Khotbah Kisah Rasul 4:1-4, Minggu 26 April 2015
Invocatio :
Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Roma 5 : 9
Bacaan : Mazmur 23 (Responsoria); Khotba : Kisah Para Rasul 4 : 1 – 4 (Tunggal)
Thema : Kemujuran Orang Percaya (Keterkelinen Kalak Si Tek)
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Seringkali terjadi dalam kehidupan kita bila ada hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi dalam kehidupan ini maka hal pertama yang muncul adalah perasaan tertolak. Dan sebagai akibat perasaan tertolak itu bisa saja muncul perlawanan-perlawanan unuk menunjukkan ketidaksukaan kita pada yang terjadi itu. Bisa kita lihat kembali pada situasi yang terjadi di Negara kita. Banyak hal yang kita lihat dan dengar berbagai macam kelompok atau organisasi yang bertikai yang diakibatkan karena ada perasaan “tidak dibela”, “sengaja dihancurkan”, dan macam-macam lagi. Bukan hanya di kelompok atau organisasi; di Negara kita juga terjadi hal seperti itu. Banyak kebijakan pemerintah yang “dianggap” tidak pro rakyat. Mereka pada akhirnya protes, demo, dan banyak lagi tindakan yang dilakukan.
Sama halnya dengan apa yang terjadi pada khotbah kita pada Minggu, ada ketidaksenangan akan fenomena yang terjadi dalam kehidupan di mana Yohanes dan Petrus sedang “melakukan pekerjaannya”. Mereka mengajar banyak orang dengan pengajaran tentang suatu pengajaran yang dapat “mendongkel” kewibawaan para penguasa Bait Allah dan juga orang-orang Saduki. Pengajaran tentang kebangkitan Yesus merupakan pengajaran yang bagi kebanyakan orang sangatlah menarik perhatian banyak orang. Dan ini terbukti, bahwa hasil dari pengajaran mereka yakni di tempat dimana mereka memberitakan Berita tentang Yesus itu berbuah manis dengan jumlah 5000 orang yang percaya.
Bila di telaah lebih dalam lagi, bukankah apa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang juga dipahami oleh para penguasa Bait Allah dan orang-orang Saduki. Bukankah mereka juga mengetahui bahwa Cerita Tentang Yesus sudah ada sejak dulu dan saat inilah (di saat Petrus dan Yohanes mengajar) menjadi kenyataan. Tapi mengapa tindakan mereka menunjukkan suatu sikap yang sangat bertentangan dengan pengetahuan yang mereka ketahui. Apa kira-kira yang menjadi penyebab? Rasanya nga perlu dicari jauh-jauh jawabnya. Masalahnya adalah “adanya pergeseran popularitas”. Kepopuleran para Penguasa Bait Allah dan Orang-Orang Saduki “tersaingi” dan kewibawaan mereka tidak diperhitungkan lagi. Sebaliknya, keberadaan para Rasul dengan pengikutnya menjadi terangkat dan semakin besar. Dan bagi para Penguasa Bait Allah dan “sekutu”nya ini menjadi ancaman yang serius.
Cerita tentang bagaimana keberadaan para rasul akan lebih nyata lagi bila kita membaca lebih lagi pada ayat-ayat selanjutnya. Sangat kelihatan “kebingungan” para penguasa dan sekutunya untuk bisa “menyingkirkan” para rasul. Mereka sangat “heran” melihat setiap jawaban yang disajikan leh para rasul. Mereka tidak menyangka bahwa apa yang mereka hadapi bukan sekedar “pintar” bersilat lidah dengan para penguasa, tapi juga mereka ditemani oleh para saksi yang ukan saja mendengar pengajaran para rasul tapi mengalami mujizat dalam kehidupannya.
Saudara-saudari jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus,
Dari peristiwa yang dipaparkan di khotbah Minggu ini dan bila kita kaitkan dengan bacaan pertama yang terambil dari kitab Mazmur, maka semakin jelas bagi kita tentang bagaimana keberadaan “orang percaya” bila diperhadapkan dengan “masalah”. Pemazmur juga memperlihatkan betapa besarnya iman percayanya kepada Tuhannya.Pemazmus sama sekali tidak meragukan tindakan perlindungan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh “gembala”nya. Bahkah dengan sangat yakinnya, pemazmur menyatakan bahwa “tongkat dan gada” akan melindunginya dari kejahatan yang mengancam. Tempat-tempat yang dipersiapkan juga adalah tempat-tempat yang “sangat menjanjikan”yakni rumput yang hijau dan air yang tenang”.
Kembali pada keberadaan para rasul, apakah mereka enunjukkan rasa takut ketika berhadapan dengan para penguasa dan sekutunya. Ternyata tidak. Lalu apa yang menyebabkan para rasul “sedemikian beraninya” berhadapan dengan “para penentangnya”. Adakah “kelebihan” seperti “kekuatan”, “kekayaan”, “kewibawaan” yang mereka miliki. Ternyata tidak ada. Mereka hanya orang-orang biasa. Bisa kita telusuri dari latar belakang pemanggilan mereka oleh Yesus Kristus. Lalu apa yang mereka yakini dan pegang teguh.
Ternyata, mereka bukan hanya pandai mengajar saja. Tapi lebih dari itu ialah kepercayaan mereka pada apa yang mereka ajarkan. Jelasnya, mereka lebih dulu percaya pada kebenaran yang mereka ajarkan, hidup dalam pengajarannya, dan bersukacita untuk membagikan iman percaya mereka kepada orang banyak. Resiko dari apa yang mereka lakukan, sama sekali tidak mereka pikirkan. Yang jelas, para rasul hanya melakukan pemberitaan menurut apa yang mereka yakini dan dengan keyakinan juga bahwa apa yang ada di dunia bukanlah tujuan utama tapi makna pengajaran “kebangkitan Yesus” menjadikan mereka yakin bahwa aka nada kebaikan dari apa yang mereka tidak mampu pikirkan. Sederhana sekali ya.
Jemaat kekasih Tuhan.
Lalu mengapa dalam kehidupan kita sangatlah “sulit” bagi kita untuk beriman seperti para rasul dan pemazmur lakukan dalam kehidupannya. Mungkin ini juga sama seperti pada awalnya khotbah ini dimulai. Karena kita merasa “kebebasan” kita terancam apabila kita tunduk pada “keinginan” Tuhan. Ada begitu banyak hal yang merintangi “kesungguhan” kita untuk bersandar pada Tuhan. Bisa saja jabatan, pangkat dan kekayaan yang ada disekeliling kita, namun bisa juga tantangan hidup berupa kemiskinan, penyakit, diperlakukan tidak adil, dan lain sebagainya.
Atau mungkin juga kita merasa bahwa pengajaran tentang menyandarkan diri pada Tuhan adalah bahagian dari kehidupan “mimpi” yang ditawarkan untuk meninabobokkan kita untuk menghadapi realita kehidupan yang serba kompleks ini. Kita seakan “dibuai” agar sejenak dapat melupakan “kepenatan” menjalani kehidupan. Benarkah? Hanya kita yang tahu jawabnya.
Namun kenyataan khotbah pada hari ini tidaklah bertujuan seperti itu. Khotbah ini mengajarkan bahwa kehidupan menyandarka diri pada Tuhan adalah suatu hal yang sepatutnya hidup an berakar dalam kehidupan kita. Tuhan kita bukan Tuhan yang mati, tapi Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup. Hidup di sepanjang jaman dan keadaan. Hidup bukan sekedar sebagai “penonton” akan kehidupan kita. Tapi Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup dan berkarya sejak awal dan sampai sepanjang jaman. Setiap janji dan perbuatanNya adalah nyata dan dipercaya mampu membebaskan kita dari ketidakbenaran dunia ini.
Mari, pikirkan dan rasakanlah, dan kemudian bandingkanlah…. Apakah dunia sanggup memberikan seperti apa yang akan diberikan Tuhan bagi setiap orang percaya.
- Dunia bisa memberi kekayaan tapi bukan keselamatan.
- Dunia bisa memberikan kesenangan tapi bukan ketenangan
- Dunia bisa memberikan kejayaan tapi bukan tapi bukan damai sejahtera
Amin…..
Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe
081361131151