Minggu tgl 10 Januari 2021 ; Mazmur 29 : 1-11

Invocatio  :“Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali” (Matius 8:26)

Bacaan     : Markus 1:4-11

Khotbah   : Mazmur 29 : 1-11

Tema       : Pujilah Kemuliaan dan Kuasa Tuhan (Pujilah Kemulian Ras Kuasa Tuhan)

1.   Secara sederhana Ephiphanias berarti “penampakan diri”, dimana Allah menampakkan diri-Nya dengan tujuan supaya manusia mampu mengenal Allah dengan benar/ “membuat nyata/jelas.”. Umumnya Gereja Protestan merayakannya sebagai hari penampakan kemuliaan Yesus setelah dibaptis (Mat. 3:17 “lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."). Seperti yang kita ketahui bahwa ada dua jenis penyataan Allah, yaitu penyataan umum (alam semesta dan karya-karya-Nya dalam sejarah) serta penyataan khusus (firman yang hidup yaitu Yesus Kristus dan firman yang tertulis yaitu Alkitab). Maka Mazmur ini menampilkan siapa Allah lewat penyataan umum-Nya.  Dan dalam mazmur ini penekanan pada kebesaran-Nya diangkat dengan kuasa dan keagungan TUHAN yang diwahyukan dalam badai petir, dan penekanan pada rahmat-Nya ditemukan dalam pernyataan bahwa Ia memberikan kuasa dan perdamaian kepada umatnya.

2.   Mazmur ini termasuk dalam kumpulan mizmor le Dawid (mazmur Daud) yang diperdengarkan pada puncak hari-hari raya Pondok Daun, serta dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu:

-         Ay. 1-2    : seruan memuji

-         Ay. 3-9b  : pokok puji-pujian; kedahsyatan Tuhan dalam badai

-         Ay. 9c-11 : penutup; pujian kepada Tuhan sebagai Raja dan berkat atas umat-Nya.

Mazmur ini jelas mau menyaksikan di antara bangsa-bangsa lain yang memiliki dewa-dewanya masing-masing bahwa Tuhan adalah Raja yang berkuasa, bukan dewa/ilah mereka. Kebiasaan bangsa lain juga menyembah dan memuji dewa/ ilah mereka melalui syair-syair nyanyian yang isinya menyatakan bahwa ilah mereka tersebut adalah penguasa alam semesta. Tetapi umat Israel memperuntukkan kepada Tuhan puji-pujian yang diciptakan untuk para dewa tersebut. Unsur-unsur yang sesuai dengan sifat khas Tuhan dipertahankan, sedangkan unsur-unsur cerita dewa/ilah dihilangkan. Ada banyak kesamaan naskah-naskah bangsa-bangsa Timur Tengah kuno dengan nats ini, maka tidak dapat disangkah bahwa puji-pujian kepada para dewa bangsa-bangsa lain diambil alih dan diperuntukkan kepada Tuhan. Sama halnya dengan orang Kristen saat ini yang mengagungkan Tuhan dengan menggunakan unsur-unsur kebudayaan setempat (upaya berteologi kontekstual). Mazmur ini membesarkan pernyataan diri Tuhan dalam badai dengan suara guntur yang dahsyat, Tuhan dipuji sebagai Raja atas alam semesta dan Allah umat-Nya.

Perlu kita ketahui bahwa Mazmur ini benar-benar berisikan pujian kepada Tuhan, tidak ada elemen lain selain daripada pujian. (The passage is entirely praise; there is no request at all. Allen P. Ross ) Mazmur ini sangat menekankan penggunaan kata YHWH. Pemazmur mengulangi nama TUHAN delapan belas kali dan menggunakan frase "suara TUHAN" tujuh kali. Di dalam Keluaran 6:2 “Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.” Allah Israel menyatakan diri-Nya kepada Musa dengan sebutan YHWH, yang sebelumnya Dia memperkenalkan diri sebagai Ehyeh asyer Eheyeh (Ind. AKU ADALAH AKU, Karo AKU TETAP AKU). Itu berarti nama yang digunakan oleh Daud dalam Mazmur ini adalah nama yang dulu diperkenalkan oleh Allah kepada Musa dan nama itu bukan nama serapan seperti nama “EL” yang juga dipakai juga oleh bangsa-bangsa asing, tetapi dengan YHWH yang hanya dikaitkan dengan Israel saja. Dengan menggunakan nama YHWH dalam nats ini, pemazmur menegaskan bahwa Allah yang dia puji tersebut BERBEDA dengan ilah-ilah lain. Lagi pula, melalui kata Ehyeh asyer Eheyeh, Allah sedang mengatakan bahwa Dia ada karena ada (haya: ada) berarti keberadaan-Nya tidak bergantung kepada keberadaan lain, bahkan Dia merupakan sumber segala yang ada. Artinya melalui nama yang digunakan oleh pemazmur ini, dia sedang menyatakan kesiapaan Allah yang dia puji tersebut. Sehingga, dengan Pemakaian kata Yahwe, pemazmur begitu cermat mengakui Yahweh sebagai satu-satunya Allah sejati yang seharusnya dimuliakan dan perlu kita sadari bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam jika kemuliaan-Nya dipermainkan, seperti pada zaman nabi Yesaya.

