Suplemen PA Moria : Kejadian 45 : 5-11 ; Tgl 18-24 April 2021

THEMA                 : KESULITAN MEMBAWA KITA PADA KEBERHASILAN

BAHAN OGEN       : KEJADIAN 45:5-11

TUJUAN:

1.     Gelah Moria meteh Yusuf mpetetap ukur seninana ibas ngalaken permasalahen

2.     Gelah Moria ngidah ras makeken peluang si lit guna peningkaten ekonomi ibas masa COVID enda

PENGANTAR

Apa yang terlintas dalam benak kita saat ada orang yang mengatakan kepada  ungkapan: “Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.” Biasanya yang dimaksudkan oleh ungkapan ini dapat berupa penyesalan, tetapi bisa juga berarti sebuah keterlambatan dimana tidak ada lagi sesuatu pun yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan yang telah terjadi. Ketika seseorang mengungkapkan kalimat nasi sudah menjadi bubur, berarti kita sudah enggan menyelesaikan persoalan dan itulah final/ akhir dari sebuah peristiwa. Meskipun demikian, rasanya tergelitik sekali saat membayangkan bubur sebagai makanan. Dalam dunia kuliner lazim kita temukan menu makanan bubur dengan berbagai variasi yang membuat menu bubur tersebut lebih dapat dinikmati banyak orang. Sebut saja bubur ayam, atau bubur Manado, bubur sum-sum, maupun bubur-bubur lainnya. Ternyata nasi yang sudah menjadi bubur itu dapat diolah lebih jauh dengan menambahkan berbagai rasa baru ke dalamnya, dan rasanya justru semakin luar biasa. Melalui nasi yang telah menjadi bubur ini, kita dapat melihat kepada kehidupan kita.  Sebenarnya selalu ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan hidup kita bila kita menaruh perhatian, harapan dan tindakan ekstra ke dalamnya. Dari filosofi bubur ini, kita belajar untuk melihat masih ada berbagai kesempatan yang bisa kita kerjakan sekalipun dalam situasi yang tidak kita inginkan.   

PENDALAMAN TEKS

Dalam bacaan kita; Kej. 45:5-11 kita melihat bagaimana Yusuf bukanlah seorang yang menganut paham nasi sudah menjadi bubur dalam hidupnya. Sebaliknya, dia adalah orang yang tidak mudah menyerah dan dalam pertolongan Tuhan ia menemukan cara untuk mengolah kesulitan dan luka-luka hidupnya. Kita bisa melihat itu semua dari:

1.    Yusuf  tidak mau menjadi budak dari trauma masa lalu. Saat kita terluka dan menderita biasanya dapat menjadi pengalaman pahit yang sulit untuk kita lupakan. Bisa kita bayangkan bagaimana perasaan Yusuf yang sudah merasakan penderitaan atas perlakuan saudara-saudaranya. Terlebih sekarang Yusuf punya kuasa  untuk menghukum saudara-saudaranya itu. Biasanya kuasa dapat dengan mudah membuat seseorang menjadi lupa diri dan menggunakan kuasanya semau-maunya. Tetapi tidak dengan Yusuf, dia memilih untuk memutus rantai dendam dalam keluarganya dan mengampuni saudaranya. Mengapa dia mampu mengampuni saudara-saudaraNya? Tak lain karena Yusuf memandang semua yang terjadi dalam hidupnya dari perspektif rencana Tuhan untuk memelihara seluruh keluarganya (bdk. Ay. 5)

2.    Yusuf adalah seorang tokoh yang cinta damai dan memiliki kecerdasan emosional  luar biasa. Dia menjadi cerdas dan bijaksana selain karena pemeliharaan dan penyertaan Tuhan, tentu  karena pembentukan/ proses kehidupan yang dialaminya. Misalnya saja; dia tahu persis perasaan ketakutan dan penyesalan saudaranya saat dia memperkenalkan dirinya kepada mereka. Karena itu dia mengatakan di ay.5: “Tetapi sekarang janganlah kamu bersusah hati dan janganlah menyesali diri...” lebih dari pada keinginan untuk menyalahkan, dia justru membimbing keluarganya untuk melihat kasih dan pertolongan Tuhan bagi mereka. Dengan demikian dia dapat meredam dan mengubah. kekalutan saudara-saudaranya menjadi sebuah harapan baru untuk kelangsungan hidup keluarganya (bdk. Ay.7).

3.    Yusuf memandang tempaan hidup sebagai sebuah sarana pembelajaran bagi dirinya. Walaupun berkali-kali dia tersandung masalah, dia selalu bangkit kembali dan melakukan yang terbaik dalam setiap pekerjaannya. Karena kesulitan-kesulitan yang dia hadapi, dia bahkan menjadi lebih jeli dan lebih berpengalaman lagi dalam menentukan langkah dan rencana ke depan. Dalam ay.6, 9,10 dan 11 kita melihat Yusuf jeli melihat situasi kelaparan yang masih akan terus berlangsung lima tahun lagi di Mesir. Karena dia orang yang mau terus belajar maka ia dapat mengatur rencana agar keluarganya dapat bertahan hidup di tengah situasi yang sulit. Tentunya diatas seluruh upaya dan kerjanya dia mempercayakan diri pada tuntunan dan rencana Allah untuk hidupnya.

APLIKASI/PENUTUP

1.   Kita selalu memiliki pilihan-pilihan dalam hidup kita. Saat kita menderita atau mengalami kesulitan janganlah kita  mau menjadi budak trauma masa lalu. Tanpa kita sadari  hidup kita saat ini masih dan bisa terinfeksi akar pahit masa lalu sehingga berdampak negatif bagi diri kita maupun bagi orang lain. Bagi diri kita: kita terganggu secara psikologis dan potensi kita menjadi tidak maksimal. Sementara bagi orang lain: kita menularkan trauma dan luka itu bahkan tak jarang kita malah memperparah masalah yang ada seperti menyiram api dengan bensin. Ketika kita terjebak pada masa lalu maka energi, waktu pikiran kita akan terbuang percuma dan membuat kita tidak mampu lagi memikirkan yang terbaik untuk masa depan kita. Akibatnya kita akan sulit maju dalam hidup kita. Kita bisa memilih untuk menyalahkan dan marah, tapi kita juga bisa memilih untuk mengampuni dan  mencari solusi yang membangun untuk kita. Mari pilih dan lakukan yang terbaik bagi kita dan keluarga kita.  

2.   Mari kita melihat hidup kita melalui sudut pandang Tuhan. Tanpa kelembutan dan kerendahan hati, kita tidak akan mampu melihat bagaimana Tuhan merancang dan membentuk kehidupan kita. Yusuf juga tidak berada dalam situasi ideal; selalu ada kesulitan yang harus dia hadapi. Tetapi dalam segala sesuatu, Yusuf selalu mengutamakan kehendak dan rancangan Tuhan bagi dirinya. Seperti seorang juru kamera yang membidik gambar dengan tepat, demikianlah kita akan dapat berdamai dengan kesulitan hidup kita saat kita melihatnya dalam lensa kasih setia Tuhan yang tersedia bagi kita.

3.    Dalam masa pandemi COVID dan bencana alam yang terjadi, banyak orang yang mengeluhkan kondisi hidup mereka terutama dalam sektor pekerjaan dan ekonomi.  Mari kita berpikir bahwa jatuh dan bangun dalam berbagai usaha kita adalah “kawah penempaan” yang membuat kita semakin bertumbuh dan tangguh. Kita dapat membuka berbagai peluang yang baru dan jeli melihat keadaan asalkan kita tidak berhenti melakukan sesuatu. Akan selalu ada inspirasi baru dan ide-ide cemerlang yang lahir dari sebuah pembelajaran hidup. Seperti Martin Luther King Jr. katakan: “Jika kau tak mampu terbang, maka berlarilah. Jika tak sanggup berlari, maka berjalanlah. Jika tak mampu berjalan, maka merangkaklah. Apapun itu, tetaplah bergerak”.

Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)

GBKP Perpulungen Kupang