Khotbah Minggu Tgl 06 Juni 2021 ; Maskus 3 : 20-35

Invocatio    : “Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun” (Mazmur 133:1)

Bacaan       : Kejadian 50:17-21

Khotbah     : MARKUS 3:20-35

Tema          : BERSAUDARA DI DALAM TUHAN (Ersenina Erturang I Bas Tuhan)

Pendahuluan                          

Minggu sesudah Trinitatis umumnya dikenal sebagai "Minggu-minggu Biasa" (Ordinary Time Sundays). Minggu Sesudah Trinitatis ini berjumlah 25 minggu, diletakkan dalam penanggalan setelah Minggu Trinitas hingga sebelum memasuki Minggu Akhir Tahun Gereja. Tema-tema yang diangkat dalam Minggu Sesudah Trinitatis mencakup tema keseharian hidup jemaat, pergumulan hidup gereja dan dunia. Tugas-tugas pelayanan dan missi gereja di tengah dunia menjadi sentral pemberitaan di minggu-minggu ini.

Minggu ini disebut sebagai minggu UEM. Minggu yang merayakan persekutuan gereja kita yang tergabung dalam anggota UEM (United Evangelical Mission) yang berpusat di Jerman. UEM (dulu VEM) berdiri di Jerman di abad ke-18 sebagai cikal bakal RMG yang mengutus penginjil-penginjilnya ke Indonesia untuk mendirikan gereja-gereja Lutheran (mis. HKBP, HKI, GKPI, GKPS, GKE). Meskipun gereja kita GBKP beraliran Calvinis, tetapi di tahun 1962 kita juga menerima penginjil utusan UEM dan mulai bergabung dalam pelayanan UEM. Kerjasama inilah yang membangun berdirinya Zentrum GBKP, Alfa Omega, KWK, dan pelayanan-pelayanan di bidang kesehatan.

UEM bersifat global dan bekerja secara lokal di Afrika, Asia dan Jerman. Sejak berdiri hingga kini, UEM sangat peduli pada upaya penginjilan yang diikuti dengan tugas-tugas sosial. Memberi kesaksian tentang pesan perdamaian Bapa dengan semua umat manusia melalui anakNya Yesus Kristus dan bekerja untuk keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, itulah yang menjadi misi UEM sekaligus yang menjadi spirit kita dalam menghayati minggu UEM ini.

Pembahasan Teks

Dianggap ‘tidak waras’ atau ‘aneh’ bahkan sampai difitnah karena melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan umum memang tidak menyenangkan. Apalagi kita melakukannya dengan kesadaran penuh, bahwa hal tersebut adalah tindakan yang baik dan benar. Inilah yang dialami Yesus menurut teks khotbah kita Markus 3:20-35. Ajaran Yesus selalu menimbulkan kontroversi bagi sejumlah kelompok. Pertama, keluarga Yesus yang berpikir Dia sudah terlalu lelah dan terganggu jiwaNya (ay. 21). Kedua, ahli-ahli Taurat menuduh Yesus mengusir roh-roh jahat dengan menggunakan kuasa dari “penguasa roh-roh jahat” itu, dan mereka juga menuduh Yesus, bahwa Dia “kerasukan roh jahat” (ay. 22,30). Mereka mengatakan bahwa Yesus kerasukan Beelzebul. Beelzebul dalam bahasa Yunani Βεελζεβουλ dan dalam bahasa Aram yang dihubungkan dengan bahasa Ibrani בַּעַל זְבוּב - Ba'al Zevuv yang berarti בַּעַל – Baal artinya tuan dan זְבוּב – Zevuv artinya lalat. Beelzebul secara harfiah artinya "majikan/tuan dari lalat"  dan ini merupakan ilah orang Filistin yang disembah di kota Ekron dalam Perjanjian Lama.

Bisa kita bayangkan bagaimana sulitnya situasi Yesus saat itu ketika orang-orang terpandang dalam masyarakat dan institusi agama menyatakan hal sedemikian rupa, menyampaikan fitnah yang keji. Namun, Yesus tidak gentar. Dia tahu apa yang sedang dilakukanNya. MisiNya sangat jelas, mewartakan Allah yang adalah Kasih.