Yesaya 42:8 “Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung.”

3.   Ay. 1-2. Undangan untuk memuji Tuhan bukan hanya kepada manusia, tetapi termasuk juga “penghuni surgawi”. Hal ini menunjukkan bahwa para penghuni surgawi (Ibr.b’ney Elim/ Karo si nasa nggeluh i surga) harus memuliakan nama Tuhan. Diawali dengan pengakuan bahwa Tuhanlah Pencipta seluruh alam semesta yang berkuasa atas seluruh makhluk ciptaan-Nya, termasuk para penghuni surga. Memuliakan Allah dengan mengakui akan kesiaapan Allah.

4.   ay. 3-9b. Tuhan menyatakan diri-Nya melalui suara-Nya. Gambaran kehadiran suara Tuhan melalui bunyi guntur juga merupakan hal yang asing di antara bangsa-bangsa sekitar Israel. Suara guntur atau gemuruh dipahami sebagai kuasa Tuhan menyelamatkan umat-Nya (1 Sam. 7:10), gambaran penghakiman bangsa-bangsa (Yes. 30:30-31; Mzm. 46:7; Ams. 1:2), dan menyatakan kuasa-Nya (Mzm. 68:34). Tetapi, umumnya suara Tuhan dalam guntur hanya merupakan persiapan sebelum firman-Nya kedengaran.

Suara Tuhan bergemuruh di air besar.  Barangkali bukan samudera raya di bumi yang dimaksudkan, melainkan lautan yang di atas cakrawala, dimana turun hujan, sesuai dengan bayangan kuno. Dari atas datang suara guntur yang megah (Ayb. 37:4), penuh kekuatan, yakni mampu bertindak, penuh semarak, suara gemuruh yang memancarkan api, karena halilintar tampak sebagai percikan api (bdk. Mzm. 19:9; 97:3-4).

Dari utara, dari gunung Libanon, angin badai bertiup ke selatan. Mula-mula pohon aras yang tumbuh meninggi (Yes. 2:13), subur dan kuat (bdk. Mzm. 92:13; 104:6) dipatahkannya, kemudian gunung Libanon dan Syrion yakni gunung Hermon di timur laut Galilea dengan namanya dalam bahasa Fenisia dan Ugarit, melompat sebagai hewan muda (bdk. Mzm. 114:4), bergoyah menghadapi Tuhan (bdk. Hak. 5:5; Mzm. 97:5), karena mengenal Dia sebagai Pencipta (bdk. Mzm. 104:8; Yes. 45:23). Setelah itu angin ribut menerpa padang gurun Kadesy, di timur laut Sinai. Alam gemetar ketakutan di bawah suara gemuruh dan binatang pun melahirkan anaknya sebelum waktunya karena takut.

Suara Allah menggetarkan alam, hutan dengan pohon-pohonnya, gunung dan gurun, serta margasatwa. Manusia serta kota-kota dan daerah pertaniannya tidak disebut. Apakah bagian yang berkenan dengan mereka telah hilang ataukah begitu berlainan cara Israel melihat hubungan antara Tuhan dan umat-Nya dan cara bangsa-bangsa lain mengartikan hubungan Baal dengan manusia sehingga pokok tersebut dikesampingkan dengan senyata? Jawaban yang pasti tidak ada.

Suara Allah juga bisa memberikan kegentaran dan hormat maka “setiap orang berseru” “hormat/ pemuliaken Dibata” (Ibr.kabod / kemuliaan). Setiap orang bisa saja malaikat di sorga dan seluruh umat yang mengagungkan Dia di bumi. Tuhan dimuliakan sebagai Raja untuk selama-lamanya. Sebagai Khalik, Ia bersemayam di atas air bah karena Dialah yang empunya laut dan membentuk darat (Mzm. 95:3-5).

Apa yang mau diungkapkan Pemazmur ini adalah Tuhan hadir dan bertindak di dalam alam semesta ini. Kita didorong untuk melihat Tuhan lewat karya-Nya yang agung yaitu semesta  ini.

5.   Kehadiran Tuhan dilambangkan dengan kehadiran suara-Nya. Suara itu merupakan bagian kecil dari seluruh keberadaan-Nya. Suara itu tidak terlihat oleh mata manusia, namun dampak kehadiran-Nya sangatlah dahsyat. Kedahsyatan kekuatan Tuhan tersebut dinyatakan dengan kemampuan-Nya menggoncangkan unsur-unsur alam semesta yaitu pohon, gunung, padang gurun, hutan dan seluruh penghuninya. Dan perlu kita renungkan kecermatan pemazmur ini bahwa dia sedang menegaskan bahwa Tuhan tidak hanya berkuasa di wilayah Israel saja tetapi juga menyeluruh. Hal ini dapat kita temukan ketika pemazmur menggunakan nama-nama daerah yang bukan merupakan daerah orang Israel seperti “pohon aras Libanon” (ay. 5), “gunung Siryon” (ay. 6), dan padang gurun Kadesh (ay. 8) yang bukan merupakan wilayah Israel.

Pemazmur melacak pergerakan badai saat badai itu melintasi Lebanon dan Suriah ke utara, wilayah Kanaan yang mana wilayah utara itu dewa badai adalah dewa Baal (Hadad), tetapi bagi pemazmur itu bukanlah suara Baal yang menyebabkan badai, tetapi suara Yahweh, Tuhan Israel.

6.   Memuliakan Tuhan dengan mendengar suara-Nya. Apa yang Daud katakan dalam Mazmur 29, bahwa tidaklah mungkin memuliakan Allah jika suara-Nya kita abaikan. Tanpa mau rela dan tunduk mendengar suara-Nya mustahil kita memuliakan-Nya. Sama seperti ketika seorang anak tidak mau mendengarkan suara/ nasehat orangtuanya, maka anak tersebut tidak bisa dikatakan sebagai anak yang menghormati orangtuanya. Karena, suara tidak lepas dari indetitas seseorang.

7.   Melihat Tuhan lewat badai. Badai bagi pemazmur bukan kejadian alam yang alami semata. Tetapi fenomena tersebut juga bisa dilihat sebagai cara Allah menyatakan diri. Menyatakan kekuasaan dan kebesaran-Nya. Sekalipun bagi sebagian orang gemuruh topan badai merupakan fenomena alam semata namun bagi Daud gemuruh itu adalah suara TUHAN. Suara Tuhan itu ada di atas air yang besar, penuh semarak, mematahkan pohon aras libanon, membuat gunung gemetar, gunung menyemburkan api, padang gurun gemetar dan berbagai fenomena alam lainnya (ayat 3-10). Itulah sebabnya ia mengajak semua penghuni sorgawi dan tentu pula penghuni dunia ini menghormati Dia. Memberi kemuliaan dan sujud menyembah kepada-Nya saja (ayat 1-2). Bukan malah menjadikan ciptaan-ciptaan Tuhan yang ada menjadi ilah-ilah.

8.   Ay. 11 memang benar bahwa Tuhan dapat mengatur alam dengan kekuatan-Nya dan mungkin mengakibatkan ketakutan, tetapi umat-Nya yakin dan percaya bahwa Ia akan menggunakan kuasa-Nya itu untuk memberkati umat-Nya dengan damai sejahtera (Syalom). Atas dasar keyakinan dan pandangan seperti itu, pemazmur menyatakan sebuah harapan dan iman akan Allah. Maka ia berdoa agar Tuhan kiranya memberi daya kekuatan kepada umatNya. Tidak hanya itu, ia juga meminta agar Tuhan memberkati umatNya dengan damai sejahtera.

9.   Bahasa yang dipakai oleh Pemazmur ini banyak menggunakan metafor seperti seorang seniman menggambar sesuatu objek. Namun satu hal harus juga dikemukakan bahwa Tuhan itu menguasai semuanya. Tuhan yang mengatur semuanya sehingga tampak seperti itu, biarpun terasa aneh dan ajaib. Menegaskan bahwa kuasa Allah yang meraja di atas segala-galanya. Dengan demikian, alam semesta mungkin tampak ganas dan mengerikan, tetapi tidak bisa sewenang-wenang juga karena ia hanya menjadi sedemikian dahsyatnya karena Tuhan. Dengan kata lain, mazmur ini dengan satu dan lain cara menggaungkan pujian kepada Tuhan sebagai penguasa dan raja alam semesta.

10.       Kekuasaan Allah yang kekal terlihat dari karya-Nya, sejak dunia diciptakan. Semua bangsa menyadari itu, itulah sebabnya umat Allah mengambil alih dari bangsa-bangsa sekitarnya puji-pujian kepada Allah yang menyatakan diri dengan dahsyat dalam alam semesta yang hanya dapat disambut dengan penuh hormat, kagum, dan ketakutan. Allah yang digambarkan sebagai sosok luar biasa, apapun yang ada di dunia untuk menggambarkan Allah tidak ada yang dapat menyamai-Nya.

11.       Memuliakan Tuhan dengan rela dan sukacita. Pembukaan ay. Kedua ada kata habu yang berasal dari kata yahab yang artinya “berikanlah/ letakkanlah”, menunjukkan sebuah kemungkinan bahwa ada juga penghuni surga yang tidak rela memuliakan Tuhan. Hal ini juga mungkin terjadi dalam hidup kita, ketika kita tidak rela kemuliaan hanya milik Tuhan, tetapi kemuliaan juga menjadi bagian kita manusia ini. Sering sekali, dalam pekerjaan atau dalam pelayanan bukan nama Tuhan dipermuliakan tetapi nama seseorang.

12.       Hanya Tuhan alamat pujian sejati, tidak ada yang lain. Mazmur ini dimulai dengan sebuah penegasan pengakuan bahwa hanya Allah saja yang berhak atas puji-pujian dan hormat dan kuasa. Hal itu tidak hanya diserukan kepada para penghuni bumi saja, melainkan juga kepada para penghuni surga. Mereka semua diajak oleh pemazmur agar mempersembahkan segala pujian dan hormat dan penyembahan kepada Allah. Ia meminta seluruh isi surga dan bumi agar bersujud kepada Tuhan dengan sikap yang kudus. Sehingga, seharusnya pengenalan kita akan Allah sejalan dengan hormat dan pujian kita kepada-Nya. Tidak ada ilah lain yang kita puji dan sembah selain dari Allah yang benar tersebut.

13.       Tuhan adalah Raja atas semesta ini, tetapi apakah Dia sudah menjadi Raja dalam hidup kita? Dalam mazmur 29 ini, pemazmur benar-benar mengungkapkan kuasa dan keagungan Tuhan. Ia menyaksikan bahwa Tuhan berkuasa atas air bah yang pada dasarnya ditakuti oleh manusia. Bahkan, ia juga mengatakan bahwa Tuhan adalah Raja untuk selama-lamanya (kekal). Tetapi, apakah Tuhan sudah menjadi Raja dalam seluruh kehidupan kita; Ia berkuasa dan mengatur segala sesuatu dalam hidup kita? Atau, temporal? Kita menjadikan Tuhan sebagai Raja hanya saat kita beribadah, namun tidak dalam hidup sehari-hari.

Memuliakan Allah tidak sekedar kagum. Karena puji-pujian lewat aksi ataupun tindakan jauh lebih efektif dan bermakna dibanding dengan sekedar kata-kata belaka.

"Baik manusia maupun malaikat tidak dapat menganugerahkan sesuatu apa pun kepada TUHAN, selain mereka harus mengakui kemuliaan dan kekuatan-Nya, dan menggambarkannya dalam nyanyian, hati dan sikap mereka." (C. Spurgeon)

Pdt. Dasma Turnip, S.Th

GBKP Palangkaraya