Suplemen PA Moria : Filili 3 : 17-21 ; Tgl 19-25 Juli 2020

(Dogmatika Keselamatan)

Bacaan : Filipi 3:17-21

Tema    : “KITA ADALAH WARGA SORGA”

               (Kita Warga Surga Kap)

PENDAHULUAN

Membicarakan keselamatan adalah membicarakan segi-segi kehidupan manusia baik kehidupan sekarang atau kehidupan pada masa yang akan datang. Sebab pada dasarnya setiap orang menginginkan kehidupannya selamat tidak hanya dalam kehidupan sekarang melainkan ia juga mendambakan keselamatan yang kekal. Namun istilah keselamatan ini dapat saja kabur dalam pengertian sebagian orang, disebabkan pengertian itu diartikan seseorang tergantung dalam bidang apa, apakah kehidupan sehari-hari atau bidang agama.

Setiap manusia merasa perlu dirinya dapat mencapai keselamatan itu. Dengan melalui berbagai macam jalan manusia telah mencoba menyelamatkan diri sendiri (misalnya melalui perbuatannya) dan terus menerus berusaha mencobanya untuk meraih keselamatan tersebut. Pemahaman tentang jalan mencapai keselamatan yang berbeda-beda membuat manusia mengalami kebingungan dan keragu-raguan tentang jalan mana yang mampu dengan pasti menjawab yang dia cari.

Keyakinan yang sepenuhnya bahwa “saya telah diselamatkan” merupakan kebutuhan hakiki (yang tidak bisa tidak). Kalau seseorang belum yakin akan keselamatannya tentunya masih mencari keselamatan atau mnegalami gangguan spiritual (spiritual depression). Kita membutuhkan kebenaran yang datangnya dari Firman Allah untuk membebaskan kita (bd. Yoh. 8:32). Kepastian keselamatan itu tertulis dalam Alkitab:

         Yohanes 14:6, Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

         Kisah Para Rasul 4:12 “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan”.

         Kisah Para Rasul 2;21 “Dan barang siapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”.

Dalam Konfesi GBKP Bab XIV tentang “Keselamatan”, dikatakan “Kami Percaya bahwa”:

-          Keselamatan adalah pemulihan kembali citra Allah dalam diri manusia. Merupakan inisiatif Allah yang mengasihi manusia (Yoh. 3:16). Oleh karena itu, keselamatan merupakan anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia (Ef. 2:8-9).

-          Keselamatan dari Allah diterima oleh iman dan membuahkan hidup benar dan kudus sesuai firman Allah serta semangat melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai ucapan syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan Kristus (2 Pet. 3:14; Kol. 1:17, 3:15-17; 1 Pet. 1:16).

Percaya itu tidak mudah, tidak dapat hanya dengan kemampuan dan kemauan manusia, I Korintus 12:3 mengatakan, “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus”. Tanpa pertolongan Roh Kudus tidak ada seorangpun mampu mengakui Yesus Kristus Tuhan.

PENDALAMAN NAS

Filipi merupakan sebuah jemaat yang paling dikasihi (kesayangan) Paulus. Jemaat Filipi menjadi jemaat kesayangan karena Persekutuan jemaat Filipi bukanlah sekedar berkumpulnya orang-orang demi kesenangan mereka sendiri tetapi mengutamakan pemberitaan Injil. Namun perjalanan waktu mengubah suasana persekutuan jemaat Filipi. Persekutuan jemaat Filipi menghadapi ancaman berat dari ‘seteru salib Kristus’.  Paulus harus dengan berat hati menyebutkan mereka. Paulus mengungkapkan tentang ‘seteru salib Kristus’ ini dengan sangat sedih, sambil menangis. Agaknya Paulus berat hati menyebut para ‘seteru salib Kristus’ itu, karena mereka adalah juga bagian dari persekutuan Kristen. Mereka adalah orang-orang yang pernah mendengar salib Kristus tetapi kemudian menolak/menentangnya. Mereka kemudian menjadi ancaman bagi setiap pengikut Kristus. 2 Timotius 3:1-5 Paulus berkata, “……secara lahiriah mereka menjalankan ibadahnya, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!” Mereka ada di dalam persekutuan namun hati mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka adalah orang-orang Kristen yang berhaluan Yahudi. Paulus memberikan ciri dari ‘seteru salib Kristus’ itu.

Tuhan mereka ialah perut mereka

Mereka mengutak-atik macam-macam aturan tentang makanan halal dan haram, tahir dan najis, yang memang dalam agama Yahudi sangat penting. Mereka rupanya hanya memakan makanan tertentu atau mungkin berpuasa  untuk sekedar menunjukkan  betapa mereka sangat mengasihi Allah. Padahal, dalam ber-Tuhan bukan soal perut (jasmani) tetapi soal rohani.

Kemuliaan mereka ialah aib mereka

Mereka juga terlalu bangga dengan sunat (kedagingan). Kristen Yahudi menganggap dirinya lebih kudus dari yang bukan Yahudi. Keyahudian mereka begitu kental mewarnai hidup persekutuan yang akibatnya melemahkan yang lain.

Pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi

Apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu hanyalah sekitar perkara-perkara duniawi, sama sekali tidak menyentuh rohani umat.

Paulus mengingatkan kelompok ‘seteru salib Kristus’ itu dengan begitu keras, bahwa kesudahan mereka adalah kebinasaan. Mereka menjadi binasa karena mereka tidak percaya akan kehidupan kekal. Sementara orang percaya memiliki kewargaan di dalam sorga. Bagi orang percaya, dunia ini adalah tempat ziarah, persinggahan. Hidup orang percaya tidak sekedar dunia ini. Yesus Kristus adalah Juruselamat yang mengubah tubuh hina ini menjadi mulia, serupa dengan tubuh-Nya. Itulah pengharapan orang percaya. Karena itu, Paulus menguatkan jemaat Filipi agar tetap berdiri teguh dalam Tuhan. Jangan goyah !

Kewarganegaraan sangat menentukan jati diri seseorang. Jika kita punya kewarganegaraan maka kita akan dihargai oleh warga negara lain. Menurut penulis Filipi, jauh lebih penting menjadi warga masyarakat surga daripada menjadi warga dunia. Kehidupan orang percaya harus berpusat ke surga, karena kewarganegaraan sesungguhnya adalah di dalam surga, bukan di bumi.

Latar belakang penulisan nas ini dari rasul Paulus kepada jemaat Tuhan di Filipi adalah banyaknya orang-orang (khususnya orang percaya di Filipi) yang merasa puas dengan status mereka sebagai warga negara Roma dan hidup layaknya seperti kebanyakan orang-orang Roma yang hidupnya mencemarkan diri dengan banyak hal yang bertentangan dengan ajaran Injil.

Filipi pada waktu itu merupakan salah satu kota penguasaan Romawi dan sekaligus menjadi pangkalan militer Romawi yang terkenal di negara bagian Makedonia. Akibat dari pendudukan Romawi yang cukup lama di sana, maka banyak orang Filipi yang ikut menjadi warga negara Roma. Ada satu kebanggaan bagi mereka apabila memiliki kewarganegaraan Roma, yaitu memiliki berbagai fasilitas, kemudahan bahkan hak-hak untuk melakukan banyak hal. Dalam arti kata lain, “ditakutilah” orang-orang yang menyandang predikat sebagai seorang warga negara Roma, dan hal ini seringkali membuat mereka menyalahgunakan haknya sebagai seorang warga negara. Rasul Paulus di situ mengingatkan akan kewarganegaraan mereka yang sesungguhnya.

Lewat nas ini Tuhan menyampaikan pesan-Nya pada kita, bahwa meskipun kita memiliki status sebagai orang-orang yang masih tinggal di dunia dan memiliki kewarganegaraan di dunia ini, namun kita diingatkan akan kewarganegaraan kita yang sesungguhnya sekarang, yaitu sebagai warga Kerajaan Sorga, dimana nama kitapun tercantum dalam kitab kehidupan di Sorga.

Kita bukan warga negara dunia ini karena kita adalah orang asing dan pendatang di bumi (Ibr. 13:14). Kita adalah warga kerajaan surga. Sesuaikanlah hidup kita dengan peraturan surga. Bergaya hiduplah sebagai warga negara surga. Kewarganegaraan surga sudah kita nikmati sekarang dan akan kita nikmati sepenuhnya saat menghadap Allah. Kita menanti saat Tuhan Yesus mengubah tubuh umat-Nya yang hina menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, sehingga kita dapat bersekutu dengan Tuhan dan orang saleh yang telah mendahului kita. Karena itu, banggalah menjadi pemilik kewarganegaraan surga walau masih tinggal di bumi.

Sebagai seorang warga Kerajaan Sorga, tentunya kita tidak tinggal diam begitu saja di dunia ini, ada hal-hal yang harus kita lakukan, di antaranya:

1. Menghadirkan Sorga ke bumi.

Mat. 6:10 “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”

Dunia saat ini sedang berjalan menuju kebinasaannya, dimana banyak didapati orang-orang yang sedang hanyut di dalamnya. Rasul Paulus juga mengatakan bahwa banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus, yaitu orang-orang yang mengaku percaya namun mencemarkan dirinya dengan cara hidup yang tidak susila dan ajaran palsu. Itulah sebabnya, dibutuhkan peran kita sebagai orang-orang percaya untuk tampil menjadi garam dan terang dunia.

Bagaimana cara kita menghadirkan Sorga ke bumi? Apakah memuji dan menyembah adalah satu-satunya cara? Ternyata menghadirkan Sorga ke bumi tidak cukup hanya dengan memuji dan menyembah Tuhan saja, karena dunia membutuhkan figur nyata yang mereka sedang cari untuk dijadikan teladan. Maka lewat keberadaan kitalah kita dapat hadir di tengah-tengah masyarakat sekeliling kita dan membawa pengaruh ilahi melalui gaya hidup yang berlandaskan hukum Kerajaan Sorga.

Hal itu tentunya bukanlah hal yang mudah, namun Tuhan telah memperlengkapi kita dengan kuasa Roh Kudus-Nya di hari Pentakosta. Roh-Nya diberikan bukan hanya untuk tujuan berbahasa Roh semata-mata, namun untuk memberikan kita kuasa dan status sebagai milik kepunyaan-Nya, yang oleh-Nya kita berseru ya Abba, ya Bapa. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah (Rom. 8:15-16).

2. Berperang tidak dengan cara duniawi.

2 Kor. 10:3 “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi,”

Salah satu keuntungan kita sebagai warga Kerajaan Sorga adalah telah diberikannya kuasa dan otoritas dari Bapa di Sorga kepada kita ketika kita menjadi anak-anak-Nya. Bahkan sebelum Yesus terangkat ke Sorga, Ia telah mendelegasikan otoritas kepada murid-murid untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid-Nya. Artinya, ada Amanat Agung yang Tuhan percayakan kepada kita untuk mengambil bagian dalam mengubahkan dunia. Namun tentunya ada musuh yang tidak menghendaki hal itu terjadi, mereka bukan hanya berusaha untuk mencegah rencana Tuhan digenapi atas bumi, tetapi mereka bahkan berusaha untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan ke dalam pelbagai jerat dan tawaran dunia. Maka terjadilah peperangan yang tidak bisa terelakkan.

Peperangan seperti apa yang Tuhan maksudkan? Firman Tuhan mengajarkan bahwa meskipun kita masih hidup di dunia, namun kita tidak berperang dengan cara duniawi melainkan dengan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah. Kita ingat bagaimana Yosua dan bangsa Israel ketika berhadapan dengan bangsa Yerikho yang memiliki benteng yang begitu kokoh. Secara duniawi mereka tidak akan sanggup untuk berperang langsung  melawan bangsa Yerikho, namun kemenangan diraih ketika Yosua menerima dan melaksanakan strategi dari Panglima Balatentara Sorgawi (Tuhan Yesus) ketika ia ada di hadirat-Nya, dengan berjalan dan mengedari benteng kota Yerikho. Ef. 6: 12” karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”

 

3. Sadar bahwa keberadaan kita hanyalah sementara di bumi.

Ibr. 11:9-10 (9) “Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. (10) Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.”

Meskipun Abraham telah tiba di tanah yang dijanjikan Tuhan, namun ia selalu menempatkan dirinya berada di suatu tanah yang asing. Meskipun ia mampu membangun tempat permanen untuk ditinggali, namun ia menyebutnya sebagai kemah. Abraham menyadari bahwa ia hanyalah seorang perantau di bumi ini, karena ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar dan yang direncanakan dan dibangun oleh Allah, dan kota itu adalah tanah air Sorgawi.

