Khotbah Kejadian 1:26-31, Minggu 30 Agustus 2015

Invocatio :
Berfirmanlah Allah,”baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi (Kejadian 1:26).
 
Ogen :
Yohanes 2:1-11
 
Tema :
ALLAH SUMBER BUDAYA
 
I. Kata Pengantar
 Dalam pandangan etika Kristen mengatakan bahwa Pandangan kita terhadap seseorang menentukan sikap kita terhadap dia. Maksudnya jika dalam pikiran kita sudah tertanam bahwa sesuatu itu atau seseorang itu tidak baik, maka kita tidak akan mau menyentuhnya atau memujinya. Sekalipun pakaian seseorang itu bagus maka dalam mata kita akan selalu jelek. Tetapi jika dalam pandangan kita seseorang itu baik maka jelekpun pakaiannya maka dalam pandangan kita akan selalu bagus. Demikian halnya dengan budaya. Pemahaman kita akan budaya menentukan sikap kita terhadap budaya tersebut. Salah satu budaya yang hampir dimiliki oleh setiap suku adalah budaya kekerabatan. Secara umum budaya kekerabatan sebenarnya sungguh amat baik dalam. Karena adanya budaya kekerabatan tersebut baik bagi suku Karo dan suku-suku lain di Indonesia itu sangat membantu dalam kehidupan bermasyarakat. Baik dalam melaksanakan pesta perkawinan, acara kematian, dsb. Sehingga sungguh sangat diperlukan memahami pengertian budaya yang sebenarnya.  
 
II.Penjelasan Teks
 Dalam Kej 1:26-28 kita membaca tentang penciptaan manusia; Kej 2:4-25 memberikan rincian yang lebih lengkap mengenai penciptaan dan lingkungan mereka. Kedua kisah ini saling melengkapi dan mengajarkan beberapa hal. Yakni baik laki-laki maupun perempuan diciptakan secara khusus oleh Allah, (Kej 1:27).
 
  Laki-laki dan wanita keduanya diciptakan menurut "gambar" dan "rupa" Allah. Berdasarkan gambar ini, mereka dapat menanggapi dan bersekutu dengan Allah dan secara unik mencerminkan kasih, kemuliaan dan kekudusan-Nya. Mereka harus melakukannya dengan mengenal dan menaati-Nya (Kej 2:15-17). Manusia memiliki keserupaan moral dengan Allah, karena mereka tidak berdosa dan kudus, memiliki hikmat, hati yang mengasihi dan kehendak untuk melakukan yang benar (bd. Ef 4:24).
 
  Mereka hidup dalam persekutuan pribadi dengan Allah yang meliputi ketaatan moral (Kej 2:16-17) dan hubungan yang intim. Ketika Adam dan Hawa berdosa, keserupaan moral dengan Allah ini tercemar (Kej 6:5). Dalam proses penebusan, orang percaya harus diperbaharui kepada keserupaan moral itu lagi (bd. Ef 4:22-24; Kol 3:10). Adam dan Hawa memiliki keserupaan alamiah dengan Allah. Mereka diciptakan sebagai makhluk yang berkepribadian dengan roh, pikiran, perasaan, kesadaran diri, dan kuasa untuk memilih (Kej 2:19-20; Kej 3:6-7; 9:6).
 
 Sampai batas tertentu susunan jasmaniah laki-laki dan wanita itu menurut gambar Allah. Hal ini tidak berlaku untuk hewan. Allah memberikan kepada manusia gambar yang dengannya Dia akan tampil kepada mereka (Kej 18:1-2) dan bentuk yang akan dipakai Anak-Nya kelak (Luk 1:35; Fili 2:7; Ibr 10:5). Penciptaan manusia dalam rupa Allah tidak berarti bahwa mereka adalah ilahi.
 
   Seluruh kehidupan manusia pada mulanya berasal dari Adam dan Hawa (Kej 3:20). Menjadi gambar Allah adalah menjadi wakil Allah di dunia ini. Ini bukan semata-mata privilese (kepemilikan hak-hak khusus) melainkan juga tanggung jawab. Semakin besar hak diberikan, semakin berat pula kewajibannya. Menjadi gambar Allah bukan hanya memiliki sejumlah potensi Ilahi, tetapi bagaimana mewujudkan potensi itu bagi kemuliaan Allah.
 
 Kita dapat melihat bahwa pengaturan Allah atas manusia di sini sama sekali tidak membuka peluang untuk eksploitasi atas alam ini. Pertama, manusia diaturkan bukan untuk menjadi raja dunia melainkan mewakili Raja, Sang Pemilik dunia. Tindakan manusia merusak alam milik Allah adalah tidak berkenan bahkan berdosa di hadapan-Nya. Kedua, kerusakan alam berarti pula berkurangnya kenyamanan hidup manusia. Artinya konsekuensi penyalahgunaan kekuasaan Ilahi akan dirasakan paling berat oleh manusia sendiri.
 
  Dosa yang menyebabkan gambar Allah dalam diri manusia tidak berfungsi dengan benar. Manusia hidup bukan untuk kemuliaan Allah melainkan untuk kepentingan diri sendiri yang bersifat merusak dan menghancurkan. Hanya satu jalan untuk memperbaiki semua ini, yaitu dengan mengizinkan Allah memperbarui gambar-Nya di dalam diri kita oleh karya penyelamatan Yesus.
 
  Sebagaimana dalam tema kita menyatakan bahwa Allah adalah sumber budaya, dapat kita lihat dalam konteks penciptaaan yakni Adam dan Hawa. Menurut para ahli budaya memiliki beragam pengertian. Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni buddhayah yang memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan akal dan budi manusia. Secara umum, budaya berarti cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Perbedaan antara suku, agama, politik, bahasa, pakaian, karya seni, dan bangunan akan membentuk suatu budaya.( http://www.duniapelajar.com/2014/07/10/pengertian-budaya-menurut-para-ahli/). Pengertian budaya juga adalah Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.(  https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).
 
  Berdasarkan pengertian budaya tersebut dapat dikatakan bahwa ketika Allah menciptakan manusia dengan akal pikiran dan juga memiliki perbedaan yakni laki-laki dan perempuan serta memberikan perintah kepada mereka untuk menguasai dunia ini, pada saat itu manusia sudah memiliki budaya untuk dapat dapat menerima perbedaan. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa manusia diperhadapkan kembali kepada budaya yang baru yakni bekerja keras dalam mencukupi kebutuhan   hidupnya.
 
  Sebagai mana manusia Adam dan Hawa sudah diperhadapkan dengan budaya, Yesus juga dalam pelayanannya tidak mengesampingkan budaya. Mukjizat pertama yang dilakukan Yesus dalam pelayanannya di dunia adalah berhubungan dengan budaya, yakni: Mengubah air menjadi anggur dalam persta perkawinan di Kana. Bahkan Yesus membuat setiap orang yang hadir dalam pesta tersebut benar-benar merasakan hal yang berbeda yang tidak pernah terjadi dalam pesta sesuai dengan budaya orang Yahudi. Menurut adat istiadat orang Yahudi, jika ada pesta maka yang pertama dibagikan adalah anggur yang manis, sesudah habis baru anggur yang rasanya biasa. Tapi dalam pesta Kana, anggur yang disuguhkan tetap terasa manis. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat mengesampingkan budaya selama itu dapat memuliakan nama Allah.  
 
III. Refleksi
 Manusia setiap harinya pasti diperhadapkan dengan budaya, yakni di dalam keluarga, pekerjaan, lingkungan dan dalam setiap kehidupan manusia. Tetapi jika pemahaman kita tidak benar tentang budaya dapat membuat kita merasa tidak nyaman untuk melakukannya. Sehingga banyak orang merasa risih ketika berhadapan dengan budaya orang lain yang berbeda dengan kita. Bahkan ada gereja yang tidak mengijinkan jemaatnya melakukan aktivitas budayanya. Kalau kita berbicara tentang budaya, pasti setiap kita berbicara, berpakaian, beraktivitas, cara makan, cara berjalan, dan sebagainya akan berhubungan dengan budaya. Jadi dapat dikatakan bahwa Begitu Allah menciptakan manusia, pada saat itu juga manusia sudah hidup dalam budaya. Sebagaimana dalam kehidupan kita terutama bangsa Indonesia, Kita memiliki beragam budaya, agama, suku, bahasa, dan sebagainya, tapi buatlah perbedaan itu menjadi alat kita untuk mepersatukan kita. Selama budaya itu dapat memuliakan nama Tuhan, kita harus menjalankannya, tetapi jika budaya itu sudah mengesampingkan Iman kita, maka kita juga harus punya integritas iman. Amin       

 

Sumber:                       
1. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan.                                
2. Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 1    
3. Tafsiran Alkitab Masa Kini Volume 1                        
 
 Pdt. Jaya Abadi Tarigan,S. Th
  GBKP Runggun Bandung Pusat 
 

 

 

 

 

 

 

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate