Khotbah Josua 24:14-24, Minggu 15 November 2015

Invocatio :
Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini : hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan (Filipi 2:2)

Bacaan :
1 Petrus 3:1-7 (Antiphonal)

Thema :
Keluarga Yang Beriman

Pengantar
Keluarga merupakan tempat persekutuan hidup antara ayah, ibu, anak yang disebut juga sebagai keluarga inti. Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus. Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? Memberikan gagasan tentang keluarga. Ia memaparkan bahwa keluarga merupakan tempat bertumbuh; baik tubuh, akal budi serta rohani. Di dalam keluarga juga terjadi pengembangan semua aktivitas karena setiap orang bebas untuk mengembangkan karunianya masing-masing. Demikian juga, di dalam keluarga merupakan tempat yang  aman untu bersaat teduh saat ada badai kehidupan. Didalamnya juga terjadi proses mentransfer nilai-nilai yang penting dalam menjalani kehidupan, dan di dalam keluarga juga merupakan tempat munculnya permasalahan juga penyelesaiannya. Karena tidak ada keluarga yang terbebas dari permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul tidak terduga, namun keluarga tersebut dapat menyelesaikannya dan rukun kembali. Meminjam istilah Andar Ismail tentang situasi keluarga “Ribut Rukun”.  Demikianlah kita bisa melihat bagaimana pentingnya lembaga keluarga ini. Melalui teks Josua 24:14-24, kita akan mempelajari bagaimana keluarga yang beriman, yang dibangun oleh Yosua.

 

Pembahasan Teks
Ayat 14-15 Pilihan Yosua :Keluarga Yang Beribadah Kepada Allah
Jauhkanlah allah. Dalam pidatonya, Yosua memberi kesempatan kepada orang Israel yang sudah hidup menurut hukum Taurat untuk memperbaharui kesetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka yang bergabung dengan orang Israel selama masa pendudukan juga ditantang untuk memilih “pada hari ini”, apakah mau menyembah Tuhan atau masih menyembah illah-illah mereka.  Sewaktu di Mesir, orang Israel menyembah lembu suci yang melambangkan Apis, dewa kesuburan. Dewa-dewa Mesopotamia di seberang Sungai Efrat antara lain adalah Marduk, dewa utama bangsa Babilon, dan Bel yang serupa dengan Baal, dewa kesuburan bangsa Kanaan. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan. Ini menjadi pilihan komitmen Yosua bagi keluarganya, karena ia sudah mengalami karya Tuhan dalam perjuangan pelayanan memimpin bangsa Israel. Soal pilihan pribadi memang termasuk dalam keselamatan yang disediakan Allah. Setiap orang percaya harus senantiasa memilih siapa yang akan dilayaninya. Seperti dengan Yosua dan orang-orang Israel, melayani Tuhan bukan suatu pilihan sekali saja (bd. Yosua 1:16-18, Ulangan 30:19-20); kita harus berkali-kali memutuskan untuk bertekun di dalam iman dan menaati Tuhan. Membaharui pilihan-pilihan yang benar oleh orang percaya meliputi takut akan Tuhan, kesetiaan kepada kebenaran, ketaatan dengan hati yang sungguh-sungguh, dan penyangkalan dosa serta kesenangan-kesenangan yang terkait dengannya (ayat 14-16). Lalai memilih untuk melayani dan mengasihi Tuhan akhirnya akan mendatangkan hukuman dan kebinasaan (ayat 20; 23:11-13).

Ayat 16-18 Komitmen Bangsa Israel Untuk Beribadah Kepada Tuhan.
Jauhlah daripada kami meninggalkan Tuhan. Janji bangsa itu untuk hanya melayani Tuhan ditepati, selama masa Yosua memimpin, mereka setia keada Tuhan. Karena mereka melihat bagaimana Tuhan telah menuntun keluar dari tanah Mesir, rumah perbudakan, serta melakukan tanda-tanda mujizat dihadapan mereka, serta melindungi mereka di sepanjang jalan yang sudah di tempuh, sehingga mereka memilih beribadah kepada Tuhan. Ternyata, hal ini mereka lakukan hanya selama Yosua dan para tua-tua masih hidup. Tidak lama setelah kematian Yosua, bangsa itu meninggalkan Tuhan dan mulai berbakti kepada dewa-dewa lain (Hakim-Hakim 2:11-19). Kami pun akan beribadah kepada Tuhan :Yosua mengingatkan bangsa Israel bahwa melanggar perjanjian yang dibuat dengan Tuhan akan mengakibatakan bencna yang mengerikan, termasuk kehancuran mereka sebagai bangsa. Perjanjian itu menuntut ketekunan dan kesetiaan. Dalam hal ini, semangat saja tidak cukup.

