Kebaktian Pekan Keluarga Wari Ke Lima 2022 : Matius 25:21-30

THEMA          : TUTUS IBAS NGELAI

INVOCATIO : Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi  (Kejadian 1:1)

BACAAN       : Kejadian 41: 46-49

 KHOTBAH   : Matius 25:21-30

Syalom, jemaat Tuhan yang terkasih,

 Suatu kali, ada seorang dokter muda yang diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membantu sebuah proses operasi. Bagi sang dokter muda, ini adalah proses operasi pertama   dimana dia  turut mengambil bagian di dalamnya. Ketika salah seorang dokter senior sedang bekerja dan menyelesaikan proses operasi tersebut, sang dokter muda pun angkat bicara dan melapor kepada dokter seniornya. Kepada dokter senior ia mengatakan bahwa dokter senior tersebut telah menggunakan 12 lembar kain kasa dalam operasi yang mereka kerjakan, tetapi ketika operasi hampir selesai dan kasa tersebut dihitung kembali, dokter muda itu hanya mendapati 11 lembar kain kasa saja. Dengan kasar dokter senior pun menjawab bahwa ia telah mengeluarkan semua kain kasa yang digunakan pada tubuh pasien. Sang dokter muda pun bersikeras kain kasa itu hilang satu, tetapi seniornya menjawab; ia akan melanjutkan tugasnya untuk menjahit dan menutup luka operasi pasien. Dengan mata menyala-nyala, dokter muda pun berkata: “Anda tidak boleh melakukannya, pikirkan nyawa pasien!” Mendengar perkataan dan kesungguhannya, dokter senior pun tersenyum  sambil mengatakan: “Engkau telah lulus ujian.” Dokter senior pun berbicara sambil mengangkat kakinya, dan ditunjukkannya kain kasa  ke-duabelas, yang dengan sengaja ia jatuhkan ke lantai. Ternyata dalam seluruh proses operasi yang mereka jalani hari itu, sang dokter senior tengah menguji sang dokter muda untuk melihat  kemajuan, serta tanggung jawab baik etis dan moral sang dokter muda sebagai seorang dokter yang dapat dipercaya.

Jemaat terkasih, lewat perumpamaan tentang talenta pada Matius 25:14-30 kita juga diajak untuk melihat siapa diri kita di hadapan Tuhan; apakah kita hamba-hambaNya yang setia, rajin dan dapat dipercaya ataukah ketika IA datang IA mendapati kita menjadi hamba-hamba yang malas dan tidak bertanggungjawab. Perikop ini dibuka dengan sebuah perbandingan yang ingin menunjukkan tentang hal Kerajaan Sorga. Kerajaan Sorga dibandingkan dengan seorang tuan yang memanggil 3 orang hambanya dan mempercayakan hartanya untuk mereka kelola                                                                                                                                                                                                                                                   dalam jumlah yang berbeda sementara sang tuan pergi ke luar negeri. Talenta sendiri sebenarnya merupakan timbangan/ ukuran yang dipakai untuk menimbang sesuatu yang berharga.  Dalam kisah ini 1 talenta adalah 6000 dinar; dimana 1 dinar adalah banyak upah yang diterima oleh seorang pekerja dalam satu hari. Bila kita konversikan kepada konteks kita; di Kupang misalnya upah minimal pekerja per hari adalah Rp. 67.000. Bila jumah tersebut dikalikan dengan 1 talenta berarti hasil yang didapat kurang lebih Rp. 402.000.000. Mengikuti perhitungan ini, berarti hamba yang menerima 2 talenta  menggandakannya menjadi 4 talenta berarti total memiliki 1,6 miliar rupiah sementara hamba yang menerima 5 talenta dan menghasilkan 5 talenta lagi total memiliki kurang lebih 4 miliar rupiah. Dari jumlah ini kita bisa melihat besarnya “modal” yang diberikan oleh sang tuan kepada para hambanya.  Sikap yang ditunjukkan para hamba itu menjadi kompas bagi kita untuk mengembangkan sikap dan nilai beriman yang Tuhan inginkan dari hidup kita. Nilai-nilai apa sajakah itu?

1. Hamba yang menerima dua talenta dan lima talenta “bersegera” melakukan tugasnya untuk mengelola talenta yang dipercayakan kepadanya tanpa menunda-nunda. Dalam kisah ini kita melihat bagaimana sang tuan tidak mempersoalkan besarnya hasil yang didapat, tetapi yang dilihatnya adalah kemauan untuk mengerjakan talenta itu. Tentu dalam mengelola talenta yang begitu besar ada banyak kendala yang ditemui,bahkan tidak menutup kemungkinan mereka bisa saja mengalami kerugian. Meski demikian  mereka tetap mengerjakan bagian yang dipercayakan kepada mereka dalam kesungguhan.  Dalam hal ini kita belajar bahwa dalam kesungguhan dan tidak menunda-nunda, pekerjaan dan pelayanan kita niscaya memberikan buah yang baik.

2. Sikap berikutnya adalah kebaikan. Para hamba yang mengerjakan bagiannya mendapatkan pujian hamba yang baik (agatos) dan setia (pistos). Dalam hal ini kita dapat melihat kebaikan dan kesetiaan mereka dalam cara mereka mengelola talenta yang ada pada mereka. Mereka bekerja dengan menyadari bahwa talenta itu sifatnya bukan hak milik, melainkan pemberian yang perlu mereka kelola; dan dengan demikian mereka bertanggungjawab kepada pemilik/ sang tuan atas pengelolaan tersebut. Bila kita hubungkan kepada thema Pekan Penatalayanan kita yakni membagikan kabar sukacita lewat seluruh ciptaan,  maka sesuai  juga dengan Invocatio, kita perlu menyadari alam semesta ini adalah milik Allah Sang Pencipta. Kita bukan pemilik, melainkan pengelola yang harus mempertanggungjawabkan seluruh sikap kita atas semesta  ini kepada Allah sang Pemilik  segalanya.

3. Sikap ketundukan kepada Tuhan yang telah memberikan talenta dan kepercayaan  kepada kita. Dalam bacaan pertama kita melihat bagaiman sikap Yusuf yang bekerja keras atas kepercayaan yang diberikan Raja Mesir (Firaun) kepadanya. Tidak jarang kita temui situasi dimana seseorang telah memperoleh suatu jabatan dan ia menjadi lupa diri dan lupa tujuan untuk apa ia ditempatkan dalam sebuah kedudukan. Tidak demikian halnya dengan Yusuf, ia tetap mengerjakan tugasnya dengan total dan kreatif. Hamba ketiga dalam perikop kita tidak mengembangkan talenta yang diberikan padanya karena didorong oleh kekerasan hati dan tidak mau tunduk kepada kedaulatan tuannya. Walaupun ia tahu apa sebenarnya yang harus ia perbuat, ia berdiam diri dan memilih untuk tidak melakukan apa-apa. Karena itulah kesengajaan untuk berdiam diri dan “membekukan” talenta yang diberikan di mata sang tuan adalah kejahatan dan kemalasan. Kesengajaan untuk tidak mau bertumbuh dan mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan adalah dosa di mata Tuhan. Injil Matius dalam pasal 25 dengan tegas sudah mengingatkan kita, untuk menantikan kedatangan Tuhan kita tidak hanya cukup berjaga-jaga (bdk ay. 1-13), tetapi juga harus mengerjakan dan melakukan hal-hal yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Sorga.

Jemaat yang terkasih, kita dipanggil untuk menjadi anak-anak Tuhan yang memiliki kesetiaan dalam pelayanan. Memang tidak mudah mengembangkan tiga sikap yang tersebut di atas, tetapi kita juga hendaknya tidak lupa bahwa Tuhan telah memberikan kepada kita “modal/ talenta” dan yang lebih besar dari itu yakni kepercayaan kepada kita untuk mengelola segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita. Bukan  semata-mata soal besar-kecilnya pemberian Tuhan kepada kita karena itu tergantung dari kemampuan kita menerimanya. Yang menjadi penekanan adalah bagaimana Tuhan mempercayai kita untuk mengelola dan mengembangkan pemberianNya. Sebagai anak-anak Tuhan yang menyadari segala sesuatu yang ada pada kita adalah pemberian Tuhan, maka kita perlu benar-benar mengerti akan harga sebuah kepercayaan. Tuhan tidak pernah salah memberikan/ mempercayakan sesuatu kepada kita sebab IA tahu  betul dan mengenal siapa kita.  

Dalam setiap pilihan dan perbuatan pasti ada konsekuensinya. Bagi mereka yang setia, Tuhan akan memberian pujian dan Tuhan akan mempercayakan pekerjaan yang lebih besar lagi, yakni kita ikut berbagi kebahagiaan dengan sang Tuan. Sementara konsekuensi bagi mereka yang tidak setia, Tuhan akan mengambil talenta yang sudah IA berikan dan IA akan memberikannya kepada orang lain yang mau bertanggungjawab. Dan kepada mereka yang tidak setia yang tersisa hanyalah dicampakkan dalam kegelapan yang paling gelap, disana ada ratap dan kertak gigi. Mari kita bersama memeriksa diri; apa saja yang telah diberikan Tuhan dalam hidup kita? Sudahkah kita mengerjakan dan mengelolanya dalam ketundukan kepada Tuhan dan penuh dengan kesungguhan?

Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.Si (Teol)

GBKP Perpulungen Kupang