Khotbah Minggu Tgl 01 Agustus 2021 ; Matius 17 :24-27

Invocatio: “Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam!” (Mazmur 84:2).

Bacaan       : Keluaran 39:32-43.

Khotbah      : Matius 17:24-27

Tema          : Melakukan Tanggung Jawab Terhadap Bait Allah

I. KATA PENGANTAR

          Secara umum sering sekali kita membela diri agar tidak ambil bagian dalam pemeliharan Gedung gereja dengan mengatakan, “Gereja Bukanlah Gedungnya, tetapi orangnya”. Akan tetapi tanpa kita sadari sering sekali kita takjub melihat rumah ibadah agama lain karena kebersihannya dan keindahan bangunannya. Bahkan secara umum perjalanan wisata yang sering kita lakukan Sebagian besar adalah untuk melihat keindahan bangunan-bangunan rumah ibadah tertentu. Akan tetapi Ketika kita diperhadapkan dengan pemeliharaan rumah ibadah sering sekali kita, membuat alasan-alasan tertentu agar terhindar dari tanggungjawab kita dengan mengatakan “gereja bukanlah gedungnya”.

Bahkan ada sebuah gereja di Mesir yang orang Indonesia mengatakan dengan sebutan “GEREJA SAMPAH”. Sesungguhnya gereja itu bukanlah gereja sampah tetapi Gereja Santo Simon, akan tetapi sangkin banyaknya sampah sepanjang jalan menuju gereja itu dan sangkin baunya di sekitar gereja itu sehingga muncullah sebutan sebagai gereja sampah. Bahkan sekalipun gereja itu memiliki keindahan dan cerita pengalaman yang luar biasa bagaimana banyaknya kursi roda yang ada di dalam Gudang gereja itu sebagai pertanda bahwa banyaknya orang yang lumpuh akhirnya bisa berjalan setelah berdoa di gereja itu (Menurut cerita tour quitnya), akan tetapi mengingat aroma tak sedap di sekitar gereja itu dan banyaknya sampah di sepanjang jaan menuju gereja itu membuat kita meragukan akan hal tersebut. dan  Akan tetapi Ketika kita diperhadapkan dengan pemeliharaan rumah ibadah sering sekali kita, membuat alas an-alasan tertentu agar terhindar dari tanggungjawab kita.

II. ISI

Dalam khotbah kita hari ini diceritakan tentang Kristus yang membayar bea untuk Bait Allah. Untuk pemeliharaan Bait Allah, diatur pemungutan bea: dua dirham tiap orang. Sebenarnya sebagai Putra Allah, Dialah pemilik sah Bait Allah. Ia tidak perlu membayar bea. Kristus pada waktu itu sedang berada di Kapernaum, tempat Ia paling sering menetap. Ia tidak menghindar dari situ supaya dapat menghindari kewajiban membayar bea, sebaliknya Ia datang ke sana, siap untuk membayar. Bea yang dituntut ini bukanlah bayaran rakyat kepada pemerintah Romawi, yang dengan ketat dituntut oleh para pemungut cukai, melainkan pajak bagi Bait Allah, yang banyaknya setengah syikal, atau dua dirham, yang dituntut dari setiap orang atau setiap ibadah di dalam Bait Allah, dan itulah biaya yang dikeluarkan untuk ibadah di sana. Uang itu disebut uang pendamaian karena nyawa (bnd. Kel. 30:12, dst.). Bea ini tidak terlalu dituntut dengan ketat pada waktu itu seperti pada waktu sebelum-sebelumnya, terutama di daerah Galilea.

Tuntutan itu diajukan dengan sangat sopan. Para pemungut bea berdiri di hadapan Kristus dengan penuh hormat, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang besar, sehingga mereka tidak berani berbicara kepada-Nya mengenai hal ini, tetapi langsung berbicara kepada Petrus, yang rumahnya berada di Kapernaum, dan mungkin pada waktu itu Kristus sedang menginap di rumahnya. Oleh karena itu, dialah orang yang tepat untuk diajak bicara, sebab dialah tuan rumahnya, dan mereka menganggap bahwa Petrus mengetahui pikiran Gurunya. Pertanyaan mereka adalah, "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?" Kelihatannya mereka menanyakan ini dengan rasa hormat, dengan menunjukkan bahwa jika Kristus mendapatkan hak istimewa untuk tidak membayar bea itu, maka mereka pun tidak akan memaksakannya.

Sesungguhya Kristus adalah Anak Allah, dan Ahli Waris atas segala sesuatu. Bait Allah adalah Bait-Nya (Mal. 3:1), Rumah Bapa-Nya (Yoh. 2:16), di dalamnya Dia setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya (Ibr. 3:6), dan oleh sebab itu Dia tidak berkewajiban membayar bea ini untuk ibadah di Bait Allah. Demikianlah Kristus menegaskan hak-Nya, supaya jangan sampai pembayaran bea yang dilakukan-Nya ini disalahartikan untuk memperlemah gelar-Nya sebagai Anak Allah dan Raja Israel, dan supaya tidak disalahpahami bahwa Dia sendiri mengingkari gelar itu. Kekebalan-kekebalan hukum yang menjadi hak anak seperti ini hanya diberikan kepada Yesus Tuhan kita dan tidak bisa diperluas kepada orang lain. Oleh anugerah dan Roh yang mengangkat mereka menjadi anak-anak Allah, anak-anak ini dibebaskan dari perbudakan dosa dan Iblis, tetapi tidak dari berbagai kewajiban terhadap pemerintah-pemerintah sipil dalam hal-hal kemasyarakatan. Di sini hukum Kristus diungkapkan, Tiap-tiap orang (tidak terkecuali orang-orang kudus) harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya. Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib diberikan kepada Kaisar.

