sendiri tidak mempunyai anak laki-laki. Anak laki-laki yang lahir dari perkawinannya dengan Rut, mesekipun secara hukum dihitung anak Mahlon, sesungguhnya adalah anak Boas, sehingga dia menjadi ahli waris Boas maupun garis keturunan Elimelekh.
(2) Kehadiran Yesus Menjadi Bagian Dari Pesta Sebagai Sebuah Keikutsertaan-Nya Memelihara “Orat Nggeluh”
Kana adalah sebuah desa yang tidak jauh dari Nazaret dan seorang dari murid Yesus yang bernama Natanael berasal dari desa ini. Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ. Hari ke tiga, tampaknya berkaitan dengan Yohanes 1:43, diperlukan sekitar 2 hari atau lebih untuk menuju ke Kana yang terletak sekitar 7.5 mil di sebelah utara Nazaret. Ada dua kemungkinan mengapa Maria dan Yesus serta murid-murid-Nya diundang dalam pesta perkawinan ini. Pertama, mungkin yang menikah masih ada hubungan keluarga dengan Maria dan Yusuf yang tinggal di Kana. Kedua, yang menikah ada hubungan keluarga dekat dengan keluarga Natanael. Biasanya pesta Yahudi disifatkan oleh minum anggur dan hiburan musik sebab pesta Yahudi umumnya berlangsung selama 7 hari bahkan lebih. Apa yang menyebabkan sampai tuan pesta kehabisan air anggur tidaklah penting bagi kita. Yang jelas peristiwa ini menyatakan siapa Yesus yang kita sembah itu. Dia sungguh luar biasa. Ada beberapa hal yang indah terdapat dalam kisah ini :
(a) Kehadiran Yesus dalam “Orat Nggeluh” adalah mutlak
Kita harus mengundang Yesus menjadi Tuhan dan Raja dalam hidup dan keluarga kita. Kita harus belajar mengikutsertakan Yesus dalam setiap keadaan. Pastikan bahwa Yesus hadir dalam rumah/keluarga kita dan jika kita dihadapkan pada kesulitan apa saja jangan panik, beritahukan itu kepada Yesus dalam doa dan permohonanmu. Lakukan apa saja yang Dia katakan melalui Firman serta tunduklah pada pimpinan Roh Kudus, kita akan melihat mujizat terjadi. Ketika air anggur habis, ibu Yesus hanya berkata kepada Yesus “mereka kehabisan anggur.” Sebuah pernyataan yang sederhana tanpa minta, hanya menyampaikan keadaan dan kesulitan dalam pesta. Tapi Maria tahu siapa sebenarnya Yesus. Pengenalan akan Yesus yang benar mengiring permohonan kita yang biasa namun hasil luar biasa.
(b) Yesus sanggup mengubah air tawar menjadi anggur yang manis menyenangkan.
Bagaimana mungkin? Bagi Yesus tidak ada yang mustahil! Begitu banyak orang yang hidup seperti air tawar karena berbagai sebab. Ada istri yang tawar hati dengan suaminya, ada juga suami tawar hati terhadap istrinya. Ada orangtua yang tawar hati dengan anak-anaknya demikian juga sebaliknya. Betapa banyak keluarga yang telah “tawar” dan tidak peduli dengan yang lain. Yesus berkata: bertambah banyaknya dosa kasih banyak orang menjadi tawar (Mat. 24:12). Ada orang yang tawar hati karena melihat tanggung jawabnya yang berat dan ia tidak punya kemampuan untuk melakukannya, seperti Yosua (Yos. 1:9; 8:1). Bagaimanapun, sikap ini tidak akan menolong hidup kita. Amsal berkata, “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu” (Ams. 24:10). Cara yang paling jitu jika kita tawar hati adalah datang pada Yesus, Dia sanggup mengubah suasana hati dan hidup kita. Firman Tuhan berkata, “Katakanlah kepada orang yang tawar hati : “Kuatkanlah hati, jangan takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran dari Alah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yes. 35:4). Jika Yesus sanggup mengubah air menjadi anggur, Dia juga sanggup mengubah keadaan hidup, rumah tangga dan usaha kita menjadi berkat yang menyenangkan.