Ayat 19-24 Memantapkan Komitmen Beribadah Kepada Tuhan
Tanpa ragu, bagsa Israel langsung menanggapi pidato Yosua dan seruannya dengan berkata “jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!”……” Jika kita ada diantara bangsa Isreal pada waktu itu, tentu saja kita juga pasti menjadi salah satu orang yang meneriakkan jawaban tersebut dengan lantang sebagai tanda keyakinan kita akan keputusan dan komitmen yang kita ambil. Namun Yosua ternyata menyikapi berbeda. Ia bukan bertepuk tangan atau memuji apa yang dikatakan umat Israel untuk menanggapi seruannya. Sebuah jawaban yang sepertinya mematahkan semangat dan komitmen bangsa Israel. Tetapi jika bacaan ini kita baca seterusnya (ayat 19-24),  bukan seperti itu yang dimaksudkan oleh Yosua. Sama sekali ia tidak bermaksud mengecilkan komitmen bangsanya, sebab Yosua menantang bangsa itu untuk menjadi saksi atas keputusan mereka sendiri, dengan kata lain Yosua mengingatkan bahwa tanggungjawab atas komitmen mereka ada pada diri mereka sendiri, bukan pada orang lain. Bukan mengambil keputusan karena mayoritas orang meneriakkan hal yang sama atau sekedar ikut-ikutan. Komitmen harus dibuat secara sadar dan mandiri oleh tiap orang karena pertanggungjawabannya ada pada diri yang bersangkutan. Selain itu, di ayat 23, Yosua menggunakan dua kata kerja aktif,  yang berlawanan satu dengan yang lainnya, yaitu “jauhkanlah” dan “condongkanlah”. Hal ini menekankan bahwa tidak cukup hanya sebuah komitmen yang bagus tetapi minim usaha. Perlu ada usaha untuk merealisasikannya. Apalah artinya komitmen jikalau tidak ada perubahan hidup yang dihasilkannya.

Aplikasi
Hidup beriman selalu melibatkan kerjasama dengan yang lainnya. Beriman selalu mensyaratkan adanya pertobatan batin demi perubahan sosial yang lebih baik. Dengan demikian, hidup beriman selalu berawal dari diri pribadi yang mau memberikan diri bagi kebaikan sesamanya, keluarganya, dan lingkungannya. Hal ini dapat dimulai dalam ruang lingkup terdekat kita yakni dalam keluarga. Keluarga merupakan basis dasar dalam hidup  beriman. Yosua sebagai seorang pemimpin baik dalam keluarganya maupun bagi bangsanya mempunyai suatu komitmen yang sangat kokoh untuk membawa mereka beribadah kepada Tuhan. Komitmen ini terbangun oleh karena pengalaman hidup yang sudah dijalaninya bersama dengan Tuhan. Ia sudah melihat bagaimana karya Tuhan, yang memimpin bangsaNya keluar dari Mesir sampai memasuki tanah Kanaan. Di tanah Kanaan, ada banyak dewa-dewa, baal yang mereka sembah. Yosua sebagai seorang pemimpin, tentu saja berupaya untuk menetapkan hati bangsanya untuk setia beribadah kepada Tuhan. Ia memulainya dengan menyatakan komitmen dalam keluarganya “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan”. Hal ini memperlihatkan bagaimana Yosua berketatapan hati membawa keluarganya juga tetap setia beribadah kepada Tuhan dan ia menyadari betapa pentingnya beribadah kepada Tuhan. Ia sudah mengalami Tuhan dalam kepemimpinannya yang menempa ia menjadi seorang pemimpin yang dihormati bangsanya.

Komiten yang ada pada Yosua juga ditularkan kepada keluarga dan bangsanya.Ia menjadi seorang pemimpin yang berpengaruh terhadap keluarga dan bangsanya, sehingga membawa mereka untuk beribadah kepada Tuhan.Relasi dalam keluarga, khususnya suami dan istri (1 Petrus 3:1-7) menjadi model bagi anak-anak baik dalam sikap, tutur kata, demikian juga dalam hal beriman kepada Tuhan. Seperti yang disampaikan oleh  Ed Young dalam buku The Commandement of Parenting, orangtua menjadi model kesalehan. Orang tua yang sungguh-sungguh mengasihi anak-anaknya akan memberi teladan yang jelas bagaimana seharusnya seseorang hidup baik dalam hal nilai-nilai dan juga iman percaya kepada Tuhan. Karena itu, sangat penting teladan yang baik diberikan bagi mereka.  Meskipun dalam keluarga berbagai situasi keadaan yang akan dijalani baik suka-duka, tangis-tawa, dan sebagainya, kita perlu belajar dari keluarga Yosua yang tetap sanggup merasakan pertolongan Tuhan sehingga tetap setia pada komitmennya “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan”.
Jikalau Yosua setia pada komitmen “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan”, bagaimana dengan kita ?

Selamat menjadi keluarga yang beriman.

Pdt. Chrismori Br Ginting
GBKP Rg. Yogyakarta

 

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate