Khotbah II Tawarikh 34:29-33/ II Kronika 34:29-33, Minggu 25 Oktober 2015
[1] Catatan: Tetapi kendati reformasi itu sangat seksama, hampir seluruhnya lahiriah saja dan tak pernah mendampakkan perubahan yang sungguh-sungguh dalam hati umat Israel. Ini jelas terdapat dalam nubuat Yeremia yang dituliskan pada (Yeremia pasal 1 dan 2), dengan bukti cepatnya umat Israel itu berbalik kepada penyembahan-penyembahan berhala segera setelah Yosia meninggal.
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE Pembaharuan yang dilakukannya bukan hanya terjadi pertobatan massal saja, tetapi Yosia juga memberhentikan para imam berhala yang telah diangkat oleh raja-raja Yehuda sebelum Yosia lahir. Inilah yang disebut transformasi bangsa. Yosia melakukan sesuai isi nubuatan terhadap dirinya bahwa ia akan, Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE memecahkan tugu-tugu berhala dan menebang tiang-tiang berhala, lalu ditimbuninya tempat-tempat itu penuh dengan tulang-tulang manusia. Juga mezbah yang ada di Betel, bukit pengorbanan yang dibuat oleh Yerobeam bin Nebat yang mengakibatkan orang Israel berdosa, mezbah dan bukit pengorbanan itu pun dirobohkannya dan batu-batunya dipecahkannya, lalu ditumbuknya halus-halus menjadi abu, dan dibakarnyalah tiang berhala. Dan ketika Yosia berpaling, dilihatnyalah kuburan-kuburan yang ada di gunung di sana, lalu menyuruh orang mengambil tulang-tulang dari kuburan-kuburan itu, membakarnya di atas mezbah dan menajiskannya, sesuai dengan firman TUHAN yang telah diserukan oleh abdi Allah yang telah menyerukan hal-hal ini,â€(II Raja-raja 23:14-16). Inilah yang disebut transformasi atau pembaharuan.
Tuhan dapat memakai siapa saja untuk menjadi alatNya. Tidak ada batasan usia saat Tuhan memakai kita untuk melayani. Yosia berumur delapan tahun pada waktu ia menjadi raja, ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Perbuatannya yang mungkin menghebohkan penduduk Yerusalem adalah ketika ia meluluhlantahkan mezbah-mezbah dan berhala-berhala. Kalau Yosia bisa dipakai Tuhan sejak usia muda, Bagaimana dengan kita?
Masalah karakter yang harus dibaharui, dikatakan dalam Roma 7:15 “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.” Hal ini terjadi karena masih ada dosa-dosa asal dan karakter-karakter masa lalu yang belum “selesai”. Kita harus menyadari bahwa kita dengan kekuatan kita tidak mampu untuk memperbaharui diri kita seperti Paulus ungkapkan tersebut.
Penghormatan akan apa itu ibadah sepertinya juga harus dibaharui, hormat akan ibadah adalah hal yang mutlak. Bayangkan, jika kita dihadapan Presiden! Kita pasti bisa sangat hormat. Seharusnya, demikian juga bahkan harus lebih hormat kepada Tuhan yang adalah Raja di atas segala raja.
Gereja hadir dalam dunia untuk membawa pesan pembaruan dari Tuhan yang datang melakukan transformsi dalam seluruh tatanan kehidupan manusia. Manusia modern sangat dipengaruhi oleh paham kemajuan yang terlalu menitikberatkan pada bidang ekonomi (materialistik), sehingga terbentuklah pribadi-pribadi konsumtif yang mencari nilai hidup dalam materi. Nilai yang diutamakan bukanlah cinta kasih melainkan status. Konsep hidup bukanlah mandiri tetapi memiliki. Sukses diukur dari kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan dan tidak lagi pada prestasi dan pelayanan.
Sudah sangat lama gereja-gereja merumuskan sikapnya terhadap dunia, termasuk terhadap pembangunan Indonesia, yaitu positip, kritis, kreatif dan realistis. Tetapi rumusan itu memang sebatas rumus pengetahuan dan belum menjadi rumus pengertian. Artinya, dalam kenyataannya gereja-gereja di Indonesia lebih banyak tunduk kepada kemauan dunia dari pada kepada Yesus Kristus sebagai sumber pengetahuan dan moralnya. Gereja mestinya menjunjung tinggi kasih sebagai hukum pertama dan utama yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Kalau itu dilakukannya, maka ia akan mampu berperan sebagai agen pembaruan. Gereja membutuhkan “Yosia-Yosia” yang berani dan tidak mengenal kompromi.
Gereja atau pemimpin gereja yang terutama berpusat pada hakikatnya sebagai “followers of Christ”. Itu berarti berarti gereja/pemimpin gereja menjadi terlibat dengan Dia , mengikuti arahannya-Nya. Mengikut Kristus adalah suatu formasi bukan sekadar perubahan bungkus luar tetapi perubahan hati dan perubahan manusia seutuhnya.
Gereja tidak sekedar menjadi persekutuan orang beragama Kristen melainkan menjadi persekutuan orang beriman/ bertuhankan Yesus Kristus. Gereja tidak sekadar menjadi persekutuan penggemar Yesus Kristus, tetapi peneladan Yesus Kristus/ bukan hanya fans tetapi menjadi followers.
Kita harusnya berubah menjadi gereja yang semakin inklusif. Dari gereja yang melayani dirinya sendiri menjadi gereja yang melayani dunia, yang terbuka kepada dunia sekitarnya tidak untuk mengikutinya tetapi untuk melayaninya. ” Tuaian banyak tapi pengerjanya malas dan takut”
Khusus untuk para pemimpin gereja, pembaruan budi berarti perubahan dari orang-orang yang mengutamakan jabatan dalam gereja menjadi orang-orang yang mengutamakan pelayanan, pengabdian dan pengurbanan diri.
Pemimpin gereja tidak seharusnya ikut-ikutan pemimpin dunia yang mengedepankan kekuasaan dan materi. Kristus tidak hanya mengajarkan tetapi juga meneladankan dan melakukan suatu model kepemimpinan yang melayani dan mengurbankan hidupnya untuk orang lain.
Kalau pemimpin gereja mau dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai agen pembaruan maka ia tidak hanya harus menjadi tempat edukasi dan wacana moral tetapi juga harus menjadi tempat perbuatan , pemberlakuan moral dan sebagai saksi moral yang nantinya akan menghasilkan pelayan moral. Semua ini harus dimulai dari kehidupan pribadi yang bergereja.
Bentuk perayaan keagamaan disebagian gereja masa kini, justru telah mengalami pergeseran. Seringkali perayaan-perayaan tertentu seperti Paskah dan Natal diisi dengan berbagai kegiatan yang lebih bersifat fun dan menghibur. Bentuk acara tidak harus punya hubungan langsung dengan apa yang dirayakan itu sendiri, yang penting ada waktu disisakan untuk ibadah dan perayaan Paskah, misalnya. Ini menyedihkan karena dalam perayaan Paskah (atau yang lainnya) makna Paskah itu sendiri tidak lagi menjadi pusat perayaan dan pusat perhatian jemaat. Hal ini bukan cuma sekedar menjadi sebuah keprihatinan dan perenungan gereja masa kini, tetapi kita perlu menata ulang, membaharui pemaknaan Paskah yang berkenan dan sesuai dengan FirmanNya.
Kita ditantang untuk berani mereformasi diri dan lingkungan sekitar. Keterpurukan, kemelaratan dan isak tangis, menjadi bahan perenungan tentang apa yang sedang terjadi. Termasuk didalamnya keprihatinan kita terhadap masalah Global Warning atau Pemanasan Global, yang mengancam kelestarian lingkungan hidup. Pesatnya pertambahan jumlah penduduk, maraknya kegiatan perekonomian dan kegiatan industrialisasi, yang tidak dibarengi dengan kepedulian akan kelestarian lingkungan hidup memicu berkembangnya masalah lingkungan. Dampaknya mulai terlihat seperti berupa anomali perubahan iklim yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana.
Tindakan membaharui, mereformasi, bukan nanti, manakala Tuhan mengukum lewat alam ciptaanNya. Mari berupayalah, dengan terus bergandengan tangan diantara kita, keluarga, Gereja, Pemerintah, menata hidup yang sesuai dengan kehendaknya.
Sulit hidup benar di tengah-tengah kejahatan dan kenajisan. Kecenderungan kita adalah kompromi dengan hal-hal berdosa dan kemudian membenarkan diri sendiri dengan mengatakan, “Kalau tidak kompromi tidak mungkin sukses.” Pembaharuan itu tidak bisa diharapkan terjadi kalau tidak dimulai dari diri sendiri.
Walaupun jauh disana di Tanah Karo, tetapi pada saat sekarang ada moment PEMILUKADA. Hal ini juga perlu kita perhatikan dan memberi dukungan moral bagi masyarakat yang tinggal di Tanah Karo, supaya memilih pemimpin daerah yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam arti, walaupun hak pilih kita tidak ada bagi yang di perantauan, tetapi paling tidak kita bisa memperbaharui dari skala kecil yaitu keluarga kita yang ada disana untuk tidak mau menerima suap dan menjual suaranya. Serta kiranya bijaksana dan semakin arif untuk memilih pemimpin daerah.
“GEREJA MEMBUKA LOWONGAN BAGI YOSIA-YOSIA MASA KINI YANG BERANI DAN TAAT PADA TUHAN UNTUK MENJADI AGEN PEMBAHARUAN”
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
Masa kepemimpinan raja Yosia cukup panjang, yakni 31 tahun. Sungguh merupakan suatu masa kepemimpinan yang fantastis. Dan selama 31 tahun memimpin dan menjadi penguasa, prestasi serta reputasi kepemimpinnya dalam sejarah Isreal disejajarkan dengan raja Daud yang juga dikenal sebagai seorang raja yang taat pada Tuhan, arif dan bijaksana. Sepanjang perjalanan hidup yang Tuhan anugerahkan dan yang Tuhan percayakan kepada kita, marilah kita membangun dan mengukir prestasi serta reputasi yang dapat dikenang sebagai panutan dan teladan dari generasi ke gerenasi. Sebagaimana pepatah yang mengatakan : “gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan kebajikan”.
Pada tahun ke 8 pemerintahannya, ia sendiri secara pribadi meninggalkan agama yang sudah menyimpang yang sifatnya politeisme, yang dianut pemerintahan terdahulu. Hal Yosia adalah seorang muda yang baru berumur 16 tahun sangat berani menentang tuannya ‘raja Asyur’, melalui keputusannya berhenti memuja ilah-ilah Asyur.
4 tahun kemudian reformasi itu mendapat dukungan, meluas ke Yerusalem dan daerah-daerah lain. Ditemukannya kitab Taurat saat Yosia berumur 18 tahun (+ 621 sM) memacu semangatnya melancarkan reformasi itu, yang sekarang memasuki tahapan ketiga, yang paling jauh jangkauannya.
Penulis Kitab Raja-Raja memusatkan beritanya pada apa yang terjadi sesudah gulungan Taurat ditemukan, berita itu menggambarkan bahwa Reformasi Yosia mendahului penemuan itu. Bahwa Bait Suci sedang dipugar waktu itu dan bahwa uang untuk memugarnya sudah dikumpulkan beberapa tahun sebelumnya (2 Raja 22:3-7), hal tersebut merupakan bukti yang jelas mengenai penemuan itu.
Reformasi Yosia lebih hebat dari reformasi Hizkia (bandingkan dengan 2 Raja 23:13) dan lebih luas. Raja Yosia bukan hanya memusnahkan semua bukit pengorbanan (bamot) di Yehuda dan Benyamin. Semangat reformasinya mendorong dia juga menjelajahi Efraim, Benyamin bahkan ke utara ke naftali di Galilea. Dimana saja dimusnahkannya setiap piranti dan sarana ibadah kafir (2 Raja 23:19-20).
Secara khusus, dia menggenapi nubuat menggenapi bukit pengorbanan di BETEL, dimana pertama kalinya Yerobean bin Nebat memperkenalkan hal-hal baru dalam hidup keagamaan (2 Raja 23:15-18).
Kebijakan berikutnya, yakni pemberlakuan kembali perayaan Paskah, jauh melebihi perayaan Paskah pada zaman Hizkia, dan tidak ada taranya sejak zaman Samuel (2 Raja 35:18 ) [1] .
Pembaharuan yang dilakukannya bukan hanya terjadi pertobatan massal saja, tetapi Yosia juga memberhentikan para imam berhala yang telah diangkat oleh raja-raja Yehuda sebelum Yosia lahir. Inilah yang disebut transformasi bangsa. Yosia melakukan sesuai isi nubuatan terhadap dirinya bahwa ia akan,
[1] Catatan: Tetapi kendati reformasi itu sangat seksama, hampir seluruhnya lahiriah saja dan tak pernah mendampakkan perubahan yang sungguh-sungguh dalam hati umat Israel. Ini jelas terdapat dalam nubuat Yeremia yang dituliskan pada (Yeremia pasal 1 dan 2), dengan bukti cepatnya umat Israel itu berbalik kepada penyembahan-penyembahan berhala segera setelah Yosia meninggal.