Khotbah Minggu tgl 10 Februari 2019 : Wahyu 3 : 1 - 6

Invocatio

”Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh” (Mazmur 139:2)

Bacaan : Keluaran 33 : 1-6

Khotbah : Wahyu 3 : 1-6

Thema

 Allah Mengetahui Semua Perbuatan

I.                    Pendahuluan

Epiphania berasal dari bahasa Yunani yang berarti penampakan atau penyataan. Secara teologis, istilah ini menekankan penyataan kenyataan Ilahi yang tadinya tersembunyi bagi manusia, baik dalam bentuk penampakan diri maupun melalui perbuatan dan perkataan yang melaluinya kehadiranNya diketahui manusia. Karena itu dalam masa raya Epifani ini, kisah-kisah kehidupan Yesus dari masa kecilNya yang dilaporkan singkat dalam Injil maupun pembaptisan dan berbagai kisah perbuatan hidupNya sejak awal pelayananNya. Masa raya ini juga seringkali dijadikan saat untuk menghayati misi gereja pada dunia.

Ada beragam alasan mengapa seseorang atau sebuah gereja berhenti memberikan pelayanan yang terbaik kepada Tuhan. Salah satunya adalah ketidaksempurnaan cara dan hasil pelayanan mereka. Situasi ini membuat mereka menjadi putus asa. Melalui khotbah hari ini kita akan belajar bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk berbenah diri dan terus mencoba memberikan yang terbaik kepadaNya. Gereja Sardis tidaklah sempurna. Walaupun demikian, Tuhan terus menasihati mereka untuk menjadi lebih baik.

II.                  Isi

Dalam setiap pendahuluan surat kepada tujuh  jemaat di Wahyu 2-3, Tuhan Yesus memperkenalkan  diri secara khusus sesuai dengan situasi jemaat yang dituju. Kepada jemaat Sardis Ia mengungkapkan diriNya sebagai pemegang tujuh roh. Angka tujuh di sini bukan secara hurufiah (jumlah tujuh), tetapi menyiratkan kesempurnaan (bnd. Why. 1:4). Roh Kudus adalah Roh yang sempurna dan menyempurnakan. Ia diutus ke dalam dunia untuk  mengamati (bnd. Why. 5:6) sekaligus memurnikan (bnd. Why. 4:5). Dalam konteks jemaat Sardis yang keadaan dalam berbeda dengan keadaan di luar (bnd. Why. 1:2), sangat relevan apabila Tuhan Yesus memperkenalkan diri sebagai pemegang Roh Allah yang memurnikan.

Yesus juga sebagai pemegang tujuh bintang. Yang dimaksud dengan tujuh bintang adalah tujuh malaikat jemaat (bnd. Why. 1:16, 20; 2:1). Walaupun beberapa penafsir menduga malaikat jemaat adalah benar-benar malaikat, namun kita sebaiknya memahaminya sebagai para pemimpin jemaat. Kalau Tuhan Yesus memegang para pemimpin jemaat, ini menunjukkan perlindungan sekaligus kekuasaan Tuhan atas jemaat. Yang empunya gereja adalah Tuhan Yesus, bukan para pemimpin rohani.

Yesus juga sebagai Allah yang mahatahu (“Aku tahu ...”). Ia tahu apapun yang dikerjakan jemaat Sardis. Bahkan tatkala orang lain tidak mampu melihat yang sebenarnya, Kristus mengetahui apa yang terjadi (ayat 1b). Ketika hanya ada sedikit jemaat yang masih loyal kepada kebenaran, Kristus juga mengetahuinya (ayat 4). Di bagian lain dijelaskan bahwa Kristus ada di tengah-tengah kaki dian (bnd. Why. 1:12-13, 20) dan berjalan di antara mereka (bnd. Why. 2:1), karena itu Ia mengetahui detail keadaans setiap jemaat.

Di mata Yesus yang mahatahu, kebobrokan jemaat Sardis tidak dapat disembunyikan. Secara khusus ada dua negatif yang disorot di bagian ini. Pertama, reputasi positif jemaat Sardis tidak sesuai dengan realita dalam gereja (ayat 1b). Kalimat “erngkau dikatakan hidup” menunjukkan bahwa pemilaian positif ini tidak berasal dari jemaat Sardis sendiri atau dari Tuhan Yesus. Orang lain yang memberikannya. Fakta bahwa orang lain memberikan penilaian yang tinggi terhadap jemaat Sardis pasti bukan tanpa alasan. Mereka mungkin dulu memang terkenal karena kelebihan-kelebihan mereka. Tatkala situasi internal mereka sudah banyak berubah, orang lain tetap tidak mengetahui perubahan negatif tersebut, sehingga mereka tetap menganggap jemaat Sardis sebagai jemaat yang baik. Celakanya, ketidaksesuaian antara realita dan reputasi/identitas memang sering terjadi. Ada orang-orang tertentu yang menganggap diri orang Yahudi padahal mereka sebenarnya bukan (bnd. Why. 2:9; 3:9).

Kedua, semua pekerjaan mereka tidak ada yang sempurna (ayat 2b). Kata “pekerjaan-pekerjaan” (bentuk jamak) muncul dua kali (bnd. Why. 1:1-2). Ini menunjukkan bahwa jemaat Sardis bukanlah jemaat yang pasif. Mereka tetap terlihat dinamis. Persoalannya, tidak ada pekerjaan mereka yang sempurna di mata Allah. Bukankah semua jemaat tidak sempurna? Mengapa hanya jemaat Sardis yang ditegus? Kesempurnaan di sini sebaiknya dilihat dari sisi kapasitas yang Tuhan berikan dan kesungguhan untuk mengoptimalkannya. Sama seperti perumpamaan tentang talenta (Mat. 25), berapa pun yang kita punya harus kita maksimalkan untuk Tuhan. Jemaat Sardis memiliki banyak kelebihan (secara finansial, popularitas, kelebihan masa lalu), tetapi pekerjaan mereka tidak ada yang sesuai dengan kelebihan itu.

Tidak seperti banyak orang yang hanya dapat memberikan kritikan, Kristus juga memberikan solusi. Kalau jemaat Sardis ingin berbenah mereka harus melakukan beberapa hal. Yang terutama, mereka harus waspada (ayat 2a). Kata “bangunlah” dalam teks Yunani lebih berarti “waspadalah”. Mereka tidak boleh seperti penduduk Sardis kuno yang membanggakan benteng mereka dan kurang waspada sehingga akhirnya dikalahkan musuh.

Mereka juga harus menguatkan apa yang masih tersisa (ayat 2a). Yang masih tersisa ini bukan orang (“siapa”), karena orang-orang di ayat 4 bukan yang sedang akan mati, melainkan justru dipuji Allah. Mereka juga harus memberikan respon yang benar terhadap firman Allah (ayat 3a). Para pendahulu mereka dahulu sudah mendengar dan menerima firman (bnd. “ingatlah dan bentuk lampau pada kata kerja mendengar dan menerima”). Sebagai generasi kedua penerima surat ini seharusnya “menuruti” (memegang erat) firman yang sudah diterima itu. Jika ini dilakukan, maka itu berarti bahwa mereka harus bertobat dan kembali pada masa yang dulu lagi.

Kristus bukan hanya memberikan kritikan dan solusi, tetapi Ia juga memotivasi mereka untuk mengambil solusi itu. Pertama, Kristus memberikan peringatan (ayat 3b). Ia akan datang seperti pencuri yang tidak terduga. Sebagian penafsir menganggap hal ini sebagai rujukan untuk kedatangan Kristus kedua kali di akhir zaman, karena metafora yang sama juga digunakan di tempat lain dalam konteks akhir zaman (bnd. Why. 16:15; Mat. 24:42-44; 1 Tes. 5:2; 2 Pet. 3:10). Walaupun demikian, sebagian yang lain meyakini bahwa kedatangan ini dapat merujuk pada hukuman pada masa sekarang di bumi. Alasan yang dikemukakan adalah bentuk pengandaian di ayat 3:3b. Selain itu, sebelumnya di Wahyu 2:5 Tuhan Yesus juga sudah memberikan ancaman semacam ini kepeda jemaat Efesus (“Aku akan mengambil kaki dianmu”).

Kedua, Kristus memberikan bukti konkrit yang positif (ayat 4a). Tidak semua jemaat Sardis adalah buruk. Ada beberapa jemaat yang dipuji Tuhan Yesus karena mereka tidak mencemarkan pakaian mereka. Kata “mencemarkan” biasanya terkait dengan penyembahan berhala dan atau perzinahan (bnd. Why. 14:4, 6-9). Orang-orang ini telah menunjukkan pekerjaan yang sempurna. Keberadaan mereka perlu disinggung oleh Tuhan Yesus sebagai salah satu bentuk motivasi bagi jemaat lain. Kalau sebagian orang ini bisa menjaga diri mereka, maka yang lain juga pasti bisa. Dengan kata lain, perubahan positif bukanlah hal yang mustahil.