Meskipun kita tinggal di tengah dunia yang kita jalani saat ini, namun pastikan bahwa kita bukanlah penduduk permanen di bumi ini, karena Sorga adalah tempat dimana kita berasal dan kesanalah kita akan tinggal kelak. Meskipun kita memiliki kewarganegaraan di negara dimana kita tinggal saat ini, namun kita memiliki kewargaan yang lebih kuat dan sah, yaitu warga Kerajaan Sorga, dimana Yesus Kristus adalah Rajanya. Oleh sebab itu, kita harus sadar bahwa keberadaan kita di dunia ini adalah sementara dengan mandat membawa pengaruh ilahi di manapun kita berada, dan bukan untuk menjadi serupa dengan dunia.

Mari umat Tuhan, kita diingatkan kembali saat ini akan status kewarganegaraan kita, betul kita masih tinggal di bumi, namun Bapa di Sorga telah perlengkapi kita, anak-anak Kerajaan-Nya, dengan Roh Kudus yang luar biasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan mandat Kerajaan Sorga.

APLIKASI

Ternyata menyadari identitas kita, menentukan bagaimana kita hidup. Jika kita sadar bahwa kita adalah warga negara surgawi, maka hati kita akan tertuju kepada Allah. Kesenangan diri sendiri tidak menjadi fokus orang-orang berwarga negara surga. Orang-orang berwarga negara surga akan terus menerus belajar menjalani kehidupannya bersama Tuhan dan memakai cara-cara yang rohani. Menang atau kalah, untung atau rugi menjadi nomer dua, cara menghadapi persoalan dan semua prosesnya bersama Tuhan adalah hal yang paling utama.

Memang secara duniawi, kita memiliki kewarganegaraan Indonesia. Tetapi secara rohani, kita semua yang percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Juruselamat pribadi kita telah menerima kewarganegaraan baru, yaitu sebagai warga negara surga (ay. 20a). Kita bukan lagi warga negara dunia, dan juga bukan warga negara neraka, tetapi kita semua telah memiliki visa ke surga sehingga ketika kita meninggal nanti, kita tidak akan ditolak untuk masuk ke dalam kerajaan surga.

Sebagai warga negara surga, tentu saja kita juga harus bersikap sebagai warga negara surga. Tuhan Yesus adalah Tuhan kita, yang akan menjadi Raja di surga kelak. Tentunya kita pun wajib memiliki kerinduan untuk menantikan dan bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat kita (ay. 20b). Sebagai syarat untuk dapat masuk ke dalam surga yang kudus, kita pun harus memiliki tubuh yang kudus. Itulah mengapa Tuhan Yesus mati di atas kayu salib, yaitu untuk menguduskan kita (Tit 2:14). Oleh karena tubuh duniawi kita adalah tubuh yang penuh dengan dosa, maka jika kita akan masuk ke dalam surga, Tuhan akan mengubah tubuh duniawi kita menjadi tubuh kemuliaan, menurut kuasa yang Tuhan miliki (ay. 21).

Bagaimana kita hidup? Berfokus pada kesenangan dan keuntungan sendiri? Atau berfokus pada Allah dan setia pada proses hidup? Bagaimana kita hidup mengungkapkan warga negara kita.

Tanpa anugerah Allah, manusia tidak dapat luput dari murka Allah, semuanya menuju penghukuman kekal yaitu terpisah selama-lamanya dengan Allah. Tanpa Allah mengaruniakan iman kepada kita oleh pertolongan Roh Kudus maka kita tidak dapat percaya kepada Yesus Kristus. Tanpa Allah menuntun kita di dalam ketekunan maka kita cenderung jatuh dan terhilang. Tetapi karena Allah telah menjamin dan memateraikan keselamatan kita oleh penebusan Yesus Kristus sekali untuk selama-lamanya maka kepastian keselamatan kita terjamin. Allah tidak pernah menyesal atas keputusanNya memilih umatNya. 2 Tim. 2:13 “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya”.

Kita mengakui kedaulatan Allah di dalam menentukan keselamatan kita dan inilah anugerah terbesar yang kita terima dari Tuhan. Sehingga kita dengan rendah hati dan rela hati melayani dan mempermuliakan Tuhan dalam hidup kita setiap hari. Ada tujuan Tuhan dalam hidup kita yaitu, “karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10).

Pdt. Irwanta Brahmana

(GBKP Rg. Surabaya)