Yesus menyingkapkan ketidakbenaran tuduhan para ahli Taurat itu dengan sebuah pertanyaan akal-sehat (logis): “Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis?” (ay. 23, lanjut sampai ay. 26). Karena kecemburuan atau sikap merasa paling benar, para ahli Taurat itu menjadi buta terhadap kebenaran. Melalui pengusiran roh-roh jahat dan penyembuhan orang-orang sakit Yesus sebenarnya sedang melakukan penghancuran Kerajaan Iblis, bukan membangunnya. Mereka seolah tidak menyadari bahwa pengusiran roh-roh jahat ini menjadi salah satu tanda datangnya Kerajaan Allah. Secara implisit Yesus sebenarnya mengatakan bahwa Dia telah datang untuk membangun Kerajaan Allah dengan pertama-tama menjarah rumah dari si “orang kuat” (ay. 27).

Yesus menegaskan bahwa dengan menuduh diriNya mengusir roh jahat dengan kuasa penghulu setan, para ahli Taurat itu telah melakukan penghujatan terhadap Roh Kudus, dan itu suatu dosa yang tidak terampuni selamanya, “Siapa saja yang menghujat Roh Kudus tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa yang kekal” (ay. 29). Yesus sedang memperingatkan para pemimpin/pemuka agama Yahudi yang menyatakan karya penyelamatan Allah sebagai pekerjaan si Iblis. Mereka memutarbalikkan kebenaran, menolak karunia keselamatan Allah dan menempatkan orang-orang dalam posisi berisiko juga.

Di akhir perikop ini diceritakan, sementara Yesus masih terlibat dalam perdebatan dengan para ahli Taurat, ibu dan saudara-saudara Yesus datang dan memanggil Dia. Rupanya mereka telah berjalan dari Nazaret untuk membawaNya pulang agar memperoleh istirahat dan kesembuhan yang mereka kira diperlukan olehNya. Akan tetapi, Yesus menggunakan peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menunjukkan pentingnya memiliki hubungan rohani dengan diriNya.

Lalu ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, berkata kepadaNya, “Lihat, ibu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Tetapi jawab Jesus kepada mereka, “Siapa ibuKu dan siapa saudara-saudaraKu?” IA melihat kepada orang-orang yang duduk di sekelilingNya dan berkata, “Ini ibuKu dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu” (ay. 32-35).

“Siapa ibuKu? Siapa saudara-saudaraKu?” Mengapa Yesus mengajukan pertanyaan seperti ini? Tentu saja Dia mengenal para anggota keluarganya. Namun, Dia ingin menyampaikan sebuah pesan penting, bahwa menjadi anggota keluarga Allah tidak ada urusannya dengan hubungan darah dan sepenuhnya berurusan dengan pertobatan, iman, dan ketaatan kepadaNya dari hari ke hari. Menjadi keluarga Allah itu terlihat dengan melaksanakan kehendak Allah, dan ketaatan semacam itu diawali dengan mendengar, mempercayai dan mengikuti Anak Allah. Yesus berkata kepada orang banyak di sekelilingNya, “Ini ibu-Ku dan saudara-saudaraKu! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

Bacaan pertama Kitab Kejadian 50:17-21 menceritakan tentang Yusuf yang menghiburkan hati saudara-saudaraNya yang pada saat itu ketakutan karena Bapa mereka Yakub sudah mati, dan saudara-saudaranya berpikir itu menjadi kesempatan bagi Yusuf untuk membalas dendam. Karena ulah saudara-saudaranya, Yusuf menderita menjadi budak dan dipenjara selama tiga belas tahun. Namun, Yusuf tidak mendendam, ia memperlakukan saudara-saudaranya dengan sangat baik. Ia meminta mereka untuk tidak takut. Bahkan, Yusuf menyatakan akan menanggung makanan dan merawat anak-anak mereka (ay. 21). Mengapa Yusuf dapat bersikap begitu pengertian dan murah hati kepada saudara-saudaranya? Karena Yusuf sadar bahwa di balik semua kejadian itu, ada rencana baik Allah, yaitu untuk memelihara suatu bangsa yang besar (ay. 20). Yusuf memahami bahwa saudara-saudaranya adalah alat Tuhan untuk membawanya datang ke Mesir (bdk. 45:5-8). Demikianlah Yusuf menghibur dan menenangkan hati saudara-saudaranya.

KESIMPULAN

Teks khotbah kita menunjukkan sikap dari keluarga dan juga musuh-musuh Yesus terhadap diriNya. Kedua kelompok ini keliru memahami Yesus, sehingga mengakibatkan kaum keluargaNya secara berlebihan mencemaskan kesehatanNya, sedangkan para musuhNya melemparkan berbagai tuduhan kejam terhadap diriNya. Walau demikian Yesus tetap dengan hati tenang dan bijaksana menghadapi semuanya. Bahkan peristiwa ini Yesus pakai sebagai kesempatan untuk memberitakan Kabar Baik. Terkhusus tentang status keillahianNya dan tentang Kerajaan Allah.

Yesus tidak bermaksud untuk tidak mengakui keluargaNya di tempat umum. Ini bukan berarti Yesus tidak menghormati dan tidak mengasihi ibuNya atau saudara-saudaraNya. Tetapi Dia mau menegaskan bahwa pribadiNya adalah milik semua orang percaya yang mau melakukan kehendak Bapa. Yesus sedang berbicara tentang konteks Kerajaan Allah.  Relasi manusia dengan Allah rusak oleh karena dosa (bdk. Kej. 3:10). Tetapi, kita semua sudah diikat dalam satu persaudaraan karena iman akan Yesus Kristus. ”Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Kristus” (Efesus 2:13).

“Dalam Yesus kita bersaudara…. sekarang dan selamanya.” Kita tentu ingat bahwa lagu ini sangat populer terutama untuk kalangan anak-anak di sekolah minggu, syairnya sama dan diulang-ulang. Lagu ini mengingatkan kita akan khotbah kita pada saat ini yang pada intinya berbicara tentang persaudaraan sejati: “Siapa pun yang melakukan Kehendak BapaKu di Sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah IbuKu.” Makna persaudaraan ini melampaui ikatan-ikatan kekeluargaan, ras, budaya dan agama. Dan inilah yang kita rayakan dalam Minggu UEM.

Minggu ini kita merayakan persekutuan gereja kita yang tergabung dalam anggota UEM (United Evangelical Mission) yang berpusat di Jerman. Kebenaran firman Tuhan mengatakan bahwa bagi orang-orang  yang percaya kepada Yesus maka mereka adalah keluarga Kristus. UEM adalah satu keluarga. Walaupun kita berasal dari denominasi Gereja yang berbeda-beda, aliran dan doktrin yang berbeda, juga daerah atau negara yang berbeda, tetapi kita bersaudara di dalam Tuhan (Tema Khotbah). Kemajemukan dan perbedaan tidak membuat kita terpecah dan tidak saling mengerti, tetapi kita saling melengkapi, Kasih Kristus yang mempersatukan kita.

Kemajemukan jangan sampai membuat kita berlaku dan bersikap menjadi ahli-ahli Taurat “zaman now” yang menganggap ajaran Gereja lain salah, sesat atau paling parahnya kita anggap berasal dari roh jahat. Dan kalau pun ada perbedaan yang tidak terhindari menyebabkan terjadi konflik, mari belajar dari sikap Yusuf kepada saudara-saudaraNya, ada pengampunan dan pemahaman bahwa tindakan saudara-saudaranya juga bagian dari rancangan dahsyat Tuhan untuk mendatangkan kebaikan. Sehingga boleh tercapai seperti Firman Tuhan sampaikan dalam Mazmur 133:1 “Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.”

Menjadi berkat bagi bangsa-bangsa adalah tugas yang mulia dan sesungguhnya menjadi tugas utama gereja. Seperti yang telah dilayankan oleh UEM selama ini, gereja perlu bergumul untuk melakukan teladan Kristus yang telah ditunjukkanNya selama pelayanan di dunia ini. Gereja bukan untuk dirinya sendiri, Gereja jangan bersifak egois yang mengganggap kelompok atau golongannya yang paling benar, tetapi Gereja harus senantiasa memiliki kerinduan untuk memuliakan Allah secara bersama-sama. Gereja perlu memikirkan tentang apa yang diharapkan Allah dari Gereja demi bangsa-bangsa. Gereja perlu bertindak dalam upaya-upaya mewujudkan harmoni demi bangsa-bangsa. Gereja bertugas membawa masyarakat dunia mengenal Allah dan memuliakan Dia.

Selamat Hari Minggu.

Selamat menghidupi Minggu UEM.

Pdt. Melda Tarigan

GBKP RG. PONTIANAK