Khotbah : Yeremia 9 : 23-24 , Minggu tgl 24 Januari 2018
SUPLEMEN BIMBINGAN KHOTBAH MINGGU 28 JANUARI 2018
Bacaan I : Matius 20: 1-16
Khotbah : Yeremia 9: 23-24
Tema : “Kemegahanku adalah Mengenal Tuhan”
Latar Belakang Kitab Yeremia
Yeremia, seorang nabi dari Anatot, Tanah Benyamin, tampil menyampaikan firman Allah bagi bangsa Yehuda. Bukan hal yang mudah menjadi nabi dengan usia semuda dirinya. Meski anak seorang imam, yakni Imam Hilkia, saat Tuhan memanggilnya ia sempat merasa tidak percaya diri karena kemudaannya dan ketidakcakapannya dalam berbicara (Yer 1). Tetapi Tuhan menjamin akan menyertai Yeremia dalam melakukan tugasnya, sebab sebelum Tuhan membentuknya dalam rahim ibunya, Tuhan telah mengenal Yeremia. Tuhan telah membentuk Yeremia menjadi nabi sejak dalam rahim ibunya. Di pasal-pasal awal kitab Yeremia, ia menyerukan pesan pertobatan agar bangsa itu meninggalkan ibadah kosong, perbuatan-perbuatan jahat dan tidak adilnya (Yer 7: 4-10).
Setelah pecah menjadi 2 bagian, kerajaan Israel Utara hanya mampu bertahan sampai tahun 722 SM sebelum ditaklukkan Kerajaan Asyur, sedangkan Israel Selatan (Yehuda) bertahan lebih lama sampai tahun 587 SM. Kerajaan Yehuda dikalahkan oleh Babilonia, dan sebagian besar orang-orangnya diangkut dan dibuang ke Babel. Serangan pertama raja Babel Nebukadnezar terjadi 598 SM. Serangan kedua dilakukan karena sisa-sisa bangsa Yehuda di Yerusalem termasuk Zedekia, raja boneka yang diangkat oleh Nebukadnezar justru membuat perjanjian dengan kerajaan Mesir. Akibatnya, anak-anaknya dibunuh, Zedekia dibutakan dan ikut dibuang ke Babel. Yerusalem dihancurkan. Yeremia, adalah salah satu dari sedikit orang yang masih tinggal di Yerusalem. Saat itulah Yeremia tampil dengan pemberitaan yang memberi pengharapan akan pemulihan dari Tuhan.
Isi
Yeremia 9 adalah bagian dari khotbah Yeremia sebelum serangan Babel yang kedua atas Yehuda. Meski keluar dari mulut Yeremia, bukanlah dirinya yang mengarang kata-kata, melainkan firman Tuhan. Ia memperingatkan bangsa itu untuk menyesali ketidaksetiaanNya kepada Tuhan. “Apakah sebabnya negeri ini binasa, tandus seperti padang gurun sampai tidak ada orang yang melintasinya? Berfirmanlah TUHAN: “Oleh karena mereka meninggalkan TauratKu…, karena mereka tidak mendengarkan suaraKu dan tidak mengikutinya…, melainkan mengikuti kedegilan hatinya dan mengikuti para Baal… (Yer 9: 12b-14). Penyebab kehancuran adalah kesalahan mereka sendiri. Bangsa pilihan yang begitu dikasihi dan diberkati Tuhan, malah berpaling dan menyembah dewa yang tidak punya kuasa apapun. Bangsa ini telah berdosa di hadapan Tuhan. Sekalipun mereka beribadah kepada Tuhan, ibadahnya kosong. Mereka melakukan kewajiban beribadah tetapi perbuatan mereka jauh dari perintah Tuhan. Maka Yer 9: 23-24 berbicara mengenai apa yang seharusnya umat pahami. Hal-hal yang menyukakan hati Tuhan. Tuhan ingin umat-Nya bermegah bukan karena kehebatannya sendiri melainkan karena mengenal dengan baik Tuhannya.
1. Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya
2. Janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya
3. Janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya
Jangan bermegah dalam ketiga hal ini karena hal-hal duniawi semacam ini tidak bisa menyelamatkan manusia. Bahkan jika disalahgunakan bisa bersifat merusak. Orang kuat akan menindas orang lemah, orang bijak memperdaya para pengikutnya, orang kaya menjadi serakah dan merebut harta orang miskin. Inilah yang terjadi jika manusia begitu mengagungkan kehebatan duniawi.
Refleksi
1) Sudahkah kita mengenal Tuhan? Mengenal tidak sama dengan berkenalan. Sekedar tahu nama, pekerjaan dan alamat belum dikatakan mengenal. Mengenal berarti memahami. Orangtua yang mengenal anak-anaknya terlihat dari pemahamannya akan perbedaan karakter, minat dan bakat, serta cara berkomunikasi terhadap tiap-tiap anak. Sepasang kekasih yang saling mengenal tentu tahu apa yang disukai dan tidak disukai pasangannya. Demikian pula kita, orang yang percaya kepada Tuhan, selayaknya kita mengenal Tuhan sampai kepada pemahaman tentang apa yang IA suka dan tidak suka. Tuhan yang kita kenal menunjukkan kasih setia, keadilan, dan kebenaran. Inilah hal-hal yang Tuhan sukai. Inilah hal-hal yang akan menyukakan hati Tuhan yang patut kita lakukan. Jadi bukan tingkat kehadiran dan keaktifan di gereja saja yang dikejar, tetapi bagaimana kita melakukan yang Tuhan kehendaki sebagaimana kita ketahui dari firman-Nya. Menjadi pertanyaan reflektif bagi kita: Sejauh mana orang-orang bijak, atau kuat, atau kaya di gereja mempraktekkan kasih, keadilan dan kebenaran dalam hidupnya?
2) Apakah salah dalam hidup ini mengejar pengetahuan, kekuatan dan kekayaan? Karena pada kenyataannya kita semua mengejar hal itu. Pendidikan tinggi, power dan kedudukan, juga harta kekayaan, adalah hal yang sangat lumrah diinginkan dan dikejar manusia. Apakah menjadi dosa jika kita menginginkan dan memilikinya? Tunggu dulu, bukan berarti semua orang berpendidikan, berpangkat dan kaya harus membuang dan meninggalkan semua itu, tetapi harus paham bukan pencapaian itu yang membuat kita berbangga.
Jika kita membahasakan ulang pesan nabi Yeremia, maka pesan itu bisa menjadi:Biarlah orang bijaksana bermegah karena ia mengenal Tuhan yang memberi kebijaksanaan, biarlah orang kuat bermegah karena ia memahami Tuhanlah sumber kekuatannya, biarlah orang kaya bermegah karena pengakuan bahwa Tuhanlah yang menjadikannya kaya.Maka saat orang-orang bijaksana, kuat, dan kaya bermegah, ia bermegah di dalam Tuhan (istilah Paulus dalam 2 Kor 10:17). Saat ia bermegah, atau berbangga, yang dibanggakan adalah Tuhan. Yang dimuliakan adalah nama Tuhan. Pengenalan kita akan Tuhan membuat kita mengaku: tidak ada hal lain yang lebih berharga daripada iman kita kepadaNya.
3) Pengenalan akan Tuhan adalah sebuah proses. Manusia akan sulit mencapai standar kasih Tuhan, atau standar keadilan Tuhan. Sebagai contoh Matius 20, secara hitung-hitungan manusia, tidaklah adil cara sang tuan memberi upah. Namun bagi Tuhan, itulah yang adil. Sebab ‘upah’ manusia tidak dihitung dari usahanya, melainkan kasih karunia Tuhan semata-mata. Maka konsep keadilan versi Tuhan perlu kita pahami dengan memakai cara pikir Tuhan, bukan cara pikir kita. Inilah proses manusia mengenal Tuhan yang tidak akan berhenti, tetapi kita melakukannya dengan penuh syukur, karena semakin mengenal Tuhan kita semakin terpesona oleh kasih dan kebaikanNya pada kita.
Pdt Yohana S. br Ginting