Khotbah Markus 1:21-28, Minggu 1 Februari 2015 (Septuagesima)
Invocatio:
dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. (Roma 1:4)
Bacaan : Masmur : 111 : 1-10 (Responsoria Masmur); Khotbah : Markus 1 : 21-28 (Tunggal)
Thema :
“Pujilah Tuhan, Mbelin KuasaNa”/ “Pujilah Tuhan,
Besar Kuasa-Nya”
1. Pengantar
Tidak ada cara yang lebih memadai untuk mengungkapkan iman dan penyerahan diri kepada Allah daripada melalui nyanyian. Secara umum puisi PL semula merupakan nyanyian. Puisi itu bukanlah sumber ajaran-ajaran teologi, tetapi merupakan ungkapan iman para penyanyi, secara pribadi atau kelompok. Puisi PL bukan hanya sebagai cara mengenal Allah, tetapi lebih-lebih merupakan cara memuji Dia yang patut dipuji. (W.S.Lasor:2004:38).
Orang-orang yang mengerti kebesaran kuasa-Nya akan menghormati Dia, mengisi hidupnya dengan puji-pujian kepada-Nya, dan dengan demikian memperoleh hikmat untuk menjalani kehidupannya. Seperti kejadian fenomenal yang terjadi pada tahum 1791, John Wesley yang berumur 88 tahun yang terbaring di ranjangnya dengan nafas yang terengah-engah menuju ajalnya yang sebentar lagi akan datang menjemput. Tetapi John Wesley membuat takjub orang-orang yang mengelilinginya, sebab dia berkata “walau dengan nafas yang terengah-engah, tapi aku akan tetap memuji Tuhan yang memberikan rahmat-Nya kepadaku”.
2. Isi
2.1. Memahami Mazmur 111:1-10
Septuaginta memakai kata Psalmoi, Latin juga sama. Kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan” awalnya digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian menunjukkan nyanyian (psalmos) atu kumpulan nyanyian (psalterion). Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah tehillim artinya “puji-pujian” atau “nyanyian pujian”. (Crenshaw:1981)
Mazmur 111 menyatakan perbuatan Allah yang adil dan benar. Bahwa perbuatan Allah yang adil dan benar masih dirasakan sampai sekarang. Di tengah penderitaan dan ketidakadilan yang dialami manusia, Allah memberi kemungkinan dan pengharapan bagi siapa saja yang datang pada-Nya. Ada “jalan baru” yang ditawarkan Allah pada setiap orang yang berjalan menurut kehendak-Nya.
Mendalami Mazmur 111 erat kaitannya dengan sikap hidup yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang yang percaya pada Tuhan yakni beryukur atas perbuatan-perbuatan Tuhan dalam hidup. Bersyukur kepada Tuhan bukan hanya secara lahiriah saja melainkan dengan segenap hati. Mereka yang bersyukur dengan tulus-ikhlas menghormati Tuhan dalam segala tingkah-laku dan menjadi orang yang bijaksana.
Kita bisa melihat sifat Allah yang menonjol misalnya, kudus, adil, pengasih dan penyayang. Ini merupakan pengakuan iman yang mendalam, hasil dari pengalaman yang mendalam dengan Allah. Pengakuan iman yang dimaksud muncul dari pengalaman personal/ pribadi bersama dengan Tuhan dan bukan sekedar mendengar dari orang lain, artinya pengalaman tersebut muncul dan menjadi milik pribadi. Pengalaman ini dirasakan sebagai suatu pengalaman keterkejutan ( surprise) yang membahagiakan. Pahamilah bahwa “Tidak semua hadiah dibungkus dengan bungkusan yang indah”.
Tujuan
Tujuan Mazmur ini adalah memupuk kebiasaan memuji Tuhan dengan segenap hati mempertajam iman kita di tengah tantangan dan penderitaan, sehingga Allah dialami begitu konkret dan sangat dekat.
Struktur Penulisan
1. Ayat 1, Merupakan ungkapan Syukur kepada Tuhan.
2. Ayat 2-5, Perbuatan-perbuatan Tuhan yang tampak.
3. Ayat 6-9, Tuhan membawa umat-Nya.
4. Ayat 10, Hidup menurut pola Tuhan
Latar Belakang Mazmur 111
Mazmur 111 digubah secara akrostik, dimana setiap barisnya dimulai dengan huruf-huruf yang disusun menurut abjad. Tema yang diangkat dalam mazmur ini sebetulnya termasuk tema-tema yang umum, yaitu pembebasan umat Israel dari tanah Mesir dan penyertaan Tuhan ketika mereka masuk ke tanah perjanjian. Karena itu ada penafsir yang berpendapat bahwa mazmur ini digubah oleh seorang pemimpin umat yang sedang merenungkan kitab Ulangan. Dalam perbuatan di masa lalu itu ia menemukan kebesaran Tuhan dan membagikannya kepada seluruh umat melalui mazmur ini.
Mazmur ini dimulai dengan kata “Haleluya”. Dan kata ini bergema dalam permulaan pujian dari Mazmur 111 – 118. Dan kata delapan kali diucapkan mulai dari awal sampai akhir pasal ini. Dan kata “haleuluya” adalah kata yang menyimbolkan rasa terimah kasih yang sangat besar yang ditujukan kepada Allah yang melepaskan umat gembalaannya dari segala kesusahan dan penderitaan seperti yang dialami oleh Pemazmur. Dan orang yang dapat mengucapkan “Halelelya” adalah memang orang yang memang mengalami kasih karunia Tuhan yang sangat besar. Dan kata ini harus di paktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber sukacita terhadap orang lain. Karena orang yang mengucapkan “haleluya” adalah orang-orang yang merasakan sukacita penuh dalam perlindungan Tuhan.
Mazmur ini memuji Tuhan karena berkat-berkat rohani dan jasmani dan pemeliharaan-Nya atas orang yang mengasihi dan takut akan Dia. Pemazmur telah bertekad untuk tidak hanya secara pribadi memuji Allah tetapi juga di "dalam jemaah" (ayat Mzm 111:1).
Genrenya
Mazmur ini menurut Claus Westertmann dikelompokkan sebagai Mazmur pujian deklaratif individual. Bernada pengakuan iman dan ajakan kepada orang lain untuk turut menaruh kepercayaan kepada TUHAN. Mazmur ini memuat unsur-unsur seperti: Allah telah mendengar keluhan dan bertindak menyelamatkan umat-Nya. Pujian merupakan tanggapan langsung terhadap tindakan penyelamatan Allah bagi umat-Nya. Pada bagian ini tindakan Allah diungkapkan, dinyatakan dan diperdalam maknanya. Pujian kepada Allah dilambungkan dengan penuh kegembiraan.
Bersyukur karena takut akan Tuhan. Ucapan pujian dan syukur bagi Allah keluar dari setiap mulut manusia yang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Ucapan pemazmur, "Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaat". Bagian yang sangat menentukan adalah tindakan pembebasan dan penyelamatan Allah. Allah mengubah kesedihan menjadi kegembiraan. Pengalaman ini mendatangkan kebahagiaan istimewa bagi pemazmur. Dari sebab itu, tindakan Allah itu pantas disyukuri dan dipuji.
Tafsiran
Mazmur 111 ini merupakan ucapan syukur seseorang yang telah mengalami kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Dalam ucapan syukurnya, ia menyaksikan perbuatan Allah kepada umat Tuhan agar kumandang pujian menggema dalam ibadah umat Tuhan. Memotivasi kita untuk merenungkan pekerjaan Tuhan setiap hari dalam hidup ini. Motivasi ini mendorong kita untuk lebih sering memuji nama Tuhan di setiap saat dan tempat (ayat 1).
“Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati”. Seluruh hati dikhususkan untuk memuji Dia tanpa ada gangguan dan sikap yang bercabang (terbelah-belah) di dalam lingkungan orang benar dan di dalam jemaat. Objek dan tujuan dari pemujian itu adalah karya Tuhan yang sangat besar yang kita rasakan di dalam kehidupan kita. Jika kita tidak dapat bersukacita kaerna keadaan kita yang sangat sulit, seperti kemiskinan, pengangguran, ketidak adilan, penindasan, intimidasi, dll, setidaknya kita mempunyai pengharapan yang sangat hidup, yaitu bersukacita dalam Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam kesesakan penjara di Roma (Fil. 4:4) “bersukacitalah selalu dalam Tuhan”. Seperti Paulus, pemazmur juga bertekad dengan sepenuh hati untuk memuji Tuhan apapun kondisi yang terjadi.
Pemazmur melihat dunia ini penuh dengan perbuatan ajaib Tuhan, yang patut direnungkan dan digemakan, agar selalu menjadi dasar kekuatan umat Tuhan untuk bersyukur bahkan ketika dunia menyajikan ketidaknyamanan hidup. Lebih khusus lagi, pemazmur memperhatikan karya Tuhan dalam kehidupan bangsanya (ayat 2-5). Pemeliharaan dan perlindungan Tuhan dalam sejarah bangsa Israel merupakan pengalaman yang tidak pernah boleh mereka lupakan. Hal itu merupakan keyakinan pemazmur bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka.
Akhirnya, pemazmur melandaskan ucapan syukurnya kepada karakter adil dan benar dari Allah yang tidak pernah berubah . Karakter inilah yang menjadi satu jaminan yang pasti bahwa perjanjian-Nya kekal (ayat 6-9). Dan demi nama-Nya yang kudus dan dahsyat itu, pemazmur dan umat Tuhan pasti akan mengalami terus-menerus kasih setia Tuhan. Hanya orang berhikmatlah yang melandaskan hidupnya pada karakter Tuhan yang teguh tersebut.
2.2. Memahami Markus 1:21-28
Nats ini memuat kisah orang kerasukan roh jahat yang menantang Yesus. Namun Yesus dengan kuasanya menghardik si roh jahat agar keluar dari tubuh orang yang kerasukan. Roh jahat pun keluar. Apa yang terjadi dengan orang orang dalam rumah ibadat? Mereka takjub dan memperbincangkan, seakan ada ajaran baru. Pertanyaan: cukupkah mereka dan kita umat Kristiani berhenti hanya untuk takjub dan heran dengan peristiwa itu? Apa yang pantas direnungkan? Apa yang Yesus lakukan membuktikan Ia adalah Maha kuasa, Maha segalanya. Mujijat, kuasa dan ajaran Yesus tidak cukup hanya disikapi dengan takjub dan heran.
Orang-orang yang mendengarkan pengajaran Yesus merasa takjub. Ketakjuban itu muncul karena mereka melihat bahwa Yesus mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa. Mereka melihat kewibawaan rohani yang ada dalam kalimat-kalimat pengajaran-Nya. Tanpa kuasa rohani, ajaran agama hanya akan menjadi konsumsi intelektual belaka atau menjadi sebuah pengetahuan akal saja. Tanpa kuasa rohani, teologi tidak akan mampu memberi dampak rohani.
Hadirnya roh jahat yang merasuki salah seorang yang ada di situ, tentu saja mengejutkan orang banyak. Namun, gangguan roh jahat ini tidak mampu mengganggu dan menghalangi pengajaran Yesus. Justru sebaliknya, insiden itu justru menyatakan kehadiran kuasa ilahi yang hadir dalam pelayanan Yesus. Justru sebelumnya kuasa Yesus hanya terlihat dalam pengajaran-Nya, sekarang orang-orang dapat melihat kuasa itu bekerja dalam pelayanan-Nya. Baik ketika menyampaikan Firman Tuhan maupun ketika melayani sesama, kita juga membutuhkan kuasa Allah yang bekerja di dalam diri kita.
Jangan pernah mengandalkan diri sendiri! Andalkan kuasa Kristus yang tiada batas.
Berikutnya, apa yang dicari kebanyakan orang yang mengaku percaya saat ini? Bukan isi dan esensi kisah dalam Alkitab, melainkan "peristiwa ajaib" yang dilakukan Yesus dengan mujijat-mujijat-Nya.
Banyak orang mengikut Yesus ketika melakukan kuasa-kuasa yang membuat “takjub”. Tetapi malah meninggalkan Yesus ketika ada sengsara menanti. CHRIST Without CROSS but only with CROWN. Kristus yang tanpa SALIB tapi hanya Kristus dengan MAHKOTA
3. Renungan
Di awal mazmur ini pemazmur mengungkapkan kesungguhan hatinya untuk bersyukur kepada Tuhan. Pemazmur juga ingin mengajak orang-orang di sekitarnya ikut bersyukur bersamanya. Dengan demikian kita bisa melihat betapa besarnya rasa syukur yang ada di dalam hati pemazmur. Rasa syukur itu mengalir spontan sebagai respon atas kebesaran kuasa Tuhan yang bekerja di antara umat-Nya.
