Khotbah Ezra 8: 15-20, Minggu 2 Agustus 2015

Invocatio :
Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya
 
Bacaan :
Zakharia 14: 20-21
 
Thema :
Mencintai dan Mengembangkan Rumah Ibadah (Gereja) / Engkelengi Dingen Mpekena-kena Rumah Pertoton
 
Pengantar
Paulo Coelho, seorang penulis ternama, diundang ke sebuah kuil Zen Buddha yang lokasinya di tengah hutan luas. Setibanya di sana, ia terheran-heran karena bangunan yang luar biasa indah itu berdiri persis di samping sebuah lahan kosong yang luas. Ia bertanya pada pengurus tempat itu untuk apa lahan kosong itu. Beginilah penjelasannya:
“Di sinilah kami akan membangun kuil berikutnya. Tiap dua puluh tahun sekali, kami merobohkan kuil yang anda lihat ini, lalu kami bangun kembali di lahan sebelahnya. Dengan demikian, para biksu yang telah mendapatkan pelatihan sebagai tukang kayu, tukang batu, dan arsitek, bisa tetap mempraktikkan keterampilan-keterampilan mereka dan menurunkannya kepada para murid. Selain itu, ini berguna untuk menujukkan pada mereka bahwa tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini, bahwa kuil-kuil sekalipun perlu terus menerus diperbaiki.”
Tentu ada beberapa pesan yang bisa kita petik dalam kisah diatas, salah satunya adalah mengenai pentingnya penghargaan kita terhadap tempat ibadah. Sama seperti kuil kaum Zen Buddha tersebut, gedung gereja pun memerlukan perbaikan terus menerus.
 
Pembahasan Teks
Kitab Ezra berisikan sejarah perjuangan bangsa Israel saat kembali dari pembuangan Babel ke kota Yerusalem untuk membangunnya kembali. Kitab ini diawali dengan prakarsa Tuhan menggerakkan hati Koresh, Raja Persia sehingga Koresh mengeluarkan perintah untuk mendirikan rumah bagi Tuhan di Yerusalem. Ini berarti orang Israel diberi kesempatan emas untuk pulang ke Yerusalem. Sebagian dari mereka, yang hatinya digerakkan Tuhan, berkemas dan segera berangkat. Mereka pun mulai membangun kembali kota Yerusalem dan Bait Suci. Proses pembangunan ini berjalan lancar sampai tahun ke dua, mereka melakukan peletakan dasar Bait Suci (Ezra 3). Akan tetapi beberpa waktu setelah itu pembangunan terhambat karena adanya penduduk sekitar mereka yang melemahkan semangat dan membuat mereka takut membangun (Ezra 4: 4). Mereka bahkan mempengaruhi raja-raja di setiap zaman pemerintahan untuk mengeluarkan perintah yang melarang bangsa Israel meneruskan pembangunan. Pembangunan Bait Suci terhenti pada tahun 536-520 SM. Ketika Raja Darius memerintah, ia memberi izin untuk kembali melanjutkan pembangunan Bait Suci. Bait Suci selesai dibangun pada tahun keenam zaman pemerintahan Raja Darius. Semua orang Israel yang pulang dari pembuangan merayakan pentahbisan rumah Allah dengan sukaria (Ezra 6). Sungguh suatu perjuangan panjang untuk mendirikan kembali kota dan rumah Allah yang telah dihancurkan. Bangsa Israel tidak menyerah dalam membangun meskipun banyak rintangan. Mengapa demikian? Karena bagi mereka Yerusalem adalah kota suci. Bait Allah adalah rumah Allah, yakni tempat TUHAN Allah berdiam. Saat mereka dalam pembuangan, mereka mengalami krisis identitas. Sebagai bangsa pilihan Tuhan yang harus dibuang ke negeri asing, mendengar berita bahwa Bait Allah dihancurkan, mereka merasa semakin jauh dari Tuhan. Bagi bangsa Israel, Bait Allah adalah tanda kehadiran Allah.
Bahan Khotbah Minggu ini memperlihatkan peranan Ezra sebagai pemimpin, yang pulang ke Yerusalem bersama-sama dengan 1514 orang laki-laki yang berasal dari 15 bani/kaum (Ezra 8: 1-14). Jika kita asumsikan 1514 laki-laki adalah 1514 kepala keluarga, maka ada sekitar 5000 jiwa bahkan lebih yang pulang bersama-sama dengannya termasuk perempuan dan anak-anak. Hal yang lebih dulu diselidiki Ezra dalam perkemahan selama 3 hari adalah berapa jumlah imam-iman yang ikut dalam rombongan tersebut. Bait Allah sudah selesai dibangun, mereka pun sudah boleh pulang, tetapi yang akan bekerja di Bait Allah nantinya siapa? Ini memperlihatkan bahwa Ezra menyadari pentingnya Bait Allah dan juga para iman yang berasal dari kaum Lewi yang akan melayani disana. Sehingga ia mengutus kepala-kepala keluarga dan pengajar-pengajar untuk menemui Ido, kepala setempat di Kasyifa agar mendatangkan orang-orang yang akan menyelenggarakan kebaktian di Bait Suci. Tuhan memberikan apa yang mereka butuhkan, didatangkanlah bagi mereka imam dari keturunan Lewi yakni Serebya dan anak serta saudara-saudaranya 18 orang, Hasabya dan Yesaya dan anak serta saudaranya 20 orang, ditambah lagi 220 orang. Mereka inilah yang akan melayani di rumah Allah di Yerusalem. Ezra melihat pentingnya imam-imam dan yang membantu imam untuk penyelenggaraan kebaktian serta memelihara Bait Allah.
 
Aplikasi dalam Hidup Bergereja
Bait Allah kembali dihancurkan pada tahun 70 M, dan sejak saat itu Bangsa Israel tetap berdoa dan berharap agar mereka dapat kembali ke Yerusalem dan kembali membangun. Inilah salah satu penyebab konflik yang terjadi hingga saat ini. Terlepas dari konflik pelik yang hingga saat ini masih berlangsung antara Israel dan Palestina, kita dapat belajar dari bangsa Israel tentang kecintaan mereka terhadap Rumah Tuhan. Usaha membangun kembali Bait Suci adalah bukti cinta mereka terhadap Tuhan. Apa yang bisa kita terapkan dalam kehidupan bergereja?
  1. Ada pendapat yang menyatakan bahwa gereja fisik atau gedung bukanlah segalanya. Tetapi coba tanyakan kepada jemaat Kristen yang tidak mempunyai gedung gereja tempat beribadah, yang ibadahnya di rumah-rumah, di gedung serba guna, di ruko, atau meminjam gedung gereja lain di jam tertentu saat tidak digunakan. Ibadah tetap berjalan tetapi suasana kurang mendukung. Mengapa? Karena pembangunan rohani dan pembangunan fisik (gedung) saling berkaitan. Gereja bukanlah gedungnya dan bukan pula menaranya, Gereja adalah orangnya, demikian petikan syair lagu ‘Aku Gereja, Kaupun Gereja’ dari Kidung Ceria. Benar bahwa gereja adalah orang-orang yang ada di dalamnya. Tetapi bukan berarti gereja dalam bentuk fisik atau gedung gereja tidak penting, bukan? Marilah kita mengingat masa-masa pembangunan gedung yang kita sebut gereja saat ini. Perjuangan mencari lahan, mengumpulkan dana, membuat rancangan gedung, membangun, mengisi. Para panitia pembangunan gereja di gereja manapun tentu bekerja keras untuk pengadaan lahan, gedung, dan semua bagian-bagian yang mengisi gereja (kursi, mimbar, altar, sound system, dsb). Ketika usaha kerja dan doa berbuahkan hasil, gereja berdiri kokoh, ada rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan kita. Lalu, apa yang terjadi setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun? Mulai ada cat yang terkelupas, bangku yang kayunya mulai rapuh yang kadang membuat pakaian jemaat tersangkut, microphone dan speaker yang suaranya mulai pecah sehingga kurang enak didengar, buku-buku liturgi yang sampulnya lepas, dan masih banyak lagi contoh kerusakan-kerusakan kecil gedung dan inventaris gereja. Mengapa terjadi hal yang demikian? Semangat untuk mendirikan tidak sebesar semangat untuk merawat. Renungan minggu ini mengajak kita untuk menunjukkan rasa memiliki terhadap gedung gereja kita, tempat dimana kita bersekutu dengan saudara seiman, bahkan tempat kita berjumpa dengan Tuhan dalam setiap peribadatan.

Kebersihan dan kerapian gereja adalah tanggung jawab setiap anggota jemaat termasuk Pendeta dan Pertua/Diaken, bukan hanya tanggung jawab koster atau penjaga gereja. Merawat gedung gereja dan semua inventaris adalah wujud cinta kita kepada rumah Tuhan. Lakukan mulai dari yang terkecil, membuang sampah pada tempatnya, buku yang distempel sebagai inventaris jangan dibawa pulang, ajarkan pada anak untuk tidak mencoret meja dan dinding gereja, alat elektronik/sound system hanya boleh dipegang oleh yang mengerti sehingga meminimalisir kerusakan, membuat program kebersihan gereja minimal 3 bulan sekali, dan masih banyak lagi.

  1. Pengembangan SDM. Ezra melihat urgensi kebutuhan akan pelayan-pelayan Tuhan yang bekerja di Bait Allah. Dengan jumlah kepala keluarga lebih dari 1500 (8: 1-14), haruslah diimbangi dengan para imam dari kaum Lewi untuk melayani di Bait Allah yang dibangun kembali. Demikian pula gereja membutuhkan pelayan Tuhan di setiap runggun yaitu Pendeta, Pertua, Diaken, Pelayan KA/KR. Para pelayan Tuhan ini dibutuhkan dalam gereja, karenanya mereka perlu mendapatkan perhatian dan dukungan. Memelihara gereja hendaknya sejalan dengan memelihara semangat yang ada dalam diri setiap pelayan-pelayan gereja, termasuk dengan memperkaya pengetahuan mereka dengan pengadaan buku-buku pendukung atau ikut serta seminar-seminar yang dapat mengembangkan diri serta kualitas pelayanan. Para pelayan yang menyampaikan firman Tuhan perlu senantiasa menambah pengetahuannya dan menjaga pertumbuhan imannya, dan ini memerlukan dukungan dari jemaat.

“Lebih baik satu hari di Rumah-Mu daripada seribu hari di tempat lain. Aku memilih menjadi penjaga pintu di Rumah Allahku daripada tinggal di rumah orang jahat.” Mazmur 84:11 (Terjemahan BIS)

                                                              Cl.Pdt.Yohana br Ginting, S.Si (Theol)-GBKP Perp. Samarinda

 

 

 

 

 

 

Info Kontak

GBKP Klasis Jakarta - Kalimantan
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate