Khotbah Jumat Agung Tgl 02 April 2021 ; Lukas 23 : 44-48

Invocatio    : “Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Efesus 5:2).

Bacaan       : Mazmur 22 : 2-12 (Antiponal)

Kotbah       : Lukas 23 : 44-48  (Tunggal)

Tema          : Kuserahkan Nyawa-Ku (Kuendesken TendingKu)

I.             PENDAHULUAN

Banyak hal yang perlu kita pahami pada peristiwa penyaliban Yesus, peristiwa yang sangat menggetarkan jiwa kita dan sangat mempengaruhi seluruh hidup kita. Sebab peristiwa ini bukanlah peristiwa yang memperlihatkan ketidakberdayaan Yesus Kristus tetapi sebaliknya menyatakan kemuliaan dan keagungan Yesus Kristus.

Hanya ada satu peristiwa “Jumat Agung” yaitu saat Yesus memberikan diri-Nya disalibkan di bukit Golgota. Lalu setiap tahun kita merayakan dan mengingat keagungan Yesus Kristus. Dari sekian tahun yang telah kita lalui, dengan “Jumat Agung” yang kita rayakan berulang-ulang, apakah kita sudah menghargainya dengan layak? Sudahkan kita menunjukkan penghormatan dan pengakuan sungguh-sungguh akan pengorbanan Yesus Kristus untuk menebus kita dari dosa-dosa pelanggaran kita?

Yesus tidak mati untuk dosa-dosa-Nya sendiri karena Ia sungguh tidak berdosa. Ia mati karena dosa-dosa kita. Ia menyerahkan nyawa-Nya sebagai korban penebusan dosa. Hal ini yang terpenting kita pahami, karena dosa kita Yesus menderita, karena dosa kita Yesus disalibkan, karena dosa kita Yesus mati; seharusnya kita berbalik dari dosa-dosa kita, hidup dalam penyucian diri oleh darah Yesus Kristus yang telah tercurah bagi kita

II.           PENDALAMAN NATS

Dalam bacaan kita Mazmur 22 amat jelas bahwa “segala penderitaan yang akan menimpa Kristus” dinyatakan bagi penulis Mazmur ini yaitu Raja Daud yang hidup dan bertahta sekitar 1.011 tahun sebelum Kristus. Mari kita bandingkan Mazmur 22:2 “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dengan Matius 27:46 “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Hal ini bukan sebuah kebetulan, tetapi sebuah perencanaan dan penggenapan, sekaligus juga menjadi sebuah jawaban. Sebab pertanyaan Raja Daud “mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Menyatakan kehilangan tanda-tanda perkenanan-Nya, karena ditindas oleh beratnya beban dan pergumulan hidup, kehabisan daya oleh dukacita dan kengerian, sehingga berseru-seru dengan sungguh-sungguh untuk dibebaskan. Perasaan ditinggalkan secara rohani merupakan penderitaan yang paling pedih. Sedangkan Yesus mengucapkan kalimat mazmur ini untuk menyatakan diri-Nya yang telah dijadikan dosa karena kita. Betapa besar dampak yang harus ditanggung-Nya karena dosa kita, supaya kita benar-benar benci dengan dosa kita. Dan yang terutama pertanyaan Raja Daud dijawab Tuhan Yesus, bahwa “Aku menderita bagimu”, lalu mengapa engkau berkata ditinggalkan? Tuhan hadir dalam penderitaan kita untuk memberikan jalan keluar bagi kita.

Selanjutnya kita mendalami Lukas 23 : 44-48 untuk melihat keajaiban dan keistimewaan Yesus dalam penderitaan-Nya bagi kita.

Ayat 44-45a: “Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar.” Kegelapan tiga jam adalah suatu keajaiban. Peristiwa tersebut bukanlah gerhana matahari karena gerhana matahari tidak mungkin terjadi pada masa Paskah ketika bulan sedang purnama. Kegelapan tersebut dikirim Allah untuk menutupi salib Anak-Nya ketika Ia dijadikan dosa karena kita (bd. 2 Kor. 5:21). Seluruh alam seakan-akan turut berduka bersama Pencipta ketika Ia menderita dan mati.

Ayat 45b: “Dan tabir Bait Suci terbelah dua.” Kejadian ajaib itu hendak menyatakan kepada para imam dan orang-orang Yahudi bahwa jalan masuk ke dalam hadirat Allah telah terbuka bagi semua yang datang kepada-Nya oleh iman di dalam Kristus Yesus (bd. Ibr. 9:1-10:25). Orang-orang berdosa tidak memerlukan Bait Allah, altar, korban-korban, atau imam dunia lagi karena semuanya telah digenapi di dalam karya Anak Allah yang telah tuntas.

Ayat 46: “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.” Sebenarnya ungkapan itu merupakan doa menjelang tidur bagi anak-anak Yahudi, dan dengan doa itu terlihat bagaimana kematian Tuhan kita itu penuh keyakinan, penyerahan dan kemenangan. Mereka yang menerima Yesus sebagai Juruselamat dapat menghadapi kematian dengan keyakinan dan kepastian yang sama (bd. Flp. 1:20-23, 2 Kor. 5:1-8).  Kata-kata Yesus juga mengambil kata-kata Daud dalam Mazmur 31:6 “Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku”. Bukan hanya berarti Yesus mengutip kata-kata Daud, tetapi juga Tuhan telah menanamkannya dalam mulut raja Daud sehingga nyata bahwa Yesus menggenapinya.

Ayat 47: “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh, orang ini adalah orang benar!"” Kepala pasukan adalah orang yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan eksekusi penyaliban Yesus dari awal sampai akhir. Tentunya ia telah memperhatikan dengan seksama setiap momen yang dilalui. Dan mungkin saja kepala pasukan ini telah banyak menyaksikan penyaliban para penjahat. Tetapi ia melihat hal yang berbeda pada diri Yesus sehingga ia mengakui “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dia tidak menemukan satu pun kesalahan Yesus pada proses penyaliban ini. Pengakuan ini keluar dari mulut orang romawi, bukan dari mulut orang Yahudi. Dia kagum dan sangat terkesan dengan bagaimana Yesus menghadapi penderitaan serta kematian-Nya.

Ayat 48: “Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.” Apakah ini merupakan tanda pertobatan? Atau hanya sekedar kecewa dan menyalahkan diri. Mereka memukul-mukul diri lalu pulang. Kelihatannya mereka akan segera lupa dan menlanjutkan hidup mereka. Sebab mereka tidak menindaklanjuti penyesalan mereka. Mereka adalah para penonton yang tertarik untuk melihat pelaksanaan hukuman mati tersebut, tetapi tentu saja apa yang telah mereka lihat dan dengarkan cukup untuk menyadarkan mereka akan dosa-dosa mereka, tetapi nyatanya tidak mengubah apa-apa dalam diri mereka.

III.         POINTER APLIKASI

Kata-kata Yesus yang Agung yang sangat berarti bagi kita yaitu “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dalam penderitaan-Nya Yesus memanggil Allah sebagai Bapa. Saat Ia menyerahkan hidup dan jiwa-Nya bagi kita, Dia melakukannya bagi kita dengan memanggil Allah sebagai Bapa, supaya melalui Dia kita bisa diangkat menjadi anak-anak Allah. Kristus sengaja memakai kata “Bapa” untuk menunjukkan peran-Nya sebagai Perantara. Dia adalah Imam dan sekaligus Korban persembahan, korban tebusan untuk melepaskan kita dari penghukuman. Harga mahal harus dibayarkan ke tangan Allah, sebagai pihak yang dirugikan oleh pelanggaran dosa itu. Dialah yang membayar lunas semuanya itu kepada Allah. Ya Bapa, terimalah nyawa-Ku dan jiwa-Ku sebagai ganti nyawa dan jiwa para pendosa yang Kutebus melalui kematian-Ku. Kristus mengungkapkan kerelaan-Nya untuk mempersembahkan diri-Nya.

Kapan kita belajar untuk mengungkapkan: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Ada orang yang mengatakan, hafalkanlah kata-kata ini untuk diucapkan menjelang kematian. Maka kata-kata ini dijadikan persiapan untuk menjelang kematian saja. Walau bagaimanapun hidupnya, yang penting ia sempat mengucapkan kata-kata ini menjelang kematiannya. Tentu pengajaran ini tidak tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Bahwa jauh sebelum kematian, kita telah mengucapkan kata-kata ini dengan benar, bahwa kita telah menyerahkan nyawa atau hidup kita kedalam tangan Bapa. Orang yang telah menyerahkan hidupnya ke dalam tangan Bapa tentu menjadikan hidupnya menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan.

Kita harus tetap memusatkan pikiran-pikiran kita kepada Kristus, dan membiarkan hati kita tenggelam dalam penderitaan-penderitaan-Nya sampai kita mengalami persekutuan dengan penderitaan-penderitaan-Nya itu. Dengan kita berbagian dengan Kristus dalam penderitaan-Nya hingga kita dimampukan menjalani penderitaan kita dan tetap merasakan Tuhan beserta kita. Kita mengakui kebaikan Tuhan bukan hanya dalam keberhasilan tetapi juga kita mengakui pengaturan Tuhan dalam penderitaan kita untuk membentuk diri kita seperti Tuhan ingini.

Kita ikut menyaksikan Kristus disalibkan melalui Firman dan Sakramen Perjamuan Kudus. Ada yang merasakan sedikit tersentuh dan cepat melupakannya, perasaan tersentuh itu tidak terus berlanjut. Seharusnya dan selayaknya hati kita sangat tersentuh dan kasih Tuhan tertanam secara mendalam dalam hati kita hingga kita merespons dengan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus. Amin.

Pdt. Sura Purba Saputra, M.Th
GBKP Runggun Harapan Indah