Khotbah Malam Natal Tgl 24 Desember 2020 ; Yesaya 9 : 1-6

 

Malam Natal

Invocatio    : “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:21).

Bacaan         : Titus 2:11-15 

Khotbah        : Yesaya 9:1-6 

Thema          : Cahaya Yang Berkilau (Sinalsal Si Erkinar)

I.             Pendahuluan

Natal cuma sehari, paling lama seminggu. Pokoknya, tidak lebih dari sebulan. Tetapi roh Natal bertiup sepanjang tahun. Roh Natal itu berwujud kesukacitaan, kedamaian, dan kesahajaan. Ketika kidung malaikat selesai bergema, para gembala sudah kembali ke padang Efrata, orang majus sudah pulang ke negeri mereka, dan bintang Betlehem sudah sirna, ketika itulah roh Natal mulai berawal. Roh Natal itu menggerakkan kita untuk menyalakan cahaya, berbagi senyum bahagia, meneduhkan jiwa, menyembuhkan luka, melepaskan dahaga, membawa damai sejahtera, dan melagukan gita surga.

II.           Isi

Yesus adalah utusan tertinggi Allah dalam cerita Matius dan maksud silsilah yang merupakan awal cerita Matius adalah untuk mengembangkan pengakuan ini. Silsilah itu menegaskan pengawasan langsung Allah atas sejarah Israel dan melalui daftar nenek moyang Yesus, menyatakan awal sudut pandang evaluatif tentang jati diri Yesus. Dengan pemakaian ungkapan biblos geneseos (buku tentang asal-mula) dalam bagian pendahuluan silsilah (1:1), Matius memperdengarkan kembali bagian-bagian Alkitan, seperti Kejadian 2:4; 5:1. Bagian-bagian Alkitab ini merupakan pendahuluan terhadap daftar silsilah, dan silsilah-silsilah ini menyaksikan penguasaan Allah atas sejarah manusia (Kej. 2:4-4:26; 5:1-6:8). Selain pengamatan ini, petunjuk-petunjuk penafsiran ada dalam nats kunci 1:17. Dengan demikian, berita yang terkandung dalam silsilah ini menjadi jelas: seluruh sejarah Israel dibimbing Allah sedemikian rupa sehingga perjanjian-perjanjian dengan Abraham dan Raja Daud yang rupa-rupanya telah menjadi sia-sia dalam penawanan ke Babilonia, kini memperoleh penggenapannya dalam kedatangan keturunan Abraham dan Daud yaitu Mesias. Itulah sebabnya Yesus, seperti dikatakan Matius dalam 1:1, adalah “Kristus” (“Mesias”), “Anak Daud” dan “Anak Abraham”. Melalui rangkaian nama dan gelar yang ditempatkan di bagian kepala ceritanya, Matius menyuarakan tema mengenai “jati diri Yesus” dan menjadikan tiap-tiap gelar itu sebagai wahana untuk mengenalNya. Seperti ditunjukkan dalam 1:16, “Yesus” adalah nama pribadi pemeran utama dalam cerita Matius. Meskipun Yusuf adalah orang yang memberikan nama Yesus (1:25), namun ia lakukan itu atas perintah malaikat Tuhan (1:20). Karena itu, akhirnya Allah sendirilah sumber nama Yesus. Mengenai artinya, “Yesus” berarti “Allah (adalah) keselamatan”, dan malaikat menyinggung arti ini ketika ia memberitahu Yusuf bahwa Yesus “akan menyelamatkan umatNya dari dosa-dosa mereka” (1:21). Dengan demikian, kekuatan nama “Yesus” adalah bahwa dalam diri orang yang dinamakan demikian, Allah aktif menyelamatkan. Karena itu, dari semua watak yang dikenakan Matius kepada Yesus dalam ceritanya, yang paling mendasar adalah bahwa Ia “menyelamatkan”.

Hidup baru yang dianjurkan tidak dapat dicapai dengan kemampuan manusia sendiri, berdasarkan hukum-hukum, melainkan ini hanya dimungkinkan oleh kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata, kata sudah nyata dalam Bahasa aslinya dipakai suatu kata kerja yang menggambarkan menyingsingnya fajar. Sama seperti kegelapan malam tiba-tiba diterobos oleh fajar merekah, demikian juga keadaan manusia yang berabad-abad lamanya gelap tiba-tiba diterobos oleh terang kasih karunia Allah. Kasih karunia ini datang di dalam Yesus untuk menyelamatkan, tidak hanya semasa Yesus berada di dunia (Palestina), melainkan terus berlangsung sampai sekarang. Kasih karunia Allah yang menyelamatkan tidak berhenti di Golgota, melainkan terus bekerja sebagai suatu kekuatan yang membaharui hidup orang percaya. Kasih karunia itu dimaksudkan untuk semua orang. Tergantung sekarang pada manusia, apakah manusia mau menerima dengan iman kekuatan yang menyelamatkan itu. Kasih karunia Allah digambarkan sebagai pribadi. Memang kasih karunia Allah mula-mula bekerja di dalam Yesus, lalu melanjutkan pekerjaan itu melalui Roh Kudus di dalam hidup orang percaya. Kasih karunia itu tidak hanya memberikan pengampunan dosa, melainkan Ia mendidik kita, dalam arti mengajar kita mengenai kehendak Allah mempunyai dua segi, yang negatif dan positif. Segi yang negatif berwujud meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi. Kata meninggalkan menunjuk adanya pemutusan hubungan dengan hidup yang lama. Segi yang positif berwujud hidup bijaksana adil dan beribadah. Ketiga hal ini melukiskan sikap baru dari orang percaya terhadap diri sendiri (dapat menguasai diri), terhadap sesama manusia (adil) dan terhadap Allah (beribadah). Namun kasih karunia Allah tidak membiarkan dunia ini, melainkan berusaha memperbaiki keadaannya melalui kehadiran umat Allah. Pada lain pihak kata dunia sekarang ini menunjuk bahwa ada dunia lain juga. Yesus adalah penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat. Kata penyataan mempunyai arti yang sama dengan “sudah nyata” dari ayat 11. Kedua-duanya menunjuk kepada kedatangan Tuhan Yesus; di ayat 11 kepada kedatanganNya yang pertama, sedangkan di ayat 13 kedatanganNya yang kedua kalinya. Kemuliaan Yesus pada saat itu jauh lebih besar dari pada kemuliaanNya pada saat kedatanganNya yang pertama. Yesus Kristus dapat disebut Allah yang Mahabesar karena Ia memang satu dengan Allah Bapa. Keselamatan yang sudah diperoleh dialami orang percaya pada masa sekarang menumbuhkan pengharapan akan suatu keadaan di masa mendatang yang jauh lebih indah dan penuh bahagia. Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia tidak semata-mata untuk membawa pengampunan dosa, melainkan untuk mengerjakan pembaharuan hidup. Hanya saja hal itu dirumuskan dengan kata-kata lain dan menonjolkan peranan pengorbanan Kristus dalam hal ini.

Kita dapat mengetahui gambaran yang tepat dari suatu peristiwa ketika kita mampu memahami latar belakangnya. Demikian pula kita akan dapat memahami nubuat nabi dalam Yesaya 9 tatkala kita dapat memahami latar belakang umat Israel di Yehuda pada waktu itu. Dari pasal 8, kita dapat membaca bahwa Kerajaan Israel Selatan, yaitu Yehuda, saat itu sedang berada dalam situasi bahaya. Kerajaan Yehuda telah dikepung dan akan diserbu oleh Kerajaan Asyur. Semula, kerajaan Yehuda dan Asyur adalah sekutu. Kerajaan Asyur berbalik dan ingin merebut serta menguasai kerajaan Yehuda. Sebelumnya Allah menawarkan pertolongan dan perlindungan, namun Raja Ahaz menolak. Sebaliknya, ia lebih memilih berlindung kepada kerajaan Asyur. Ternyata kemudian, kerajaan Asyur berubah menjadi musuh mereka. Selain itu, umat Israel juga ikut berpaling meninggalkan Tuhan Allah. Mereka lebih percaya kepada petunjuk orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Itu sebabnya seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Yehuda berada dalam kesuraman. Mereka terancam oleh serangan militer kerajaan Asyur. Secara politis, mereka berada dalam situasi krisis. Sedang dalam kehidupan religius dana moral, mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda penuh ditandai dengan kekacauan, kegelisahan, dan situasi yang gelap. Mereka telah terpuruk tanpa harapan dan tidak lagi mempunyai penolong. Namun, sangatlah ajaib! Di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerahNya. Kerajaan Yehuda menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Kerajaan Yehuda yang sedang terhimpit oleh ancaman dan serbuan tentara kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politik dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi, kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Allah bertindak menyelamatkan umatNya berdasarkan anugerah dan kemurahanNya sendiri.

Allah mau menyatakan keselamatanNya sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan melihat terang yang besar dan mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga mereka dapat melihat cahaya baru yang memampukan mereka memiliki pengharapan. Terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar (Yes. 9:2). Tentunya, nubuat nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda kepada umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Mereka diajak untuk melihat ke depan, yaitu kepada janji Allah yang akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis dengan datangnya Sang Mesias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula, kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, saat datangnya Sang Mesias, perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran Sang Mesias. Dialah yang akan memutuskan mata rantai kekerasan, kekejaman dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.

Pola kehidupan umat Allah pada masa kini sering tidak mau belajar dari pengalaman umat Israel masa lalu. Sebagai negeri yang sangat kecil di tengah kerajaan yang kuat seperti kerajaan Babel, Media Persia, dan Asyur, serta Mesir, umat Israel pada waktu itu sering terjebak dalam permainan politik dengan cara menjadikan salah satu dari kerajaan yang kuat sebagai sekutunya. Memang semula, kehidupan umat Israel mampu bertahan dan terlindungi sebab negara sekutu tersebut memberikan perlindungan dan keamanan untuk sementara waktu. Ternyata kemudian, negara sekutu itu justru ingin menguasai dan menjajah mereka. Seandainya kelak umat Israel mampu menyusun kekuatan, mereka akan membalas dengan melakukan penyerbuan dan penyerangan kepada Asyur, dan seterusnya. Dalam konteks ini makna perdamaian tidak pernah bersifat tetap, tetapi hanyalah bersifat semu sebab masing-masing berjaga dan siap dengan kekuatan senjata dan militer. Perdamaian yang kekal tidak dapat dicapai dengan mengandalkan strategi politik, kekerasan, militer dan kekuatan bersenjata.

Di tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh kerajaan Asyur, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Allah menjanjikan datangnya seorang Mesias yang akan lahir dari tengah mereka (Yes. 9:5). Sang Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekadar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Dia yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungiNya sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat tersebut mengungkapkan identitas nama dari Sang Mesias, yaitu:

·         Penasihat ajaib: Sang Mesias memiliki Roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidupNya. Jadi, seluruh hidup Sang Mesias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai Sang Hikmat yang hadir dalam realitas sejarah.

·         Allah yang Perkasa: ungkapan gelar ini berlatar belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang sehingga pahlawan itu disebut pahlawan perkasa. Demikian pula sebagai Mesias, Dia akan menjadi pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia, yaitu kuasa dosa. Seluruh hidupNya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakanNya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapanNya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia.

·         Bapa yang Kekal: dengan karakterNya yang khas, Sang Mesias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Ciri utama dari pemerintahanNya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak”, melainkan sebagai “anak-anak Allah”. Pemerintahan kasihNya tidak pernah berkesudahan. Ini sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan pada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama.

·         Raja Damai: kehadiran Sang Mesias sebagai Raja akan menciptakan damai sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Dalam pemerintahanNya, seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, sesama dan alam, serta diri mereka sendiri.

III.         Refleksi

Sang Mesias yang dinubuatkan Nabi Yesaya telah hadir dalam realitas sejarah. Menjelang kelahiranNya, Dia diberi nama “Imanuel” yang artinya “Allah menyertai kita”, sesuai dengan nubuat Nabi Yesaya (Yes. 7:14). Menjelang kelahiran Sang Mesias umat Israel juga sedang berada dalam penjajahan bangsa Romawi. Mereka juga sedang tertindas dan hidup dalam kegelapan. Namun, Allah tidak memberikan pertolongan kepada umatNya melalui balatentara militer untuk melawan bangsa Romawi. Pada saat umat Israel berada dalam kegelapan dan penderitaan, Allah mengaruniakan Sang Mesias, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Sang Mesias dilahirkan juga tidak dalam lingkungan kerajaan yang gemerlap, tetapi dengan cara yang paling sederhana. Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya itu ternyata lahir dalam palungan, tempat makanan ternak. Walaupun di atas bahu Kristus terletak lambang pemerintahan Allah, Dia yang memiliki hikmat yang tiada taranya sebagai Penasihat Ajaib, Allah perkasa, Bapa yang kekal, dan Raja Damai, ternyata secara lahiriah lahir dalam kesederhanaan dan kemiskinan. Dari sudut pandang dunia, kelahiran dan kedatangan Kristus pada waktu itu sungguh tidak termasuk dalam hitungan manusia. Nubuat Nabi Yesaya yang menyatakan bahwa umat Israel kelak akan menyaksikan suatu terang yang besar sehingga mereka akan mengalami kesukaan besar itu digenapi dan disampaikan para malaikat Tuhan kepada para gembala. Mereka diharapkan menjadi saksi untuk memberitakan kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Para gembala kemudian diutus oleh malaikat Tuhan menyaksikan berita besar tersebut agar seluruh bangsa dan umat manusia dapat mengalami kesukaan besar.

Penyataan Allah (theopani) merupakan suatu pengalaman iman yang sangat khusus dan personal. Rudolf Otto dalam karyanya yang berjudul Das Heilige (The Idea of the Holy) pada 1917 menguraikan secara mendalam makna itu. Hakikat Allah adalah suatu misteri yang menakutkan sekaligus mempesona (mysterium tremendum et fascinans). Melalui theopani tersebut, Allah yang transenden berkenan menghadirkan diri dalam realitas manusiawi. Dia yang Mahakuasa dan Pencipta seluruh alam berkenan datang melalui proses kelahiran seorang anak manusia. Penyataan Allah dalam Kristus adalah penyataan ilahi yang paradoksal, yaitu yang transenden berkanan imanen dalam kehidupan manusia. Berita dahsyat itu disampaikan Allah kepada “orang yang berkenan kepadaNya”. Berita natal yang otentik adalah manifestasi kasih Allah yang rela berkurban dengan merendahkan diri agar keselamatan dan damai sejahteraNya memerintah dalam kehidupan umat manusia. Berita natal hanya ditujukan kepada orang percaya yang memiliki komitmen untuk berkurban dan merendahkan diri sebagaimana yang telah dinyatakan Kristus.

Sering sekali dampak natal hanya berlangsung dua atau tiga hari saja. Suasana natal memang seolah-olah menyulap perasaan kita. Begitu kita mendengar lagu-lagu natal yang khidmat dana gung, hati pun terasa teduh. Kita jadi lebih bermurah hati kepada orang lain. Kita jadi lebih ramah. Wajah orang pun tampak lebih cerah dan ceria. Ketegangan dan keberingasan hidup sehari-hari seolah-olah berhenti dan diganti dengan kedamaian dan keramahan. Hidup terasa menjadi lebih indah. Tetapi ketika suasana natal itu sudah berakhir, berakhir pulalah segala kedamaian dan kemurahan hati itu. Hidup kembali menjadi kejam dank eras, serakah dan selingkuh, benci dan dengki. Sesingkat itukah nyala api kasih Kristus yang bernyala dalam hati kita? Sesingkat itukah cahaya yang berkilau itu? Cahaya pelita memang tidak gemerlapan dan tidak mencolok secara istimewa, namun ia menyala secara langgeng tiap malam sepanjang tahun. Pelita berbeda dari lampu hiasan natal yang berkedap-kedip secara mencolok, namun hanya menyala beberapa hari saja setahun. Sepertinya dalam mengikuti Tuhan Yesus kita perlu belajar menjadi pelita yang walaupun menyala secara bersahaja, namun menyala langgeng sepanjang tahun, ketimbang lampu hiasan natal yang gemerlapan, namun menyala hanya selama beberapa hari saja. Dalam Surat Dari Taize, Bruder Roger menulis, “Mengikuti Kristus bukanlah seperti menyalakan kembang api atau petasan yang menyala secara memukau dan silau dalam waktu sekejap, namun sesudah itu langsung lenyap”. Roh Natal adalah Roh Yesus, yaitu kegembiraan, keteduhan, kesahajaan dan kemurahan hati. Dunia langsung berubah menjadi indah ketika roh itu mulai menyala di dalam hati kita. Alangkah indahnya dunia ini kalau roh itu menyala bukan hanya pada hari-hari natal saja, melainkan langgeng sepanjang tahun.

Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th

GBKP Rg. Cibinong