Pemazmur menyebutkan beberapa hal yang Tuhan lakukan bagi umat-Nya. Kepada umat-Nya Tuhan memberikan rezeki (untuk kehidupan setiap hari), tanah pusaka sebagai tempat tinggal dan wujud keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, dan kebebasan dari musuh yang menjajah mereka. Apa tujuan Tuhan melakukan semua itu kepada mereka? Semua dilakukan-Nya agar mereka semakin mengenal Dia. Melalui perbuatan-perbuatan-Nya itu umat Tuhan dapat mengenal Dia sebagai Allah yang adil dan benar, sekaligus juga pengasih dan penyayang.
Ajakan bersyukur ini tidak berhenti hanya pada ucapan bibir dalam ritual ibadah semata-mata. Rasa syukur harus diungkapkan dengan sikap menerima karya Tuhan dan mewujudkannya dalam hidup keseharian umat Tuhan. Hidup seperti apakah yang tepat untuk merespons segala kebaikan Tuhan? Hidup kudus sesuai kekudusan nama Tuhan (9). Hidup adil dan benar sesuai keadilan dan kebenaran Tuhan (7-8). Hidup menjadi berkat bagi sesama, seperti Tuhan yang telah memberkati mereka dengan rezeki yang melimpah (5)!
Umat Allah tidak tinggal dalam masa lalu. Tetapi umat Tuhan akan dapat menggunakan masa lalu (memory kehidupan) untuk menjadi dorongan hidup pada masa ini dan menjadi pengharapan untuk masa depan yang lebih baik. Karya-Nya mengungkapkan bagaimana sifat Allah, seperti perbuatanNya yang besar (ay. 2), mulia agung dan benar (ay. 3), begitu ajaib anugrah dan belas kasihNya (ay.4), kuat (ay. 6), setia dan dapat dipercaya (ay. 7), kudus dan dahsyat (ay. 9). Inilah sifat dan karya Allah yang dirasakan pemazmur di dalam kehidupannya.
Kekuatan dari pemazmur dalam hidupnya adalah mengandalkan firman Allah (Ay. 7 – 9). Allah memberikan hukum-Nya kepada umatNya, umatNya hidup sesuai dengan perintahNya, maka umatNya juga akan merasakan berkatNya untuk selama-lamanya (ay. 3), perjanjianNya (ay. 7), dan titahnya/ajaranNya (ay. 7). Titah/ucapanNya dapat kita andalkan dan menjadi senjata kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebesaran dan karya Allah yang mulia itu berlaku untuk selama-lamanya. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat menghambat atau membatalkan kasih karunia Allah kepada umatNya. Dan Allah selalu konsisten dan setia untuk memberikan berkat kepada umatNya yang berjalan sesuai dengan hukum-hukumNya. Ia akan mengingat untuk selama-lamanya perjanjianNya, firman yang diperintahkanNya untuk seribu angkatan (Maz. 105:8). Janji Tuhan untuk memberkati juga sampai kepada generasi kita saat ini dan sampai generasi kita mendatang.
Takut akan Tuhan (ay. 10). Ketakutan yang dilakukan bukan seperti budak terhadap tuannya, seperti seorang terpidana terhadap hakim, tetapi seperti kasih, kepatuhan dan hubungan seorang anak terhadap orang tuanya. Apabila kita takut akan Tuhan, maka hal ini akan mengarah kepada kepatuhan, dan kepatuhan sangat diperlukan untuk pemahaman spiritual kita (Yoh. 7:17; barang siapa mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu entah ajaranKu ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diriKu sendiri). Yesus juga melakukan apa yang dikehendaki Allah dan melaksanakan perintah Allah. Ketika kita takut yang menghasilkan ketaatan, maka otomatis kita akan mendapatkan kebijaksanaan. Menyembah dan memuliakan Tuhan adalah kebijaksanaan yang paling pokok dalam kehidupan, mustahil seseorang berlaku bijaksana dalam hidupnya apabila dia tidak pernah mengucap syukur atas berkat Allah dalam kehidupannya melalui penyembahan yang benar. Dan yang pasti semua orang yang melakukan kehidupan “Takut akan Tuhan” akan mempunyai akal budi yang baik mengenai Allah dan kehidupan, serta untuk kemuliaan Tuhan. Dan untuk orang-orang yang sedemikian, pujian bukan hanya berasal dari manusia, tetapi dari Allah (Rm. 2:29). Pujian dari manusia akan habis ditelan masa, tetapi pujian dari Allah akan kekal untuk selama-lamanya.