(c) Yesus sanggup membuat hidup kita penuh kenikmatan.
Perhatikan setelah kepala pesta dan sudah tentu para tamu juga mengecap anggur yang dibuat Yesus semua mengakui enak, dan mereka semua menikmatinya sebagai anggur yang terbaik (9,10). Kita dapat membayangkan bagaimana suasana pesta dan wajah orang-orang ketika mereka minum anggur dari Yesus. Semua senang, tersenyum, berpkitang-pkitangan satu dengan yang lain. Sungguh nikmat! Tahukah kita kenikmatan hidup yang sejati hanya ada di dalam Yesus. Jika kita hidup bersama Yesus, hidup kita apapun adanya pasti nikmat. Dia sanggup memberikan kita sukacita yang berkelimpahan melebihi dari sukacita ketika orang berkelimpahan gandum dan anggur (Maz. 4:8,9). Semua yang minum anggur buatan Yesus merasa puas, kepuasan yang lain dari anggur biasa. Kepuasan yang sejati tidak ada dalam dunia ini. Kepuasan sejati hanya ada dalam Tuhan Yesus Kristus. Sebab kepuasan yang sesungguhnya adalah milik TUHAN. Manusia tidak akan menemukan / memperolehnya dengan cara apapun kecuali ia menerimanya dari Tuhan Yesus sebagai Raja Damai. (Yoh. 14:27; 16:33). Mazmur 17:15; Ams 19:23; Maz 103:5; 107:9.
(3) Pengkenaina
(a) Salah satu hal yang diajarkan dalam kitab ini secara keseluruhan adalah, tokoh-tokoh yang ditampilkan menggambarkan orang yang murah hati dan benar-benar dipercaya serta solider terhadap keluarga walaupun “jauh”. Saling mengasihi dan berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga mereka mewujudkan pemahaman Ibrani tentang tsedaqa “kebenaran, integritas”. Mereka menggambarkan secara nyata kehidupan di bawah perjanjian Allah. Orpa meninggalkan mertuanya, tetapi hanya setelah dua kali Naomi memintanya, kerabat yang lebih dekat itu sungguh-sungguh ingin menebus tanah sekiranya warisannya sendiri tidak terancam oleh tuntutan untuk menikahi Rut. Dengan latar belakang inilah, kebaikan dan kesetiaan Boas yang sangat luar biasa, kesetiaan dan pengabdian Rut serta kecerdikan dan ketekunan Naomi, dapat dilihat dari sudut pkitang yang benar. Mereka hampir mewujudkan khesed “kasih setia” yang sepenuhnya.
(b) Menunjukkan pemeliharaan Allah secara luas. Kesetiaan terhadap Allah dan juga keluarga merupakan awal sesuatu hal yang besar yaitu sejarah kehidupan Israel dibawah pemerintahan Allah dalam diri Daud serta keturunanya dimulai. Artinya dari seorang yang sederhana namun setia terberkatilah “rahimnya” sehingga melahirkan raja sehingga tergolonglah mereka ke dalam sejarah keselamatan sesuai dengan tema utama Alkitab.
