Khotbah Kejadian 33:1-15, Minggu 13 September 2015
Bila kita menarik catatan sejarah, sejak resolusi Majelis Umum PBB pada 1981 dan pada 2002 Majelis Umum PBB secara resmi menyatakan pada 21 September sebagai tanggal tahunan permanen untuk Hari Perdamaian Internasional (International Day of Peace). Sebelumnya, perayaan dilakukan pada tiap minggu ketiga September. Sebagai bentuk konkretnya dibuat sebuah gong yang disebut Gong Perdamaian Dunia atau World Peace Gong dibuat pada akhir tahun 2002 yaitu pasca “Bom Bali-1”. Tujuan Gong Perdamaian Dunia adalah supaya tidak ada lagi perang, konflik sara, terorisme, dll. Museum Gong Perdamaian Dunia terdapat di Jepara tepatnya di Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
Saat ini, bila kita melihat kenyataan yang terjadi di dunia, usaha-usaha untuk menciptakan perdamaian harus terus dilakukan. Namun bagi kita saat ini, apakah ini hanya sampai tataran teoritis atau sudah pada tahap tataran praktis?
Yakub dengan waktu cukup lama tinggal bersama Laban dan menikahi kedua anaknya Lea dan Rahel. Setelah beberapa tahun (lebih dari 7 tahun), Allah berfirman kepadanya untuk kembali ke negeri nenek moyangnya dan kaumnya yaitu Kanaan dan Allah berjanji akan menyertainya (Kej. 31:3; Kej. 31:17-18). Akhirnya Yakub kembali ke tanah Kanaan. Sebelum sampai ke tanah Kanaan, ia mengutus utusannya untuk menjumpai Esau di tanah Seir daerah Edom (Kej. 32:3-5). Setelah utusannya menjumpai Esau dan kembali kepada Yakub, utusan tersebut menyampaikan pesan bahwa Esau dalam perjalanan untuk menjumpai ia diiringi 400 orang (Kej. 32:6). Yakub merasa takut sebab dalam pikirannya Esau akan menyerang dia. Yakub berdoa kepada Allah (Kej. 32:9-12) Yakub menyiapkan rencana, yakni menyiapkan persembahan yang akan dia berikan kepada Esau (Kej. 32:13-20). Yakub tetap bergumul dan dalam pergumulannya itu ia berjumpa dengan Allah (Kej. 32:22-32).
Hal yang berbeda terjadi ketika Yakub berjumpa dengan Esau. Ketakutan yang selama ini menghantui Yakub tidak terjadi. Ketika Yakub melihat bahwa Esau sudah dekat diiringi 400 orang, ia mendatangi Esau seorang diri, berjalan dan sujud sampai ke tanah sebanyak 7 kali (Kej. 33:3). Tetapi Esau berlari mendekat, didekap, dipeluk dan diciumnya Yakub, dan mereka saling menangis (ay. 34). Selanjutnya tercipta perdamaian antara Yakub dan Esau.
Dari kisah Yakub dan Esau yang dimulai dengan perseteruan mereka, akhirnya perseteruan itu dapat diselesaikan dan keduanya dapat berdamai, ada banyak hal yang dapat kita ambil sebagai sebuah pembelajaran:
1. Di dalam perseteruan antara Yakub dan Esau, Allah memperlihatkan kuasa-Nya bahwa Ia adalah sumber kedamaian. Allah mampu mengubah perseteruan yang cukup kuat menjadi sebuah perdamaian yang indah. Kuasa Allah ini dapat kita lihat ketika Esau bersedia berdamai dengan Yakub. Allah menjawab doa Yakub (lih Kej. 32:11-12).
2. Yakub di dalam ketakutannya dan usahanya untuk dapat berdamai dengan Esau, ia memohon dan berdoa kepada Allah untuk dapat menolong dia. Allah menolong Yakub dan tetap setia kepada janji-Nya bahwa Dia akan menyertai Yakub (Kej. 31:3). Melalui ini, Yakub yakin dan percaya akan janji Allah, dapat kita lihat ketika Yakub berani berdiri di paling depan dan berjalan sendiri untuk berjumpa dengan Esau (Kej. 33:3).
3. Di dalam perseteruan Yakub dan Esau, Yakub menyadari akan kesalahannya dan melihat bahwa perseteruan ini tidak membawa kebaikan, ia berusaha untuk dapat berdamai dengan Esau melalui tindakan dan sikapnya. Tindakan dan sikap Yakub yang dapat kita lihat mulai dari Kejadian 32-33, dimana tindakan yang dilakukan Yakub bertujuan untuk dapat berdamai dengan Esau dan sikapnya menunjukkan kerendahannya agar dapat menjalin hubungan yang damai kembali.
4. Allah bekerja atas Esau. Ada hal baik dan harus kita contoh dari Esau, dimana Esau membukakan hatinya untuk berdamai dengan Yakub. Esau menampilkan kasih sayangnya kepada Yakub. Sudah pasti, perseteruannya dengan Yakub membuat dia dendam dan benci. Namun Esau, menanggalkan itu semua. Esau juga melihat bahwa perseteruannya dengan Yakub tidak membawa kebaikan. Hal yang juga luar biasa, sikap Esau tidak memandang rendah Yakub, Esau berlari, mendekap Yakub, memeluk dan menciumnya (Kej. 33:4).
John Stott dalam bukunya Isu-Isu Global, mengungkapkan bahwa ada panggilan untuk orang percaya sebagai pembawa damai. Yesus menyatakan kepada pengikut-Nya harus menjadi pembawa damai selaku yang diberkati Allah dan disebut Anak-Anak Allah (Mat. 5:9). Sebab membawa damai adalah kegiatan ilahi. Allah telah membawa damai antara Dia dan kita dan antara manusia dan sesamanya melalui Kristus. Kita mustahil dapat menyebut diri kita Anak-Anak Allah atau pengikut Yesus yang otentik jika kita tidak membawa damai juga. Dalam Kolose 1:19-22:
“…Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.”
Ada beberapa prakarsa-prakarsa praktis yang mana dapat kita ambil dalam panggilan kita untuk membawa damai, yaitu:
1. Semangat juang orang Kristen pembawa damai harus pulih. Ada kecenderungan yang merongrong semangat juang orang Kristen ialah ketidakpedulian dan pesimisme yang begitu parah atas masa depan, sehingga turut tenggelam dalam perasaan ketidakberdayaan yang umum merasuk orang dimana-mana. Namun, keduanya baik ketidakpedulian maupun pesimisme adalah tidak pada tempatnya dalam diri pengikut Yesus.
2. Orang Kristen pembawa damai harus berdoa. Yesus, Tuhan kita, menyuruh kita secara khusus untuk berdoa bagi orang-orang yang memusuhi kita. Rasul Paulus menegaskan bahwa kewajiban kita yang pertama jika berkumpul sebagai jemaat dalam ibadah, ialah berdoa agar kita hidup tenang dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Tim. 2:1-4).
3. Orang Kristen pembawa damai harus menjadi contoh suatu masyarakat yang damai. Allah memanggil kita untuk membawa damai, sebab tujuan Allah ialah menciptakan suatu masyarakat yang telah diperdamaikan. Kita diharapkan menjadi model dari suatu masyarakat yang hidup dibawah pemerintahan ilahi yang adil dan damai. Kedamaian yang membias dari persekutuan-persekutuan damai dampaknya tidak terhingga.
Keindahan kehidupan adalah hidup yang damai.