Suplemen PA Moria : Amsal 10 : 10 -14 : Tgl 11-18 Juli 2020

(Pengajaran Keluarga)

Bacaan : Amsal 10:10-14

Tema    : “KOMUNIKASI DALAM KELUARGA”

               (Komunikasi I Bas Jabu)

PENDAHULUAN

Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunikasi baru karena hubungan darahpun terbentuk pula. Di dalamnya ada suami, istri dan anak sebagai penghuninya. Saling berhubungan, saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika kelompok karena sebagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam kelompok.Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkan untuk mewujudkan keluarga dalam seimbang dan bagaimana cara komunikasi dalam keluarga dengan baik. Begitu pentingnya berkomunikasi yang baik serta efektif dalam sebuah keluarga.Komunikasi adalah penguat dalam sebuah hubungan, termasuk dalam hubungan berkeluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan tercipta kehidupan keluarga yang akur dan harmonis.

Komunikasi yang kurang intensif rentan menyebabkan terjadinya disfungsi komunikasi, baik antara ibu dan ayah atau pun antara orang tua dengan anak. Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Wisnu Widjanarko, mengingatkan pentingnya komunikasi keluarga dalam membentuk karakter anak."Komunikasi yang baik antaranggota keluarga akan menciptakan iklim rumah tangga yang positif sehingga anak merasa nyaman dan betah di rumah, disfungsi komunikasi menjadikan kualitas rumah tangga menjadi rentan, sehingga kondisi rumah tangga menjadi kurang harmonis, iklim di rumah menjadi tidak nyaman, kebersamaan menjadi sesuatu yang sulit terjadi, dan anak bisa merasa tidak happy di rumah".Karena itu, komunikasi keluarga menjadi penting, misalnya mau saling mendengar, saling memahami sudut pandang masing-masing, dan mau menerima perbedaan.

PENDALAMAN NAS

Amsal 10:1-22:16 dikenal dengan sebutan amsal-amsal Salomo, dan berisiberbagai macam dan ragam nasihat kehidupan. Seorang pengkhotbahmengatakan bahwa Amsal sesungguhnya adalah kalimat pendek yangditarik dari pengalaman yang panjang. Pengalaman apa yang ingin disampaikan dalam Amsal 10:1-16?Bagian ini mengajak kita merenungkan tiga berkat yang diterima dariAllah dalam hidup ini: anak (1), harta milik (2-6, 15-16), danrelasi dengan sesama (7-14). Penulis Amsal menegaskan pentingnyamengajarkan kebijaksanaan kepada anak, supaya tidak mendatangkankedukaan bagi orang tuanya. Kebijaksanaan mengenai apa? Mengenaibagaimana mengelola harta yang Tuhan percayakan kepada kita, danpentingnya mengutamakan kebenaran dan kerajinan untukmengelolanya. Di dalam kebenaran ini termaktub juga relasi dengansesama, di mana penulis Amsal menegaskan pentingnya menjaga hatidan perkataan dalam perbuatan. Dimanakah peran Tuhan dalam semuaini? Perhatikan perbandingan antara orang benar dan orang fasik.Penulis Amsal menarik garis yang tegas antara hidup di dalam TuhanAllah dengan hidup yang tidak menuankan Allah yang benar. Ketikasumber dan pusat kehidup digeser dari Allah yang sejati, di sanakita akan jatuh pada kefasikan.

Fakta berbicara bahwa banyak terjadi ketidakstabilan dan kurang pertanggungan jawab atas kehidupan anak-anak Tuhan di segala hal; salah satu contoh kecil yang menunjukkan bahwa banyak orang Kristen masih berada dalam tingkatan rohani kanak-kanan adalah dalam hal ucapan, di mana sering dijumpai orang Kristen yang ‘bocor’ mulutnya, suka menggemakan kata-kata yang sia-sia. Penulis amsal sendiri menyatakan bahwa ‘Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” (Amsal 10:19)

Seringkali kita mengabaikan soal ‘bicara’ ini. Bila hal ini tidak penting, tentunya Alkitab tidak akan menulis ayat yang berkenaan dengan ucapan ini. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita tidak dapat menahan ucapan. Kita mudah terjerumus ke dalam percakapan yang jahat (gosip), dan melalui ucapan sering kita punya kecenderungan menyombongkan diri. Kita juga terjerat untuk berkata-kata kotor atau sembrono, mengumpat/mendamprat orang dan masih banyak lagi.

Dari sikap hidup dan ucapan yang menggema dari mulut kita sehari-hari, dapatlah diukur apakah kita orang Kristen yang sungguh-sungguh memperhatikan firman Tuhan di segala aspek kehidupan kita atau hanya sekeda menjalankan firman. Alkitab menyatakan dengan tegas: “Jikalau ada seorang mengganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yakobus 1:26); disebutkan pula bahwa setiap kata sia-sia yang kita ucapkan akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan (baca Matius 12:36). Bukan berarti kita tidak boleh bergurau, tapi harus lebih selektif lagi mengenai apa yang kita guraukan.

Perkataan kita dan cara pengungkapannya tidak hanya membuat perbedaan terhadap reaksi yang akan kita terima, tetapi juga menentukan apakah perkataan tersebut akan menghasilkan kedamaian atau justru mendatangkan konflik. Dengan mempraktikkan kebenaran dari ayat di atas, kita dapat menghindari perselisihan pendapat dan mendinginkan situasi yang tegang.

Kelembutan dalam tingkah laku, nyanyian atau ucapan membawa suatu bentuk kehalusan tersendiri. Jika perkataan yang diucapkan dengan suara keras dan kasar tidak berhasil, ucapan yang lembut kemungkinan besar akan membawa hasil. "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah," demikian pengamatan Salomo (Amsal 15:1). Kita tidak perlu peribahasa atau bahkan pengalaman hidup yang kaya, untuk mengetahui bahwa "si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan" (Amsal 15:18), karena "orang yang berpengertian berkepala dingin" (Amsal 17:27). Contohnya banyak ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya Gideon yang meredakan kemarahan orang-orang Efraim, dan "redalah marah mereka terhadap dia" (Hak. 8:3).Kelemahlembutan memang tidak selalu dapat mengatasi kegeraman seseorang. Mungkin kita sedih karena kerendahan hati tidak diperdulikan oleh orang lain. Tetapi percayalah, kita tidak akan pernah menyesal karena telah memberi jawaban yang lemah lembut.

Ada pepatah berkata: “Mulutmu Harimau mu”. Betapa pentingnya kita menggunakan cara bicara yang baik agar menghasilkan respon yang baik pula. Ketika kita berbicara dengan lemah lembut, tidak ketus dan tidak membuat orang lain terluka, maka kita sedang berusaha meredakan kegeraman yang dapat muncul dalam sebuah situasi tertentu. Kata-kata yang lemah lembut mengandung hikmat Tuhan, dan akan melegakan bagi yang mendengarnya. Sebaliknya, kata-kata yang pedas, ketus ataupun terlalu keras dapat menyebabkan telinga ‘panas’ dan memicu amarah. Oleh karenanya, perlu memperhatikan, setiap perkataan kita, dan minta Roh Kudus memberikan kelemahlembutan dalam perkataan kita. Karena itu, berilah jawaban yang lemah lembut dalam setiap perbincangan kita dengan orang lain.

APLIKASI

Menurut H. Norman wright dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia”, ada beberapa panduan komunikasi pernikahan:

1. Jadilah pendengar yang baik dan jangan berbicara sampai yang lain selesai berbicara (Amsal18:13; Yakobus 1:19)

2. Lambatlah untuk berbicara. Pikirkan dulu. Jangan terburu-buru. Bicaralah sedemikian rupa sehingga yang lain dapat mengerti dan menerima perkataan anda (Amsal 15:23,28; 21:23; 29:20; Yakobus 1:19)

3. Ungkapkanlah selalu kebenaran tetapi nyatakanlah dengan kasih. Jangan melebih-lebihkan. (Efesus 4:15,25; Kolose 3:9)

4. Jelaskan mengapa Anda ragu-ragu membicarakan masalah tersebut. Jangan berdiam diri untuk membuat frustrasi orang lain.

5. Nyatakan ketidaksetujuan Anda tanpa harus bertengkar. Jangan terjerat dalam pertengkaran. (Amsal 17:24; Roma 13:13; Efesus 4:31)

6. Tanggapilah dengan lembut dan ramah. Jangan cepat marah. (Amsal 14:29; 15:1; 25:15; 29:11; Efesus 4:26,31)

7. Jika Anda salah, akuilah dan minta maaf (Yakobus 5:16). Jika pasangan hidup Anda mengaku salah dan meminta maaf, katakan bahwa Anda memaafkan segala kesalahannya. Pastikan bahwa hal itu dilupakan dan tidak diungkit-ungkit dihadapannya (Amsal 17:9; Efesus 4:32; Klose 3:13; I Pterus 4:8)

8. Hindari omelan. (Amsal 10:19; 17:9; 20:5)

9. Jangan salahkan atau kritik pasangan Anda. Sebaliknya pulihkan…beri semangat….perbaiki. (Roma 14:13; Galatia 6:1; I Tesalonika 5:11). Jika pasangan Anda menyerang dengan kata-kata, mengkritik atau menyalahkan Anda, jangan tanggapi dengan cara yang sama. (Roma 12:17,21; I Petrus 2:23; 3:9)

10. Cobalah untuk mengerti pendapat pasangan Anda. Berilah ruang bagi hadirnya keberbedaan. Perhatikan minat atau perhatian pasangan Anda. (Filipi 2:1-4; Efesus 4:2).

Keluarga yang bahagia bukanlah keluarga yang tanpa konflik, tanpa masalah. Masalah akan selalu muncul dan akan selalu ada. Keluarga yang bahagia ialah keluarga yang dapat mengelola setiap problem kehidupan/konflik yang muncul dalam keluarga mereka. Itu berarti, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang mempunyai jalinan komunikasi yang efektif di dalamnya.

Komunikasi yang efektif bukanlah sesuatu yang siap pakai tetapi sesuatu yang terus-menerus diusahakan melalui pengalaman sehari-hari ketika suami-istri itu saling berbagi hidup.[4] Komunikasi dikatakan efektif apabila didalamnya terjadi proses pendewasan, pematangan, pemulihan bagi setiap pribadi yang terlibat di dalam proses komunikasi tersebut (suami, istri, anak dan sebagainya);  menghasilkan persatuan walaupun di tengah perbedaan pendapat, melahirkan rasa kebersaman yang kuat, saling memahami dan mengerti serta memperlihatkan sikap hormat, kasih dan kepedulian kepada lawan bicara; dan setiap pribadi yang terlibat dalam proses itu dapat mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merasa tertekan oleh pihak yang lain.

Pdt. Irwanta Brahmana

(GBKP Rg. Surabaya)