(c) Memperlihatkan bimbingan Allah yang penuh rahmat dalam kehidupan keluarga. Pemeran utama dalam kisah itu adalah Allah sendiri dan kehadiran-Nya dalam kisah itu terlihat mulai dari keluhan Naomi dalam Rut 1:20-21. Hingga pada akhirnya seruan kegembiraan para perempuan Betlehem dalam Rut 4:17. Bimbingan Allah yang penuh rahmat dinyatakan dengan jelas melalui doa-doa para tokoh cerita tersebut. Semua doa itu dijawab dalam bagian akhir atau penutup kitab Rut. Menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas setiap peristiwa dalam kehidupan orang yang percaya kepada-Nya. Ditampilkan bahwa Allah tidak datang melalui mimpi, penglihatan, kunjungan malaikat atau suara dari surga dan tidak ada pula nabi yang diutus Allah untuk menyatakan kehendak-Nya. Allah bekerja dibalik layar melalui motivasi dan peristiwa yang biasa. Ia selalu hadir dimana-mana tetapi sepenuhnya tersembunyi di dalam rencana dan peristiwa-peristiwa yang manusiawi, seperti halnya langkah yang diambil perempuan muda dan rencana perempuan tua yang penuh resiko. Allah mengendalikan peristiwa-peristiwa secara sempurna dan berkesinambungan dengan cara tersembunyi (di balik layar) dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kesetian dan bimbingan-Nya yang tersembunyi, Allah memelihara suatu keluarga demi Israel. Ini bukanlah hal sepele, karena dari keluarga itulah lahir Raja Daud yang agung dan berpuluh-puluh generasi kemudian, lahirlah juga Anak Daud yang lebih agung Tuhan kita Yesus Kristus.
(d) Yesus mampu hadir dalam peran “Ke-Karo-an/Pertuturen”
Yesus sebagai Kalimbubu bermakna Yesus harus kita hormati dan sembah sepanjang hidup kita. Karena layaknya kalimbubu dipahami dalam budaya Karo sebagai sumber berkat/pasu-pasu, bukankah demikian juga Yesus? Yesus sebagai Sembuyak/Senina bermakna Yesus sebagai “Sahabat” yang memungkinkan kita setiap saat melalui doa-doa kita curhat kepada-Nya. Yesus sebagai Anak Beru bermakna Yesus selalu merancang yang terbaik bagi kita, kita harus meyakini bahwa Yesus tidak akan pernah membuat malu kita yang percaya kepada-Nya di tengah-tengah dunia ini.
(e) Doa adalah suatu jalinan persahabatan dengan Allah. Seseorang menjalin persahabatan dengan seorang yang lain melalui percakapan dengan orang itu. Apakah ada cara lain untuk membangun suatu persahabatan? Dapatkah Kita memikirkan cara lain untuk membangun persahabatan dengan Allah terlepas dari doa? Apakah ada cara lain? Saya tidak tahu cara yang lain. Jika kita tidak berdoa, kita tidak akan pernah mengenal Allah sebagai Sahabat. Karena itu makna penting dari doa adalah bahwa melalui proses doa, kita berangsur-angsur sedang membangun persahabatan kita dengan Allah. Apakah Kita memiliki persahabatan dengan Allah? Tidak jika Kita tidak berdoa. Jadi janganlah menganggap doa sebagai suatu kegiatan keagamaan. Dapatkanlah konsep doa yang alkitabiah. Doa adalah suatu komunikasi dengan Allah dengan tujuan untuk membangun persahabatan dengan-Nya. Tidak akan ada persahabatan yang terjalin jika Kita tidak menghabiskan waktu dengan orang itu. Dan tahap persahabatan Kita dengan orang itu sebagian besar akan ditentukan oleh banyaknya waktu yang rela Kita berikan kepada orang itu.
(f) Doa adalah landasan utama kehidupan seorang Kristen. Pikirkan sejenak tentang kehidupan doa Kita. Seperti apakah kehidupan doa Kita? Apakah Kita menikmatinya? Berapa menit dalam sehari Kita luangkan untuk berdoa? Saya tidak akan bertanya berapa jam kita berdoa karena kalau kita meluangkan beberapa menit saja itu sudah cukup baik. Berikutnya, seberapa banyak waktu yang kita luangkan untuk mendoakan keluarga kita? Ingatlah, saya mau katakan “Seberapa cinta dan peduli kita dengan sesuatu atau seseorang, bisa dilihat dari seberapa sering dan rindu kita mendokannya”.
(g) Sering sekali kehidupan doa kita berat sebelah. Sadarkah kita? Buktinya adalah ketika kita yang lebih banyak “berkata-kata” kepada Tuhan dengan segudang beban, masalah dan keinginan kita, tanpa kita perhatikan apakah yang Tuhan rindukan katakan kepada kita, artinya betapa banyak list permohonan kita kepada Tuhan, sedang list kerinduan Tuhan bagi kita sering terlewatkan dalam komunikasi kita bersama-Nya. Berikutnya, memang Tuhan adalah baik dan Ia menjawab doa kita karena Dia baik. Sadarilah, bahwa kebaikan-Nya tidak jalan sendiri tanpa keadilan. Bila kehidupan pendoa tidak benar, secara moral Tuhan tidak wajib mempedulikan permohonannya. Orang harus benar dan tulus di hadapan Tuhan, tidak menyembunyikan dosa dan mempunyai sikap hati yang hancur dalam permohonan pengampunan-Nya.
(h) Terakhir, sering kita dengar pengapul di saat acara adat dukacita misalnya yang meninggal adalah orangtua (ayah) di tengah keluarga “kami kalimbubundu-Orangtuandu gancih bapandu, emaka ija kam pagi tulpak kerna uang sekolahndu reh kam ku rumah”. Tetapi nyatanya hanya sekedar kata, tande waktuna taneh kuburen kerah, perkuah ate pe ikut kerah. Tetapi Boas yang walaupun “kerabat jauh” tetap peduli dengan kelangsungan hidup keluarga Naomi. Uga kita? Siinget nge keluarganta ibas totonta? Ula kari totonta pe toto si egois, man banta ngenca ateta pasu-pasu Dibata e.
Kisah Nyata
Pada tahun 1900 pernah diadakan suatu penelitian tentang kehidupan anak-anak dan keturunan dari dua orang sahabat yang sama sama tinggal di New York. cerita tentang 2 keluarga di Amerika , dan cerita ini sungguh-sungguh terjadi yakni kisah nyata, karna kisah ini adalah hasil penelitian dari seorang sarjana bernama Benjamin B. Warfield dari Princeton , Amerika Serikat.Kisah ini mengisahkan tentang kisah dua keluarga yang hidup di abad 18, yaitu perbandingan antara keluarga Jonathan Edward dan Keluarga Max Jukes. Jonathan Edward lahir pada tahun 1703 di Windsor Timur, Connecticut. Dia hidup pada masa yang sama dengan Max Jukes Ia mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya, ia hidup takut akan Tuhan. Pengkhotbah Kebangunan Rohani terkenal abad 18, pendeta Jonathan Edwards (1703-1758) Ia menjadi mahasiswa di Universitas Yale pada usia 13 tahun, dan pada akhirnya ia menjadi Rektor dari sebuah akademi di New Jersey (yang sekarang bernama Princeton) Jonathan Edwards, seorang teolog asal Amerika Serikat dan sekaligus seorang pengkhotbah yang banyak membela ajaran Calvinis. Seumur hidupnya Edwards, konsisten menyerahkan hidupnya untuk melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa melalui khotbahnya yang menggoncangkan dunia pada zamannya Ia menikah juga dengan seseorang yang takut akan Tuhan, bernama Sarah.Dan mereka dikaruniai 11 orang anak, Ia mendidik anak-anaknya di dalam takut akan Tuhan. keluarga Jonathan Edwards yang juga tinggal di New York. Dia mengasihi Tuhan dan mengantar anak-anaknya ke gereja setiap minggu. Pada saat ia berusia 20 tahun dia menulis sebuah daftar prinsip hidup/ ketetapan hati sbb: “setiap malam, sebelum aku mengakhiri hari itu, aku bertanya pada diriku sendiri, sudahkah aku hari ini melakukan yang lebih baik dari kemarin?” Meskipun ia sibuk sekali, ia bangun pagi setiap jam 4.30 untuk membaca dan menulis di perpustakaan pribadinya, dan walaupun sepanjang hari ia sibuk, ia selalu meluangkan waktu untuk anak-anaknya setiap hari. Keluarga Edwards tidak pernah membebani negara satu sen pun, tapi justru memberikan kontribusi yang besar untuk masyarakat. Keluarga merupakan satu-satunya tempat di mana orang tua memegang tanggung jawab untuk mempersiapkan anak-anaknya untuk diajar, disiplin, dan pada akhirnya mereka di lepas untuk dipersatukan dengan pasangannya. Dari sini kita melihat betapa pentingnya membangun sebuah keluarga sesuai dengan firman Tuhan. Ada empat hal yang harus dibangun dalam suatu keluarga. setelah diselidiki,Ia mempunyai 1000 lebih Keturunan : 13 orang menjadi rector 65 orang menjadi professor 3 orang terpilih sebgai senator Amerika Serikat/ anggota DPR 30 orang menjadi hakim 100 orang menjadi pengacara 75 orang menjadi perwira militer 100 orang menjadi pendeta 60 orang menjadi penulis terkenal/ penulis buku terlaris 80 orang memegang peranan penting dalam berbagai instansi/ pemuka masyarakat, termasuk menjadi gubenur, 1 orang adalah wakil presiden Amerika Serikat 66 orang dokter 135 orang editor 1 orang penerbit Lebih dari 100 orang misionaris 80 orang memiliki kantor publik 1 orang menjadi wakil presiden AS 1 orang menjadi istri presiden AS 1 orang penilik keuangan AS tidak ada keturunannya yang merugikan Negara, semuanya memberi keuntungan yang tidak ternilai buat negaranya Kisah nyata ini adalah sebuah contoh dari apa yang disebut oleh para Sosiolog sebagai “POLA LIMA GENERASI”. Apa yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh sampai ke keturunan yang ke lima. Warisan generasi ke generasi dari anak-anak Edwards menegaskan bagaimana pengaruh dari seorang pengikut Yesus yang tulus (orang beriman) diteruskan di sepanjang sejarah. 2.Max Jukes Max Jukes adalah seorang ateis/ seorang yang tidak takut akan Tuhan, ia tidak beriman pada Tuhan, dan hidupnya tidak mempunyai prinsip, ia tidak percaya Firman Tuhan, dan tidak pernah datang ke gereja. ia tinggal di New York. Ia menikah dengan seorang yang juga tidak takut akan Tuhan, Mereka tidak pernah membawa anak-anak mereka ke gereja. Max Jukes tinggal di New York. Dia tidak percaya kepada Yesus Kristus dan tidak mengizinkan anak-anaknya pergi ke gereja, meskipun mereka menginginkannya. Max Jukes adalah seorang pemabuk. Gara-gara ia suka mabuk, ia tidak pernah memiliki pekerjaan yang tetap. Kebiasaan mabuk ini juga membuatnya tidak memperhatikan istri dan anak-anaknya. Hanya sedikit sekali waktu yang ia luangkan untuk mengasihi dan mendidik anak-anaknya Max Jukes mempunyai 540 keturunan : 310 mati sebagai pengemis 150 orang keturunannya pernah masuk penjara dengan berbagai kejahatan yang pernah dilakukan, dengan hukuman penjara rata-rata 13 tahun, 7 di antaranya adalah pembunuh Lebih dari 100 orang adalah pemabuk Banyak dari keturunannya menjadi wanita yang tidak baik. dan keluarga ini telah merugikan Negara sebesar 1,25 juta, atau sebesar 12 milyard rupiah (pada abad ke 19). Keluarga Jukes, telah merugikan pemerintah Amerika Serikat lebih dari setengah juta dollar untuk merehabilitasi mereka. Artinya, mereka bukan saja tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada masyarakat namun malah merugikan.