Kebaktian Pekan Keluarga Wari Kelima 2021 : Johanes 4:21-30

Budaya Jabu (Perubahen Kesemalen/ Kebiasaan)

Invocatio      :“Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam, hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Jakub 1:21

Ogen            : Imamat 13:1-11

Kotbah         : Johanes 4:21-30

Tema            : Payo Ibas Paksana (Sesuai-Benar Pada Saatnya)

1.Yesus memilih melintasi Samaria (perjalanan dari Yudea ke Galilea dalam keharusan ay. 4 mungkin berhubungan dengan ay. 1 karena ancaman orang Farisi meski lebih banyak memilih karena keharusan “ilahi” yaitu menggenapi rencana Allah dalam diri Yesus). Ada dua jalan yang bisa ditempuh dari Yudea ke Galilea. Jalan yang melalui daerah orang bukan Yahudi di tepi timur sungai Yordan, yang lebih jauh, jalan yang lebih dekat dan yang paling banyak dilalui adalah lewat Samaria, sekalipun ada permusuhan antara orang Yahudi dan orang Samaria. Ayat. 4 mengisyaratkan bahwa jalan lewat Samaria dipilih karena ada kepentingan tertentu. Mungkin Yohanes mengatakan secara tidak langsung bahwa ada alasan ilahi berkaitan dengan Yesus, bahwa disana juga sedang ditunjukkan kemanusiaan Yesus dimana dia juga mengalami kelelahan (ay. 6 “sangat letih oleh perjalanan”).

Tempat peristiwa ini disebutkan di Sikhar (Tell Askar- Asakar Modern atau Sikhem Kuno). Di sebuah sumur (disebutkan Sumur Yakub meski di PL tidak disebutkan). Penunjuk waktunya, tengah hari, waktu terpanas dari sebuah hari, merupakan bagian gambaran latar belakang narasi itu. Tidak dijelaskan dengan detail tentang kehadiran perempuan Samaria tersebut. Tetapi saat dia datang, para murid Yesus sedang ke kota untuk membeli makanan. Yesus meminta minum kepada perempuan tersebut adalah sesuatu yang tidak wajar pada waktu itu. E. Leideg mengatakan bahwa “pastinya tidak ada orang Yahudi yang masih waras akan melakukan hal itu meskipun ia dalam keadaan hampir mati kehausan.” Alasannya di ay. 9 bahwa “...orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.” Menunjuk kepada permusuhan yang berakar dalam dan bahkan kejijikan yang orang-orang Yahudi rasakan terhadap orang Samaria (Bdk. 2 Raj. 17:33-dst; Yoh. 4:48- perkawinan campur dsb).  Mereka juga menyembah Allah di Gunung Gerizim, mereka menolak Yerusalem sebagai tempat beribadah. Juga ada konflik politik antara orang Yahudi dan Samaria selama berabad-abad.

2.Para murid yang konservatif. Murid-murid-Nya tidak memahami arti dari apa yang sedang terjadi. murid-murid-Nya sendiri merasa heran ketika mereka melihat Yesus bercakap-cakap dengan seorang perempuan (4:27).

3.Berdamai dari dendam yang mandek. Baik dari pihak murid-murid Yesus (mewakili Yahudi) dan juga orang Samaria (diwakili perempuan Samaria). Dari pihak Yahudi (diwakili oleh para murid) merasa bahwa Samaria itu sebagai kafir, sedang Samaria (diwakili perempuan Samaria) tidak mengakui keberadaan Yerusalem. Yesus membuka “jalan buntu” tersebut. Sehingga keselamatan juga menjangkau orang Samaria.

4.Anggapan rendah dari orang lain tidak menghentikan Yesus melalukan kebaikan. Bayangkan ketika kita mau melakukan sesuatu yang baik bagi seseorang dan saat itu juga kita dianggap rendah olehnya, maka kemungkinan besar secara manusia kita akan mengurungkan niat melakukan kebaikan tersebut. Tetapi tidak dengan Yesus. Ketika perempuan Samaria tersebut memandingkan Yesus dengan Yakub maka sebenarnya dia sedang memandang Yesus lebih rendah. Ia membuat penilaian yang salah terhadap Yesus. Ia tidak bisa membayangkan orang lain bisa lebih besar daripada Yakub yang terhormat. Yesus tetap “bersedia disalahpahami” yang kemudian membawa kepada penjelasan-penjelasan yang lebih lanjut.

Perempuan Samaria ini dibawa oleh Yesus dalam percakapan yang intim dan penuh dengan keseriusan. Yesus membuka diriNya untuk dikenal. Ertina, labo la mungkin sitandai Dibata e.  Melalui penyembahan kita dapat mengenal Dia. Perempuan Samaria ini memiliki tingkat pengenalan Akan Allah:

a.Yesus adalah seorang Yahudi (asa usul Yesus, ayat 9, 2)

b.Yesus adalah Tuhan (Lord atau Master) artinya Tuan, ayat 11,

c.Yesus adalah seorang nabi, ayat 19, dan

d.Yesus adalah Mesias, ayat 25.

5.Yoh. 4:22 “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.” Kata menyembah tidak lagi asing bagi kita. Semua manusia diciptakan dengan roh yang menyembah, apapun latar belakangnya, apapun kepercayaannya. Akan hal ini, mari kita lihat percakapan antara Yesus dengan seorang perempuan dari Samaria yang bertemu di sebuah sumur di kota Sikhar (Yohanes 4:1-42). Setelah Yesus menyampaikan mengenai Air Hidup, pembicaraan kemudian sampai kepada perihal menyembah. Wanita Samaria berkata: "Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah." (ay 20). Apakah penyembahan yang benar bergantung pada suatu tempat atau lokasi tertentu? Di Yerusalem kah, atau di gunung Gerizim, dimana nenek moyang bangsa Samaria menyembah? Apakah tempat, tradisi bahkan upacara agama menjamin sebuah penyembahan yang benar, dan para penyembah harus kesana agar menjadi benar? Paradigma seperti itulah yang ada pada perempuan Samaria, dan masih banyak pula orang yang percaya akan hal itu sampai hari ini, bahkan di kalangan orang percaya.

6.Kiblat orang percaya. Yesus mengoreksi apa yang menjadi kepercayaan atau pemahaman banyak orang. Yesus menyampaikan sebuah gebrakan dalam konsep penyembahan, bahwa tempat penyembahan bukanlah di Yersualem, di gunung atau lokasi tertentu manapun, melainkan dimana kita memiliki kerinduan mencari Tuhan. Dan penyembah yang benar adalah mereka yang menyembah Bapa dalam dua hal, yaitu roh dan kebenaran. Penekanan lebih lanjut, bahwa siapapun yang menyembah Dia haruslah menyembahNya dalam roh dan kebenaran. Yesaya 29:13-14 "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN..." Itu artinya, Tuhan akan selalu ada kapan saja kita mencari Dia. Tuhan selalu hadir setiap kali kita membutuhkanNya. Tidak ada kiblat tertentu harus di Yerusalem ataupun di Gunung Gerizim, sehingga perdebatan mengenai perbedaan tempat sama sekali tidak perlu. Ibadah dalam Perjanjian Baru tidak mengutamakan tempat geografis yang menjadi kiblat. Kitab Ibrani 12:2  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus", inilah kiblat kita sekarang yang bersifat rohani.

Orang Samaria membatasi dirinya pada kitab Pentateukh (Kejadin seh Ulangen) saja. Perempuan itu menyinggung tentang datangnya Mesias yang mungkin dilandaskan dari kitab Pentateukh-nya yaitu Ulangan 18:15-18 yang diterima oleh orang Samaria sebagai Kitab Suci mereka, yaitu tentang hadirnya nabi yang paling unggul. Yesus dengan pasti  dan tegas mengatakan dengan kalimat Ilahian dalam ayat 26 "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau". Yesus Kristus menyatakan bahwa Dia-lah Kiblat itu!.

7.Perubahan cara beribadah. Mengenal Tuhan tidak sekedar dalam ibadah Minggu tetapi keseharian keluarga (mengenal Tuhan melalui kehidupan sehari-hari dalam keluarga-membangun “gereja” keluarga). Mengenal Allah (nandai Dibata), labo banci silakoken bagi meneliti ilmu pasti, erkiteken Dibata nge si mpetandaken diri man banta arah wahyu khusus (Yesus Kristus ras Pustaka Sibadia) ras wahyu umum (alam semesta). Nandai Dibata labo banci instan, Dibata mpetandaken diriNa banci saja secara progresif ertina tahap demi tahap. Labo lit sada pe defenisi si sempurna kerna ise kin Dibata, labo lit sada pe bahasa doni enda singasup membahasaken ise kin Dibata alu serta. Nandai Dibata labo terjeng logika saja, tapi pe seh ku pusuh janah silakoken ibas kinata kegeluhenta tep-tep wari.

8.Menemukan Tuhan lewat perjumpaan pribadi- Mengenal Dia dengan kebiasaan yang baru. Pada saat yang sama, terlihat jelas hasil dari berita Injil yang disampaikan pada perempuan mantan pendosa itu, dimana dia telah diperbaharui, ia meninggalkan tempayannya itu karena ia telah memiliki air hidup, dan ia langsung menyampaikan berita rohani kepada orang-orang lain dari kota itu dan bersaksi tentang pengalamannya yang menggetarkan tentang perjumpaannya dengan Kristus. Ayat 30 tampak jelas orang-orang lain yang mendengar terkesan, dan pergi bersama perempuan itu pergi ke sumur Yakub dan berjumpa dengan Yesus. Dan hasil yang luar biasa adalah Yoh. 4:42 “dan mereka berkata kepada perempuan itu: "Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia." Disana terjadi perjumpaan pribadi lewat pengalaman berjumpa.

9.Berani bersaksi. Mengalami tidak membuat kita diam. Adakah orang percaya tidak berani bersaksi? Atau bahkan orang percaya yang malu bersaksi? Perempuan Samaria ini memiliki keberanian untuk bersaksi kepada orang-orang tentang Yesus (La atena terjeng ngadi bas ia berita e, emaka ipesehna, amin pe kemungkinen besar ia itulak, tapi lanai e ngambati ia erberita), Sang Mesias, Juruselamat (Ay. 28-30). Dari kesaksian perempuan Samaria tersebut semakin banyak orang yang percaya kepada Yesus (Ay. 39-42). Meskipun menurut hukum, kesaksiannya bisa saja tidak diakui (selain karena perempuan juga karena kehidupannya).

Ada banyak keluarga-keluarga yang tidak berani bersaksi. Bahkan ada banyak di antara jemaat dewasa yang tidak mau menjadi tuan rumah dalam PJJ-PA karena ketidakberanian bersaksi- berbagi pengalaman rohani. Tentu hal ini harus berubah.

Perjumpaan adalah perjumpaan rohani. Betapa luar biasanya Yesus ketika ide tentang minum sebagai kebutuhan jasmani Dia ubah menjadi percakapan tentang anugerah Allah- Air Hidup. Ada banyak moment yang bisa kita gunakan saat ini untuk memberitakan anugerah Allah. Mari kita gunakan kesempatan itu, ketika berkumpul dengan keluarga, kita tidak hanya membicarakan hal-hal duniawi, tetapi bisa juga hal-hal rohani meski pertemuan bukan pertemuan formal-rohani.

10.Lokasi ke sasaran penyembahan. Mengutamakan lokasi atau mengutamakan kepada siapa kita menyembah? Dia yang adalah Roh, kehadiran-Nya tidak terbatas pada satu tempat tertentu. Sebagian syair KEE 187: 2. “Adi dua, telu kalak gia.  Tutus pulung ibas gelarNa.  Reh me Ia ku tengah-tengahna.  Sabab e nggo ipadankenNa” menunjukkan bahwa kehadiran Tuhan tidak terbatas tempat.

11.Menyembah Yang Benar, dengan cara yang benar dan di tempat yang benar. Menyembah Dia dengan kebiasaan yang baru serta pengenalan yang baru.

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip,

GBKP Rg. Palangka Raya.