Khotbah Minggu Tgl 27 Juni 2021 ; Mazmur 65 : 10-14

Minggu Merdang

Invocatio    : “Dan engkau akan makan dan akan kenyang, maka engkau akan memuji TUHAN, Allahmu, karena negeri yang baik yang diberikan-Nya kepadamu itu.” (Ulangan 8:10).

Bacaan       : Markus 4: 1-9

Kotbah        : Mazmur 65: 10-14 

Tema          : “Tuhan Memberkati Tanaman” (B.Karo: “Ipasu-pasu Tuhan Sinuan-sinuan)

1.    Dalam bahasa Karo, Mazmur 65 ini diberi judul “Puji-pujin ras pengataken bujur” sedang dalam bahasa Indonesia diberi judul “Nyanyian syukur karena berkat Allah”. Baik dalam hal spritual (pengampunan dosa) juga berkat fisik (anugerah Tuhan atas tanaman dan ternak). Judul tersebut mewarnai mazmur ini. Oleh karena itulah, Mazmur ini dimulai dengan lagu pujian kepada Allah yang biasanya disampaikan pada saat pesta panen orang Israel (Artur Weiser; 2015; 462). Mazmur ini mungkin memiliki latar belakang situasi dari akhir masa kekeringan, seperti di dalam 1 Raj. 8 (khususnya ay. 35 dst. A.A. Anderson:1980; 464). Dan khusus nats kotbah di Minggu ini melukiskan tindakan dan karya Allah dalam alam ini, maka ay. 10-14 ini menyatakan puji-pujian kepada Allah yang memberkati ladang dan ternak(ucapan syukur atas penyediaan hidup dari Tuhan dan panen yang melimpah melalui kesuburan). Apa yang terjadi di Mazmur ini oleh beberapa penafsir mengatakan terjadi pada saat mundurnya Asyur setelah doa Hizkia, karena menurut Yesaya 37:30 “Dan inilah yang akan menjadi tanda bagimu, hai Hizkia: Dalam tahun ini orang makan apa yang tumbuh sendiri, dan dalam tahun yang kedua, apa yang tumbuh dari tanaman yang pertama, tetapi dalam tahun yang ketiga, menaburlah kamu, menuai, membuat kebun anggur dan memakan buahnya”, paneh berlimpah.  Ada beberapa metafora yang sangat indah dan menarik dalam bagian ini.

-         Pertama, ada sebuah gambaran tentang Allah sebagai yang mengatur sistem pertanian (ay.10-12): Tanah dijadikannya subur sehingga menghasilkan panen melimpah. Itu terjadi karena sungai (batang air) melimpah (ay.10). Gambaran Allah “pertanian” semakin jelas dalam ay.11, karena di sana dilukiskan bahwa Allah ikut campur-tangan dalam proses membajak tanah dan menyuburkannya. Hasil dari itu semua ialah kesuburan dan kelimpahan (ay.12). Bahkan jejak Allah pun “mengeluarkan lemak.”

-         Kedua, di ay.13-14 ada metafora yang indah mengenai tanah padang gurun, mengenai bukit yang berikat-pinggang sorak-sorai, mengenai padang rumput yang berpakaikan kawanan kambing-domba, mengenai lembah yang berselimut gandum. Itu semua adalah lambang kesuburan dan kemakmuran hidup pertanian dan para gembala.

2.    Ay. 10-14 ini sebagai pujian kepada Tuhan yang mendatangkan hujan sehingga sesuatu bertumbuh di ladang dan di padang. Dalam syair ini digunakan istilah-istilah yang jarang terdengar di dalam Alkitab, irama dan suasana pun berlainan dibandingkan dengan mazmur pada umumnya sehingga timbul kesan bahwa di sini, suatu nyanyian kepada dewa alam diambil alih dan diperuntukkan bagi Tuhan. Dan boleh jadi mazmur ini disusun untuk ibadah ucapan syukur yang tertentu. Kemarau menimpa negeri dan umat Allah menyadari bahwa bencana alam itu merupakan hukuman atas dosanya, sehingga mereka meminta pengampunan dosanya itu. Turunnya hujan yang deras dipandang sebagai jawaban Tuhan atas doa mereka dan disambut dengan meriah. Namun, mazmur ini dikalimatkan sedemikian rupa sehingga dapat dipanjatkan sebagai ucapan syukur sesudah panen ketika orang-orang dari pembuangan sudah kembali dari Babel dan berulang-ulang dalam sejarah umat Allah sampai sekarang ini. Terutama dalam bahasa Inggris kiasan mazmur ini mempengaruhi rasa syukur terhadap keindahan alam yang diberikan Tuhan (M.C Barth-Frommel & B. Anton Pariera; 2016; 627-628).

3.    Di hadapan orang yang penuh rasa syukur, atau bagi orang yang tahu bersyukur, segala sesuatu tampak seperti penuh kegiarangan dan sorak-sorai. Bahkan alam pun tampak seperti bersorak-sorai kegirangan (Itu semua adalah lambang kesuburan dan kemakmuran hidup pertanian dan para gembala). Secara psikologis hal ini bisa dijelaskan dengan gejala proyeksi. Sebuah pengalaman internal psikologis seseorang seakan dilontarkan keluar, sehingga sebuah sukacita rohani seakan tampak juga di luar sana secara objektif. Tetapi ingat, pengalaman negatif juga bisa diproyeksi dengan cara yang sama. Hanya yang kita temukan dan alami sekarang ini ialah sebuah proyeksi pengalaman rohani dan psikologis yang positif.

Sehubungan dengan hal ini, bagi bangsa Israel, mengucap syukur atas panen di hari raya adalah bagian penting dari doa mereka untuk panen di tahun berikutnya. Rasa syukur adalah bagian integral dari kebergantungan mereka kepada Tuhan dan faktor penting dalam pengharapan mereka terhadap kebaikan Tuhan.

4.    Allah yang berdaulat dan dunia tidak berjalan sendiri (otonom). Dengan bersyukur kepada Tuhan, mazmur ini mengingatkan orang-orang bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat atas semua ciptaan, menjawab doa, mengampuni dosa, memelihara kehidupan, dan memberkati bumi dengan kesuburan. Sehingga digambarkan tanaman begitu subur sehingga mereka seolah-olah bernyanyi kegirangan sebagai respon mereka terhadap Pencipta (Allen P. Ross; 2013; 408-409). Pemazmur percaya bahwa manusia yang berserah diri kepada Allah dapat menyaksikan dan mengalami mujizat atau perbuatan ajaib yang dilakukan Allah. Mujizat-mujizat itu terjadi bukan karena kebetulan, melainkan karena kuasa Allah yang terjadi agar manusia takut dan menaruh hormat kepadaNya. (mengutip tulisan dari Pertanianku.com. Terlepas dari kecanggihan serta inovasi teknologi pertanian, tapi saat ini Israel telah mampu mengekspor 40 jenis hasil pertanian unggul di tengah lahan yang tandus.)

5.    Kita dan apa yang kita usahakan/ kerjakan adalah integral. Digambarkan di ay. 10-14 bahwa Allah memperhatikan dan memberkati tanah itu. Ia mengindahkannya, seperti diindahkannya manusia menurut Mazmur 8:5 “8:5 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?”,  “membanjirinya ” dengan berkat, mengaruniakan “kelimpahan dan kekayaan”. Begitu besar berkat-Nya, sehingga Allah dipuji. Batang air, sudah penuh air dan mengairi, melalui hujan gandum dan tanaman lainnya tumbuh. Bukit dan padang, yang tandus di musim kemarau, menghijau kembali ketika hujan turun. Kambing-domba, yang beranak pada musim itu, berkembang biak karena tersedia rumput yang melimpah. Mengingatkan kita, bahwa kita dan segala usaha kita (dalam mazmur ini pertanian dan peternakan) adalah satu kesatuan. Tidak ada keterpisahan antara orang dan usahanya dihadapan Tuhan. Ketika Tuhan mengindahkan manusianya, Tuhan juga mengindahkan usahanya, dan sebaliknya.

6.    Pengakuan, doa, dan berkat. Di dalam Doa Bapa Kami ada kalimat “berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami...” Daud meyakini bahwa Allah menjawab doa-doanya dengan hadirnya pemeliharaan Allah tidak terlepas dari pengakuannya kepada Tuhan akan pelanggarannya (ay. 3-4). Lagi, pemazmur meyakini bahwa kehadiran Tuhan dalam proses pertanian tersebut diyakini sebagai jawaban doanya. Di ay. 3 “Engkau mendengar doa”, ay. 6 “Engkau menjawab kami”. Maka dalam kaitan ini, mengakui kesiaapan kita, mendoakan yang kita kerjakan akan mendatangkan pemeliharaan Tuhan.

7.    Melihat perbuatan Tuhan dalam keseharian yang menurut kita selama ini alamiah/ “biasa saja”. Wilayah Israel dan sekitarnya, terkenal dengan daerah yang kurang subur.). Tetapi pemazmur menyaksikan kebesaran Tuhan yang berkarya bagi kebutuhan umat-Nya ketika menjadikan tanah yang gersang tersebut penuh dengan batang air yang kaya dan melimpah sehingga tanah yang kurang subur tersebut dapat ditanami demi kelangsungan hidup. Maka, “In an arid area, rain was God’s good gift.”/ di tanah daerah gersang, hujan adalah anugerah Tuhan.” (James H. Waltner; 2006; 317).  Lagi, pemazmur mengakui proses tersebut, dengan basahnya alur bajak, tanah yang berlimpah air karena turun hujan, dan hijaunya tumbuhan di padang, menurut pemazmur adalah perbuatan Tuhan yang memberkati. Tuhanlah yang berkarya atas hal tersebut. Pemazmur mampu menemukan karya Allah yang memelihara tanaman dan ternak tersebut, yang menurut sebagian kita mungkin hal tersebut biasa saja. Tanpa Tuhan pun, proses alam tersebut bisa berjalan, hujan itu biasa saja, tetapi seperti James Waltner katakan di atas, hujan adalah anugerah Tuhan. Pemazmur di dalam proses yang mungkin biasa-biasa saja tersebut, dia melihat bahwa ada Tuhan yang berkarya dalam bagian-bagian kecil tersebut. Sehingga, umumnya orang yang mengatakan “biasa saja/ biasa nge/ enggo kin bage arusna” (bdk. Ndilo wari udan.  Kegiatan ini dilakukan apabila sudah lama tidak turun hujan. Tentu hal tersebut mengakibatkan terjadinya kesulitan kehidupan, karena umumnya orang Karo hidup dari sektor pertanian) tersebut biasanya tidak akan mampu bersyukur kepada Tuhan.

Paulus justru mempersaksikan akan kesiapaan Tuhan lewat hujan dan musim subur. Kis. 14:17 “namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.

8.    Minggu merdang mengingatkan kita hormat akan Tuhan. Orang Israel meyakini bahwa tanah perjanjian itu adalah milik Tuhan yang dipinjamkan kepada mereka untuk dikelola dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karena itulah tanah itu tidak dapat diperjualbelikan dengan sembarangan, apalagi kepada orang asing (bdk. Ul. 26:1-11. b. Agar umat Tuhan menghormati Tuhan dengan cara beribadah kepada-Nya. Kalimat “arus ibabandu ku ingan ersembah si sada e.” (26:2b, 10) menyatakan penghormatan kepada TUHAN. Untuk mereka harus menyiapkan waktu untuk beribadah kepada-Nya dan mempersembahkan hasil panen kepada Tuhan).

9.  Kai si suan e ka nge turah seh erbuah (Gal. 6:7b “...Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”). Menabur/ ngerdangken tidak hanya benih di pertanian tetapi juga kebaikan. Taburlah benih-benih kebaikan. Maka kita akan menuai berkat di ladang-ladang yang tidak terduga. “ula kari dekahen nuankenca asangken mperanisa”, kadang memulai adalah sesuatu hal yang sulit kita lakukan. Mulailah hari ini, tabur benih kebaikan. Meski kadang tidak kelihatan hasilnya. Tapi seperti di dalam lirik KEE No.68 “… e mate kap benih lebe…lah turah page nge. Yang kelihatannya mati, terlupakan, namun hidup berbuah banyak. Gambaran ini memotivasi untuk tetap menabur kebaikan dimana dan saat kapan pun.

Salam.

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip, -

GBKP Rg. Palangka Raya