Analisa Kata HALELUYA Dalam Mazmur 111 Sebagai Bahan Renungan
Kata “haleluyah” terdiri dari dua kata: הללו “Halelu” dan ה “Yah”. Kata “yah” merupakan kependekan dari Yahweh (YHWH) diterjemahkan LAI menjadi kata TUHAN. King James Version (KJV) : LORD. Hal ini ibarat bapak dipanggil pak. Sedangkan kata הללו - HALELU berasal dari kata הלל - HALAL ", "memuji", "memuliakan" dalam stem Pi`el Imperatif menjadi הַלְל - HALEL, ditambah akhiran pronomina orang kedua jamak. Bentuk Stem Pi`el mengungkapkan hal yang intensif ketimbang stem Qal yang digunakan dalam kalimat biasa.
Jadi `halelû-yâh` berarti "pujilah kalian YAH (TUHAN)." Sebagai contoh : Mazmur 106:48, "Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, dan biarlah seluruh umat mengatakan: `Amin!` Haleluya!" Kata "HALELUYA" yang ditulis dalam Alkitab berbahasa Indonesia adalah penyalinan bunyi dari bahasa Ibrani, bukan penerjemahan.
Kata HALELUYA berasal dari dua kata Ibrani, “halelu” dan “yah”. Kata הללו “halelu” sendiri terdiri dari dua huruf “he” dan “lamed” (hê` - lâmed - lâmed - vâv – yõd - hê`). Huruf “he” pada awalnya adalah gambar seorang laki-laki dengan tangan ke atas melihat ke arah suatu penglihatan yang menakjubkan. Sedangkan huruf “lamed” pada mulanya gambar sebuah tongkat gembala. Tongkat dipakai sang gembala untuk menggerakkan kawanan binatang ke suatu arah. Dengan demikian penggabungan dua huruf “he” dan “lamed” itu berarti “melihat ke arah”.
Dengan demikian apa arti kata “haleluyah”? Uraian di atas menjelaskan bahwa kata “yah” menunjuk Yahweh atau TUHAN, dan kata “halelu” berarti “melihat ke arah”. Jadi arti kata “haleluyah” berarti “melihat ke arah TUHAN”.
Kata Haleluya memegang peranan yang penting dalam ibadah orang Yahudi, baik pada hari raya Paskah, Pentakosta, Pondok Daun dan Penyerahan. Di samping Ibadah Raya, kata Haleluya juga biasa diperdengarkan pada Ibadah Hari Sabat dan kebaktian pagi. Di sebagian aliran gereja Pantekosta, sebutan HALELUYA bahkan sudah menjadi diri khas.
Makna kata haleluya telah jelas, selain berarti “memuji Tuhan” juga berarti “melihat ke arah TUHAN.” Nah, mulai sekarang, setelah tahu artinya, ucapkanlah kata HALELUYA dengan sikap hati “memuji-muji Tuhan”, bukan karena ikut-ikutan atau kebiasaan di gereja. Lihat saja dalam Wahyu 19:1,3,4,6 di Surga kata HALELUYA adalah kata pujian dan sembahan yang ditujukan kepada Allah yang Maha Tinggi.
Ada yang lebih penting dari semua itu. Jadikanlah pengucapan HALELUYA sebagai gaya hidup kita. Pertanyaan pentingnya adalah apakah kita sebagai anak-anak Tuhan telah “melihat ke arahNya” dalam menyusuri perjalanan hidup kita? Sebagaimana jalan di dunia banyak persimpangan, demikian juga jalan hidup manusia. Jika kita tidak tahu arah, maka kita akan tersesat.
Perlu diketahui kata Haleluyah yang bentuknya dalam bentuk Piel bukan Qal memiliki tujuan khusus. Karena bentuk kata Piel bermakna suatu tindakan intensif, menunjukkan perlu “diulang” atau “diperpanjang” dan berarti “sungguh-sungguh”
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip
GBKP Pontianak, Kal-Bar