Meskipun Yesus berhak dibebaskan dari pajak, tetapi Yesus tetap melakukannya dan membayar pajak untuk dirinya sendiri supaya jangan menjadi batu sandungan bagi mereka. Ia memperoleh uang bagi diri-Nya untuk membayar bea itu dari mulut seekor ikan (ay. 27). Entah kemahakuasaan-Nya yang menempatkan uang itu di sana, atau kemahatahuan-Nya yang mengetahui bahwa uang itu ada di sana, semuanya mengarah kepada hal yang sama. Hal ini merupakan bukti keilahian-Nya, dan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam. Makhluk-makhluk ciptaan yang paling jauh dari kehidupan manusia berada di bawah perintah Kristus, bahkan ikan-ikan di laut diletakkan di bawah kaki-Nya (Mzm. 8:7); dan untuk membuktikan kekuasaan-Nya di dunia ini, dan untuk menyesuaikan diri-Nya dengan keadaan-Nya sekarang yang sedang merendah, Ia memilih mendapatkan uang itu dari mulut ikan, meskipun Dia bisa saja memperolehnya dari tangan malaikat. Bahkan dalam mengadakan mujizat Ia menggunakan sarana untuk mendorong ketekunan dan usaha manusia. Petrus harus melakukan sesuatu, dan yang harus dilakukannya itu termasuk panggilannya juga. Hal ini untuk mengajar kita agar kita rajin dalam melakukan apa yang menjadi panggilan kita. Apakah kita berharap agar Kristus memberikan sesuatu kepada kita? Kalau begitu, marilah kita bersiap-siap bekerja bagi-Nya.

Ikan itu muncul, dengan uang di dalam mulutnya, yang menggambarkan kepada kita mengenai upah ketaatan bila kita taat. Suatu pekerjaan yang kita kerjakan atas perintah Kristus dengan sendirinya akan memberikan upah bagi kita. Baik di dalam memelihara perintah-perintah Allah maupun setelah menjalankannya, ada upah yang besar (Mzm. 19:12).

Yesus memberikan teladan yang sangat baik. Pelayanan-Nya memang mengkonfrontasikan diri-Nya dengan para pemimpin agama, yang pada akhirnya akan menyalibkan Dia (ayat 22-23). Namun, ketika diperhadapkan pada kewajiban sebagai orang Yahudi untuk membayar pajak bait Allah, Ia tidak menghindar walaupun kewajiban membayar pajak Bait Allah tidak tercantum dalam Hukum Taurat. Peraturan itu diciptakan oleh para pemimpin agama. Yesus tetap membayarnya karena tidak ingin menjadi batu sandungan bagi para pemimpin agama (ayat 27). Ia tidak menjadikan pertentangan dengan para pemimpin agama sebagai alasan untuk tidak menaati peraturan.

III. APLIKASI

Tema kita hari ini adalah Melakukan Tanggung Jawab Terhadap Bait Allah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Tanggung Jawab artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Dengan kata lain tema ini memberikan pengertian kepada kita bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan wajib menanggung segala sesuatu untuk memelihara Bait Allah.

Dalam hal ini bisa kita lihat bahwa Yesus sendiri tidak seharusnya membayar pajak terhadap Bait Allah karena Dia adalah Allah dan Dia sendirilah pemilik bait Allah tersebut, akan tetapi supaya Dia tidak menjadi batu sandungan kepada orang lain sehingga Yesus membayar pajak untuk rumah-Nya sendiri. Sebagai anak-anak Allah kita juga harus mau memelihara bait Allah tanpa mau mempertentangkan soal hak atau kewajiban kita sebagai jemaat, melainkan kita melakukannya sebagai bukti bahwa kita adalah anak-anak Allah. Seperti yang disampaikan dalam bacaan kita Keluaran 39:32-43, bahwa Orang-orang yang membangun Kemah Suci menuntaskan pekerjaan mereka dengan sangat baik. Orang banyak mengerjakan pekerjaan itu dengan sepenuh hati dan bersemangat, dan tidak sabar untuk melihatnya selesai. Mereka menjalankan perintah-perintah tepat waktu, dan tidak sedikit pun menyimpang darinya. Mereka melakukannya tepat seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa (ay. 32, 42).

Oleh sebab itu pada Minggu Perawatan Inventaris ini, marilah kita semua bersama-sama merawat rumah Tuhan sekalipun saat ini kita belum bisa berkumpul Bersama-sama di Gedung gereja untuk memutus mata rantai virus Corona, agar Ketika saatnya kita semua Kembali boleh Bersama-sama berkumpul di Gedung gereja, kita masih dapat merasakan bahwa di masa pandemi ini ternyata tidak menghilangkan  kebersamaan kita dalam memelihara Rumah Tuhan. Dan amini serta imanilah bahwa Tuhan sangat menyenangi orang-orng yang memelihara rumah Tuhan dan bahkan memberkatinya. Seperti yang disampaikan dalam Hagai 2:19, “Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya, mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan ke Sembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait Tuhan, perhatikanlah apakah benih masih tingal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat”. Oleh sebab itu marilah kita semua tetap memperhatikan dan memelihara Rumah Tuhan di masa pandemic ini sekalipun dan tetaplah kita menanamkan rasa sayang dan mencintai rumah Tuhan seperti yang disampaikan Daud dalam Invocatio kita, ““Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam!”. Amin

Pdt. Jaya Abadi Tarigan

GBKP Runggun Bandung  Pusat