Ketiga, Kristus memberikan janji-janji yang indah (ayat 4b-5). Salah satu bentuk motivasi lain untuk berubah adalah hal-hal baik yang akan diterima apabila mau berubah. Janji membuat orang tergugah dan bersemangat untuk melakukan sesuatu. Apa saja janji dari Tuhan Yesus untuk jemaat Sardis?

Sama seperti Kristus disebut “layak” karena kematianNya (bnd. Why. 5:9, 12), demikian pula para martir layak untuk berjalan bersama Kristus. Dianggap layak menderita bersama Kristus merupakan penghargaan besar bagi orang percaya (bnd. Flp. 1:29; 1 Pet. 2:19). Janji lain adalah kemenangan, yang disimbolkan dengan pakaian putih. Dalam Kitab Wahyu pakaian putih merujuk pada para martir (bnd. Why. 6:9-11; 7:14). Walaupun menurut penilaian dunia mereka terlihat kalah (dibunuh), namun mereka sebenarnya justru mendapatkan kemenangan sejati. Dalam tradisi Romawi pakaian putih dikenakan waktu perayaan kemenangan. Janji lain adalah kepastian keselamatan. Tidak seperti beberapa warga negara Romawi yang akhirnya dibatalkan kewarganegaraannya (dihapuskan namanya) karena melakukan tindakan tertentu yang fatal, namun orang percaya tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Hal ini tidak berarti bahwa ada kemungkinan orang-orang tertentu yang sudah dicatat namanya di kitab kehidupan pada akhirnya namanya terhapus. Ada atau tidaknya nama seseorang dalam kitab kehidupan sudah final sejak dunia belum dijadikan. Mereka yang namanya tidak tertulis di kitab itu memang sejak dunia belum dijadikan tidak tercantum di sana (bnd. Why. 13:8; 17:8; 20:12, 15; 21:27), bukan karena nama mereka terhapus di tengah perjalanan.

III.               Refleksi

Bagaimana dengan keadaan kita dan gereja kita? Apakah di luar kita terlihat sibuk dan baik seperti jemaat di Sardis tetapi di dalamnya terdapat kematian yang memprihatinkan? Apakah gereja kita hanya terjebak pada rutinitas ibadah dan beragam program yang seolah-olah menunjukkan keaktifan, tetapi di dalamnya tidak ada sesuatu yang menyenangkan Allah? Mari kita secara serius mengintrospeksi diri kita dan kembali kepada Tuhan. Dia yang empunya gereja. Dia yang berkuasa dan memulihkan gerejaNya.

Tidak ada sesuatu pun tersembunyi dari hadapan Allah. Hidup kita terbuka luas di mata Allah. Allah mengetahui semua pekerjaan kita, Dia mengetahui segala sesuatu yang kita kerjakan sebagai orang percaya dan Dia menilai segala pekerjaan kita. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus mengerti konsep ini, bahwa Tuhan selalu memperhatikan hidup kita dan akan selalu memberikan nilai buat setiap pekerjaan kita. Jika buruk, maka Dia akan berkata buruk sekali pekerjaan kita, jika baik, maka Dia akan menyatakan pujian dan upah kepada kita. Penilai terbaik dari setiap pekerjaan, pelayanan dan ketekunan kita adalah Allah sendiri.

Tuhan tidak menilai seberapa hebat kita ketika kita melayani di hadapan orang banyak. Tuhan tidak merasa kagum ketika kita bisa melakukan segala pekerjaanNya dengan baik. Tetapi Tuhan akan merasakan bahwa kita mengasihi Dia ketika kita hidup di dalam persekutuan yang benar dengan Dia. Bukan besarnya pekerjaan yang kita lakukan yang membuat Allah bangga, tetapi besarnya kasih kita kepada Allah di dalam hubungan kita secara pribadi dengan Tuhan, akan memberikan nilai terbaik bagi kita di hadapan Tuhan. Ketika kita menjalani pelayanan dengan berfokus kepada Tuhan maka semua pelayanan yang kita lakukan menyenangkan hati Tuhan. Sebab Tuhan mengetahui semua pekerjaan yang kita lakukan dan Dia akan selalu memberikan penilaian bagi setiap pekerjaan yang kita lakukan.

Pdt. Andreas Pranata S. Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate