Suplemen PA Moria : Kuan-kuanen ; Tgl 9-15 Agustus 2020

Ogen            : Kuan-kuanen 23:24-25

Tema            : Bahanlah Megah Akap Orangtua

Tujun           : Gelah Moria

-          Meteh maka malem kal ate orangtua adi anakna mpehaga ia

-          Reh beluhna ngergaken orangtua

1.    Jika orangtua ditanya saat ini, Apakah yang paling diharapkan dan mampu membuatnya bersukacita dari seorang tua dari anaknya? Di antara kita akan menjawab, jika anak berprestasi, sukses, kaya dsb. Tetapi ada penggalan syair KEE 124:3 “Meriah kal iakap orangtua, adi anakna ngikut ajar e, e malem ukur si mesui lupa, ‘Di la njuruken lagu anak e...”. benarkah apa yang dinyatakan dalam syair lagu KEE tersebut? Salomo mengakui kebenaran apa yang diungkapkan dalam KEE tersebut. Bahwa yang membuat orang tua berbahagia adalah ketika anaknya "hidup benar dan bijak" (ay.24). Bahwa ada juga sebagian orangtua melihat kekayaan dan kesuksesan jauh lebih menarik daripada "hidup benar dan bijak". Bahkan  beberapa orang tua tidak peduli bagaimana kualitas hidup anaknya, yang penting secara lahiriah sukses. Firman Tuhan hendak menolong kita. Siapa kita jauh lebih penting di hadapan Allah daripada apa yang kita miliki. Menjadi orang benar jauh lebih penting daripada apa yang kita hasilkan. Sebagai orang tuapun kita harus menjadikan ini sebagai nilai. Jangan bangga ketika anak terlihat berhasil dan hidup berkelimpahan tetapi pada sisi yang lain spritualnya tidak benar. Berbangga dan bersukacitalah ketika anak saudara memegang prinsip-prinsip kebenaran dan hidup dengan bijaksana seturut dengan firman Tuhan.

2.    Kehadiran anak ditengah keluarga tentu sangat menggemberikan. Sehingga banyak ungkapan yang menyatakan bahwa anak itu merupakan hal yang paling berharga, anak adalah permata hati, anak adalah harta termahal, dsb. Biasanya ketika ada pertemuan di antara orangtua di acara-acara tertentu maka salah satu topik pembicaraan adalah tentang anak (piga anakndu? ja ia sekolah ntah kuliah? Ja ia erdahin? rst ).  Ketika ada orangtua yang kebetulan anaknya memiliki karakter yang baik, memiliki prinsip kehidupan yang benar, benar di mata manusia dan benar di mata Tuhan, tentunya dia akan senang/ bahagia menceritakan tentang anaknya kepada orang lain. Sebaliknya akan terjadi, jika anak tersebut tidak berlaku benar, sering menyakiti hati orangtua, hidupnya tidak jelas maka itu suatu hal yang memalukan dan jelas menjadi beban pemikiran orangtua pastinya. Meskipun anak tetaplah anak.

3.    Anak yang memberi sukacita di ay. 24b tidak hanya benar di mata manusia dan di mata Tuhan, tetapi dilengkapi dengan segala pengetahuan yang dibutuhkan dalam hidup, ia dewasa karena mampu mempertimbangkan dan memilih yang benar dan yang baik dari sekian banyak yang tidak benar dan tidak baik. Ia tidak saja memilki tata tertib yang baik, tetapi memperoleh keberhasilan dalam hidupnya. Orangtua mana yang tidak akan bersukacita melihat anaknya bertumbuh menjadi anak bijaksana seperti ini?

4.    Ay. 25a “biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita” hal ini ditegaskan ulang akan dampak/ hasil dari kehidupan seorang anak yang benar dan bijak kepada orangtuanya. Di dalam ay. 22 disebutkan peran ayah dan ibu yang seimbang dalam mendidik anak-anaknya (itu berarti penting sekali peran tim di dalam keluarga antara ayah dan ibu), karena itu dalam ay. 25a disebutkan bahwa keduanya bersukacita menyaksikan hasil didikan mereka. Banyak bagian kitab Amsal yang memberikan informasi mengenai hubungan yang seimbang antara ayah dan ibu dan yang timbal balik antara anak dan orangtua. Orangtua mengajarkan hikmat kepada anaknya dan anak bijak yang berhasil hidupnya mendatangkan sukacita bagi kedua orangtuanya (Ams. 1:8-9; 4:1-4; 10:1, dan 29:3).

5.    Ay. 25b “biarlah beria-ria dia yang melahirkan engkau”. Untuk memberi penegasan, kegembiraan orangtua kembali disebutkan di sini. Kalau dalam ay. 25a disebutkan ayah dan ibu bersukacita, dalam ay. 25b yang bersukacita adalah ibu yang melahirkan dia. Pada ayat-ayat sebelumnya (ay. 22a dan 24b) disebutkan ayah yang memperanakkan, sekarang pada ay. 25b ibu yang melahirkan. Hal ini memperlihatkan keseimbangan peran ayah dan ibu dalam memperanakkan dan mendidik anak-anaknya.

6.    Tema kita “Bahanlah megah akap orangtua”. Ada sebuah konsep dalam budaya Cina yang disebut Haoyang merupakan sebuah konsep yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di Cina selama ribuan tahun. Kebanyakan orang Cina setuju bahwa anak-anak harus menunjukkan bakti kepada orang tua dan sesepuh keluarga lain, seperti kakek-nenek.Pada zaman dulu,orang-orang yang tidak memperlakukan orang tua dengan baik dipandang rendah oleh masyarakat. Jika seorang pejabat tidak menunjukkan bakti, ia tidak dipromosikan. Jika seorang sarjana tidak menunjukkan bakti, ide-idenya tidak disetujui oleh orang lain. Jika pemilik toko tidak menunjukkan bakti, tidak ada yang akan membeli sesuatu dari dia. Dan jika seorang wanita tidak menunjukkan bakti, tidak ada yang akan menikahinya. Dalam beberapa dinasti, kurang berbakti terhadap orang tua dianggap kejahatan. Dan sejarah ini sudah berlangsung sejak lama.Bakti kepada orang tua merupakan kriteria utama pemilihan pegawai negeri pada zaman Dinasti Han dari tahun 206 SM (kutipan dari laman BBC dengan judul “Pujian untuk profesor yang membawa ibunya yang berusia 85 tahun mengajar”).

7.    Moria sebagai anak dan Moria sebagai ibu. Kedua peran ini harus ditampilkan dengan baik. Sebagai anak tentu menjadi kewajiban untuk mengormati orangtua, seturut dengan firman Tuhan sendiri dalam Kel. 20:12 ”Hormatilah ayah dan ibumu supaya kamu berumur panjang di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”. Sebagai ibu, Moria juga harus menjadi teladan dalam mendidik anak-anak supaya kelak anak-anak memberi sukacita ke tengah-tengah keluarga. Supaya kelak, Moria tidak “menyesal” di dalam hatinya melahirkan anak, karena kehidupan anak tersebut tidak benar bahkan cenderung merusak. Dan ada juga beberapa kita lihat, gara-gara memikirkan kehidupan anak yang tidak baik, orangtua menjadi stress dan bahkan ada yang sakit.

8.    Ada syair lagu Toba yang judulnya “Uju Dingolukkon Ma Nian” seperti ini “so marlapatan marende, margondang, marembas hamu.molo dung mate au.so marlapatan nauli, na denggan, patupaon mu.molo dung mate au.uju di ngolukkon ma nian.tupa ma bahen akka nadenggan.asa tarida sasude.holong ni rohami, marnatua-tua i” (terj. Bebasnya “tak ada artinya walau kamu menyanyi, menabuh gendang, atau menari, kalau aku sudah meninggal, tak ada artinya yang baik yang kamu lakukan, kalau aku sudah meninggal, semasa hidupku lah semestinya, kamu melakukan hal-hal yang baik agar terlihat cinta dan kasihmu terhadap orang tua mu.”). Selagi masih ada, bahagiakan orangtua kita, itu juga merupakan bagian dari ibadah kita kepada Tuhan.

Pdt  Dasma  Sejahtra  Turnip

GBKP  Rg  Palangkaraya